SURAT ATH-THAARIQ, yang dalam
mushaf Al-Qur’an merupakan Surat ke-86 dan terdiri dari 17 ayat, diwahyukan di
Makkah pada tahun kedelapan masa kenabian, yaitu sekitar tahun 618 Masehi,
sesudah Surat Qaaf dan Surat al-Balad.
Pada
saat itu kaum musyrikin sedang frustrasi melihat perkembangan Islam yang makin
pesat. Berbagai teror dan intimidasi tidaklah menggoyahkan iman kaum Muslimin
yang dari hari ke hari makin banyak jumlahnya. Maka orang-orang Quraisy di
Makkah merancang rekayasa jahat terhadap Nabi Muhammad s.a.w. beserta para
shahabat beliau berupa pengucilan dan pemboikotan dari segala aktivitas. Para
pembesar Quraisy melarang penduduk Makkah untuk melakukan transaksi apapun
dengan kaum Muslimin, termasuk kegiatan jual beli dan pernikahan. Dalam situasi
demikian inilah Surat ath-Thaariq diwahyukan oleh Allah SWT.
Salah satu perbedaan antara Surat-surat Makkiyah (yang
diwahyukan di Makkah) dan Surat-surat Madaniyah (yang
diwahyukan di Madinah) adalah bahwa pada Surat-surat Makkiyah Allah sering
bersumpah dengan berbagai fenomena alam ciptaan-Nya, agar manusia benar-benar
memperhatikan atau menalari secara serius hal-hal yang disumpahkan Allah itu. Kalimat
sumpah itu diawali oleh kata wa (“demi”) yang
terdapat pada 17 Surat (37, 51, 52, 53, 68, 74, 77, 79, 85, 86, 89, 91, 92, 93,
95, 100, 103), dan kata laa uqsimu (“tidak, Aku
bersumpah”) yang terdapat pada tujuh Surat (56, 69, 70, 75, 81, 84, 90). Selain
dengan fenomena alam, Allah juga bersumpah dengan Kitab Al-Qur’an pada lima
Surat (36, 38, 43, 44, 50).
Wa s-samaa’i wa th-thaariq
(ayat 1).
Terjemahan harfiahnya: “Demi langit,
demi ath-thaariq.” Allah SWT bersumpah dengan langit (as-samaa’)
serta dengan suatu benda langit yang disebut ath-thaariq. Istilah ini
berasal dari kata kerja tharaqa yang artinya
“mengetuk”, satu akar kata dengan thariiq (“jalan; tempat
kaki mengetuk”) dan mithraq (“palu; alat
pengetuk”). Dalam bahasa Arab sehari-hari, istilah thaariq
digunakan untuk menyebut tamu yang jarang muncul dan tiba-tiba datang di malam
hari, atau seperti kata Prof. Dr. Hamka dalam Tafsir Al-Azhar
Juz 30, “orang yang mengetuk pintu tengah
malam agak keras, supaya yang empunya rumah lekas bangun, karena dia membawa berita
penting”, atau seperti penjelasan Prof. Dr. Muhammad Asad dari
Austria dalam buku tafsirnya The Message of the Qur’an (“Pesan
Al-Qur’an”), “a person who comes to a house by night to knock at the
door”.
Dengan demikian jelaslah bahwa ath-thaariq dalam ayat
ini adalah benda langit yang langka kehadirannya. Tidak setiap malam kita dapat
menyaksikannya di langit, sebab dia datang sewaktu-waktu atau secara periodik.
Benda langit yang seperti itu tiada lain adalah komet,
yang oleh nenek moyang kita disebut “bintang berekor”.
Mohammed Marmaduke Pickthall, ulama Muslim berkebangsaan Inggris, dalam
terjemahan Al-Qur’an The Meaning of the Glorious Koran,
ketika membahas Surat at-Thaariq mengatakan: Some have thought that it refers to
a comet which alarmed the East about the time of the Prophet’s call. Others
believe that this and other introductory verses, hard to elucidate, hide
scientific facts unimagined at the period of revelation (“Beberapa
penafsir berpendapat bahwa at-thaariq merujuk kepada sebuah komet yang
menggemparkan Dunia Timur semasa dakwah Nabi. Para penafsir lain meyakini bahwa
ayat ini dan beberapa ayat pembuka dalam Surat lainnya, yang sukar untuk
dijelaskan, menyembunyikan fakta-fakta ilmiah yang tidak terbayangkan pada
periode turunnya wahyu”).
Wa maa adraaka maa th-thaariq
(ayat 2).
Terjemahan harfiahnya: “Dan apakah yang
membuatmu tahu tentang ath-thaariq?”. Sering juga diterjemahkan
secara bebas: “Tahukah kamu apakah ath-thaariq itu?” Allah
menggunakan kalimat wa maa adraaka (“tahukah
kamu”) hanya dalam 10 Surat (69, 74, 77, 82, 83, 86, 90, 97, 101, 104) untuk
mempertegas istilah-istilah yang unik. Biasanya wa maa adraaka digunakan
untuk menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan hari kiamat (yaumud-diin,
yaumul-fashl, haqqah, qaari`ah) atau azab neraka (saqar,
sijjiin, haawiyah, huthamah) atau sesuatu yang misteri seperti lailatul-qadr.
Satu-satunya benda langit yang dijelaskan dengan wa maa adraaka hanyalah
thaariq.
Hal ini memperkuat penalaran kita bahwa thaariq adalah benda
langit yang “tidak biasa” atau “jarang datang”, yaitu komet yang muncul sekali
dalam puluhan atau ratusan tahun. Benda-benda langit yang lain, seperti
matahari (syams), bulan (qamar),
bintang (najm), gugus bintang (buruuj)
dan planet (kaukab), tidak pernah diterangkan dengan wa
maa adraaka sebab istilah-istilah itu memang sudah jelas maknanya
dan bendanya dapat kita saksikan setiap waktu.
Identifikasi benda langit thaariq dengan
"komet" ditunjang oleh data astronomi. Ketika Surat
ath-Thaariq diwahyukan Allah pada tahun kedelapan kenabian atau
tahun 618 Masehi, pada tahun itu muncul komet besar yang termasyhur dalam
sejarah, yaitu apa yang sekarang kita namakan Komet Halley.
Periode kedatangan komet ini pertama kali diteliti oleh ahli astronomi Inggris,
Edmond Halley (1656–1742). Komet Halley datang rata-rata 76 tahun sekali, dan
tahun kedatangannya ternyata dicatat oleh berbagai bangsa sepanjang zaman. Data
astronomi telah merekam kehadirannya mulai tahun 390 sampai 1986 Masehi. Inilah
tahun-tahun kedatangan Komet Halley: 390, 467, 542, 618 (zaman Nabi), 695, 772,
847, 923, 998, 1074, 1151, 1226, 1302, 1379, 1456, 1531, 1607, 1682 (zaman
Halley), 1758, 1835, 1910, 1986 (mungkin Anda menyaksikannya), dan Insya Allah
kelak akan muncul kembali tahun 2061 atau 2062.
An-najmu ts-tsaaqib
(ayat 3). Terjemahan harfiahnya: “Benda langit
yang melubangi.” Benda-benda langit selain matahari dan bulan dalam
bahasa Arab disebut dengan istilah umum najm (jamak atau
pluralnya nujuum), berasal dari kata kerja najama
yang artinya “muncul kecil-kecil secara berserakan”. Itulah sebabnya istilah najm
dapat juga berarti “rerumputan” yang berserakan di permukaan bumi, seperti pada
Surat
ar-Rahmaan ayat 6: wa n-najmu wa sy-syajaru yasjudaan (“Rerumputan
dan pepohonan kedua-duanya bersujud kepada Allah”). Dalam kebanyakan ayat-ayat
Al-Qur’an, kata najm tepat diterjemahkan “bintang”, tetapi
dalam Surat ath-Thaariq ini kita terjemahkan dengan
istilah umum “benda langit”.
Adapun kata tsaaqib berasal dari kata kerja tsaqaba
yang artinya “melubangi”, satu akar kata dengan tsuqbah
(“lubang”), mitsqab (“bor, alat melubangi”) dan tsaaqibaat
(“hewan pelubang” atau ordo Rodentia dalam biologi). Jadi tsaaqib
berarti “sesuatu yang melubangi”.
Informasi Allah dalam ayat 3 ini makin memperkuat penafsiran kita bahwa ath-thaariq
memang ternyata komet. Sebagaimana dipelajari dalam ilmu astronomi,
komet adalah benda langit yang diameternya puluhan kilometer, tersusun dari
campuran es (air padat) yang meliputi lima perenam bagian dan sisanya kotoran
debu. Itulah sebabnya komet-komet dijuluki dirty snowballs. Mereka
mengelilingi matahari seperti planet-planet tetapi orbitnya berbentuk ellips
yang sangat jauh, sehingga komet-komet ini muncul sekali dalam puluhan atau
ratusan tahun. Ketika sebuah komet mendekati matahari, panas matahari
mencairkan dan menguapkan material es, membentuk “ekor” atau “rambut” berukuran
ribuan kilometer yang tampak dari bumi. Itulah sebabnya benda langit ini
dinamai komet, berasal dari kata Yunani, koma,
yang berarti “rambut”. (Tanda baca ‘koma’ adalah ‘titik yang diberi rambut’).
Kini diketahui bahwa pada tapal batas tatasurya di seberang planet Pluto
terdapat “sarang komet” yang disebut Oort Cloud, dari nama
astronom Belanda Jan Hendrik Oort (1900–1992), dan diperkirakan mengandung
ribuan komet.
Pada proses pembentukan tatasurya (solar system),
komet-komet membombardir atau melubangi permukaan planet-planet bertanah (terrestrial
planets) yang dekat dengan matahari, termasuk bumi, menyumbangkan
air yang merupakan syarat mutlak adanya kehidupan. Di antara planet-planet
penerima air itu, hanya planet bumi yang mampu menjaga air dalam wujud cairan.
Venus terlalu panas sehingga air menguap, sedangkan Mars terlalu dingin
sehingga air membeku. Tanpa proses pelubangan dari komet-komet, bumi kita tidak
mempunyai air! Sungguh Maha Benar Allah yang berulangkali menegaskan dalam
Al-Qur’an nazzalnaa mina s-samaa’i maa’ (“Kami telah
menurunkan air dari langit”), sebab air di bumi ini memang berasal dari langit,
yaitu sumbangan dari komet (thaariq) yang merupakan
“benda langit yang melubangi” (an-najmu ts-tsaaqib).
Penelitian terhadap spektrum-spektrum yang dipancarkan oleh Komet Halley
(1986), Komet Shoemaker-Levy (1994), Komet Hyakutake (1996), Komet Hale-Bopp
(1997) Komet Wild-2 (2000) dan Komet Borrelly (2001) menunjukkan bahwa
perbandingan isotop hidrogen dan deuterium pada H2O air laut ternyata sama
persis dengan pada H2O komet-komet tersebut. Fakta ini merupakan bukti kimiawi
bahwa air di bumi memang berasal dari komet! Jadi komet-komet dikirimkan Allah
SWT untuk membawa materi paling berharga sebagai syarat kehidupan kepada planet
bumi, yaitu air. Adanya air menyebabkan bumi merupakan satu-satunya komponen
tatasurya yang layak untuk tempat berkembangnya makhluk hidup. Tanpa adanya
air, kehidupan di muka bumi mustahil terjadi.
Dr.Molly Bloomfield, dalam bukunya Chemistry and the Living Organism (John
Wiley & Sons, New York, 1996, hal. 270), menerangkan: Over
100,000 comets had collided with the Earth during its first billion years,
brought water to the Earth’s surface. (“Lebih dari 100.000 komet
telah berbenturan dengan Bumi selama semiliar tahun pertamanya, membawa air ke
permukaan Bumi”).
Dr. Isaac Asimov, dalam bukunya Frontiers: New Discoveries about Man
and His Planet, Outer Space and the Universe (Mandarin Paperbacks,
London, 1991, hal.219), mengatakan: In the early times of the solar
system, there were a large number of collisions between comets and the
planetary bodies. The Earth was hot and dry to begin with, and cometary
collisions have supplied us with much of our ocean and atmosphere. All this we
can now reason out as a result of the close study of Halley’s comet in 1986.
(“Pada masa-masa dini tatasurya, terdapat sejumlah besar perbenturan antara
komet-komet dan planet-planet. Bumi panas dan kering pada mulanya, dan
perbenturan-perbenturan dengan komet telah menyuplai kita dengan sebagian besar
samudera dan atmosfer. Semua ini baru sekarang dapat kita kemukakan sebagai
hasil dari studi jarak dekat terhadap komet Halley pada tahun 1986”).
Dr. Timothy Ferris, dalam bukunya The Whole Shebang: A
State-of-the-Universe Report (Simon and Schuster, New York, 1997,
hal.176 dan 179), menegaskan: We owe our existence to Earth’s
bombardment by the icy comets abounded in the infant solar system. Primordial
comets have formed the oceans and rained down the amino acids from which life
originated here. Evidence for cometary cornucopias of life-brewing water and
amino acids may be found in the spectra of modern comets .... Had comets not
ferried ice to Earth, we might have had no oceans. And without organic
molecules contributed by the comets, Earth might have remained devoid of life. (“Kita
berhutang eksistensi kita kepada pembombardiran Bumi oleh komet-komet es yang
berlimpah ketika tatasurya masih dalam usia muda. Komet-komet purba telah
membentuk samudera-samudera dan mencurahkan asam-asam amino yang mengawali
kehidupan di sini. Bukti bahwa air dan asam-asam amino pembuat kehidupan
bersumber pada komet dapat ditemukan pada berbagai spektrum komet-komet modern
.… Seandainya komet-komet tidak mengangkut es ke Bumi, mungkin kita tidak
mempunyai samudera. Dan tanpa molekul-molekul organik yang disumbangkan
komet-komet, Bumi mungkin tetap kosong dari kehidupan”).
In kullu nafsin lammaa `alaihaa haafizh
(ayat 4).
Terjemahan harfiahnya: “Tiada setiap
jiwa tanpa ada atasnya pemelihara”. Setiap makhluk hidup (kullu
nafsin) tanpa kecuali memperoleh pemeliharaan dari Allah SWT,
dengan tersedianya air di bumi yang membentuk kehidupan serta membuat bumi ini
nyaman sentosa bagi berlangsungnya kehidupan. Allah menegaskan bahwa setiap
makhluk hidup tercipta dari air, sebagaimana tercantum dalam Surat
al-Anbiyaa’ ayat 30: wa ja`alnaa mina l-maa’i kulla
syai’in hayy (“Dan Kami menjadikan dari air segala sesuatu yang
hidup”), serta Surat an-Nahl ayat 65: wa
l-Laahu anzala mina s-samaa’i maa’an fa ahyaa bihi l-ardha ba`da mautihaa
(“Dan Allah menurunkan dari langit air, maka hiduplah dengan air itu bumi
sesudah matinya”).
Banyak makhluk hidup yang tidak memerlukan oksigen atau udara, tetapi tidak ada
kehidupan yang bisa survive tanpa air. Sekitar 70% berat tubuh kita tersusun
dari air, dan tanpa adanya air metabolisme pada tubuh makhluk hidup tidak
mungkin berlangsung. Tidak ada benda lain yang lebih berharga dari air. Di
samping untuk metabolisme tubuh, kita memerlukan air untuk mandi, bersuci,
memasak, mencuci, menyirami tanaman, dan mengairi lahan pertanian. Air juga
berfungsi sebagai sarana olah raga dan rekreasi, serta merupakan salah satu
sumber energi baik energi uap maupun energi listrik.
Struktur molekul air yang unik, dengan atom pusat oksigen yang mengikat dua
atom hidrogen, menyebabkan keistimewaan sifat-sifat fisika dan kimia yang tidak
dimiliki oleh materi yang lain. Perbedaan keelektronegatifan
(kemampuan menarik elektron) yang sangat besar antara hidrogen dan oksigen
menyebabkan ikatan O—H pada molekul air sangat polar,
sehingga air merupakan pelarut yang sangat baik untuk berbagai jenis zat padat,
cairan, dan gas. Hal ini menyebabkan air mampu membawa zat-zat makanan melalui
jaringan dan organ makhluk hidup serta menjadi zat pembersih yang ampuh. Air
mempunyai viskositas yang sangat rendah, sehingga air
mudah mengalir, cepat meluncur turun, dan mudah dipompa ke atas. Dengan
demikian air sangat mudah diambil dan segera dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan.
Air mempunyai kalor penguapan yang sangat tinggi. Hal ini
sangat penting bagi tubuh kita, sebab sejumlah besar dari panas tubuh dapat
dihilangkan dengan penguapan hanya sejumlah kecil air melalui kulit. Dengan
demikian suhu tubuh kita selalu terjaga secara optimal. Penyerapan energi
ketika air diuapkan oleh sinar matahari serta pembebasan energi itu ketika uap
air berkondensasi menjadi hujan yang kembali ke bumi sangat berperan dalam
mendistribusikan energi dari matahari ke seluruh permukaan bumi. Air juga
mempunyai kapasitas kalor (kemampuan menyimpan panas)
yang sangat tinggi, sehingga air memanas dan mendingin lebih lambat daripada
kebanyakan zat lain. Hal ini akan melindungi makhluk hidup dari malapetaka
apabila suhu mendadak berubah. Jumlah air yang berlimpah di permukaan bumi
bertindak sebagai termostat raksasa yang mengatur suhu bumi sehari-hari.
Ikatan
hidrogen yang ada di antara molekul-molekul air menyebabkan air
berekspansi atau membesar volumenya ketika membeku (padahal zat-zat lain ketika
membeku justru menyusut), sehingga es memiliki kerapatan yang lebih kecil dari
air. Akibatnya es mengambang di atas permukaan air. Hal ini menyebabkan ikan
dan hewan air lainnya dapat bertahan hidup pada musim salju. Sungguh beraneka
ragam pemeliharaan yang dianugerahkan Allah SWT terhadap makhluk hidup melalui
kegunaan dan sifat-sifat air.
Falyanzhuri l-insaanu mimma khuliq. Khuliqa
min maa’in daafiq. Yakhruju min baini sh-shulbi wa t-taraa’ib (ayat
5–7).
Terjemahan harfiahnya: “Maka hendaklah
manusia menalari dari apa dia tercipta. Tercipta dari air yang memancar. Keluar
dari antara shulb dan taraa’ib”. Para penafsir umumnya berpendapat
“air yang memancar” itu adalah sperma laki-laki. Seandainya yang dimaksudkan
sperma, tentu Allah SWT menggunakan kata madfuuq (bentuk pasif
yang berarti “terpancar”), sebab sperma tidak dapat memancar dengan sendirinya.
Kenyataannya Allah memakai kata daafiq (bentuk aktif
“memancar”) yang biasanya digunakan untuk air yang keluar dari sumbernya dalam
tanah. Sudah tentu ayat 5—7 ini merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari
ayat-ayat sebelumnya. Oleh karena komet (thaariq) bertindak
sebagai benda langit yang melubangi permukaan bumi (an-najmu ts-tsaaqib),
air yang dibawanya terperangkap dalam lapisan kulit bumi, lalu air itu memancar
kembali ke permukaan untuk menjadi sarana reaksi-reaksi kimia pembentuk
kehidupan, yang harus melibatkan air baik sebagai bahan baku (reaksi-reaksi
hidrolisis) maupun sebagai pelarut.
Kulit bumi tempat air memancar itu tersusun dari bebatuan yang keras (shulb)
dan tanah atau debu yang lembut (taraa’ib). Kata shulb
berarti “sesuatu yang keras”, berasal dari kata kerja shaluba
(“mengeras”), dan satu akar kata dengan shaliib
(“kayu yang keras”) dan tashallub (“kekerasan
benda” atau hardness). Kata taraa’ib
berarti “sesuatu yang berdebu”, dari kata kerja tariba (“menjadi
debu”), dan satu akar kata dengan turab (“debu tanah”) dan
matrabah
(“tunawisma yang tidur di tanah”). Dalam masyarakat Arab dahulu, anak-anak
sebaya sering bermain debu padang pasir, sehingga “teman sebaya” disebut tirb
(jamak atau pluralnya atraab).
Tafsir para ulama abad pertengahan bahwa ayat-ayat ini menerangkan “sperma yang
keluar dari antara tulang punggung dan tulang dada” sudah saatnya kita
tinggalkan, sebab sperma tidak dikeluarkan dari sana! Allah SWT menakdirkan
bahwa benih dari laki-laki itu diproduksi pada dua butir testis yang terdapat
dalam skrotum (“kantong” di sela-sela paha).
Sel-sel sperma berukuran 5 mikrometer (0,005 milimeter), terdiri dari kepala
dan ekor, diproduksi dalam jumlah sekitar 10 juta butir setiap hari setelah
seorang laki-laki memasuki masa pubertas. Sel-sel sperma ini dikeluarkan dari testis
melalui epididimis, masuk ke saluran vas
deferens untuk dibawa menuju kelenjar prostat.
Kelenjar prostat memproduksi cairan kental semen yang memberi
sel-sel sperma energi agar tetap lincah bergerak. Dari kelenjar prostat sel-sel
sperma, melalui saluran uretra pada penis,
dipancarkan keluar tubuh pada saat ejakulasi.
Sejak pembentukannya sampai pengeluarannya, sperma tidak berhubungan dengan
tulang punggung dan tulang dada. Jelas sekali bahwa ayat 5—7 Surat
at-Thaariq bukanlah bercerita tentang sperma, tulang punggung dan
tulang dada seperti penafsiran ulama-ulama zaman pra-modern, melainkan
bercerita tentang air yang memancar dari antara bebatuan keras (shulb)
dan tanah lembut (taraa’ib) pada kulit bumi. Penafsiran
ayat-ayat ini tidak boleh kita lepaskan dari konteks ayat-ayat sebelumnya.
Innahuu `alaa raj`ihii la qaadir. Yauma
tublaa s-saraa’ir. Fa maa lahuu min quwwatin wa laa naashir (ayat
8–10).
Terjemahan harfiahnya: “Sesungguhnya
atas pengembaliannya Dia benar-benar kuasa. Pada Hari diverifikasi segala
rahasia. Maka tiada baginya kekuatan dan tiada pembela”. Ketika
Rasulullah s.a.w. mendakwahkan bahwa manusia akan dihidupkan kembali pada Hari
Akhirat untuk dimintai pertanggungjawaban dan menerima ganjaran, orang-orang
musyrik di Makkah menertawakan dan mengejek beliau. Dalam Surat
Qaaf yang diwahyukan sebelum Surat at-Thaariq, Allah
SWT merekam ejekan tersebut: A idzaa mitnaa wa kunnaa turaaban?
Dzaalika raj`un ba`iid (“Apakah ketika kami telah mati dan kami
telah jadi debu? Itu adalah pengembalian yang jauh”). Maka Allah menegaskan
bahwa Dia benar-benar kuasa untuk mengembalikan manusia hidup di Hari Akhirat
nanti, lalu manusia yang tiada kekuatan dan tiada pembela itu akan menghadapi
Pengadilan Agung, di mana segala rahasia kejahatan manusia (yang mungkin tidak
sempat terbongkar di dunia fana) akan mengalami verifikasi dan balasan yang
setimpal.
Jika ayat 8—10 ini kita hubungkan dengan ayat-ayat sebelumnya, maka hanya
orang-orang tidak berilmu yang meragukan kekuasaan Allah untuk menghidupkan
kembali manusia. Orang-orang berilmu akan menjadi saksi bahwa bumi ini asalnya
memang tidak mempunyai kehidupan, lalu Allah mengirimkan air melalui
komet-komet ke Bumi untuk memungkinkan terciptanya makhluk-makhluk hidup
termasuk manusia. Bagi Allah yang memiliki sifat yubdi’u wa
yu`iid (Maha Memulai dan Maha Mengembalikan) seperti tercantum
dalam Surat al-Buruuj ayat 13, mengembalikan
manusia kepada kehidupan di Akhirat nanti sama mudahnya dengan mengembalikan
komet-komet mengunjungi Bumi. Maha Benar Allah dalam firman-Nya pada Surat
Aali `Imraan ayat 18: syahida l-Laahu annahuu laa ilaaha
illaa huwa wa l-malaa’ikatu wa ulu l-`ilmi (“Bersaksi Allah bahwa
tiada Tuhan melainkan Dia, serta juga bersaksi para malaikat dan orang-orang
yang mempunyai ilmu”).
Wa s-samaa’i dzaati r-raj`i (ayat 11).
Terjemahan harfiahnya: “Demi langit
yang mempunyai sesuatu yang kembali”. Berdasarkan konteks ayat-ayat
awal dari Surat ath-Thaariq ini, ada dua kemungkinan
tafsiran mengenai ar-raj`i (“sesuatu yang kembali”). Mungkin
dia adalah komet (thaariq), yang memang selalu kembali
mengunjungi bumi dalam periode tertentu. Mungkin pula dia adalah air (maa’),
yang selalu “pergi dan kembali” dalam siklus hidrologi.
Air menutupi 70% permukaan bumi, dan 97% dari seluruh air di bumi berada pada
samudera. Setiap hari sekitar sepertiga dari jumlah energi sinar matahari yang
sampai ke bumi dipergunakan untuk menguapkan kira-kira 1000 km kubik (satu
triliun meter kubik) air samudera, sungai, danau dan telaga. Uap air lalu
menyebar di lapisan atmosfer untuk mengatur kelembaban dan suhu. Kemudian uap
air itu mengalami kondensasi dan turun ke permukaan bumi berupa hujan atau
salju. Akhirnya air yang terkumpul di darat mengalir dalam bentuk sungai-sungai
untuk kembali menuju samudera.
Wa l-ardhi dzaati sh-shad`i (ayat 12).
Terjemahan harfiahnya: “Demi bumi yang
mempunyai belahan”. Di lingkungan tatasurya kita, Bumi merupakan
planet bertanah (terrestrial planet) yang paling besar. Empat
planet yang lebih besar dari bumi (Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus), dan
juga matahari, tersusun dari gas-gas hidrogen dan helium. Sebagai “dunia
non-gas” yang terbesar, Bumi memiliki suhu internal paling tinggi dibandingkan
dengan planet-planet lain, sehingga Bumi mempunyai kulit yang paling tipis
dengan kedalaman cuma sekitar 50 km. Suhu internal yang tinggi menyebabkan
kulit tipis itu terbelah menjadi enam atau tujuh belahan besar (dan beberapa
belahan lebih kecil) yang disebut lempeng (plate).
Lempeng-lempeng ini menyetel secara pas seakan-akan dilekatkan oleh seorang
tukang kayu yang piawai. Itulah sebabnya mereka dinamai lempeng-lempeng
tektonik (bahasa Yunani, tektones, berarti
“tukang kayu”).
Lapisan di bawah kulit bumi memiliki suhu cukup panas
sehingga mampu bergerak, dan gerakan ini mendorong lempeng-lempeng kesana
kemari. Akibatnya terjadilah pembentukan benua dan pulau-pulau serta
pembentukan palung (basin) yang merupakan
wadah bagi samudera. Meskipun pergeseran lempeng-lempeng tektonik yang dinamis
ini sering menimbulkan gempa bumi, bahkan mungkin gelombang tsunami, janganlah
kita melupakan kenyataan bahwa lempeng-lempeng itu merupakan kurnia Allah yang
patut kita syukuri! Seandainya bumi tidak mempunyai belahan berupa
lempeng-lempeng tektonik, tentu ocean basin tidak
terbentuk sehingga air akan menutupi seluruh permukaan bumi, dan makhluk yang
hidup di darat termasuk manusia tidaklah terbayangkan adanya. Sungguh Maha
Pengasih Allah yang telah menyediakan segala fasilitas untuk manusia, meskipun
manusia terlalu sering tidak tahu diri (kanuud) kepada
Khaliqnya.
Innahuu la qaulun fashl, wa maa huwa bi
l-hazl (ayat 13–14).
Terjemahan harfiahnya: “Sesungguhnya
dia benar-benar kata keputusan, dan bukanlah dia sesuatu yang main-main”.
Segala yang difirmankan oleh Allah, mulai dari komet (thaariq)
yang mengirimkan air (maa’) sampai kepada
belahan (shada`) yang dimiliki bumi untuk menampung
air sebagai sumber kehidupan, serta kehidupan kita di dunia fana ini akan
dikembalikan Allah kepada kehidupan akhirat yang abadi, semuanya itu merupakan
“kata keputusan” (qaulun fashl) yang tegas-tandas dan sama
sekali bukanlah sesuatu yang hazl, kalimat senda
gurau atau main-main. Ejekan dan rongrongan dari kaum musyrikin kepada kaum
Muslimin hanyalah ibarat gonggongan anjing kepada kafilah yang sedang berlalu.
Innahum yakiiduuna kaidaa, wa akiidu
kaidaa. Fa mahhili l-kaafiriina amhilhum ruwaidaa
(ayat 15–17).
Terjemahan harfiahnya: “Sesungguhnya
mereka merencanakan suatu rencana, dan Aku pun merencanakan suatu rencana. Maka
beri tangguhlah orang-orang kafir itu, penangguhan mereka sebentar saja”.
Inilah ‘gong akhir’ dari seluruh rangkaian firman Allah dalam Surat
ath-Thaariq. Seperti telah kita bahas pada bagian awal, Surat ini
diwahyukan ketika kaum Muslimin sedang mengalami pemboikotan oleh kaum
musyrikin Quraisy. Allah menegaskan bahwa rencana jahat mereka akan sia-sia,
karena Allah sendiri mempunyai Rencana Agung untuk menyempurnakan cahaya agama
ini sampai akhir zaman. Penangguhan kekalahan kaum musyrikin itu ternyata
memang cuma sebentar saja.
Empat tahun sesudah Surat ath-Thaariq turun,
Rasulullah s.a.w. beserta para shahabat hijrah ke Madinah (622 M), dan delapan
tahun kemudian (630 M) kota Makkah ditaklukkan Rasulullah s.a.w. tanpa
pertumpahan darah. Ketika Rasulullah s.a.w. wafat tahun 632, seluruh
penduduk Semenanjung Arabia telah memeluk Islam. Hanya satu abad sesudah
Rasulullah wafat, kekuasaan Islam membentang dari Spanyol sampai Xinjiang.
Pusat khalifah Islam di Baghdad dihancurkan oleh bangsa Mongol tahun 1258,
tetapi siapa menyangka bahwa laskar penakluk itu berduyun-duyun masuk Islam dan
menyebarkan agama Allah di kawasan Kaukasus dan Laut Kaspia, lalu anak cucu
mereka menegakkan kesultanan Mongol (Moghul) di India dari abad ke-16 sampai
abad ke-19. Kekuasaan Islam selama delapan abad di Spanyol (711–1492) memang
hilang, tetapi sebagai gantinya muncul kesultanan Turki Usmani yang tahun 1453
menaklukkan Konstantinopel, ibukota kekaisaran Romawi, lalu menguasai seluruh
Semenanjung Balkan sampai awal abad ke-20. Bahkan ketika
hegemoni politik kaum Muslimin mulai redup pada abad ke-17, Islam melalui jalur
perdagangan tersebar luas di Asia Tenggara dan Afrika Timur. Sejarah telah
membuktikan kebenaran Rencana Allah!
Dr.Lothrop Stoddard, seorang orientalis terkemuka dari Universitas Harvard,
dalam bukunya, The Rising Tide of Color, London, 1926,
hal.65, mengomentari perkembangan Islam sebagai berikut: The
proselyting power of Islam is extraordinary, and its hold upon its votaries is
even more remarkable. Throughout history there has been no single instance
where a people, once become Muslim, has abandoned the faith. Extirpated they
may have been, but extirpation is not apostacy. This extreme tenacity of Islam,
this ability to keep its hold once it has got a footing, must be borne in mind
when considering the future of regions where Islam is today advancing (“Kekuatan
Islam dalam mengubah kepercayaan manusia sungguh luar biasa, dan daya ikatnya
di kalangan pemeluk-pemeluknya bahkan lebih hebat lagi. Sepanjang sejarah tidak
pernah ada satu contoh pun di mana suatu masyarakat, sekali menjadi Muslim,
telah meninggalkan agama ini. Mereka mungkin pernah dimusnahkan, tetapi
pemusnahan bukanlah kemurtadan. Keteguhan Islam yang berlebihan ini, kemampuan
untuk menjaga daya ikatnya sekali ia memperoleh tempat berpijak, haruslah
diperhatikan sungguh-sungguh ketika mewacanakan masa depan kawasan-kawasan di
mana Islam sekarang berkembang.”)
Majalah Islamic Horizons edisi Juli-Agustus 1990,
yang diterbitkan oleh Islamic Society of North America (ISNA)
di Amerika Serikat, mengutip hasil penelitian dari Worldwide
Church of God, badan misionari Nasrani yang berpusat di California,
terhadap tiga Abrahamic religions (“agama-agama Ibrahim”)
yang dipublikasikan oleh majalah mereka, The Plain Truth. Menurut
hasil penelitian itu, dalam kurun waktu 50 tahun (1934-1984) pemeluk agama
Yahudi hanya meningkat 4 persen, sementara pemeluk Nasrani meningkat 47 persen,
sedangkan pemeluk Islam meningkat 235 persen!
Meskipun Islam merupakan agama universal yang paling muda usianya, kini Islam
menempati peringkat kedua terbanyak jumlah pemeluknya sesudah Nasrani. Dari
seluruh penduduk bumi yang pada tahun 2005 mencapai 6,300 miliar, umat Islam
berjumlah 1,550 miliar (24 %), di bawah umat Nasrani (Katolik, Protestan,
Ortodoks, Anglikan, Kibti, Maroni, Advent, Mormon, dll.) yang berjumlah 2,220
miliar (35 %). Di benua Asia dan benua Afrika, Islam menempati peringkat
pertama, masing-masing 1,058 miliar (27 %) dan 422 juta (52 %). Angka-angka ini
tercantum dalam buku TIME Almanac 2005 with Information
Please (Houghton Mifflin, Massachusetts).
Di benua Eropa, Islam merupakan agama kedua terbesar meskipun pemeluknya hanya
50 juta. Sekitar 16 juta umat Islam berdiam di Rusia, 21 juta di Eropa Timur,
sedangkan 13 juta lagi berdiam di Eropa Barat, terutama di Perancis, Jerman,
dan Inggris. Majalah Newsweek, 29 Mei 1995,
dengan artikel berjudul "Muslim Europe”, melaporkan bahwa Muslims
outnumbered both Protestants and Jews in the predominantly Roman Catholic
countries of Belgium, France, Italy and Spain. (“Jumlah umat Islam
melampaui umat Protestan dan Yahudi pada negara-negara yang umat Katoliknya
sangat dominan, yaitu Belgia, Perancis, Italia dan Spanyol”).
Di benua Amerika, umat Islam masih sedikit, sekitar delapan juta jiwa, sebab
Islam di kawasan ini merupakan agama yang relatif baru. Menurut buku The
World Almanac 2005, terdapat enam juta umat Islam di Amerika
Serikat, 600 ribu di Kanada, 200 ribu di Meksiko, dan satu juta di kawasan
Amerika Selatan: Brazil, Suriname, Trinidad-Tobago dan Guyana. Demikian pula di
Australia dan kawasan Pasifik, jumlah umat Islam baru berkisar antara 500 ribu
sampai satu juta.
Dr.John L.Esposito, editor buku The Oxford History of Islam (Oxford
University Press, London, 1999), dalam Bab “Introduction”, mengatakan: Although
Islam is the youngest of the major world religion, Islam is the second largest
and fastest-growing religion in the world. To speak of the world of Islam today
is to refer not only to countries that stretch from North Africa to Southeast
Asia but also to Muslim communities that exist across the globe
(“Meskipun Islam termuda di antara agama besar dunia, Islam merupakan agama
terbesar kedua dan paling cepat pertumbuhannya di dunia. Pembicaraan tentang
Dunia Islam hari ini merujuk bukan hanya kepada negeri-negeri yang membentang
dari Afrika Utara ke Asia Tenggara tetapi juga kepada komunitas-komunitas
Muslim yang ada di seluruh penjuru bumi”).
Majalah National Geographic bulan Januari 2002, dalam
artikel “The World of Islam”, mengemukakan: Some 1.3 billion human beings, a
fifth of mankind, embracing Islam that make it the fastest growing on Earth,
with 80 percent of believers now outside the Arab world (“Sekitar
1,3 miliar jiwa, seperlima umat manusia, memeluk Islam yang menjadikannya agama
yang paling cepat pertumbuhannya di Bumi, dengan 80 persen orang-orang beriman
sekarang berada di luar dunia Arab”). Majalah termasyhur itu juga melaporkan
bahwa umat Islam di Amerika Serikat pada tahun 2001 mencapai enam juta jiwa.
Dalam majalah The Economist, edisi 13 September 2003,
terdapat hasil survei “Islam and the West” yang menyatakan bahwa umat Islam di
muka bumi berjumlah 1,5 miliar jiwa (“Around one in four of the people in
the world are Muslims”), antara lain 196,3 juta di Indonesia (“the
world’s most populous Muslim country”), 133,1 juta di Cina, 26,7
juta di Rusia, dan 10,4 juta di belahan benua Amerika. “It
is indeed the world’s fastest-growing religion,” demikian komentar The
Economist.
Majalah Time, edisi 23 Mei 1988, dengan artikel
berjudul “American Facing Toward Mecca”, mencatat jumlah 4.644.000 umat Islam
pada saat itu serta lebih dari 600 buah Islamic Center di
seluruh Amerika Serikat. Lalu majalah terkemuka itu memperkirakan: US
Muslim are expected to surpass Jews in number and, in less than 30 years,
become the country’s second largest religious community after Christians (“Muslim
Amerika Serikat diperkirakan akan melampaui umat Yahudi dalam jumlah penganut
dan, dalam waktu kurang dari 30 tahun, menjadi komunitas agama terbesar kedua
di negeri ini sesudah umat Nasrani”).
Perkiraan majalah Time di atas kini makin mendekati kenyataan.
Hal ini diakui oleh majalah Nasrani terbesar di Amerika Serikat, Christianity
Today, edisi bulan Maret 2005: Words unfamiliar to most Americans
are now heard daily on the evening news: jihad, Islam, Allah, Quran, fatwa,
imam, ummah, Ramadan. Today, there are approximately seven million Muslims and
more than 13000 mosques in North America. Now the Muslims are our neighbors (“Kata-kata
yang asing bagi kebanyakan orang Amerika kini terdengar setiap hari pada berita
petang: jihad, Islam, Allah, Qur’an, fatwa, imam, ummah, Ramadhan. Hari ini,
terdapat sekitar tujuh juta Muslim dan lebih dari 13000 masjid di Amerika
Utara. Sekarang orang-orang Muslim merupakan para tetangga kita”).