Pendahuluan
Dalam Al Qur’an, Allah
langsung menjawab semua pertanyaan yang jawabannya dibutuhkan oleh manusia
sepanjang hidupnya. Allah memberikan pemecahan yang sempurna dan paling masuk
akal untuk semua masalah yang muncul. Seperti firman Allah pada ayat kedua surat
Al Baqarah, " Kitab (Al Qur’an) ini
tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa."
Ayat-ayat lainnya juga menunjukkan bahwa Allah telah menjelaskan segalanya
dalam Al Qur’an:
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita
yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman. (QS Yusuf, 12:111)
… Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri. (QS An Nahl, 16:89)
Orang yang beriman mengatur seluruh hidupnya
sesuai dengan Al Qur’an dan berjuang untuk melaksanakan dengan hati-hati setiap
hari apa yang telah dia baca dan pelajari dari ayat-ayat Al Qur’an. Dalam
segala perbuatannya sejak bangun di pagi hari sampai tidur di malam hari, dia
berniat untuk berpikir, berbicara, dan bertindak berdasarkan ajaran Al Qur’an.
Allah menunjukkan dalam Al Qur’an bahwa pengabdian seperti ini menjadi ciri
utama seluruh kehidupan orang beriman.
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku,
ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS Al An'am,
6:162)
Tetapi ada orang yang
berpikir bahwa agama hanyalah meliputi ritual yang terbatas pada waktu-waktu
tertentu—bahwa hidup hanya terdiri atas waktu sholat dan waktu lainnya. Mereka
memikirkan Allah dan hidup setelah mati hanya di saat mereka berdoa, berpuasa,
bersedekah, atau naik haji ke Mekah. Di waktu lain mereka tenggelam dalam
urusan dunia. Hidup di dunia ini bagi mereka adalah perjuangan tanpa arah yang
jelas. Orang semacam itu hampir memisahkan diri dari Al Qur’an sepenuhnya dan
memiliki tujuan sendiri dalam hidup, pemahaman sendiri mengenai akhlak,
pandangan sendiri mengenai dunia dan pedoman nilainya. Mereka tidak mengerti
apa arti ajaran Al Qur’an sebenarnya.
Seseorang yang
melaksanakan ajaran Al Qur’an dan mengikuti Sunnah Rasulullah SAW sebagai
pedoman hidup tentu akan menjalani hidup yang sangat berbeda dengan orang yang
bermental seperti kita sebutkan tadi. Orang ini tidak akan lupa bahwa dia
adalah bagian dari takdir yang Allah telah tetapkan atasnya dan akan menjalani
hidupnya dengan percaya dan berserah diri pada-Nya. Dengan demikian, dia akan
tahu bahwa dia tidak perlu khawatir, sedih, takut, resah, pesimis atau
tertekan; atau dikuasi oleh kepanikan pada saat kesulitan menghadang. Dia akan
menghadapi semua yang datang kepadanya dengan cara yang Allah tunjukkan dan
izinkan. Semua perkataan, keputusan, dan tindakannya menunjukkan bahwa dia
hidup sesuai dengan Sunnah yang merupakan kerangka pengamalan dari ajaran Al
Qur’an. Baik di saat sedang berjalan, menyantap hidangan, pergi ke sekolah,
menuntut ilmu, bekerja, berolah raga, mengobrol, menonton televisi, atau
mendengarkan musik, dia sadar bahwa dia bertanggung jawab menjalankan hidupnya
sesuai dengan rida Allah. Dia menyelesaikan semua urusan sesuai amanat yang
diembannya dengan sebaik-baiknya, sekaligus berpikir bagaimana meraih rida
Allah dalam urusan yang dikerjakannya. Dia tidak pernah bertindak dengan cara
yang tidak diperkenankan oleh Al Qur’an dan berlawanan dengan Sunnah.
Hidup dengan nilai-nilai
Islam dapat dilakukan dengan mengamalkan perintah dan nasihat yang diberikan
oleh Al Qur’an pada segala segi kehidupan. Hal demikian dan pelaksanaan Sunnah
adalah satu-satunya cara agar manusia mampu mencapai hasil terbaik dan yang
paling membahagiakan di dunia dan akhirat. Tuhan berfirman dalam Al Qur’an
bahwa seseorang dapat mencapai kehidupan yang terbaik dengan melakukan amal
saleh:
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan. (QS An Nahl, 16: 97)
Dengan kehendak Allah,
menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur’an dan Sunnah akan membuat seseorang mampu
mengembangkan sebuah pemahaman yang luas, kecerdasan yang unggul, kemampuan
untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, dan kemampuan untuk
mempertimbangkan sebuah urusan secara mendalam. Karakteristik ini akan menjamin
seseorang yang memilikinya akan menjalani setiap saat dalam hidupnya dengan
kemudahan yang bersumber dari kelebihan tersebut. Seseorang yang menjalani
hidupnya dengan berserah diri kepada Allah dan sesuai dengan ajaran Al Qur’an
akan sepenuhnya berbeda dengan orang lain dalam hal cara bertindak, duduk dan
berjalan, dalam sudut pandangnya dan dalam cara menjelaskan serta menafsirkan
sesuatu, juga dalam pemecahan yang ia temukan atas persoalan yang dihadapinya.
Buku ini akan menelaah
hal-hal yang dilakukan dan kejadian yang dihadapi oleh manusia hampir setiap
hari dalam kehidupan dari sudut pandang seorang Muslim yang hidup sesuai dengan
ajaran Al Qur’an. Buku ini akan menunjukkan bagaimana seorang muslim harus
menyikapi berbagai kejadian sehari-hari dan situasi yang dihadapinya. Ada dua
tujuan dari buku ini: untuk memberikan gagasan mengenai hidup yang baik yang
dapat dimiliki berkat ajaran Al Qur’an, dan untuk mengajak semua orang ke dalam
hidup yang lebih baik melalui ajaran ini. Sudah pasti bahwa hanya ajaran Al
Qur’an yang mampu membuat seseorang menjalani hidupnya setiap jam dalam setiap
hari, dan setiap saat dalam hidupnya dalam suasana surgawi, lingkungan damai
yang jauh dari tekanan, keresahan, dan kekhawatiran di dunia ini.
Bab 1
DUA PULUH EMPAT JAM DALAM
KEHIDUPAN SEORANG MUSLIM
MENURUT AJARAN AL QUR’AN
Bangun
di Pagi Hari
Salah satu perbedaan
mendasar antara seorang Islam yang menjalani hidupnya menurut ajaran Al Qur’an
dengan mereka yang menolak Allah adalah: kearifan yang dikaruniakan Allah
kepada orang yang menggunakan nurani dan teguh dalam kekuasaan Allah. (Untuk
pembahasan lebih terperinci, bacalah karya Harun Yahya: True Wisdom Described in The Al Qur’an) Karena kearifannya, orang
beriman segera menyadari alasan di balik berbagai peristiwa yang menurut orang
tak bertuhan dan mereka yang tak mampu meraih kebenaran sebagai kejadian tak
bermakna.
Sejak bangun di pagi
hari, seorang beriman mengetahui bahwa ada (seperti yang disebut oleh Allah
dalam Al Qur’an) sebuah “tanda” di setiap pengalaman yang dialaminya sepanjang hari.
Kata “tanda” (atau ayat dalam bahasa
Arab) diberikan untuk kejadian tersebut dalam wujudnya yang merupakan bukti
nyata akan keberadaan, keesaan dan sifat-sifat Allah— ayat juga merupakan nama untuk bagian dari surat dalam Al Qur’an.
Pendapat lain yang hampir sama dengan hal itu adalah “kenyataan yang menuntun
kepada iman”. Hal ini dapat dijabarkan sebagai kenyataan yang membawa seseorang
kepada iman, dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tumbuh, berkembang dan
menjadi kuatnya iman. Namun hanya mereka yang dengan ikhlas kembali kepada
Allah-lah yang dapat mengenali “tanda” tersebut dan kenyataan yang menuntunnya
kepada iman. Ayat ke-190 Surat Ali ’Imran adalah contohnya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat-ayat)
bagi orang-orang yang berakal. (QS. Al 'Imran, 3:190)
Bagi mereka yang beriman
dan hidup berdasarkan ajaran Al Qur’an, setiap hari baru penuh akan bukti
keberadaan Allah dan kenyataan yang menuntun kepada iman. Sebagai contoh,
membuka mata dan memulai hari merupakan salah satu nikmat Allah kepada manusia
dan kenyataan yang menuntun kepada iman yang perlu direnungkan. Hal ini karena
kita tidak sadarkan diri sepanjang malam dan semua yang dapat dia ingat dari
tidur selama berjam-jam itu adalah beberapa mimpi yang tidak jelas selama 3-5
detik. Pada saat tersebut, seseorang tertidur tanpa berhubungan dengan dunia
ini. Tubuh dan jiwanya terpisah. Saat ini, yang dia pikirkan sebagai tidur,
sebenarnya adalah sejenis kematian. Allah menerangkan dalam Al Qur’an bahwa
jiwa manusia diambil pada saat mereka tertidur.
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya
dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia
tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan
jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan (QS Az Zumar, 39:42)
Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari
dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia
membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah
ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan
kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan (QS Al An'am, 6:60)
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah berfirman
bahwa jiwa manusia diambil pada saat tidur, namun dikembalikan lagi sampai
waktu yang telah ditentukan untuk kematian datang. Selama tidur, seseorang
setengah kehilangan kesadaran terhadap dunia luar. Untuk bangkit dari
“kematian” tidur kepada kesadaran dan kondisi yang sama seperti pada hari sebelumnya,
dan untuk dapat melihat, mendengar, dan merasakan dengan baik dan sempurna
adalah sebuah keajaiban yang harus kita renungkan. Seseorang yang berangkat
tidur di malam hari tidak dapat memastikan bahwa nikmat yang tiada bandingannya
ini akan diberikan lagi kepadanya besok pagi. Dan kita tidak pernah dapat
memastikan apakah kita akan mengalami bencana atau bangun dalam kondisi sehat.
Orang yang beriman
memulai hari barunya dengan memikirkan kenyataan ini dan berterima kasih kepada
Allah yang telah meliputinya dengan kasih sayang-Nya dan perlindungan-Nya. Dia
menatap hari baru sebagai sebuah kesempatan yang diberikan kepadanya oleh Allah
untuk meraih ridha-Nya dan mendapatkan Surga. Di saat dia membuka matanya di
pagi dini hari, dia menujukan pikirannya kepada Allah dan memulai hari dengan
sebuah sholat yang khusyuk, Sholat subuh.
Sepanjang hari, dia
bertindak atas dasar pengetahuan bahwa Allah senantiasa mengawasinya, dan
dengan seksama mencari ridha Allah dengan mematuhi perintah dan petunjuk-Nya.
Dia menjalin hubungan erat dengan Allah dan memulai hari dengan sholat Subuh.
Dengan cara ini, kemungkinan bahwa ia akan lupa pada nikmat Allah sepanjang
hari atau tidak mempedulikan larangan-Nya menjadi kecil; dia akan berperilaku
sepanjang hari dengan menyadari bahwa Allah sedang mengujinya di dunia ini.
Seseorang yang secara
tulus mengarahkan pikirannya kepada Allah akan dituntun untuk melihat bahwa dia
harus dengan seksama merenungkan nikmat Allah yang telah diterimanya dan tak
ada yang lain selain Allah yang berkuasa memberikan itu semua kepadanya. Dalam
Al Qur’an, Allah berfirman agar manusia merenungkan hal ini dalam-dalam:
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika
Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah tuhan
selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu?" Perhatikanlah
bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami),
kemudian mereka tetap berpaling (juga). (QS Al An'am, 6:46)
Pastilah Allah, Yang
Mahakuasa dan Maha Mengetahui, yang menjadikan tidur sebagai waktu istirahat
bagi manusia dan memberikan kembali nikmat-Nya pada mereka di pagi hari. Mereka
yang mengetahui ini merasakan kedekatan Allah sejak saat mereka memulai hari
mereka dan bergembira dengan karunia tiada tara yang mereka nikmati.
Mereka yang berpaling
dari agama dan menolak untuk merenungkan kenyataan ini tidak akan pernah
sepenuhnya menyadari nikmat yang mereka miliki atau mengetahui nikmat yang
dirasakan oleh orang beriman. Pada umumnya, di pagi hari, mereka merasa sulit
untuk beranjak dari tempat tidur hangat mereka dan tertekan dengan kekhawatiran
untuk melangkah dalam memulai hari. Beberapa dari mereka merasa resah dan
tertekan karena hal-hal yang harus mereka kerjakan setiap pagi. Mereka tidak
mau bangun dari tempat tidur; ada perjuangan dalam diri mereka antara bangun
dan tidur barang semenit lagi. Gangguan rohani yang sering dihadapi oleh
orang-orang semacam ini adalah rasa terganggu, tertekan dan tidak senang saat
mereka bangun tidur.
Orang tak bertuhan tidak
dapat menikmati kesenangan dalam nikmat Allah; sejak mereka bangun tidur di
pagi hari mereka kembali pada kebosanan karena melakukan hal-hal yang sama
setiap hari. Ada lagi jenis lain orang yang tidak menyadari bahwa hari baru
tersebut mungkin saja merupakan kesempatan terakhir yang Allah berikan
kepada-Nya: dia mempersiapkan diri secepatnya untuk memulai hari dengan hasrat
untuk mendapatkan lebih banyak uang, untuk pamer kepada orang lain dengan harta
maupun penampilannya, untuk menarik perhatian orang dan disukai.
Orang yang tidak peduli pada kenyataan yang
diwahyukan Allah dalam Al Qur’an akan memulai hari mereka dengan cara mereka
sendiri. Umumnya, mereka kurang arif dalam cara berperilaku: mereka tidak
mempertimbangkan bahwa Allah telah menciptakan mereka, bahwa mereka bertanggung
jawab untuk mengabdi pada-Nya dan meraih ridha-Nya dan bahwa hari baru di depan
mereka mungkin saja merupakan kesempatan terakhir yang mereka miliki untuk
melaksanakan kewajiban mereka kepada-Nya. Allah menerangkan keadaan mereka
dalam ayat berikut:
Telah dekat kepada manusia hari menghisab
segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (dari
hal itu). (QS Al Anbiya', 21:1)
Jelas bahwa mereka yang hidup
tenggelam dalam kekeliruan luar biasa ini telah melakukan kesalahan besar.
Setiap orang tidak boleh lupa bahwa setiap pagi mungkin merupakan permulaan
dari hari terakhir yang telah ditentukan bagi seseorang untuk hidup di dunia.
Kematian dapat datang kapan saja, karena kecelakaan lalu-lintas, serangan
penyakit mendadak dan penyebab lain yang tak terhitung jumlahnya. Untuk itu,
seperti yang telah diungkapkan di atas, kita harus merenungkan apa yang harus
kita kerjakan dalam pemanfaatan hari yang akan kita jalani, agar kita meraih
ridha Allah.
Kebersihan
Ada beberapa hal yang
menimbulkan perubahan di tubuh Anda pada saat bangun di pagi hari. Wajah Anda
kusut, rambut Anda kotor, tubuh Anda berbau tak sedap dan ada aroma yang tidak
menyenangkan dari mulut anda. Wajah kusut yang kita lihat di cermin dan penampilan
yang tidak rapi menunjukkan ketidaksempurnaan kita. Setiap orang harus mencuci
muka di pagi hari, menggosok gigi, dan merapikan diri. Hal ini mengingatkan
orang yang telah dekat dengan ajaran Al Qur’an bahwa dia tidaklah berbeda
dengan orang lain, dan hanya Allah yang tidak memiliki kekurangan.
Lebih dari itu, saat
seseorang yang ikhlas kembali kepada Allah memandang ke cermin dan merasa tidak
nyaman dengan apa yang dilihatnya, dia makin paham bahwa dia tidak dapat
memiliki keindahan apa pun hjanya dengan kekuatan keinginannya semata.
Bisa dilihat bahwa Allah
telah menciptakan dalam hamba-Nya kekurangan untuk mengingatkan mereka akan
ketergantungan mereka kepada-Nya. Jelas bahwa menjadi kotornya tubuh seseorang
dan lingkungan dalam waktu singkat merupakan contohnya. Tetapi Allah telah
menunjukkan kepada manusia bagaimana cara untuk mengatasi kekurangan ini dan
telah memberikan nikmat berupa tersedianya sabun mandi dan sabun cuci untuk
kita. Allah memberitahu hal ini kepada kita dalam Al Qur’an:
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan; sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS Alam-Nasyrah,
94: 5-6)
Kemampuan untuk
memperhatikan rahasia penciptaan nikmat dan bersyukur kepada Allah atas hal itu
hanya dimiliki oleh orang beriman yang dikaruniai pemahaman.
Saat seseorang yang
beriman sedang membersihkan dirinya, di pagi hari atau di waktu lain di hari
tersebut, ia berterima kasih kepada Allah yang telah menyediakan alat-alat
pembersih yang dia gunakan. Karena dia tahu bahwa Allah mencintai kebersihan
dan orang yang bersih, dia memandang pembersihan diri sebagai ibadah kepada
Allah dan berharap meraih ridha-Nya. Dia dengan senang hati mematuhi apa yang
diperintahkan Allah dalam ayat 4 dan 5 Surat Al Muddatstsir:
… dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan
dosa tinggalkanlah. (QS Al Muddatstsir, 74: 4-5)
Dalam ayat berikut
diterangkan peristiwa saat perang Badar. Allah berfirman bahwa Dia menurunkan
hujan dari surga untuk manusia agar mereka membersihkan diri mereka dan untuk keperluan
lainnya.
(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu
mengantuk sebagai suatu penenteraman dari-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu
hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan
darimu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh
dengannya telapak kaki(mu). (QS Al Anfal, 8:11)
Air merupakan kebutuhan
mendasar yang dibutuhkan manusia untuk membersihkan diri, harta benda dan rumah
mereka. Selain dapat membersihkan kotoran yang terlihat dan bakteri yang tak
terlihat, air juga mampu membuat kita merasa tenang. Saat air membasuh tubuh,
air akan menghilangkan elektron statis yang menyebabkan rasa lelah dan pegal.
Kita tidak dapat melihat elektron statis di tubuh kita, tetapi elektron statis
ini akan kita sadari karena adanya suara menghentak di saat kita membuka baju
hangat. Ini adalah kejutan listrik kecil karena kita menyentuh sesuatu atau
karena gerakan rambut kita. Saat kita membersihkan badan, kita menghilangkan
elektron statis yang telah terkumpul sehingga badan terasa ringan dan nyaman.
Sejuknya udara setelah hujan reda juga merupakan bukti bahwa air telah
membersihkan elektron statis di udara.
Allah menyukai orang
yang bersih dan berpenampilan rapi. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa ayat
Al Qur’an yang memuji kebersihan tubuh para penghuni Surga.
Allah berfirman "… Dan berkeliling di sekitar mereka
anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang
tersimpan. ." (QS At Tur, 52:24), dan dalam ayat lainnya Allah
berfirman bahwa di sana terdapat “istri-istri (bidadari) yang terpelihara ”
bagi mereka di Surga (QS Al Baqarah, 2:25; QS Ali 'Imran 3:15; QS An Nisa',
4:57)
Sebagian manusia mementingkan penampilan rapi
hanya apabila mereka ingin disukai orang lain; mereka tidak peduli pada
penampilan dan kebersihan mereka di saat orang lain tidak ada. Merasa tenang
berjalan di dalam rumah hingga malam hari tanpa membersihkan diri, wajah yang
kotor, dan bau napas tak sedap, tidak terurus, tempat tidur tidak tertata dan
kamar yang tidak dirapikan disebabkan oleh pendapat yang keliru ini.
Padahal, Allah menyeru
kaum Muslimin untuk menciptakan lingkungan yang terbaik dan terbersih bagi diri
mereka sendiri dan memerintahkan setiap orang untuk menjaga kebersihan sebaik
mungkin dalam segala hal mulai dari makanan dan pakaian sampai pada tempat
tinggal mereka.
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal
lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata
bagimu. (QS Al Baqarah, 2:168)
Mereka bertanya kepadamu, "Apakah yang
dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang
baik-baik …" (QS Al Ma'idah, 5:4)
… (Nabi) yang menyuruh mereka mengerjakan
yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan
bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk …
(QS Al A'raf, 7:157)
Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah
itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah
sebagian maqam Ibrahim tempat sholat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim
dan Ismail, "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang
iktikaf, yang rukuk dan yang sujud." (QS Al Baqarah, 2:125)
Mereka menjawab, "Kita berada (di sini)
sehari atau setengah hari." Berkata (yang lain lagi), "Tuhan kamu
lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah
seorang di antaramu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan
hendaklah dia melihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia
membawa makanan itu untukmu, (QS Al Kahfi, 18:19)
… dan rasa belas kasihan yang mendalam dari
sisi Kami dan kesucian (dari dosa). Dan ia (Yahya) adalah seorang yang
bertakwa. (QS Maryam 19:13)
Sementara gaya hidup orang-orang
jahiliah membuat mereka menciptakan lingkungan yang tidak nyaman dan tidak
sehat untuk ditinggali dengan tangan mereka sendiri, kaum Muslimin, sesuai
dengan ajaran Al Qur’an, menjalani hidup yang baik di dunia. Orang-orang
jahiliah menciptakan lingkungan yang menyulitkan diri mereka sendiri dan orang
lain di sekitarnya, sementara kaum muslimin menata hidup mereka di tempat yang
sehat dan menumbuhkan semangat, tempat setiap orang dapat hidup dalam
kenyamanan dan kedamaian pikiran.
Singkatnya, sesuai dengan ajaran Al
Qur’an, orang beriman akan bersih diri dan berpenampilan baik, bukan untuk
orang lain, tetapi karena demikianlah yang dikehendaki oleh Allah dan secara
alami, karena cara inilah yang terasa paling nyaman. Dengan membersihkan tempat
tinggal mereka, mereka merasakan kesenangan yang berlimpah karena menciptakan
lingkungan yang membuat orang lain merasa nyaman di dalamnya; dalam hal
kebersihan mereka tidak sedikit pun menunjukkan keengganan, dan mereka
senantiasa berusaha sekuat tenaga agar bersih dan berpenampilan baik.
Berpakaian
Pada saat orang yang
beriman memutuskan pakaian mana yang hendak dikenakannya sepanjang hari dan
mengenakannya, dia menyadari sebuah kenyataan penting: bahwa pakaian adalah
salah satu dari nikmat Allah yang tidak terhitung banyaknya dan ada kebaikan
dalam adanya pakaian. Semua orang mengambil manfaat dari nikmat ini, tetapi
hanya seorang muslim yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an yang mampu
menghargai dengan baik bahwa pakaian yang indah adalah kasih sayang dari Allah
dan bersyukur kepada-Nya atas berkah tersebut. Pakaian segera mengingatkan
orang beriman bahwa makhluk hidup adalah sumber pakaian wol, kapas, dan sutra.
Bahan pakaian yang kita pakai, hampir di setiap saat dalam hidup kita,
diperoleh dari tumbuhan dan hewan yang merupakan ciptaan yang menakjubkan.
Dengan kata lain, seandainya Allah tidak menciptakan makhluk hidup yang
memiliki kemampuan menyediakan untuk manusia berbagai macam pakaian dari yang
paling sederhana sampai yang paling mewah, maka bahan mentah tersebut tidak
akan ada.
Meskipun mereka
sebenarnya mengetahui ini, sebagian orang tidak peduli atau, karena
kesesatannya, tidak menghargai nikmat yang mereka miliki. Karena mereka diberi
pakaian yang mereka butuhkan sejak mereka lahir, berpakaian telah menjadi
kebiasaan bagi mereka. Kebiasaan ini melalaikan mereka dari menyadari bahwa
pakaian mereka merupakan nikmat. Mereka juga lalai untuk mensyukurinya.
Padahal, salah satu alasan mengapa Allah menurunkan nikmat di dunia adalah agar
manusia berterima kasih kepada-Nya atas semua nikmat tersebut. Oleh karena itu,
marilah kita mempelajari alasan mengapa Allah menciptakan pakaian untuk kita.
Mari kita mulai dari manfaat pakaian tersebut untuk kita.
Pakaian seolah sebuah
tameng yang melindungi tubuh manusia dari dingin, sinar matahari yang
berbahaya, dan bahaya ringan di sekitar kita seperti lecet dan cedera. Kalau
kita tidak memiliki pakaian, kulit tipis yang menutupi tubuh manusia akan
sering terluka oleh berbagai bahaya ringan tersebut. Tentu itu menyakitkan,
mengancam kesehatan, dan kulit dapat mengalami kerusakan yang parah.
Allah berfirman dalam Al
Qur’an tentang alasan lain penciptan pakaian pelindung:
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. (QS. Al A’raf, 7: 26)
Sebagaimana yang
disampaikan ayat ini, pakaian memberi manusia penampilan yang lebih indah.
Jelaslah bahwa pakaian
merupakan kebutuhan yang tak bisa dielakkan dan nikmat sangat penting yang
telah Allah berikan kepada kita. Orang beriman yang menyadari ini akan sangat
berhati-hati dan tidak sembarangan dalam mengenakan pakaian. Ini menunjukkan
bahwa dia sangat bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah
dikaruniakan-Nya.
Sifat lain yang
dikaruniakan kepada orang beriman berdasarkan nilai-nilai yang diajarkan oleh
Al Qur’an adalah kesederhanaan dalam membelanjakan uang yang juga diterapkan
pada saat membeli pakaian. Dia membeli barang yang dia butuhkan, cocok
dengannya, dan tidak berlebihan. Dia tidak menghamburkan uang dengan
membelanjakan uang untuk barang yang tidak diperlukannya. Ayat berikut
menunjukkan kenyataan tersebut:
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan
(harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah
(pembelanjaan itu) di tengah-tengah yang demikian. (QS Al Furqan, 25:67)
Kehatian-hatian dalam
berpakaian bagi seseorang yang menjalani hidup sesuai Al Qur’an tidak hanya
berhenti sampai di sini. Sebagai contoh, selain berpakaian dengan pakaian yang
bersih, orang beriman yang menghargai keindahan akan berhati-hati dalam
berpakaian dengan baik dan juga disesuaikan dengan situasi yang ada.
Sebagaimana ditunjukkan oleh Al Qur’an, pakaian itu menyenangkan untuk
dipandang mata (Surat al-A'raf: 26). Ada beberapa contoh mengenai bagaimana
Nabi Muhammad, SAW berpakaian dan anjurannya mengenai hal ini dalam sabdanya
kepada kita:
“Makanlah apa yang kamu suka, dan pakailah
apa yang kamu suka dengan memperhatikan bahwa tidak terdapat dua hal:
berlebih-lebihan dan kemewahan yang sia-sia.” (Maulana Muhammad Mansyur Nu'mani, Ma'ariful Hadith)
Berikut ini juga
merupakan keterangan yang diberikan kepada kita mengenai bagaimana Nabi
Muhammad, SAW berpakaian:
Setiap saat seorang utusan datang kepada
Rasulullah. dia akan mengenakan pakaian terbaiknya dan memerintahkan
sahabat-sahabat dekatnya untuk melakukan hal yang sama (Tabaqat Hadith, Volume 4, Nomor 346)
Ketika seorang
sahabatnya tidak mempedulikan penampilannya dan terlihat tidak rapi, Nabi
Muhammad, SAW. segera menegurnya. Contoh ini telah disampaikan kepada kita:
Rasulullah sedang berada di mesjid, di saat
seseorang dengan rambut tidak disisir rapi dan janggut kusut datang. Nabi (SAW)
menunjukkan jari kepadanya, seperti mengisyaratkan padanya bahwa dia harus
merapikan rambut dan janggutnya. Orang tersebut pergi dan melakukan apa yang
diisyaratkan, kemudian kembali. Nabi (SAW) berkata, “Tidakkah lebih baik jika
setiap orang dari kalian datang dengan rambut terurus?" (Malik's Muwatta, Volume 2, Nomor 949)
Dalam Al Qur’an, Allah
berfirman bahwa pakaian dan perhiasan merupakan bagian dari nikmat terbaik di
Surga. Beberapa di antaranya disebutkan dalam ayat-ayat berikut:
Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya
mengalir sungai-sungai. Di surga itu mereka diberi perhiasan dengan
gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera. (QS Al
Hajj, 22:23)
… mereka memakai sutera yang halus dan sutera
yang tebal, (duduk) berhadap-hadapan. (QS Ad Dukhan, 44:53)
Mereka memakai pakaian sutera halus yang
hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang yang terbuat dari
perak … (QS Al Insan, 76:21)
Dalam ayat-ayat
tersebut, Allah berfirman mengenai sutra halus dan sutra tebal, dan perhiasan
yang terbuat dari emas, perak dan mutiara. Perhiasan yang kita miliki di dunia
ini sama dengan yang ada di Surga. Bagi orang yang beriman, memandang perhiasan
ini (mereka memilikinya atau tidak) merupakan sarana yang menuntunnya untuk
merenungkan Surga dan keinginan yang lebih besar untuk mencapainya. Orang
beriman merenungkan tujuan penciptaan semua itu dan menyadari bahwa segala
nikmat di dunia ini tidaklah kekal. Satu-satunya nikmat sejati dan yang kekal
terdapat di akhirat.
Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal
saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
mengerjakan amalan(nya) dengan baik. Mereka itulah (orang-orang yang) bagi
mereka surga 'Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka
dihiasi dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus
dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang
indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah. (QS
Al Kahfi, 18:30-31)
Salah satu hal yang perlu
diperhatikan oleh seseorang yang menjalani hidup sesuai Al Qur’an dan Sunnah
dalam hal pakaian adalah bahwa penampilan luar sangat penting dalam membangun
hubungan dengan orang lain. Berdasarkan alasan ini, orang beriman akan
memberikan perhatian lebih pada apa yang akan dia kenakan ketika mengajak orang
lain menerima agama Al Qur’an. Dia akan sangat bersemangat memakai pakaian yang
bersih, bersahaja, dan cocok dengannya. Ini menunjukkan pengabdiannya kepada
perintah Allah dan penghormatannya kepada orang lain.
Hanya mereka yang hidup
sesuai Al Qur’an saja yang sangat memperhatikan kondisi psikologis seseorang.
Dia juga berhati-hati agar dapat seberhasil mungkin dalam menyampaikan jalan
keselamatan yang abadi. Dia pun sangat teliti mengenai apa yang sedang
dikenakannya.
Sebagai kesimpulan,
orang beriman yang menjadikan Nabi Muhammad, SAW sebagai teladan, selalu berada
dalam keadaan bersih, rapi, dan berpakaian menarik. Dia sangat menikmati hal
ini karena mengharapkan meraih ridha Allah.
Sarapan Pagi
Setiap orang beriman
yang dikaruniai oleh Allah dengan kemampuan untuk berpikir dan memiliki
pemahaman, mengerti tentang suatu hal penting saat dia pergi ke dapur untuk
menyiapkan sarapan pagi. Hal penting itu adalah bahwa semua nikmat yang
diciptakan dan diberikan dalam bentuk makanan dan minuman adalah bukti
(penciptaan) yang menuntunnya pada keimanan.
Misalnya, api yang
digunakannya untuk memasak makanan dapat menyebabkan bahaya besar baginya
bahaya besar pula pada banyak makhluk lain. Api juga dapat menghancurkan. Namun
panas merupakan kebutuhan dalam mengolah makanan agar dapat dimakan. Dan dari
sudut pandang ini, api justru adalah nikmat yang sangat besar. Dengan kata
lain, sebagaimana hal-hal lainnya di dunia, api telah ditundukkan untuk
melayani manusia. Dalam Al Qur’an Allah berfirman:
Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di
langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya…. (QS Al
Jatsiyah, 45:13)
Selain itu, api adalah
peringatan bagi orang beriman dalam hidup ini akan pedihnya api Neraka. Dalam
Al Qur’an, ketika menggambarkan orang-orang yang dimasukkan ke dalam neraka,
Allah menyebut adanya api yang pedih. Dalam beberapa ayat, Dia menggambarkan
pedihnya api yang telah diciptakan-Nya untuk orang-orang yang berpaling
dari-Nya:
(Hari
pembalasan itu) ialah hari ketika mereka diazab di atas api neraka. (QS Adz
Dzariyat, 51:13)
Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di
dalam neraka itu dalam keadaan cacat. (QS Al Mu’minun, 23:104)
Dan barangsiapa yang tidak beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Kami menyediakan untuk orang-orang yang kafir
neraka yang bernyala-nyala. (QS AL Fath, 48:13)
Saat orang beriman
memikirkan dengan imannya yang mendalam mengenai api yang bergejolak dalam
Neraka tersebut, ketakutan kepada Allah pun muncul. Mereka berdoa kepada-Nya
dan berlindung kepada-Nya dari api Neraka. Dengan cara ini, hal keseharian yang
sangat remeh pun dapat menjadi peringatan akan persoalan yang besar ini, dan
ini merupakan ciri amal yang sangat penting bagi orang beriman.
Seseorang yang
sungguh-sungguh merenung tanpa prasangka mengenai makanan yang dimakannya untuk
sarapan akan memperoleh banyak petunjuk darinya. Rasa dan aroma roti, madu,
keju, tomat, teh, sari buah, pentingnya makanan dan warna-warninya merupakan
nikmat. Semuanya menyediakan protein, asam amino, karbohidrat, lemak, vitamin,
mineral, dan cairan yang dibutuhkan tubuh. Untuk menjalani hidup sehat, kita
harus makan secara teratur dan cukup. Yang menakjubkan, ini bukan pekerjaan
yang sulit bagi kita. Ini malah merupakan sesuatu yang kita nikmati.
Buah-buahan, sayuran, nasi, dan roti memenuhi kebutuhan makanan seseorang dan
juga memberikan banyak kesenangan.
Sebenarnya, semua yang
telah kita bahas tadi merupakan hal yang amat sepele dan diketahui dengan baik
oleh setiap orang. Semua orang akrab dengan kegiatan itu dalam setiap 24 jam
kesehariannya, sejak dia dilahirkan. Namun sebagian besar orang tidak
merenungkan hal ini dengan benar. Dia tidak sadar bahwa semua itu telah
dikaruniakan oleh Allah untuk kehidupan keseharian kita. Semuanya disepelekan
begitu saja, tidak ada kesadaran tentang betapa berharganya itu semua.
Padahal, semua makanan
dan minuman lezat tersebut mampu menyediakan berbagai manfaat bagi tubuh
manusia, dan setiap makanan atau minuman itu merupakan ciptaan yang
mengagumkan. Sebagai contoh, seekor lebah yang berbobot hanya beberapa gram
menghasilkan madu. Karena vitamin dan mineral yang dikandungnya atau karena
kekhasan struktur yang dimilikinya, madu berguna untuk kesehatan dan obat bagi
manusia. Dalam Al Qur’an Allah berfirman bahwa Dia mengilhamkan sifat madu dan
memberi ilham pada lebah madu saat bekerja:
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah,
"Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di
tempat-tempat yang dibangun oleh manusia," kemudian makanlah dari
tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan
(bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran
Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS An Nahl, 16:68-69)
Orang beriman yang
merenungkan proses pembuatan madu menjadi sadar akan keajaiban penciptaan yang
terkandung di dalamnya. Dia segera mengerti bahwa mekarnya pohon yang berbuah,
yang menjadi bahan mentah dasar untuk madu, yang sari bunganya diubah oleh
lebah menjadi madu, maupun madu yang menakjubkan itu sendiri, tidak dapat terjadi secara kebetulan.
Hal ini mendekatkan dirinya kepada Allah.
Lebih lanjut, kepatuhan
tanpa syarat dari seekor lebah kecil kepada Allah juga merupakan bukti lain
yang menuntun kepada iman. Orang beriman akan mengerti bahwa berdasarkan
petunjuk Allah-lah, seekor lebah madu yang tidak memiliki kecerdasan ataupun
kesadaran sebagaimana yang telah kita pahami, bekerja tanpa henti dan dengan
disiplin sempurna melaksanakan tugasnya yang menakjubkan itu.
Pentingnya daging, susu,
keju, dan manfaat lain dari binatang sebagai nikmat bagi manusia dari Allah
difirmankan dalam Al Qur’an:
Dan sesungguhnya pada binatang-binatang
ternak, benar-benar terdapat pelajaran yang penting bagimu. Kami memberimu
minum dari air susu yang ada dalam perutnya. Dan pada binatang-binatang ternak
itu terdapat faedah yang banyak untukmu, sebagian darinya kamu makan. (QS Al
Mu’minun, 23:21)
Ada keterangan tentang
“apa yang ada dalam perutnya”, ketika ayat tersebut menerangkan kepada kita
tentang manfaat yang kita ambil dari hewan. Misalnya, ada sesuatu yang
tertinggal dalam proses pencernaan dari pakan yang dimakan oleh sapi, air yang
diminum oleh sapi, darah yang mengalir dalam pembuluh darah, dan alat-alat
tubuh sapi. Sungguh merupakan keajaiban bahwa aroma manis, bersih, campuran
putih semacam susu yang sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia, dapat
dihasilkan dari campuran rumit semacam itu. Hebatnya lagi, susu dihasilkan
dengan sifat paling menyehatkan, padahal jelas susu terletak pada bagian yang
mengandung kotoran.
Petunjuk lain tentang
pengetahuan Allah yang Mahaluas adalah kenyataan bahwa satu-satunya bahan
mentah yang digunakan untuk menghasilkan susu adalah rumput hijau. Namun hewan
yang menghasilkan susu ini dapat mengeluarkan cairan putih dari bahan hijau
kaku tersebut berkat sistem mengagumkan yang Allah ciptakan dalam tubuh mereka.
Dalam Al Qur’an, Allah menerangkan kepada kita tentang bagaimana susu dibuat:
Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu
benar-benar terdapat pelajaran bagimu. Kami memberimu minum dari apa yang
berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang
mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. (QS An Nahl, 16:66)
Seperti kita ketahui,
susu merupakan minuman yang sangat kaya akan beberapa bahan yang dibutuhkan
oleh tubuh manusia. Susu merupakan cairan yang berperan penting dalam
pertumbuhan anak-anak dan orang dewasa.
Makanan lain yang
berasal dari hewan, kecil bentuknya namun nilai gizinya sangat besar, adalah
telur. Pembentukan gudang protein, vitamin, dan mineral ini merupakan keajaiban
yang lain. Seekor ayam yang rendah tingkat kecerdasannya mampu menghasilkan
telur setiap hari dan melindungi telur yang dihasilkannya dengan kemasan yang
mengagumkan. Memperhatikan bagaimana kulit telur dibentuk secara menakjubkan
mengelilingi cairan yang ada di dalam kulitnya, walaupun tanpa pelindung,
meningkatkan kekaguman yang dirasakan oleh orang beriman terhadap seni
penciptaan Allah.
Berbagai minuman, yang
dianggap oleh sementara manusia harus tersedia dalam sarapan, berasal dari
tumbuhan. Setelah daun-daun tumbuhan tersebut mengalami proses tertentu, daun
tersebut menjadi cairan beraroma manis. Beribu-ribu macam tumbuhan yang tumbuh
dari tanah yang sama menunjukkan kekuasaan, kekuatan, dan kasih sayang tak
terbatas dari Allah yang telah menciptakannya. Sebagaimana difirmankan oleh
Allah dalam Al Qur’an:
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang
berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang
bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan
tidak sama (rasanya)… (QS Al An'am, 6:141)
Allah memberi kita
nikmat yang tak terhitung jumlahnya. Dia menciptakannya banyak nikmat untuk
kita makan. Dia menguji manusia dalam hidup di dunia ini dengan kekayaan dan
kemiskinan. Dia menyukai orang yang menunjukkan akhlak terpuji di saat
berhadapan dengan ujian ini. Dia menerangkan dalam Al Qur’an bahwa mereka akan
menerima nikmat yang kekal di dalam Surga. Sebagai contoh, sementara sebagian
orang menyantap sarapan yang lezat, orang lain hanya memiliki sedikit makanan.
Namun orang beriman, kaya atau miskin, akan selalu bertingkah laku dengan cara
diridhai oleh Allah dan bersyukur kepada-Nya dengan ikhlas. Apabila dia kaya,
dia tidak akan sombong atau menjadi tinggi hati. Apabila dia miskin, dia tidak
akan khawatir dan menyesali keadaannya.
Orang beriman menyadari
bahwa Allah sedang mengujinya. Dia juga menyadari bahwa segala hal dalam hidup
ini adalah tidak kekal. Al Qur’an menyatakan bahwa Allah akan menguji manusia
melalui kebaikan dan keburukan. “Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan." (QS Al Anbiya', 21:35). Dengan alasan ini, orang yang
hidup sesuai dengan Al Qur’an mengetahui bahwa bukanlah nikmat yang dia terima,
melainkan sikapnya terhadap nikmat tersebutlah yang bernilai di hadapan Allah.
Walaupun dia tidak kaya, orang beriman dengan ikhlas bersyukur kepada Allah.
Dalam Al Qur’an Allah menerangkan bahwa Dia akan menambah nikmat kepada mereka
yang bersyukur dengan ikhlas dan kesungguhan hati. Dia juga memperingatkan
orang yang tidak bersyukur akan pedihnya siksa di Neraka:
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih." (QS Ibrahim, 14:7)
Orang yang merenungkan
bukti kesempurnaan ciptaan di sekililingnya, dan juga alasan di balik
penciptaan makanan, juga akan melihat kehendak Yang Mahakuasa di dalam susunan
dan cara kerja mulut yang diciptakan untuk memakan makanan dengan mudah. Agar
manusia dapat makan, makanannya, bibirnya, gigi, lidah, rahang, kelenjar ludah,
dan jutaan sel bekerja sama dalam keselarasan yang sempurna. Semua ini diatur
sedemikian rupa sehingga beberapa fungsi dapat dilakukan pada waktu bersamaan
tanpa menimbulkan gangguan. Gigi memotong makanan menjadi bagian-bagian kecil,
dan lidah terus-menerus mendorong makanan di sela-sela gigi untuk dikunyah.
Dengan otot yang kuat, rahang membantu gigi mengunyah ketika orang yang makan
menggerakkan lidahnya dengan cara yang sesuai. Bibir berperan sebagai pintu
yang tertutup dengan rapat untuk mencegah makanan keluar dari mulut.
Selain itu,
bagian-bagian yang membentuk organ-organ tubuh ini bekerja sama dalam
keselarasan yang sempurna. Misalnya, gigi, sesuai dengan tempat dan susunannya,
menggigit makanan menjadi bagian-bagian kecil dan mengunyahnya. Seluruh gigi
diatur dan disusun pada tempatnya sesuai dengan fungsinya masing-masing. Setiap
gigi tumbuh dan tinggal dalam ukuran panjang tertentu agar dapat bekerja sama
dengan baik dengan gigi yang ada di tempat yang berlawanan dengannya. Tentunya
organ ini tidak memiliki kesadaran atau kecerdasan. Gigi tidak dapat menentukan
sendiri bagaimana bekerja sama dengan gigi yang lain. Dan koordinasi luar biasa
seperti yang telah dijelaskan tersebut tidak terjadi secara kebetulan. Setiap
bagian dibuat sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu. Tidak ada
keraguan bahwa rancangan menakjubkan ini berasal dari Allah Yang “telah menciptakan segala sesuatu, dan
menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS Al Furqan, 25:2).
Allah telah menciptakan semua ini untuk memudahkan manusia memakan makanannya
dan mengambil manfaat serta menikmatinya.
Hal penting lainnya yang
direnungkan oleh orang beriman adalah kenyataan bahwa dia dapat mencium bau
makanan di dapur dan mengecapnya tanpa susah payah. Hal ini dimungkinkan oleh
indera yang dimilikinya. Indera pengecap dan penciumannya, yang tidak berhenti
sepanjang hidupnya, bekerja dengan sempurna tanpa biaya apa pun; mereka tidak
pernah berlatih untuk menggunakannya dengan cara yang benar, dan mereka pun
tidak menyadari kegiatan indera tersebut.
Apabila seseorang tidak
memiliki indera pengecap ini, berbagai macam rasa dari daging, ikan, sayuran,
sup, selada, buah, minuman, dan selai tidak akan ada arti baginya. Selain itu,
rasa makanan tersebut mungkan tidak akan lezat, hambar, tawar, atau tidak
mengenakkan dan memualkan perut. Tidak diragukan lagi bahwa rasa dan indera
yang menerimanya telah secara khusus diciptakan untuk manusia. Adalah kesalahan
besar jika tidak menyadarinya karena kelalaian akibat kebiasaan. Al Qur’an
menerangkan bahwa Allah menciptakan makanan yang baik dan bersih untuk manusia:
Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu
tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan
rupamu serta memberi kamu rezki dengan sebahagian yang baik-baik. Yang demikian
itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Ghafir,
40:64)
Sudah barang tentu, bagi
orang-orang yang berpikir, setiap rasa merupakan sarana untuk bersyukur kepada
Allah dengan sebaik-baiknya, mengingat-Nya dengan penuh rasa terima kasih,
memuji-Nya, dan berterima kasih pada-Nya. Orang beriman yang mengetahui bahwa
setiap jenis makanan lezat dan minuman datang dari Allah, memikirkannya saat
dia duduk di meja makan, sehingga bersyukur kepada Allah. Allah berfirman dalam
Al Qur’an:
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi
mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya
biji-bijian, maka dari itulah mereka makan. Dan Kami jadikan padanya
kebun-kebun kurma dan anggur, dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air,
supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh
tangan mereka. Maka mengapa mereka tidak bersyukur? (QS Ya Sin, 36:33-35)
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa
sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka, yaitu
sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu
mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka.
Maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka makan. Dan
mereka memperoleh padanya manfaat dan minuman. Maka mengapa mereka tidak
bersyukur? (QS. Ya Sin, 36: 71-73)
Sebagian orang tidak
berpikir tentang pentingnya beberapa kenyataan yang sangat penting. Padahal,
mereka telah menyantap makanan yang berasa dan beraroma lezat yang telah
memenuhi kebutuhan mereka secara sempurna sepanjang hidup mereka. Kenyataan
yang mereka abaikan tersebut adalah, bahwa Allah telah menciptakan nikmat yang
tiada bandingannya ini bagi mereka, dan mereka harus bersyukur kepada Allah,
Yang telah menyediakan itu semua. Jelas sebuah sikap yang keliru. Mereka
seharusnya tidak melupakan bahwa mereka akan ditanya di akhirat, tentang apakah
mereka telah bersyukur kepada Allah.
Orang beriman menyadari
bahwa Allah telah memberikan tubuh sebagai amanat. Dia bertanggung jawab untuk
menjaga nikmat tiada tara ini sebaik mungkin. Untuk itu dia harus memberi tubuh
tersebut makanan dengan cara yang sehat. Dia tahu bahwa agar bekerja dengan
baik, tubuh harus sehat, sehingga harus diberi makanan yang cukup dengan menu
yang seimbang. Dia tahu bahwa tubuhnya harus mendapat semua makanan yang
dibutuhkannya untuk pertumbuhan 100 triliun sel dan agar tubuh bisa pulih dan
berfungsi sebagaimana mestinya. Jadi, baik di saat sarapan, maupun pada waktu
lainnya di hari tersebut, dia akan makan makanan sehat dan alami. Dia
menghindari makanan yang berbahaya, walaupun terlihat menarik dan lezat. Dia
tidak akan lalai atau ceroboh dalam masalah ini. Misalnya, dia tahu bahwa
berfungsinya alat tubuhnya, kemampuan tubuhnya untuk membersihkan bahan
beracun, dan kemampuan tubuhnya untuk menghilangkan sakit dan lelah, semuanya
tergantung pada air (banyak orang mengabaikan untuk meminumnya secara teratur).
Dia dengan seksama meminumnya dalam jumlah yang cukup sepanjang hari. Nabi
kita, SAW dalam beberapa kesempatan menunjukkan kepada kita akan pentingnya
air.
"All praise is due
to Allah Who has made it delicious and sweet by His grace and has not made it
either salty or unsavoury." (Imam Ghazali's Ihya Ulum ad-Din)
Sebagai contoh, dalam
sebuah perjalanan dia duduk di suatu tempat dan meminta air dari orang yang
berada di sebelahnya. Setelah membasuh tangan dan wajahnya dan meminum air,
beliau bersabda pada pengikutnya, “Percikkan sebagian airnya pada wajah dan
dadamu.” (Sahih al-Bukhari) Nabi
Muhammad, SAW bersabda setelah meminum air:
“Segala puji bagi Allah
Yang telah membuatnya lezat dan manis dengan kasih sayang-Nya dan tidak
membuatnya asin atau membahayakan.” (Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin)
Dalam Perjalanan
Orang yang telah selesai
makan pagi dan telah berbenah diri, siap menyambut berbagai tantangan di tempat
kerja mereka, sekolah, atau tempat lainnya. Sebagian besar orang memperoleh
yang mereka butuhkan sebelum hari itu berakhir. Allah menggambarkan keadaan ini
dalam Al Qur’an:
Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai
urusan yang panjang (banyak). (QS Al Muzzammil, 73:7)
… dan Dia menjadikan siang untuk bangun
berusaha. (QS. al-Furqan, 25:47)
Orang beriman melihat
hari di hadapannya sebagai kesempatan untuk meraih cinta dan ridha Allah serta
untuk mendapatkan Surga. Untuk itu dia perlu bekerja keras melakukan pekerjaan
yang baik. Bagaimanapun sibuknya, dia tetap waspada agar tidak lalai dari
mencari ridha Allah. Dia meneladani doa Nabi Sulayman AS, sebagaimana
difirmankan dalam ayat ke-19 Surat An Naml, dengan harapan bahwa Allah akan
memberinya petunjuk dalam kegiatannya sepanjang hari:
"Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk
tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada
dua orang ibu bapakku, dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan
masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang
saleh." (QS An Naml, 27:19)
Setiap orang yang
meninggalkan rumah menuju ke sekolah atau bekerja, akan menghadapi banyak
orang, hal, dan kejadian yang dapat direnungkan. Setiap hal yang dilihat oleh
seorang manusia ada dalam pengetahuan Allah, muncul atas kehendak-Nya, dan
terjadi dengan alasan tertentu. Maka, ketika orang beriman memandang ke langit
dalam renungan ini, dia melihat bahwa semua itu telah diciptakan dengan cara
yang menakjubkan. Dia memahami bahwa kebenaran ayat berikut berada di
hadapannya: "Dan Kami menjadikan
langit itu sebagai atap yang terpelihara…" (QS Al Anbiya', 21:32)
Fungsi langit sebagai sebuah “atap yang
terpelihara” disebabkan oleh atmosfernya. Atmosfer ini menutupi bola bumi dan
melakukan tugas pentingnya agar manusia bertahan hidup. Atmosfer menolak sinar
yang datang dari luar angkasa yang berbahaya bagi makhluk hidup. Atmosfer
menghancurkan meteor besar dan kecil yang menuju ke bumi dan mencegah meteor
agar tidak mengancam bumi dan makhluk di dalamnya. Atmosfer juga melindungi
bumi dari suhu yang membekukan (sekitar minus 270 derajat Celcius) di luar
angkasa. Walaupun sebagian orang tidak peduli akan hal ini sebagaimana
mestinya, Allah telah menciptakan sebuah lingkungan yang cocok untuk kita dan
melindungi kita dari ancaman yang mungkin datang dari langit.
Dalam Al Qur’an, Allah menerangkan bahwa
orang beriman yang mengamati langit akan segera memahami bukti bahwa langit
adalah ciptaan yang paling selaras dan sempurna.
Yang telah menciptakan tujuh langit
berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah
sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat
sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya
penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat, dan
penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah. (QS Al Mulk, 67:3-4)
Allah berfirman dalam Al Qur’an bahwa
terdapat tanda-tanda dalam penciptaan langit dan bumi bagi mereka yang
mengamatinya dengan iman.
Maka apakah mereka tidak melihat langit yang
ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya, dan langit
itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun? Dan Kami hamparkan bumi itu, dan
Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh, dan Kami tumbuhkan padanya
segala macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan
peringatan bagi setiap hamba yang kembali (mengingat Allah). (QS Qaf, 50:6-8)
Orang beriman yang dengan seksama melayangkan
pandangannya dari langit ke bumi akan melihat bukti lain dari penciptaan-Nya.
Di bawah bumi tempat dia berjalan di atasnya dengan percaya diri terdapat
sebuah lapisan batu meleleh yang luar biasa panasnya disebut “magma”. Sebagai
perbandingan dengannya, kerak bumi sangatlah tipis, yang artinya bahwa batu
meleleh ini berada sangat dekat di bawah kaki kita. Jadi, ketebalan kerak bumi
dibandingkan dengan bagian dalam bumi itu sendiri dapat diibaratkan dengan
ketebalan kulit apel dibandingkan dengan keseluruhan apel. Orang beriman yang
memikirkan hal ini akan sangat paham bahwa dunia dan seluruh makhluk hidup di
dalamnya ada karena keseimbangan sempurna yang telah Allah ciptakan berdasarkan
kehendak-Nya, dan setiap ciptaan dapat terus hidup dengan aman karena kehendak
Allah.
Orang beriman yang melihat dengan mata yang
penuh renungan akan memperhatikan keindahan di sekelilingnya dan ciptaan yang
menakjubkan. Misalnya, karena merupakan nikmat Allah, burung di langit,
buah-buahan yang menghiasi jendela pajang toko dengan warnanya yang menarik,
dan bau sedap yang berasal dari toko roti punya makna bagi orang beriman. Makna
ini tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
Orang beriman yang merenungkan berbagai macam
bukti yang tidak terhitung jumlahnya yang dia temui selagi berjalan di jalanan
juga akan berhati-hati dalam berperilaku. Sebagai contoh, dia akan berjalan
tanpa menyombongkan diri atau pamer karena Allah berfirman dalam sebuah ayat: “Dan sederhanalah kamu dalam
berjalan…" (QS Luqman, 31:19). Orang yang rendah hati patuh pada
perintah Allah dan, seperti dalam aktivitas-aktivitasnya yang lain, tidak
berlebihan dalam cara berjalan. Hal ini dapat disukai dalam pandangan Allah
maupun di mata orang beriman.
Orang beriman mengetahui bahwa Allah telah
menciptakan manusia dan mengaruniai mereka dengan semua sifat-sifatnya. Namun
orang-orang yang tidak mengikuti ajaran Al Qur’an tidak akan peduli pada
kenyataan ini dan menganggap bahwa sifat yang ada pada mereka merupakan milik
mereka sendiri. Orang-orang yang berpikir bahwa kecantikan, kemakmuran,
pengetahuan, dan kesuksesan mereka adalah milik mereka sendiri menjadi bangga
dan sombong. Karena kesombongan tersebut, mereka ingin menunjukkan keunggulan
mereka dengan menindas orang lain. Tingkah laku ini terlihat dari cara mereka
berjalan sebagaimana cara mereka berbicara dan bertindak. Padahal, semua orang
tidak ada artinya di hadapan ilmu dan kekuasaan Allah. Kita membutuhkan Allah
di tiap saat dalam hidup kita. Dalam Al Qur’an, Allah memperingatkan kita
mengenai hal ini dan melarang kita untuk bersikap sombong:
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. (QS Luqman, 31:18)
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini
dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi
dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. (QS Al Isra', 17:37)
Setiap orang yang hidup berdasarkan ajaran Al
Qur’an selalu menyadari ketidakberdayaannya, dan dia hidup berdasarkan kehendak
Allah. Hanya Tuhan Semesta Alam saja yang telah memberikan apa yang dia miliki.
Dan karena dia hidup dalam kesadaran ini, dia memahami semua yang terjadi di
sekitarnya berdasarkan Al Qur’an.
Jelaslah bahwa seseorang tidak dapat menempuh
jarak jauh dengan berjalan kaki dalam sehari. Mudah untuk menempuh jarak yang
dekat. Kemampuan untuk berjalan memang merupakan nikmat yang sangat besar dari
Allah. Namun, manusia tidak mampu berkelana menempuh jarak yang sangat jauh
dengan berjalan kaki. Tubuh mereka akan menjadi lelah dan dalam batas tertentu
tidak mampu berjalan lebih jauh lagi. Allah mengetahui kelemahan
hamba-hamba-Nya ini dan telah menciptakan binatang dan kendaraan untuk membawa
mereka, dan telah membuat transportasi menjadi mudah. Berikut adalah beberapa
ayat Al Qur’an yang terkait dengan nikmat Allah yang menunjukkan kemuliaan,
kasih sayang, dan belas kasih-Nya kepada hamba-Nya:
Dan mereka (ternak-ternakmu) memikul
beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya,
melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang menyulitkan) diri. Sesungguhnya
Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan (Dia telah menciptakan)
kuda, bagal, dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya)
perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. (QS An Nahl, 16:7-8)
Dan Yang menciptakan semua yang
berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu
tunggangi. (QS Az Zukhruf, 43:12)
Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah
menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan
dengan perintah-Nya. Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan
dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada Manusia. (QS Al Hajj,
22:65)
Dengan menggunakan akal, jelaslah bagi kita
bahwa Allah-lah Yang telah menciptakan bahan-bahan seperti besi dan baja yang
memiliki kemampuan tertentu, dan mengilhami manusia untuk memanfaatkannya dalam
menciptakan bermacam-macam kendaraan. Dan dengan kehendak Allah pula orang
membuat kendaraan seperti mobil, bus, kereta, kapal dan pesawat terbang. Ya,
Allah telah mempermudah kita untuk menempuh perjalanan yang tidak mungkin kita
lakukan seorang diri. Apa yang harus kita lakukan sebagai balasan atas nikmat
ini adalah dengan mengingat Allah di saat kita naik ke atas kendaraan, memuji
nama-Nya, dan berterima kasih kepada-Nya. Allah berfirman kepada kita mengenai
ini:
Supaya kamu duduk di atas punggungnya
kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan
supaya kamu mengucapkan: "Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini
bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya." (QS Az
Zukhruf, 43:13)
Berjalan jauh masa kini jauh lebih cepat,
mudah dan nyaman daripada masa lalu. Bagi orang yang hidup sesuai dengan ajaran
Al Qur’an, merenungkan hal ini merupakan cara penting untuk mendekatkan diri
kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya dengan ikhlas atas segala nikmat-Nya.
Orang beriman juga mengingat Allah ketika dia
berada dalam perjalanan. Dia merenungkan orang di sampingnya yang mengemudikan
mobil, model dan warna mobil tersebut, mobil lain dan orang di sekelilingnya,
pergerakan mereka, tulisan di jendela belakang mobil yang ada di depannya,
barisan bangunan sepanjang jalan, bentuknya, jendelanya, papan reklame, dan
tulisan yang ada padanya. Semuanya telah diciptakan oleh Allah atas
perintah-Nya. Allah menyampaikan ini kepada manusia dalam ayat berikut:
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu
menurut ukuran. (QS Al Qamar, 54:49)
Allah menciptakan benda-benda yang kita temui
setiap saat dalam hidup kita, bukan hanya untuk orang tertentu, tetapi juga
untuk miliaran manusia di bumi. Bagi seseorang yang hidup mengikuti ajaran Al
Qur’an, memikirkan hal ini adalah sebuah jalan baginya untuk mengetahui bahwa
Allah senantiasa berada di sisinya, dan Dia melihat setiap gerak-gerik dan
perbuatannya. Karena kesadaran akan kenyataan ini senantiasa bersamanya
sepanjang hari, kemacetan, atau kendaraan yang mengambil jalurnya, atau
kesulitan lain yang dia alami tidak akan mengubah sikap berserah dirinya kepada
Allah.
Sebagian orang memandang ketidakberuntungan kecil
saja sebagai sebuah hambatan besar. Mereka menjadi tidak sabar dan terkadang
kehilangan kendali atas diri sendiri, bertingkah laku secara tidak masuk akal.
Mereka mungkin mulai menggerutu sendiri atau berteriak. Mereka tidak memiliki
kesabaran saat mereka terjebak dalam kemacetan dan mereka menunjukkannya dengan
membunyikan klakson terus-menerus dan mengganggu orang lain. Semua itu adalah
karena mereka telah lupa bahwa segalanya berada dalam kendali Allah.
Bagi orang yang
berpaling dari Allah, transportasi bukanlah sebuah nikmat, melainkan sebuah
gangguan dan hal yang menjengkelkan. Misalnya, lubang di jalan, kemacetan
lalu-lintas, hujan angin tiba-tiba dan banyak hal lainnya memenuhi pikirannya
sepanjang hari. Padahal, pikiran yang tak berguna ini tidaklah bermanfaat
baginya, baik dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang akan datang. Sebagian
orang mengaku bahwa hal utama yang mencegah mereka dari berpikir terlalu dalam
mengenai masalah ini adalah perjuangan yang mereka lakukan di dunia. Karena
waktu yang harus mereka korbankan untuk memenuhi kebutuhan makan, tempat
tinggal dan kesehatan, mereka mengaku tidak punya waktu untuk berpikir mengenai
keberadaan Allah atau bukti-bukti yang menuntun kepada iman. Namun ini tak lain
hanyalah tindakan menghindari tanggung jawab. Tugas seseorang sebagai kepala
keluarga dan jabatannya tidak ada hubungannya dengan berpikir. Seseorang yang,
dalam rangka meraih ridha Allah, memikirkan bukti-bukti yang menuntun kepada
iman, perintah Allah, akhirat, kematian, dan merenungkan nikmat yang telah
Allah berikan kepadanya dalam kehidupan ini, akan mendapatkan pertolongan Allah
bagi dirinya. Dia akan melihat bahwa banyak permasalahannya dapat dengan mudah
diselesaikan dan dia akan mampu meluangkan waktu dan istirahat untuk merenung.
Orang beriman tidak
pernah lupa bahwa Allah telah menciptakan setiap situasi yang dialaminya
sepanjang hari. Tujuan dari penciptaan tersebut adalah agar kita bersabar atau
menggunakan pikiran kita untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang paling
disukai Allah. Apabila ada masalah yang tidak mampu diselesaikan seorang diri,
maka yang harus dilakukan adalah bersabar. Marah, berteriak, dan menghujat
seperti yang dilakukan sebagian orang, adalah keliru dan tidak ada artinya
karena dapat membahayakan diri mereka sendiri atau orang lain.
Salah jika ada orang
yang menganggap bahwa cobaan hanya muncul dalam bentuk kepedihan yang luar
biasa dan tragedi sebagai ujian bagi kesabaran kita. Allah menguji manusia
sepanjang hari dengan berbagai cobaan, baik yang besar maupun kecil. Jadi, hal
yang menjengkelkan seperti terjebak kemacetan atau terlambat menuju suatu
tempat dan kecelakaan kecil adalah ujian bagi manusia. Namun, dalam situasi
ini, mereka yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an tidak merasa jengkel dan tetap
bersabar tanpa berkeluh-kesah. dalam Al Qur’an, Allah menerangkan bahwa salah
satu sifat orang beriman adalah tetap bersabar dengan cobaan yang datang kepada
mereka:
(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa
mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang, dan orang-orang yang
menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka. (QS
Al-Hajj, 22:35)
Dalam menghadapi
kecelakaan lalu lintas yang mungkin mereka alami, orang beriman menjaga
ketenangan mereka dan berserah diri kepada takdir, tidak dalam arti diam saja,
tetapi secara realistis menerima apa yang telah Allah tentukan pada mereka.
Dalam situasi tersebut mereka bertindak arif dengan menyadari bahwa Allah telah
menciptakan apa yang terjadi kepada mereka dan mereka mencoba melakukan sesuatu
untuk mengobati lukanya, mencari bantuan, dan menghentikan kerusakan. Mereka
tahu bahwa mereka bertanggung jawab setiap saat dalam kehidupan duniawi ini
untuk bertindak dengan apa yang disukai oleh Allah.
Dalam Surat Al-Mulk,
Allah menerangkan tujuan penciptaan manusia dan tanggung jawab yang diberikan
kepada kita:
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia
mengujimu, siapa di antaramu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun. (QS Al Mulk, 67:2)
Orang beriman yang
menjalani setiap saat dalam kehidupan dunianya sesuai dengan ajaran Al Qur’an
tidak akan membiarkan pikirannya dikuasai oleh pikiran yang tidak berguna dan
tidak masuk akal selama perjalanan. Dia mengarahkan perhatiannya pada hal dan
peristiwa yang dapat dia renungkan dengan mendalam. Misalnya, mereka yang telah
jauh dari ajaran Al Qur’an, ketika memperhatikan burung yang terbang di udara
akan melihatnya sebagai kejadian biasa. Namun demikian, bagi orang beriman,
burung yang jelas tidak menempel pada suatu apa pun, tetapi tetap melayang di
udara yang renggang dan melakukan gerakan manuver dengan sayapnya yang lemah;
dan sayap mereka yang dirancang agar mereka dapat terbang, bergerak cepat dan
melakukan manuver ini; dan paruh mereka mereka dengan susunan yang diciptakan
khusus agar mereka dapat makan dengan baik; cara terbang mereka, susungan
rangka tulang yang khusus, dan sistem pernapasan, syaraf dan lainnya; susunan
aerodinamis dan rumit dari bulu-bulu mereka; cara pembuatan sarang mereka; alat
penginderaan mereka, cara berburu dan memberi makan, tingkah laku mereka, suara
yang mereka buat di saat kawin dan waktu-waktu lainnya; kenyataan bahwa sistem
yang mereka amati pada burung jelas adalah rancangan yang menakjubkan, adalah
bukti keberadaan Allah, kekuatan, dan ilmu-Nya. Allah menuntun kita untuk
memperhatikan hal ini dalam Al Qur’an: “Dan
apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan
mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara)
selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu"
(QS Al Mulk, 67:19).
Di saat orang beriman
berada dalam perjalanan mereka, mereka mengamati ciptaan yang menakjubkan
seperti yang ada di sekeliling mereka. Mereka menjadi saksi setiap saat akan
kekuasaan Allah yang tidak terbatas.
Di Tempat Kerja
Pada umumnya orang
dewasa menghabiskan sebagian besar hari mereka untuk bekerja. Namun mereka yang
bertindak sesuai dengan ajaran Al Qur’an sangat berbeda dengan rekan-rekan
kerjanya, yang memiliki kesamaan nilai moral. Bagi orang beriman, tidak peduli
betapa penting urusannya di hari itu, melakukan pengabdian dan menyembah Allah
adalah lebih penting daripada apa pun. Allah menerangkan hal ini dalam Al
Qur’an:
Katakanlah, "Apa yang di sisi Allah
lebih baik daripada permainan dan perniagaan," dan Allah Sebaik-baik
Pemberi rezki." (QS Al Jumu'ah, 62:11)
Orang beriman menyadari
hal ini, dan tidak ada pekerjaan yang akan mencegahnya dari mengingat nama
Allah atau melakukan sholat. Dia tidak akan mengabaikan atau menunda kewajiban
agama apa pun demi meraih materi. Allah mengajak kita untuk memperhatikan ini
dalam sebuah ayat Al Qur’an:
Bertasbih kepada Allah di mesjid-mesjid yang
telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada
waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan
dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan
sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang
(di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (QS An Nur, 24:36-37)
Alasan di balik
memberikan perhatian pada perniagaan dalam ayat ini adalah karena keinginan
yang besar akan keuntungan materi merupakan salah satu kelemahan terbesar pada
manusia. Sebagian orang rela mengabaikan ajaran agama demi mendapatkan uang
lebih banyak, memperoleh harta lebih banyak, dan meraih kekuasaan lebih besar.
Misalnya, mereka tidak melaksanakan sholat atau menunaikan kewajiban lainnya,
dan mereka tidak menunjukkan watak terpuji, walaupun mereka mampu melakukannya.
Ada beberapa hal yang
mereka harap dapat diraih dari pekerjaan mereka. Mereka menginginkan kehidupan
yang baik di dunia ini, menjadi kaya-raya, mendapat jabatan dan penghormatan
dan dimuliakan masyarakat, memiliki perkawinan yang baik dan anak-anak yang
terpuji.. Hal-hal inilah yang memisahkan manusia dari nilai-nilai Al Qur’an,
bahkan tersesat lebih jauh dengan mengutamakannya daripada kehidupan setelah
mati. Memang benar, semua itu adalah nikmat yang boleh kita tuju untuk meraih
ridha Allah dan menggapai akhirat sebagai cita-cita. Orang beriman juga ingin
mendapatkan nikmat yang sama: pekerjaan yang berguna, mendapatkan uang dan
harta milik sendiri. Namun mereka memiliki beberapa sifat yang membedakan
mereka dari orang lain: mereka melakukan semua pekerjaan mereka demi ridha
Allah, membelanjakan uang mereka di jalan yang dituntun oleh Allah. Dan dalam
perniagaan mereka, sebagaimana dalam hal lainnya, mereka sangat berhati-hati
mematuhi perintah Allah.
Di dalam ayat Al Qur’an,
Allah mengajak kita memperhatikan bahaya karena mengutamakan perniagaan di atas
agama:
Katakanlah, "Jika bapa-bapa, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang
kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada
berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.”
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS At
Taubah, 9:24)
Orang beriman dengan iman yang sangat mendalam akan
berbuat sekuat tenaga untuk menghindar dari terjebak dalam nafsu semacam ini.
Ada sebuah sifat mulia yang dikehendaki oleh Allah dari orang beriman, dan yang
akan mereka tunjukkan, dalam pekerjaan apa pun yang mereka lakukan. Dalam
melakukan pekerjaan mereka jujur, ikhlas, rela berkorban, bekerja keras, adil,
dan sederhana. Seluruh perhatian mereka diarahkan untuk meraih ridha Allah dan
menjaga batasan yang telah ditetapkan antara yang benar dan yang salah. Allah
telah memerintahkan orang beriman bahwa dalam bekerja mereka dilarang melanggar
hak orang lain, mereka harus memberikan takaran dan berat yang sempurna
berdasarkan keadilan, dan tidak mengurangi hak milik orang lain. (Surah Hud:
85).
Dalam beberapa ayat
Allah menerangkan pentingnya kejujuran dalam bekerja, memperlakukan orang
dengan adil dan, dalam melakukan itu, menunjukkan sikap mencari ridha Allah:
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu
menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS Al Isra', 17:35)
Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan
janganlah kamu mengurangi neraca itu. (QS Ar Rahman, 55:9)
Dalam Al Qur’an, Allah
menjelaskan bagaimana seharusnya kita melakukan perdagangan dan perniagaan.
Pertama-tama, Allah dengan jelas melarang riba: ".. padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. " (QS Al Baqarah,
2:275)
Hal lain yang diterangkan
oleh Allah adalah bagaimana mengatur perdagangan dan utang-piutang. Allah
memerintahkan bahwa, dalam bekerja, saat berutang (yang akan dibayar di
kemudian hari pada waktu yang telah ditentukan), dia harus menuliskannya.
Apabila orang yang berutang tersebut tidak mampu atau lemah atau tidak mampu
menyebutkannya, maka walinya harus menyebutkan untuknya dengan adil. Dan dua
orang dari golongan mereka harus harus menjadi saksi. (QS Al Baqarah, 2:282)
Hal lain yang harus
dilakukan dengan seksama oleh orang beriman dalam pekerjaan mereka adalah
membahas pandangan orang lain saat mengambil keputusan, memulai usaha baru, dan
memajukan kegiatan mereka. Allah berfirman dalam Al Qur’an bahwa hal ini adalah
sifat dari orang beriman.
Seperti halnya dalam
setiap segi kehidupan, begitu pula dalam perdagangan dan perniagaan, Al Qur’an
membawa hal terbaik, termudah, dan paling benar ke dalam kehidupan manusia.
Dalam hal ini, Al Qur’an membantu manusia keluar stress dan tekanan batin dan
memungkinkan mereka bekerja dalam lingkungan yang sehat dan damai, tempat
mereka dapat berserah diri kepada Allah, mengambil keputusan yang tepat, dan
berunding dengan orang lain saat mengambil keputusan.
Di samping itu, orang beriman sangat
berpikiran terbuka dalam kehidupan kerjanya, dalam menyusun rencana, baik
jangka panjang maupun jangka pendek dan merancang berbagai tahapannya. Dan
setelah dia mulai bekerja, dia akan benar-benar memperhitungkan tahapan
selanjutnya, tindakan apa yang akan memastikan kesuksesan baginya untuk waktu yang
lama dan kemungkinan jalan lain. Dan dia akan memperhatikan segala peringatan
yang telah diberikan Allah dalam Al Qur’an untuk memastikan bahwa langkah yang
menurutnya bermanfaat untuk dilakukan tidak akan merugikannya di tahapan
berikutnya. Selagi terlibat dalam pekerjaannya, dia akan berdoa terus-menerus
kepada Allah di dalam hati, meminta Allah untuk memudahkannya dan dia akan
memahami bahwa tidak ada perusahaan yang berhasil, kecuali Allah menghendaki.
Dia berharap agar pekerjaan yang dia kerjakan menjadi sarana untuk meraih ridha
Allah.
Di masa kita hidup saat ini, penemuan baru
dan perkembangan ilmu pengetahuan telah terjadi. Orang-orang di masa lampau
bahkan tidak pernah dapat membayangkannya. Ajaran Al Qur’an mewajibkan kita
untuk berterima kasih atas kesempatan yang tidak ada bandingannya ini.
Misalnya, ilmu pengetahuan, teknologi, transportasi canggih, dan komunikasi
telah mencapai tingkatan kemajuan seperti saat ini. Berkat komputer dan
teknologi internet, orang dari seluruh dunia dapat saling berkomunikasi dalam
hitungan detik, berbagi informasi, dan menjalin hubungan. Tentu saja, semuanya
adalah nikmat yang harus direnungkan dalam-dalam. Para nabi yang telah
dijadikan sebagai contoh oleh Allah dalam Al Qur’an senantiasa mendekatkan diri
kepada Allah dengan ikhlas, dan senantiasa mengingat Allah serta bersyukur
kepada-Nya di saat menjalani pekerjaan mereka. Dalam Surat Saba’, Allah
berfirman:
Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang
dikehendakinya (dalam bentuk) gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung serta
piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di
atas tungku). Bekerjalah, Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan
sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih. (QS Saba', 34:13)
Berbelanja
Saat ini berbelanja
merupakan kegiatan penting bagi banyak orang. Misalnya, banyak orang
menghabiskan berjam-jam, bahkan berhari-hari mendatangi toko demi mendapatkan
busana untuk dipamerkan kepada teman-teman mereka. Mereka menghabiskan banyak
uang untuk pakaian yang akan dikenakan beberapa saat saja dalam hidup mereka.
Tanpa peduli dengan keadaan lemari mereka yang sudah penuh, mereka mungkin akan
membeli pakaian baru dengan hasrat yang tidak berkurang. Bagi orang ini,
berbelanja lebih dari sekadar sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menjadi
bagian penting dalam hidup mereka. Inilah sifat orang yang lupa diri saat
berbelanja dan seringkali membeli barang kemudian mereka sesali telah
membelinya.
Sudah barang tentu,
berbelanja adalah penting bagi setiap orang dan bahkan bisa menjadi sebuah
kegiatan sehari-hari yang menyenangkan. Namun yang salah adalah jika belanja
dapat menimbulkan hasrat duniawi dalam diri manusia dan membuat mereka
sepenuhnya lalai akan kehidupan setelah mati. Mereka mencurahkan seluruh hidup,
pikiran, dan kegiatan untuk kegiatan ini. Bukan mencari jalan yang diridhai
oleh Allah Yang telah menciptakan mereka, mereka malah mencoba mencari kepuasan
dalam pekerjaan sepele seperti berbelanja.
Seperti dalam bagian
lain dari kehidupan, seseorang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an pun
akan mencoba memandang kegiatan berbelanja sebagai kebaikan yang telah
diciptakan oleh Allah serta makna di balik peristiwa yang terjadi. Baginya,
berbelanja bukan sekadar berjalan-jalan tanpa tujuan, melainkan kesempatan
untuk mencukupi dirinya dan keluarganya dengan barang yang dia butuhkan.
Berbelanja sudah pasti tidak akan menjauhkannya dari melakukan kewajibannya
kepada Allah. Allah memerintahkan orang beriman di dalam Al Qur’an:
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan
orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap
ridha-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena)
mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang
hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya;
dan adalah keadaan (mereka itu) melewati batas. (QS Al Kahfi, 18:28)
Orang beriman yang pergi
berbelanja akan selalu ingat: Allah telah menciptakan berbagai macam makanan,
pakaian, dan nikmat-nikmat lainnya bagi orang beriman. Namun di banyak negara,
karena pengangguran, kemiskinan atau konflik, orang tidak dapat menemukan apa
pun untuk dimakan. Walaupun tinggal di negara yang kaya akan sumber daya alam,
ada orang yang terlalu miskin untuk dapat membeli kebutuhan mereka. Semua ini
berada di bawah kekuasaan Allah. Jumlah rezeki yang telah ditetapkan oleh Allah
untuk diberikan kepada manusia memiliki alasan tersendiri. Allah mengingatkan
kita akan hal ini dalam Al Qur’an:
Dan tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah
melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya?
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi
kaum yang beriman. (QS Az Zumar, 39:52)
Allah telah menciptakan
berbagai macam keadaan untuk menguji manusia. Dan orang beriman tidak akan
berhenti bersyukur atas apa yang diterimanya, dalam keadaan apa pun dia berada.
Dia menyadari bahwa ujian dan keadaan dirinya hanyalah bersifat sementara.
Untuk itu, dia berkemauan keras untuk bertindak setiap saat dengan cara yang
disukai Allah. Dia mengungkapkan rasa syukurnya kepada Allah atas nikmat-Nya di
dalam hati, dalam ucapannya, dan dalam tindakannya. Dia membelanjakan karunia
yang dimilikinya pada amal saleh, dan jika Allah membatasi nikmat yang
diterimanya, dia akan bersabar dan tetap bersyukur dengan ikhlas kepada-Nya.
Dia tahu bahwa dia sedang diuji dengan kemiskinan dan berdoa agar Allah
memberinya kesabaran. Dalam segala keadaan, orang beriman ridha atas keputusan
Allah dan berharap agar Allah merasa ridha dengannya.
Namun manusia yang
mengikuti tradisi, kebiasaan, dan norma masyarakat yang tidak hidup berdasarkan
ajaran Al Qur'an, segera kehilangan rasa bersyukur mereka di saat berhadapan
dengan ketidaknyamanan yang paling kecil sekalipun. Allah melaknat mereka dalam
Al Qur'an, sebagai kehinaan karena tidak mampu melihat bahwa kekayaan dan
kemakmuran mereka adalah sebuah cobaan yang sama dengan pengalaman mereka akan
kemiskinan dan kekurangan:
Adapun manusia, apabila Tuhannya mengujinya,
lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata,
"Tuhanku telah memuliakanku." Adapun bila Tuhannya mengujinya, lalu
membatasi rezekinya, maka dia berkata, "Tuhanku menghinakanku." (QS Al
Fajr, 89:15-16)
Allah telah menciptakan nikmat yang tidak
terhitung jumlahnya di bumi ini. Namun, orang yang tidak menyadari hal ini lupa
bahwa hanya atas kehendak Allah dan izin-Nya sajalah mereka dapat membeli
makanan dan pakaian mereka. Mereka tidak berterima kasih kepada Allah. Mereka
justru terus-menerus bertindak di bawah kendali hawa nafsu. Semua yang mereka
pikirkan di saat berbelanja adalah pakaian mana yang akan dikagumi teman-teman
mereka. Apa yang memenuhi pikiran mereka seringkali adalah: di mana mereka
dapat membeli pakaian dengan model terbaru dan paling menarik dalam hal warna
dan mutu yang mereka inginkan. Mereka selalu menaruh perhatian kepada apa yang
dimiliki orang lain. Mereka iri akan semua itu. Mereka tidak sanggup hidup
tanpa harta benda maupun materi. Mereka sangat menginginkan memiliki kekayaan
dan harta benda. Mereka membandingkan apa yang telah mereka terima dengan apa
yang diterima oleh orang lain. Mereka menjadi tidak sabar. Mereka berpikir
bahwa mereka diperlakukan tidak adil dan mereka tidak bersyukur. Dalam Al
Qur'an, Allah menerangkan sikap tidak bersyukur orang yang tidak puas dengan
apa yang mereka miliki dan selalu menginginkan lebih banyak lagi:
Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar
mempunyai kurnia yang besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi
kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya). (QS An Naml, 27:73)
Orang beriman yang hidup sesuai dengan ajaran
Al Qur'an mengetahui bahwa nikmat yang ada di sekelilingnya merupakan pemberian
dari Allah. Mereka berhati-hati untuk tidak membelanjakan uang dengan
tergesa-gesa. Di saat sedang berbelanja, dia berusaha sekuat tenaga untuk
menghindari buang-buang uang dan waktu. Dia bertindak sesuai dengan firman
Allah dalam Al Qur'an:
“.. makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (QS Al
A’raf, 7:27).
Dia tidak pernah lupa
bahwa Allah menyebut orang yang menghambur-hamburkan uang secara berlebihan
sebagai “saudara-saudara setan” (QS Al Isra’, 17:27).
Al Qur'an menuntut kita
untuk tidak menghamburkan uang dalam berbelanja atau membeli barang lainnya.
Seperti itu pula kita dituntut untuk bersifat dermawan. Allah menerangkan hal
ini di dalam Surat al-Furqan: “Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan
tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah yang
demikian (QS. al-Furqan, 25:67)”. Ayat ini meningkatkan kearifan yang
ditunjukkan oleh orang-orang beriman dalam cara mereka berbelanja.
Olahraga dan Latihan Fisik
Setiap orang beriman
mengetahui bahwa tubuhnya telah diamanahkan kepadanya untuk digunakan dalam
waktu yang singkat di kehidupan dunia ini. Dia bertanggung jawab untuk
memeliharanya sebaik mungkin. Oleh karena itu dia berhati-hati menjaga
kesehatannya. Untuk itu, dia menyediakan waktu dengan sungguh-sungguh dalam
kegiatannya sehari-hari untuk melakukan olahraga atau latihan fisik. Olahraga
dan latihan fisik membantu menguatkan tubuh, memberikannya daya tahan, dan
membuat tubuh mampu berfungsi teratur dan sehat. Olahraga memungkinkan orang
beriman untuk bekerja lebih baik lagi untuk mendapatkan ridha Allah dan beramal
saleh.
Metabolisme (kerja
tubuh) manusia tidak akan baik jika kita tidak melakukan kegiatan. Metabolisme
diciptakan untuk mendukung pergerakan. Saat ini diketahui bahwa olahraga
memiliki banyak manfaat: olahraga memperkuat kekebalan tubuh, peredaran darah,
pernapasan, dan sistem saraf. Olahraga membuat tubuh memiliki daya tahan lebih
terhadap kuman dan penyakit. Olahraga menjamin keteraturan fungsi sistem
hormon, hati dan pembuluh darah. Olahraga memperkuat otot, sendi, dan urat
otot. Olahraga meningkatkan kondisi tubuh dan kekuatan. Olahraga membantu
memelihara keseimbangan dalam gula darah, mengurangi tingkat kolesterol “jahat”,
dan menambah tingkat kolesterol “baik”.
Alasan lain mengapa
orang beriman berusaha berolahraga dengan baik, adalah karena kesehatan fisik
adalah ciri yang disorot oleh Allah dalam Al Qur'an, untuk kita perhatikan.
Misalnya, dapat dilihat pada ayat 144 Surat al-A’raf, ketika Allah berkata
kepada Musa AS dan memilihnya untuk memimpin Bani Israil. Kisah tersebut
menceritakan tentang kekuatan fisiknya. Ayat lain menceritakan kekuatan fisik
Talut AS yang diutus untuk memimpin kaumnya:
Nabi mereka berkata kepada mereka,
"Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." Mereka
menjawab, "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak
mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan
yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata, "Sesungguhnya Allah telah
memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang
perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan Allah Mahaluas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. (QS Al Baqarah, 2:247)
Ada alasan lain, mengapa
orang beriman harus dengan seksama memperhatikan kebutuhan olahraga: apabila
orang yang menyampaikan ajaran Al Qur'an berpenampilan fisik yang kuat dan
menarik, dia akan memiliki pengaruh terhadap orang lain. Penampilan luar orang
tersebut yang terhormat dan menarik akan memberi kesan yang baik bagi mereka
yang sedang diajaknya berbicara.
Oleh karena itu, orang
beriman harus selalu berusaha untuk memelihara tubuh yang kuat dan sehat.
Mereka tidak boleh malas, teledor, atau ceroboh dalam hal ini.
Berdoa
Ayat ke-56 Surat Adz
Dzariyat yang berbunyi: “Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”
menyatakan bahwa Allah telah menciptakan manusia untuk mengabdi kepada-Nya.
Dengan kata lain, tujuan diciptakannya manusia adalah, sebagaimana firman Allah
dalam Al Qur'an, untuk mengabdi kepada Allah yang telah menciptakan segalanya.
Untuk itu, orang yang menerima Al Qur'an sebagai pedoman hidup mereka akan
menempatkan pengabdian kepada Allah di atas segalanya. Mereka menggunakan
kehidupan singkat mereka (sekitar 70 tahun bila Allah menghendakinya) dengan
memperhatikan kehidupan akhirat dan meraih ridha Allah. Hal ini terlihat dengan
sendirinya dalam setiap saat di kehidupan duniawi mereka.
Orang beriman selalu
menyadari bahwa ajaran Al Qur'an berlaku tidak hanya pada sebagian saja dari
hidupnya di dunia ini, atau pada saat atau tahapan tertentu di dalamnya,
melainkan pada seluruh hidupnya. Dia mematuhi semua perintah Allah dengan
sepenuh kemampuannya dan melakukan sebanyak mungkin kebajikan yang dapat dia
lakukan, Dia menghabiskan waktunya dengan amal ibadah sebagaimana yang telah
difirmankan Allah dalam Al Qur'an. Di saat dia telah menyelesaikan
pekerjaannya, dia melanjutkan ke pekerjaan berikutnya. Karena Allah berfirman
dalam ayat 162 Surat Al An’am, (6:162): “Katakanlah:
sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam,” dia mengejar apa yang baik dan bermanfaat, dan tidak
ada kata henti, tunggu, atau batasan dalam usahanya tersebut. Bagi orang
beriman, memulai pekerjaan baru setelah yang sebelumnya diselesaikan adalah
penting karena dia tahu bahwa dia harus menghabiskan setiap detik yang
diberikan kepadanya di dunia ini dengan bekerja untuk mendapatkan ridha Allah.
Dia akan memberi perhatian kepada hidup setelah mati dalam setiap saat yang
telah dilewatinya di dunia ini. Untuk itu, dia menghabiskan setiap menit dengan
hanya mengharapkan ridha Allah, dan mengerjakan semua yang dia harapkan paling
diridhai oleh Allah. Dalam Al Qur'an, Allah menyampaikan kepada orang beriman
untuk mencurahkan usahanya menuju ke arah tersebut:
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu
urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (QS
Alam-Nasyrah, 94:7)
Perbuatan orang beriman
untuk mendapatkan ridha Allah tidak berhenti dari hari ke hari. Hal ini
ditunjukkan dalam ayat ke-76 Surat Maryam: “Dan
amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih
baik kesudahannya.” Dan dalam ayat yang lain, Allah menerangkan bahwa Dia
menginginkan agar manusia tekun dalam ibadah mereka:
Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan
apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah
dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan
Dia (yang patut disembah)? (QS Maryam, 19:65)
Jalan
pemikiran sesat dari sebagian kaum jahiliyah dalam persoalan ini, menjerumuskan
mereka ke dalam keragu-raguan akan keberadaan kehidupan setelah mati dan hanya melakukan
beberapa kegiatan peribadatan dari waktu ke waktu saja.
Sebagian
orang membuat kekeliruan yang sangat besar ketika berusaha memperoleh nikmat di
dunia ini, yang mereka jadikan sebagai tujuan. Mereka melakukan apa saja untuk
menjadi kaya, mendapat jabatan, dan mendapatkan hal lain yang mereka inginkan.
Dalam waktu yang sangat singkat mereka terlibat dalam sebuah perlombaan yang
besar demi “harga yang sedikit” (QS. At-Taubah, 9:9) yang akan segera
lenyap dari mereka. Namun orang beriman yang mengejar ridha Allah dan jalan
menuju Surga, berjuang hanya demi Allah. Al Qur'an menggambarkan sifat orang
beriman ini:
Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan
akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah
mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.
(QS Al Isra’, 17:19)
Orang beriman yang
menghabiskan seluruh harinya dengan mencari ridha Allah giat dan bersemangat
dalam menunaikan sholatnya. Dia mengingat Allah sepanjang hari di dalam hatinya
dan dalam kegiatannya dan merenungi dalam-dalam kekuasaan-Nya, kecerdasan-Nya,
pengetahuan-Nya, karya seni-Nya, dan sifat-sifat-Nya yang lain. Sikap ini
merupakan penerapan dalam kehidupan sehari-hari dari perintah yang ada dalam
ayat-ayat berikut:
“…Dan sebutlah (nama) Tuhanmu
sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari." (QS
Ali ‘Imran, 3:41)
Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu
dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di
waktu pagi dan petang. (QS Al A’raf, 7:205)
Dalam
ayat 28 Surat ar-Ra’d, Allah berfirman bahwa hati hanya akan merasa damai jika
mengingat Allah:
… (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah… (QS. ar-Ra’d, 13:28)
Seseorang yang
menjadikan Al Qur'an sebagai petunjuknya akan sangat berhati-hati dalam
melakukan ibadah seperti sholat lima waktu, berpuasa, dan berwudhu, sebagaimana
yang telah Allah perintahkan. Misalnya, sholat tepat waktu adalah hal yang
penting. Dia tidak membiarkan urusan dunia menghalanginya dalam menunaikan
sholat. Setiap dia sholat, dia melakukannya dengan rendah hati, suka-cita dan
bersemangat, berharap bahwa hal itu akan membawanya semakin dekat kepada Allah.
Namun demikian, orang yang tidak mendekatkan
diri kepada Allah dengan semangat yang benar, melainkan untuk pamer atau takut
akan pendapat orang lain, tidak dapat merasakan kenikmatan dalam beribadah
kepada Allah. Saat mereka melakukan sholat, mereka tidak tahu bahwa itu dapat
mendekatkan dirinya kepada Allah. Pikiran mereka terlalu tenggelam dalam urusan
sehari-hari sehingga sulit untuk dapat mengingat Allah dan memuji-Nya. Dalam Al
Qur'an, Allah memperingatkan orang-orang yang lalai dalam sholatnya:
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang
sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari sholatnya, orang-orang yang berbuat
riya. (QS Al Ma’un, 107:6)
Ini berarti, mereka menunda sholat dari waktu
yang telah ditentukan dan bahkan tidak melaksanakannya sama sekali. Sekalipun
demikian, meski Surat tersebut tidak merujuk pada hal itu, orang yang cerdas
akan melihat peringatan akan kelalaian dalam sholat.
Orang yang lalai keliru ketika berpikir bahwa
mereka melakukan sesuatu untuk Allah tanpa takut kepada-Nya, memikirkan-Nya dan
tanpa merasakan kehadiran atau kedekatan-Nya. Perilaku yang akan membawa
seseorang lebih dekat kepada Allah meliputi keiklasan dalam mendirikan sholat,
takut kepada Allah dan kepatuhan serta merendahkan-diri di hadapan-Nya.
Sebagian orang memiliki
pandangan yang sangat sempit tentang sholat, menganggap bahwa cukuplah mematuhi
beberapa perintah Allah saja dalam sehari. Padahal, menurut Al Qur'an, ibadah
tidak hanya terbatas pada perintah agama seperti sholat, berpuasa, haji, dan
bersedekah.
Ibadah berarti melayani. Jadi, ibadah
meliputi tingkah laku seseorang dan pikirannya serta segala hal yang dilakukan
dan diucapkan sebagai hamba Allah. Sepenting apa pun sebuah kewajiban sholat
sebagai sebuah amal ibadah pribadi, begitu pula halnya mengalahkan kemarahan,
menggunakan tutur kata yang sopan, melakukan kebaikan dan melarang kejahatan,
memberikan kepercayaan kepada muslim yang lain dan tidak bersikap menang
sendiri; semua ini juga termasuk perbuatan ibadah. (Untuk lebih lengkapnya
bacalah karya Harun Yahya Commonly
Disregarded Rulings of the Qur'an (dalam Bahasa Indonesia berarti, Aturan Al Qur’an yang Sering Diabaikan).
Karena itu, perilaku baik termasuk hal yang harus dilaksanakan dan diterapkan
dengan cara yang sama dalam hal semangat dan kekhusyukan dengan amal ibadah.
Tentu, sejalan dengan itu, seorang Muslim harus mengetahui berbagai hubungan
muamalah di dunia, seperti jual-beli, sewa-menyewa, pernikahan, dan perceraian
yang dapat diterima, serta cara yang benar untuk melakukan hal-hal tersebut.
Singkatnya, orang beriman menunjukkan kepedulian yang sangat besar di setiap
saat dalam hidupnya pada perintah Allah dalam Al Qur'an serta terhadap
perintah, larangan, dan tuntunan Rasulullah SAW.
Salah satu amal ibadah
yang paling penting yang dapat dilaksanakan oleh orang beriman sepanjang hari adalah
berdakwah, yaitu mengajak manusia mengikuti jalan yang benar, menyampaikan
kebaikan kepada mereka, dan memperingatkan mereka akan kejahatan, serta
mengajak mereka untuk meningkatkan pengetahuan mereka mengenai Islam, Iman, dan
Ihsan serta membaca Al Qur'an. Ibadah ini merupakan bagian penting dalam
kegiatan mereka sehari-hari. Orang beriman bertanggung jawab setiap saat
sebagai wakil Allah di antara makhluk-Nya dan menyerukan agama Allah melalui
perkataannya, perilakunya, dan keberadaan dirinya sendiri. Tanggung jawab ini
tidak semata-mata terbatas pada kegiatan ibadah. Orang beriman akan berusaha
menjadi teladan bagi orang di sekitarnya dengan bertindak dengan cara sebaik
mungkin. Allah berfirman mengenai hal ini dalam Al Qur'an:
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan
perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain.
Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar,
mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana (QS At Taubah, 9:71).
Orang
beriman bersemangat untuk melakukan semua yang bisa dia lakukan untuk mengajak
orang lain kepada Allah dan kepada jalan-Nya. Dia akan menyampaikan kepada
mereka mengenai Allah, Keesaan-Nya, dan sifat-sifat-Nya, tujuan penciptaan
mereka, perilaku, dan perbuatan baik serta bentuk kehidupan yang disukai oleh
Allah. Mereka juga menyampaikan kebaikan, kejahatan, kebenaran, dan kekeliruan
yang difirmankan dalam Al Qur'an, Hari pembalasan, Neraka dan Surga, dan
pembahasan lain semacam itu. Dia akan menyampaikan kepada mereka mengenai Nabi
Muhammad SAW dengan cara sedemikian rupa sehingga membuat mereka tertarik
kepadanya, untuk mengikuti dan meneladaninya.
Perbincangan antar-orang beriman benar-benar
menjadi peringatan bersama. Mereka saling mengajak untuk mematuhi perintah
Allah dan hidup berdasarkan Sunnah Rasul-Nya SAW dan untuk menjalani hidup
sesuai dengan nilai-nilai Islam. Singkatnya, jalan yang lazim ditempuh oleh
orang beriman adalah saling mengingatkan dan memberi peringatan.
Orang beriman
menggunakan cara lisan maupun tulisan sebagai peringatan, dan mereka dapat
memanfaatkan sarana komunikasi massa yang sangat maju saat ini. Dalam memanggil
orang kepada ajaran Al Qur'an, mereka dapat memanfaatkan televisi, radio, buku,
majalah, surat kabar, internet, atau media lainnya.
Sama pentingnya dengan dakwah harian kepada
Islam oleh orang beriman yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an, ada waktu
yang mereka sediakan untuk mempersiapkan dakwah tersebut. Dalam Al Qur'an,
Allah menunjukkan bahwa orang yang ingin melaksanakan perjuangan pemikiran di
jalan-Nya, pertama-tama harus melakukan persiapan untuk itu. Untuk itu,
sangatlah penting agar seseorang mempersiapkan diri dengan berbagai cara untuk
pekerjaan ini. Allah berfirman: “Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka
menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu.” (QS At Taubah, 9:46)
Untuk menyampaikan pesan Allah, salah satu
hal yang harus dilakukan oleh orang beriman yang memenuhi syarat untuk
berdakwah adalah mengembangkan dirinya sendiri dan mempelajari berbagai macam
pengetahuan yang berguna untuk dapat menyampaikan agama Allah. Yaitu, dia harus
mendidik dirinya sendiri, baik dalam hal agama maupun kecerdasan. Dia harus
melakukan segala usaha untuk berbicara dan menulis dengan tepat, langsung pada
pokok masalah dan tepat sasaran, mampu meyakinkan orang lain, tepat guna, dan
memuaskan pendengarnya dengan kearifan yang dipelajarinya dari agama Allah.
Syarat utamanya adalah orang beriman mempelajari agama Islam, makna ayat-ayat
Al Qur'an, dan memahami perbuatan dan perkataan Nabi kita Muhammad SAW. Jadi,
semua persiapan dan usaha ini mendapat tempat istimewa dalam kehidupan
sehari-hari orang beriman yang mampu dan berhak untuk menyeru kepada Allah dan
Rasul-Nya.
Berangkat
Tidur di Malam Hari
Bagi semua orang yang
berpikir, ada banyak hal untuk direnungkan dalam penciptaan malam. Allah
mengemukakan ini kepada manusia dalam ayat Al Qur'an berikut: “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang
besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka
dengan serta-merta mereka berada dalam kegelapan” (QS Ya Sin, 36:37). Salah
satu hal penting dalam penciptaan itu tersimpan dalam hilangnya cahaya secara
perlahan-lahan dan semakin gelapnya langit. Karena peralihan yang lambat ini,
makhluk hidup dengan mudah menjadi terbiasa dengan perbedaan cahaya dan suhu
antara siang dan malam dan tidak menghadapi bahaya karena perbedaan tersebut.
Allah, dengan ilmu dan kekuasaan-Nya Yang Mahatinggi, memiliki belas kasih
kepada hamba-Nya dan semua makhluk hidup, dan dia memberikan nikmat tersebut
kepada semua orang. Namun sebagian besar manusia tidak memikirkannya walau
hanya sekali saja dalam kehidupan mereka.
Ketika seseorang yang
menjalani hidup menurut nilai-nilai Al Qur'an memikirkan hal ini, dia melihat
bukti lain dari apa yang difirmankan Allah dalam ayat ke-92 Surat Yusuf: “… dan Dia adalah Maha Penyayang di antara
para penyayang." Tidak ada keraguan bahwa bergantinya siang dan malam
merupakan salah satu dari nikmat yang tidak terhitung jumlahnya yang diciptakan
Allah untuk manusia. Supaya dapat memahami ini dengan lebih baik, Allah
mengajak kita memperhatikan akan hal ini di dalam Al Qur'an:
Katakanlah, "Terangkanlah kepadaku, jika
Allah menjadikan untukmu malam terus-menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan
selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka apakah kamu
tidak mendengar?" Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, jika Allah
menjadikan untukmu siang terus-menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan
selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu agar kamu beristirahat
padanya? Maka apakah kamu tidak memperhatikan?" (QS Al Qashash, 28:71-72)
Allah menciptakan keadaan, keseimbangan, dan
sistem yang diperlukan untuk siang dan malam. Hanya Allah yang mampu menolong
jika salah satu dari semua hal ini tidak ada. Apabila Allah menghendaki, dia
dapat menciptakan siang terus-menerus atau malam terus-menerus. Akan tetapi,
makhluk hidup tidak mampu bertahan hidup dalam keadaan semacam itu. Jika
keadaan semacam itu terjadi, kehidupan di bumi akan berakhir. Tidak ada
keraguan bahwa Allah menciptakan siang dan malam dalam keteraturan yang
sempurna, yang menyediakan lingkungan tempat makhluk hidup mampu bertahan. Ini
adalah tanda kasih sayang dan belas kasihan-Nya. Dalam ayat yang mengikuti ayat
sebelumnya, Allah berfirman sebagai berikut:
Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu
malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu
mencari sebagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur
kepada-Nya. (QS Al Qasas, 28:73)
Orang yang merenungkan
alasan di balik bergantinya siang dan malam hanyalah orang yang menggunakan
akal pikiran untuk memikirkan penciptaan tersebut, dan mereka yang takut kepada
Allah, yaitu, yang menjalani hidup sesuai dengan Al Qur'an. Allah menerangkan
ini dalam beberapa ayat:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal (QS Ali ‘Imran, 3:190)
Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang
itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa. (QS
Yunus, 10:6)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa
apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa
air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia
sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan
dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS Al Baqarah, 2:164)
Allah menciptakan
metabolisme manusia yang membutuhkan istirahat di malam hari. Dia menerangkan
hal ini dalam ayat-ayat berikut:
Dialah yang menjadikan malam bagimu supaya
kamu beristirahat padanya dan (menjadikan) siang terang-benderang (supaya kamu
mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar (QS Yunus,
10:67).
Allah-lah yang menjadikan malam untukmu
supaya kamu beristirahat padanya; dan menjadikan siang terang-benderang.
Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia yang dilimpahkan atas manusia,
akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur (QS Al Mukmin, 40:61).
Selain sebagai waktu
beristirahat, malam memiliki sifat lain yang sangat istimewa. Salah satu alasan
diciptakannya malam adalah karena waktu yang penuh kedamaian dan ketenangan di
seluruh penjuru dunia ini sangat bernilai untuk kegiatan ibadah tertentu.
Dibandingkan dengan siang hari, malam hari lebih memberikan kemudahan untuk
berpikir, membaca, dan berdoa. Allah menerangkan ini di dalam Al Qur'an:
Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah
lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.
Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).
Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (QS
Al Muzzammil, 73:8)
Adalah lebih mudah bagi
kita untuk memusatkan pikiran di malam hari untuk memikirkan keajaiban ciptaan
Allah, membaca Al Qur'an dan berdoa. Orang beriman yang menyadari hal ini tidak
akan menghabiskan seluruh malam hanya dengan tidur atau beristirahat. Diam-diam
dia akan menghadap Allah untuk menyampaikan kebutuhannya dan memohon
pengampunan atas segala kekeliruan dan kesalahannya. Dia akan menilai hari yang
telah berlalu, meninjau ulang kekeliruan yang telah dibuatnya, menyesali
kesalahannnya, dan memohon ampun. Dia akan menjalani waktunya di jalan yang
disukai Allah, mengingat-Nya, dan mencoba untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Dia akan memikirkan banyak hal seperti keberadaan Allah dan kemuliaan-Nya, Al
Qur'an, rancangan alam semesta yang luar biasa, makhluk hidup di bumi dengan
sistem yang tanpa cacat, nikmat yang terus-menerus diciptakan Allah, Surga,
Neraka, dan keabadian. Perilaku orang beriman yang mengabdikan sebagian malam
untuk beribadah dipuji oleh Allah dalam beberapa ayat Al Qur'an:
(Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang
itu ialah)… orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk
Tuhan mereka. (QS Al Furqan, 25:64)
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan
mereka selalu berdo'a kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap. (QS As
Sajdah, 32:16)
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih
beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan
berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakal-lah
yang dapat menerima pelajaran. (QS Az Zumar, 39:9)
Dengan jalan ini, orang
beriman melaksanakan Sunnah Nabi kita SAW yang menghabiskan sebagian waktu
setiap malam dengan berdoa, renungan, dan dengan ibadah. Hal ini disebutkan
dalam satu ayat:
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya
kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam
atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama
kamu… (QS Al Muzzammil, 73:20)
Sebuah hadis telah
disampaikan kepada kita, bahwa Nabi kita SAW berdoa agar Allah memberinya watak
dan perbuatan yang baik. Diriwayatkan bahwa beliau berdoa sebagai berikut:
“ Ya Allah, jadikanlah
jalan dan perbuatanku menjadi baik. Ya Allah, selamatkanlah aku dari sifat dan
perbuatan yang buruk.” (Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin)
Tidak boleh dilupakan
bahwa, seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, tidur adalah layaknya
kematian. Bila Allah menghendaki, seseorang tidak akan bangun lagi. Dengan
alasan ini, menit terakhir sebelum tidur bisa jadi merupakan kesempatan
terakhir bagi seseorang untuk memohon ampun. Allah menerangkan ini dalam Al
Qur'an:
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya
dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahan
jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan jiwa yang
lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir. (QS Az Zumar, 39:42)
Orang beriman yang hidup
sesuai dengan ajaran Al Qur'an mengetahui nilai dari kesempatan yang diberikan
oleh Allah kepadanya ini (mungkin yang terakhir baginya) sebelum tidur. Dia
menyimpannya dalam ingatan dan dengan ikhlas mendekatkan diri kepada Allah; dia
memohon ampun atas tindakannya yang salah, memohon pertolongan Allah dalam
segala hal, dan berdoa hanya kepada-Nya dalam larutnya malam.
BAB 2
POLA PIKIR QUR'ANI SEORANG BERIMAN
Sikap
terhadap Keluarga dan Teman
Orang beriman bersyukur
kepada Allah di saat dia memikirkan penciptaan orang tuanya yang telah
menghabiskan begitu banyak waktu dan jerih payah untuk menjaganya selama bertahun-tahun
semenjak dia pertama kali membuka matanya di dunia ini. Orang yang hidup sesuai
dengan ajaran Al Qur'an akan senantiasa berusaha untuk menyadari bahwa Allah
menciptakan orang tuanya dan memberikan mereka kasih sayang dan belas kasih-Nya
dan menganugerahi mereka dengan cinta kepada anak mereka. Allah menciptakan
ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak yang mereka besarkan dari masa
kecil, dari tanpa daya sampai mereka mandiri di saat dewasa. Dalam ikatan kasih
sayang ini, orang tua tak pernah lelah dalam kebahagiaan merawat anak mereka
dan melihat mereka tumbuh dewasa. Allah menekankan pentingnya keluarga dalam
kehidupan manusia:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada kedua ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS
Luqman, 31:14)
Katakanlah, "Mari kubacakan apa yang
diharamkan atasmu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu
dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa. (QS Al An’am, 6:151)
Kami perintahkan kepada manusia supaya
berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya, (QS Al Ahqaf, 46:15)
Jadi, berdasarkan
ayat-ayat tersebut, orang beriman akan menunjukkan perhatian kepada orang
tuanya dan memperlakukan mereka dengan rasa hormat, menanamkan kasih sayang
bagi mereka, memperlakukan mereka dengan baik, dan berusaha menyenangkan hati
mereka dengan ucapan yang baik dan bijaksana. Sekali lagi dalam Al Qur'an,
Allah menunjukkan kepada kita bagaimana caranya bersikap peka terhadap orang
tua kita:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS Al
Israa’, 17:23)
Di dalam ayat ini, Allah menunjukkan kepada
kita ukuran belas kasihan yang harus ditunjukkan kepada orang tua. Dengan
kata-kata “janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”, Allah
telah melarang orang beriman dari melakukan perbuatan tidak hormat yang paling
kecil sekalipun, atau mengabaikan mereka. Untuk itu, orang beriman senantiasa
berbuat dengan penuh perhatian terhadap orang tua mereka dan dengan rasa hormat
dan tenggang rasa yang sangat besar.
Mereka akan melakukan apa saja yang mungkin
untuk membuat orang tua mereka nyaman dan tidak akan berusaha mengurangi rasa
hormat dan perhatian. Mereka akan terus ingat akan kesulitan dan kegelisahan di
hari tua dan akan melakukan setiap usaha untuk memberikan semua kebutuhan
mereka, bahkan sebelum mereka mengutarakannya dengan pengertian yang penuh
kasih sayang. Mereka akan melakukan apa saja yang mereka mampu untuk memastikan
bahwa orang tua mereka merasa nyaman dan tidak kekurangan, baik secara rohani maupun
jasmani. Dan, tidak peduli apa pun yang terjadi, mereka tidak akan berhenti
memperlakukan mereka dengan rasa hormat yang mendalam.
Ada keadaan lain yang
mungkin dihadapi oleh orang beriman dalam hubungan mereka dengan orang tua.
Orang yang beriman mungkin memiliki orang tua yang memilih jalan kafir. Dalam
kasus seperti perbedaan iman, orang beriman akan mengajak mereka dengan sikap
yang sama sopan dan hormatnya untuk mengikuti jalan yang benar. Perkataan
Ibrahim AS kepada ayahnya yang menyembah berhala, menunjukkan kepada kita
pendekatan seperti apa yang harus kita tempuh dalam keadaan semacam itu:
Wahai Bapakku, sesungguhnya telah datang
kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah
aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku,
janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan
Yang Maha Pemurah. (QS Maryam, 19:43-44)
Kembali, ketika sebagian orang melihat orang
tua mereka semakin menua dan kehilangan kekuatan, mereka berpaling di saat
orang tuanya membutuhkan pertolongan dan perhatian. Tidak sulit melihat
tersebar luasnya sikap semacam itu saat ini. Kita seringkali bertemu orang tua,
yang berada dalam keadaan yang sangat buruk secara jasmani dan rohani,
ditinggalkan berdiam di rumah mereka sendirian. Bila kita memikirkan keadaan
ini kita akan melihat bahwa akar dari persoalan ini terdapat pada tidak
dijalaninya hidup sesuai ajaran Al Qur'an.
Seseorang yang menerima Al Qur'an sebagai
tuntunannya, bertindak terhadap orang tuanya, anggota keluarganya yang lain,
dan setiap orang yang ada di sekitarnya dengan kasih sayang dan belas kasih.
Dia akan mengajak kerabat, teman, dan kenalannya yang lain untuk hidup sesuai
dengan ajaran Al Qur'an, karena Allah memerintahkan orang beriman untuk mulai
mendakwahkan Islam kepada orang yang dekat dengan mereka.
Dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat. (QS As Syu’ara’, 26:214)
Selalu ada kebahagiaan dan keceriaan di dalam
sebuah keluarga yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an, sebagaimana
diwujudkan di dalam Sunnah Rasulullah SAW. Keadaan seperti teriakan,
percekcokan, dan sikap tidak hormat yang kita lihat dalam keluarga yang
terpecah saat ini tidak mungkin pernah terjadi dalam masyarakat orang-orang
beriman. Dalam masyarakat seperti itu, setiap orang merasa sangat bahagia
bersama keluarganya. Anak memperlakukan orang tua mereka dengan hormat dan
mencintai mereka sepenuh hati. Keluarga memandang anak sebagai amanat dari
Allah dan menjaga mereka. Ketika kita mengucapkan kata “keluarga”, kehangatan,
cinta, rasa aman, dan saling menolong muncul dalam benak kita. Namun adalah
bermanfaat untuk kembali menyorot, bahwa keadaan yang istimewa ini hanya dapat
diraih melalui menjalani hidup dengan penuh iman dan sepenuhnya dalam Islam
serta melalui takut dan cinta kepada Allah.
Sikap
terhadap Nikmat
Orang beriman yang mengesampingkan pandangan
kebiasaan mereka dan mengamati lingkungan mereka akan mengerti bahwa, semua
yang dia lihat adalah nikmat dari Allah. Mereka akan mengerti bahwa
semuanya—mata, telinga, tubuh, semua makanan yang mereka makan, udara bersih
yang mereka hirup, rumah, benda dan harta, apa yang mereka miliki dan bahkan
makhluk hidup renik dan bintang-bintang—dijadikan untuk kepentingan mereka. Dan
semua nikmat ini terlalu banyak jumlahnya untuk dihitung. Sebagaimana firman
Allah dalam ayat berikut, bahkan tidak mungkin untuk mengelompokkan dan
menghitung semua nikmat ini:
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah,
niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS An Nahl, 16:18)
Orang beriman diperkenankan menggunakan semua
nikmat yang diberikan kepadanya di dunia ini, namun dia tidak akan tertipu oleh
itu semua sehingga lupa dan hidup tanpa memikirkan Allah, kehidupan setelah
mati, atau ajaran Al Qur'an. Tidak peduli berapa pun banyaknya harta yang dia
miliki, kekayaan, uang atau kekuasaan dan sebagainya, itu semua tidak akan
meyebabkannya menjadi terperosok atau sombong. Singkatnya, itu semua tidak akan
menjerumuskannya untuk meninggalkan ajaran Al Qur'an. Dia sadar bahwa semua ini
adalah nikmat dari Allah dan jika Dia menghendaki, Dia dapat mengambilnya
kembali. Dia selalu sadar bahwa nikmat di dunia ini hanya sementara dan
terbatas. Semuanya adalah ujian untuknya, dan semua itu hanyalah bayangan dari
nikmat yang sesungguhnya di dalam Surga.
Bagi seseorang yang hidup sesuai dengan
ajaran Al Qur'an, nikmat di dunia ini seperti harta benda, hak milik, dan
jabatan hanyalah sarana untuk mendekatkan diri dan bersyukur kepada Allah. Oleh
karena itu, tidaklah pernah menjadi tujuannya untuk memiliki nikmat di dunia
ini, yang dia tahu hanya akan dia nikmati untuk waktu yang sesaat. Misalnya,
salah satu nikmat paling tahan lama yang dapat digunakan manusia sepanjang
hidupnya adalah rumah. Namun rumah hanya bermanfaat bagi seseorang untuk waktu
dua puluh tahun atau paling lama sepanjang hidupnya. Ketika hidupnya di dunia
berakhir, dia akan pergi jauh meninggalkan rumah yang dicintainya, dihargainya,
dan telah dimilikinya dengan bekerja sangat keras sepanjang hidupnya. Tidak ada
keraguan bahwa kematian menandai perpisahan mutlak antara seseorang dengan
nikmat dunianya.
Orang beriman tahu bahwa Allah adalah pemilik
sesungguhnya dari nikmat yang diberikan kepadanya dan semua itu berasal hanya
dari-Nya. Orang beriman melakukan semua yang bisa dilakukannya untuk berterima
kasih kepada Allah Yang telah menciptakan nikmat ini dan untuk menunjukkan
penghargaan dan syukurnya. Sebagai balasan dari nikmat yang tak terhitung
jumlahnya dari Allah, dia akan senantiasa melakukan setiap usaha untuk
bersyukur melalui apa yang dia ucapkan dan kerjakan, untuk memikirkan nikmat
Allah dan mengingat semuanya dan untuk berdakwah tentang hal itu kepada orang
lain. Berikut ini adalah beberapa ayat yang berkaitan dengan hal itu:
Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan
karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu
sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu ? Dan Dia mendapatimu sebagai
seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai
seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Sebab itu, terhadap
anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang
minta-minta, janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka
hendaklah kamu siarkan. (QS Ad Duha, 93:5-11)
Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa
datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di
antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah olehmu sekalian di
waktu Allah menjadikanmu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah
lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu
(daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan. (QS Al A’raf, 7:69)
Sebagian orang, sebelum bersyukur menunggu
dulu turnunya nikmat tertentu atau selesainya masalah besar. Padahal, jika
mereka berpikir barang sejenak, mereka akan melihat bahwa setiap saat dalam
kehidupan seseorang penuh dengan nikmat. Secara berkesinambungan, pada setiap
saat, nikmat yang tidak terhitung jumlahnya diberikan kepada kita seperti
kehidupan, kesehatan, kecerdasan, kesadaran, pancaindera, dan udara yang kita
hirup. Sudah seharusnya kita bersyukur atas setiap nikmat tersebut, satu demi
satu. Orang yang lalai dalam mengingat Allah dan merenungkan bukti-bukti
penciptaan-Nya tidak menyadari nilai nikmat mereka di saat mereka memilikinya.
Mereka tidak bersyukur dan mereka hanya mengerti nilai nikmat-nikmat itu ketika
semua diambil dari mereka.
Namun orang beriman merenungkan betapa tidak
berdayanya mereka dan betapa besar kebutuhan mereka akan semua nikmat ini,
sehingga mereka senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat tersebut. Orang
beriman tidak hanya bersyukur kepada Allah atas kesejahteraan, kekayaan, dan
harta benda. Mereka mengetahui bahwa Allah adalah Pemilik dan Penguasa segala
hal. Mereka bersyukur kepada Allah atas kesehatan, penampilan yang cantik,
pengetahuan, kecerdasan mereka, atas kecintaan mereka akan iman dan kebencian
mereka kepada kekafiran, atas kenyataan bahwa mereka berada di jalan yang
benar, atas keterlibatan mereka bersama orang-orang beriman dengan sepenuhnya,
atas pengertian, pemahaman dan pandangan mereka, dan atas kekuatan fisik dan
rohani mereka. Mereka segera bersyukur kepada Allah saat mereka melihat
pemandangan indah atau saat mereka mengatur pekerjaan mereka dengan baik, saat
mereka menerima sesuatu yang mereka inginkan, mendengar ucapan yang baik,
menyaksikan perbuatan kasih sayang dan rasa hormat, dan segala macam nikmat
yang terlalu banyak untuk disebutkan. Mereka mengingat-Nya sebagai Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang.
Jika orang beriman menunjukkan dalam
perbuatan baiknya bahwa nikmat yang telah dia terima tidak akan membuatnya
rakus, sombong dan tinggi hati, Allah akan memberikan untuknya nikmat yang
lebih banyak lagi. Pernyataan Allah dalam Al Qur'an berbicara mengenai hal ini:
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih". (QS Ibrahim, 14:7)
Pada saat yang bersamaan, semua nikmat adalah
bagian dari ujian duniawi bagi manusia. Karena itu, orang-orang beriman, selain
bersyukur, juga menggunakan nikmat yang diberikan kepada mereka sebanyak
mungkin dalam melakukan pekerjaan yang baik. Mereka tidak mau menjadi kikir dan
menimbun kekayaan. Hal ini karena mengumpulkan dan menimbun harta adalah sifat
penghuni Neraka. Allah mengajak kita memperhatikan hal ini di dalam Al Qur'an:
Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka
itu adalah api yang bergolak, yang mengelupas kulit kepala, yang memanggil
orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama), serta mengumpulkan
(harta benda) lalu menyimpannya. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat
keluh-kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh-kesah, dan
apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. (QS Al Ma’arij, 70:15-21)
Sebagai jawaban atas pertanyaan mengenai apa
yang harus diinfakkan oleh manusia, Allah menganjurkan agar kita memberikan
“Yang lebih dari keperluan” (QS Al Baqarah, 2:219). Merupakan tuntutan ajaran
Al Qur'an agar orang beriman menggunakan sebagian pendapatan mereka di luar kebutuhan
mereka sendiri untuk pekerjaan baik yang dituntun oleh Allah. Batas minimal
secara hukum dari pemberian itu adalah kewajiban zakat, yang ditagih oleh
penguasa atau pemimpin masyarakat untuk dibagikan kepada orang miskin dan yang
membutuhkan dan orang lainnya sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam ayat
mengenai zakat. Memberikan lebih daripada itu bukanlah merupakan kewajiban,
namun sangat dianjurkan.
Ungkapan syukur orang beriman akan nikmat
mereka dengan menggunakan nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada
mereka pastilah demi meraih ridha-Nya. Orang beriman bertanggung jawab atas
penggunaan apa yang telah diberikan kepadanya dalam melakukan amal saleh yang
telah diperintahkan oleh Allah. Bersamaan dengan sarana materi yang telah Allah
berikan kepada mereka, orang beriman menggunakan raganya untuk mendapatkan
ridha Allah dan untuk bekerja di jalan-Nya. Dengan demikian ia berharap meraih
ridha dan ampunan Allah dan menggapai nikmat yang tiada akhir di Surga:
Sesungguhnya Allah telah membeli dari
orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk
mereka... (QS At Taubah, 9:111)
Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang
hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW melalui
pembayaran zakat dan tindakan memberi dengan ikhlas akan mengentaskan
kekerasan, perselisihan, pencurian, dan tindakan kriminal buruk lainnya yang
disebabkan oleh kemiskinan, kelaparan, kekurangan, dan persoalan lain semacam
itu. Dengan jalan ini dan kehendak Allah, kedamaian pikiran dan kesejahteraan
akan mencapai tingkatan tertinggi.
Sikap
terhadap Keindahan
Karena kesejahteraan, keindahan, dan
kecantikan adalah sifat dari Surga, tiruan hal tersebut di dunia akan
mengingatkan manusia akan Surga. Hal tersebut meningkatkan hasrat dan keinginan
besar orang beriman untuk meraihnya. Namun orang yang tidak beriman merasa
cukup dengan hal itu di dunia, dan tidak tertarik dengan kehidupan setelah
mati.
Segalanya—sungai yang mengalir tiada henti,
tempat-tempat berpemandangan indah, taman-taman dengan warna yang menakjubkan,
kecantikan manusia, perpaduan keindahan dan karya seni yang
menakjubkan—semuanya adalah nikmat dan kesenangan dari Allah untuk manusia.
Dalam tiap nikmat tersebut dalam kehidupan dunia ini terdapat petunjuk mengenai
ciptaan Allah. Orang beriman akan memandang semua keindahan di dunia ini
sebagai bayangan dari yang sejati (di Surga), dan sebagai contoh dan pengumuman
kabar gembira.
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada mereka
yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan
dalam surga-surga itu, mereka mengatakan, "Inilah yang pernah diberikan
kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka
di dalamnya ada isteri-isteri yang suci, dan mereka kekal di dalamnya. (QS Al
Baqarah, 2:25)
However much the
blessings in the afterlife resemble those in the world, they are superior to
earthly blessings in their reality and in being eternal. Allah has created a
perfect Garden endowed with numerous blessings. A person with the values taught
by the Qur'an will ponder the creation and excellence of the Garden in
everything he sees. When he looks at the sky, he will think of "a Garden
as wide as the heavens and the earth" (Surah Al 'Imran: 133); when he sees
beautiful houses, he will think of "lofty chambers in the Garden, with
rivers flowing under them", (Surat al-'Ankabut: 58); when he sees dazzling
jewels, he will think of the adornments of Garden "gold bracelets and
pearls" (Surah Fatir: 33); when he sees stylish and attractive clothing,
he will think of the clothing of the Garden made of "the finest silk and
rich brocade" (Surat al-Kahf: 31); when he tastes delicious food and
drink, he will think of the "rivers of water which will never spoil and
rivers of milk whose taste will never change and rivers of wine, delightful to
all who drink it, and rivers of honey of undiluted purity" (Surah
Muhammad: 15) in the Garden; when he sees attractive gardens, he will think of
the Garden "of deep viridian green" (Surat ar-Rahman: 64); when he
sees attractive furniture, he will think of the "sumptuous woven
couches" (Surat al-Waqi'a:15) in the Garden.
Sekalipun begitu, banyak nikmat pada
kehidupan di akhirat mempunyai kemiripan dengan yang ada di dunia. Nikmat
tersebut jauh lebih besar daripada nikmat di dunia dalam hal kesejatian dan
sifatnya yang kekal. Allah telah menciptakan Surga yang sempurna disertai
dengan nikmat yang sangat banyak. Dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Al
Qur'an, seseorang akan merenungkan penciptaan dan kehebatan Surga dalam segala
hal yang dia lihat di dunia. Ketika melihat ke langit, dia akan berpikir “surga
yang luasnya seluas langit dan bumi” (QS Ali ‘Imran, 3:133). Ketika dia melihat
rumah yang indah, dia akan memikirkan “tempat-tempat yang tinggi di dalam
syurga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya” (QS Al ‘Ankabut, 29:58).
Ketika dia melihat perhiasan yang berkilauan, dia akan memikirkan hiasan di
Surga ”gelang-gelang dari emas, dan mutiara” (QS Fatir, 35:33). Ketika dia
melihat pakaian yang indah dan menarik, dia akan memikirkan pakaian di Surga
yang terbuat dari “sutera halus dan sutera tebal” (QS Al Kahfi, 18:31). Ketika
dia merasakan makanan dan minuman yang lezat, dia akan memikirkan “sungai-sungai
dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang
tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi
peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring.” (QS Muhammad, 47:15) di
Surga. Ketika dia melihat taman yang menarik, dia akan memikirkan Surga
“(kelihatan) hijau tua warnanya” (QS Ar Rahman, 55:64). Ketika dia melihat
perlengkapan rumah yang menarik, dia akan memikirkan “dipan yang bertahta emas
dan permata” (QS Al Waqi’ah, 56:15) di Surga.
Alasan cara berpikir seperti ini adalah,
bahwa semua hal yang indah di dunia ini bagi orang beriman merupakan sumber
kebahagiaan yang sangat besar dan kesempatan untuk kebaikan, terlepas dari dia
memiliki nikmat tersebut atau tidak. Pada saat yang bersamaan, nikmat itu
merupakan sumber kebahagiaan penting yang akan meningkatkan kerinduan akan
Surga dan usaha untuk meraihnya.
Orang beriman yang hidup sesuai dengan ajaran
Al Qur'an tidak akan iri atau marah ketika melihat seseorang lebih kaya atau
lebih menarik daripadanya. Sebagai contoh, tidak seperti kebanyakan orang, dia
tidak akan menyesali bahwa dia tidak memiliki rumah yang indah, karena salah
satu tujuan dasar dari kehidupan orang beriman adalah untuk meraih yang tidak
sementara, melainkan keindahan yang abadi. Kampung halamannya yang sesungguhnya
adalah Surga. Allah mengajak kita untuk memperhatikan hal ini dalam Al Qur'an:
Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan
memberikan rahmat dari-Nya, ridha dan surga; mereka memperoleh di dalamnya kesenangan
yang kekal. (QS At Taubah, 9:21)
Orang yang menghindari ajaran Al Qur'an tidak
menghiraukan kenyataan bahwa kampung halaman mereka sesungguhnya adalah Surga,
sehingga mereka demikian bernafsu dan lekat dengan kesenangan yang tidak kekal
di dunia ini. Tujuan mendasar mereka adalah: menjadi pusat perhatian dan
kekaguman, dihormati dan dipentingkan karena kemampuan mereka, meningkatkan
kekayaan materi mereka dan menjalani hidup yang indah. Sepanjang hidup mereka,
mereka terus mengejar nilai-nilai dunia yang sifatnya sementara, tidak penting,
dan menipu. Melihat hal-hal baik yang tidak mereka miliki hanya akan
meningkatkan kedengkian, keserakahan, dan kesedihan mereka. Misalnya, mereka
tidak senang berada di rumah yang indah yang bukan milik mereka. Benak mereka
dipenuhi dengan pertanyaan semacam ini, “Mengapa aku tidak sekaya ini?” dan
“Mengapa aku tidak memiliki rumah indah seperti ini?” Bagi orang-orang ini,
hal-hal yang indah di dunia biasanya menjadi sumber kegelisahan, karena untuk
bisa menikmati kesenangan dari hal-hal yang indah, mereka berpikir bahwa mereka
harus memilikinya.
Sebaliknya, orang yang hidup sesuai ajaran Al
Qur'an mengetahui bagaimana menghargai hal yang indah, terlepas dari mereka
memilikinya atau tidak. Misalnya, seseorang yang memiliki kesadaran akan iman
mungkin (sebagai bagian ujian untuknya dari Allah di dunia ini) tidak akan
tinggal di lingkungan mewah, bahkan mungkin tidak pernah melihatnya sama
sekali. Tetapi dia menyadari bahwa ada alasan yang jelas akan keadaannya. Orang
beriman tahu bahwa dia tidak harus pergi ke tempat semacam itu untuk melihat
keindahan ciptaan Allah. Dengan pandangan dan pemahamannya yang istimewa ini,
orang beriman akan memperhatikan keindahan penciptaan Allah yang tiada tara di
setiap tempat dan setiap saat. Keindahan bintang di malam hari dan keindahan
tiada tara, warna dan rancangan setangkai mawar adalah dua contoh yang dapat
dilihat dan dikagumi setiap orang setiap hari.
Seperti yang sudah kita bahas, kerinduan yang
dirasakan oleh orang beriman akan Surga menyebabkan mereka mengubah lingkungan
mereka menjadi tempat yang mengingatkan mereka akan Surga. Tentu saja Surga
merupakan hasil pekerjaan seni yang jauh lebih besar daripada apa yang bisa
dibayangkan manusia, dengan pemandangan sempurna dan keindahan yang tidak dapat
dibayangkan oleh seorang pun di dunia ini. Namun seorang Muslim yang hidup
sesuai dengan ajaran Al Qur'an akan menggunakan semua yang dimilikinya untuk
memperindah lingkungan sekelilingnya. Kita mempelajari dari Al Qur'an bahwa
halaman istana Nabi Sulaiman diberi ubin kaca (QS An Naml, 27:44) dan rumahnya
dihiasi dengan ukiran dan patung-patung, perlengkapan dapur yang besar seperti
penampung air dan kuali masak yang dibuat sangat besar (QS Saba’, 34:13). Dalam
Al Qur'an, Allah juga berfirman bahwa keluarga Ibrahim AS diberikan sebuah
kerajaan yang luas (QS An Nisa’, 4:54)
Dengan jabatan yang tinggi, dan terkadang
kekayaan dan kekuasaan yang sangat besar yang telah diberikan kepada mereka,
para rasul Allah menggunakan semua nikmat mereka sebagaimana yang dituntun oleh
Allah dan sesuai dengan kehendak-Nya. Karena itu, Allah memuji mereka dalam Al
Qur'an. Orang beriman menjadikan semua nabi sebagai teladan dan
berusaha—sebagaimana yang dilakukan oleh para wali (orang yang dekat dengan Allah)—untuk
menggunakan nikmat yang datang kepada mereka untuk meraih ridha Allah.
Tanggapan
terhadap Kejadian yang Tampak Buruk
Berbagai macam kesulitan
dapat terjadi pada seseorang sepanjang hari. Namun apa pun kesulitan yang
mungkin dia jumpai, orang beriman menempatkan dirinya dalam genggaman Allah dan
berpikir, “Allah menguji kita dalam segala yang kita lakukan dan pikirkan di
kehidupan dunia ini. Ini merupakan kenyataan penting yang tidak boleh lepas
dari pandangan kita. Maka, ketika kita menghadapi kesulitan dalam apa pun yang
kita kerjakan, atau berpikir bahwa keadaan tidak berjalan dengan baik, kita
tidak boleh pernah lupa bahwa Allah menempatkan kesulitan di jalan kita dalam
rangka menguji tanggapan kita.”
Dalam Al Qur'an, Allah
berfirman bahwa setiap kesulitan yang ditemui seseorang berasal dari-Nya:
Katakanlah, "Sekali-kali tidak akan
menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dia-lah
Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus
bertawakal." (QS At Taubah, 9:51)
Semua yang kita jumpai dalam pengalaman kita
telah ditetapkan oleh Allah dan bermanfaat bagi orang beriman di dunia ini dan
di dunia yang akan datang. Hal ini jelas bagi setiap orang yang memperhatikan
dengan iman (Untuk lengkapnya, lihat Harun Yahya: Seeing Good in All (Melihat
Kebaikan dalam Segala Hal), Islamic
Book Service, 2003). Misalnya, ada
banyak manfaat di saat orang beriman kehilangan harta yang dia cintai. Dari
luar, hal ini tampak seperti kemalangan. Namun ini dapat menjadi sarana agar
seorang beriman dapat melihat kesalahannya, meningkatkan kewaspadaannya, dan
menyadari bahwa dia harus lebih berhati-hati di tempat-tempat tertentu. Manfaat
lain dari kemalangan semacam ini adalah mengingatkan seseorang bahwa dia tidak
memiliki apa pun; bahwa pemilik segala sesuatu adalah Allah.
Hal ini berlaku dalam setiap hal, besar atau
kecil, yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, sebagai akibat
kesalahpahaman atau kelalaian seseorang, pembayaran mungkin dilakukan secara
keliru. Pekerjaan yang telah dengan susah payah dilakukan selama berjam-jam
mungkin hilang dalam sekejap karena putusnya aliran listrik. Seorang pelajar
sakit dan tidak bisa mengikuti ujian masuk universitas, padahal dia telah
menghabiskan begitu banyak waktu untuk mempersiapkan dirinya. Dokumen tidak
pernah diselesaikan, sehingga menyebabkan penundaan. Seseorang yang memiliki
janji penting di suatu tempat mungkin ketinggalan bis atau pesawat… Semua itu
adalah macam peristiwa yang dapat terjadi dalam kehidupan seseorang dan itu
tampak seolah kemunduran yang sulit diselesaikan.
Namun terdapat banyak keindahan dalam
peristiwa-peristiwa ini dari sudut pandang orang yang beriman. Di atas itu
semua, orang beriman menyimpan di benaknya bahwa Allah menguji perbuatan dan
keteguhannya, bahwa dia akan mati dan adalah buang-buang waktu saja jika terus
berdiam diri dalam kesulitan tersebut, karena perhatiannya adalah pada
kehidupan setelah mati. Dia mengetahui bahwa ada benang merah dalam semua hal
yang terjadi. Dia tidak pernah kehilangan semangat. Dia berdoa agar Allah
membuat pekerjaannya menjadi mudah dan membuat segalanya berubah menjadi baik.
Dan kemudahan datang setelah kesulitan, dia bersyukur kepada Allah bahwa Dia
telah menerima dan mengabulkan doanya.
Seseorang yang memulai harinya dengan pikiran
semacam itu tidak akan mudah kehilangan harapan walau apa pun yang terjadi atau
menjadi khawatir, ketakutan, atau merasa putus asa. Jika dia lupa sesaat, dia
akan segera ingat lagi dan kembali kepada Allah. Dia tahu bahwa Allah menciptakan
semua ini untuk maksud yang baik dan bermanfaat. Dan dia tidak akan berpikir
demikian hanya jika sesuatu yang gawat akan segera menimpanya. Sebaliknya,
seperti yang telah kita bahas sebelumnya, dalam segala hal, baik besar maupun
kecil yang terjadi kepada dirinya dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, pikirkanlah seseorang yang tidak
membuat kemajuan seperti yang diinginkan dalam sebuah pekerjaan penting. Pada
menit terakhir, tepat di saat dia akan segera menyelesaikannya, dia menemui
sebuah masalah serius. Orang tersebut terbakar dalam kemarahan, menjadi gelisah
dan menderita dan melakukan tanggapan buruk lainnya. Sebaliknya, seseorang yang
percaya bahwa ada kebaikan dalam setiap hal, akan mencoba menemukan apa yang
ditunjukkan oleh Allah kepadanya melalui peristiwa ini. Dia mungkin berpikir
bahwa Allah mengajaknya memikirkan hal ini agar dia lebih berhati-hati dalam
masalah ini. Dia akan melakukan semua tindakan pencegahan yang dibutuhkan dan
dia akan bersyukur kepada Allah bahwa dia mungkin telah dihindarkan dari
kerusakan yang lebih besar melalui tindakan ini.
Apabila dia ketinggalan bis dalam
perjalanannya ke suatu tempat, dia akan berpikir bahwa dengan keterlambatan
atau tidak naik ke dalam bis tersebut, dia mungkin terhindar dari kecelakaan
atau malapetaka. Ini hanyalah beberapa contoh. Dia akan berpikir bahwa terdapat
banyak alasan tersembunyi semacam ini lainnya. Contoh-contoh ini dapat
berkali-kali ditemui dalam kehidupan sehari-hari seseorang. Tetapi hal yang
penting adalah: rencana seseorang mungkin tidak selalu terwujud sesuai dengan
yang dia inginkan. Dia mungkin menemukan dirinya dalam lingkungan yang
benar-benar berbeda dengan yang dia rencanakan. Namun hal itu justru bermanfaat
bagi orang yang menempatkan dirinya dalam genggaman Allah, sehingga dia mencoba
untuk menemukan tujuan Allah atas segala hal yang terjadi padanya. Dalam Al
Qur'an, Allah menerangkan sebagai berikut:
…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal
itu amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal itu
amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS Al
Baqarah, 2:216)
Seperti firman Allah, kita tidak tahu mana
yang bermanfaat atau berbahaya; tetapi Allah tahu. Kita harus bersahabat dan
berserah diri kepada Allah, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Dalam kehidupan dunia ini, manusia dapat
kehilangan semua yang dimilikinya dalam sekejap. Dia dapat kehilangan rumahnya
dalam kebakaran, modal yang ditanamnya dalam krisis ekonomi, atau benda
berharganya karena kecelakaan. Allah berfirman dalam Al Qur'an bahwa manusia
akan mengalami ujian semacam ini:
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (QS
Al Baqarah, 2:155)
Allah memberitahu manusia bahwa mereka akan
mengalami berbagai macam ujian dan mereka akan menerima balasan atas kesabaran
mereka dalam keadaan sulit. Misalnya, seseorang kehilangan sesuatu yang dia
miliki dan tidak dapat menemukannya. Kesabaran yang digambarkan oleh Allah
dalam Al Qur'an adalah ketika seseorang menempatkan dirinya sepenuhnya dalam
kuasa Allah dan berserah diri kepada kehendak-Nya, semenjak dia mengetahui
bahwa harta bendanya, besar ataupun kecil, telah hilang. Dia tidak tergelincir
dari kenyataan bahwa Allah telah menciptakan segalanya dan dia tidak membiarkan
sikap dan tingkah lakunya menjadi kehilangan keseimbangan.
Seseorang mungkin menderita kehilangan yang
bahkan lebih buruk lagi dalam satu hari. Misalnya jika seseorang kehilangan
sumber nafkah tempat dia menghabiskan sebagian besar harinya untuk memenuhi
kebutuhannya. Kehilangan seperti ini sangat serius bagi orang yang percaya
bahwa masa depannya bergantung pada hal itu. Banyak orang yang dibesarkan dari
masa kecil mereka dengan gagasan untuk meraih pekerjaan yang baik. Mereka
menghabiskan setiap saat dalam hidup mereka menginginkan pekerjaan yang lebih
baik atau kemajuan dan peningkatan jabatan dalam pekerjaan yang mereka miliki.
Maka, jika mereka kehilangan pekerjaan mereka, hari-hari mereka akan dipenuhi
dengan kemurungan dan kegelisahan, dan hidup mereka, seperti kata pepatah,
sudah berada di bawah roda kehidupan.
Di lain pihak, orang beriman tahu bahwa
adalah Allah-lah Yang memberinya keperluan sehari-harinya dan bahwa sumber
nafkahnya adalah untuk tujuan ini semata-mata. Dengan kata lain, bagi orang
beriman, nikmat yang Allah telah berikan kepadanya hanyalah sebuah sarana.
Untuk itu, bila orang beriman kehilangan sumber nafkahnya, dia akan menerima kenyataan
itu dengan kesabaran dan berserah diri. Dalam keadaan semacam itu, dia akan
bersabar dan berdoa dan menempatkan dirinya dalam kuasa Allah. Dia tidak pernah
lupa bahwa Allah memberikan keperluan sehari-harinya dan Dia dapat mencabutnya
kapan saja Dia kehendaki.
Seseorang yang menjadikan Al Qur'an sebagai
pedoman akan segera mengendalikan pikiran dan tindakannya jika dia kehilangan
sumber nafkah, menderita kesakitan, tidak mampu belajar di sekolah pilihannya,
atau keadaan serupa itu. Dia akan memikirkan apakah tingkah lakunya membuat
Allah ridha dan pikiran sebagai berikut mungkin ada di dalam benaknya:
- Apakah
saya telah cukup bersyukur atas benda, harta, dan kekayaan yang telah hilang?
- Apakah
saya bersikap buruk dan tidak berterima kasih atas nikmat yang telah diberikan?
- Apakah
saya lupa akan Allah dan kehidupan setelah mati, terlalu lekat dengan harta
benda dan kekayaan saya?
- Apakah
saya tinggi hati dan sombong karena kekayaan saya dan apakah saya menjauhkan
diri dari jalan Allah dan ajaran Al Qur'an?
- Apakah
saya berusaha agar dikagumi oleh orang lain, bukannya mencari ridha Allah, atau
mencari jalan untuk memuaskan harapan dan keinginan saya sendiri?
Orang yang beriman akan memberikan jawaban
yang jujur dan ikhlas atas semua pertanyaan itu. Berdasarkan jawaban tersebut,
dia akan mencoba memperbaiki tingkah laku yang tidak disenangi Allah dan berdoa
agar Allah menolongnya untuk melakukan itu. Dia akan mendekatkan diri kepada
Allah dengan segala keikhlasan. Dia akan berlindung kepada Allah dari segala kesalahan
yang pernah dia perbuat, dari kelalaian dan kecerobohan. Dalam Al Qur'an, Allah
menjelaskan cara orang yang beriman dalam berdoa:
"…Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum
kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan
kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang
sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak
sanggup kami pikul. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami.
Engkaulah Penolong kami..." (QS Al Baqarah, 2:286)
Pada saat sedang diuji, seseorang mungkin
menderita banyak kehilangan secara beruntun. Namun orang yang kuat imannya
mengetahui bahwa ada alasan dari apa yang dideritanya. Salah satu hal
terpenting dari alasan itu adalah latihan rohani yang datang bersamaan dengan
kesulitan:
…Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas
kesedihan, supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput darimu dan
terhadap apa yang menimpamu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS
Ali ‘Imran, 3:153)
Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi
dan (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab
(Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan
berduka cita terhadap apa yang luput darimu, dan supaya kamu jangan terlalu
gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Al Hadid, 57:22-23)
Bagi orang beriman, keadaan sulit yang datang
berturut-turut sepanjang hari itu adalah sarana baginya untuk ingat bahwa dia
sedang dalam suatu tempat ujian untuk menjadi lebih dekat kepada Allah, untuk
dewasa, dan untuk memeluk ajaran Al Qur'an. Dia sadar bahwa Allah sedang
melatihnya dengan jalan ini dan mempersiapkannya untuk nikmat tiada akhir di
kehidupan yang akan datang.
Sikap terhadap Penyakit
Seseorang yang sadar akan imannya akan
bersabar dan menempatkan dirinya dalam kehendak Allah kapan pun dia sakit,
karena dia menyadari bahwa penyakitnya adalah ujian dari Allah, seperti
sadarnya dia bahwa kesehatannya adalah ujian dari Allah. Dia menyadari bahwa
cobaan dan kesakitan adalah ujian dari Allah seperti halnya kesejahteraan,
kemakmuran, dan kemudahan. Dan memang, kemudahan justru merupakan cobaan yang
lebih serius dan sulit. Karena itu, bagaimanapun kesulitan yang dihadapinya,
dia akan sabar dan terus berdoa dalam keikhlasan kepada Allah. Dia tahu bahwa
adalah Allah Yang menciptakan penyakit dan dengan demikian adalah Allah Yang
akan memberikan kesembuhan. Dalam Al Qur'an, Allah memuji kesabaran orang
beriman selama sakit dan menempatkannya dalam sifat “pengabdian yang
sebenarnya”
…akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi
dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan sholat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa. (QS Al Baqarah, 2:177)
Di samping bersabar, orang beriman juga
menjalani perawatan yang diperlukan untuk membuatnya pulih kembali. Dia tidak
akan membesar-besarkan apa yang dialaminya atau bersifat kekanak-kanakan untuk
menarik perhatian orang di sekelilingnya. Dia akan secara sadar menjalani
perawatan dan meminum obat yang disarankan untuk penyakitnya. Perilaku ini
sesungguhnya menjadi doa kepada Allah. Pada saat yang bersamaan dan sebagai
hasil dari hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an, dia berdoa terus-menerus agar
Allah akan menolong dan menyembuhkannya. Dalam Al Qur'an, Allah menjadikan
Ayyub AS sebagai contoh atas sikap iman ini:
Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru
Tuhannya, "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan
Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang". (QS Al
Anbiya’, 21:83)
Harus dikatakan bahwa semua obat yang diminum
adalah sarana menuju kesembuhan. Jika Allah menghendaki, Dia akan menjadikan
perawatan tersebut sebagai sarana penyembuhan. Adalah Allah Yang menciptakan
sarana kesehatan yang digunakan dalam pengobatan—mikroorganisme, binatang, dan
bahan tumbuhan—yang digunakan dalam campuran obat-obatan. Singkatnya, hanya
Allah Yang menciptakan kesembuhan. Dalam Al Qur'an, Allah mengajak kita
memperhatikan hal ini melalui apa yang dikatakan oleh Ibrahim AS:
“… dan apabila aku sakit, Dialah Yang
menyembuhkan aku” (QS Ash Syu’ara’, 26:80)
Akan tetapi, anggota masyarakat kafir akan
segera menentang Allah di saat mereka jatuh sakit. Mereka berperilaku
berlawanan dengan kenyataan ayat tersebut saat mereka berkata, “Mengapa hal
seperti ini terjadi padaku?” Orang yang berpikir dengan cara ini, tidak mungkin
dapat menempatkan dirinya dalam kehendak Allah selama sakit atau menganggapnya
sebagai sebuah manfaat.
Sebaliknya, orang yang beriman merenungkan
alasan penyakit mereka dan menganggap itu sebagai sebuah kesempatan yang baik
untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sekali lagi mereka menjadi mengerti akan
besarnya nikmat kesehatan dan betapa tidak berdayanya manusia. Bahkan penyakit
yang biasa seperti flu dapat membaringkan orang di atas tempat tidur. Dalam
keadaan ini, bagaimanapun berkuasanya, terhormatnya, atau kayanya seseorang,
tidak akan berdaya dan harus beristirahat dan meminum obat. Dalam keadaan ini,
kita menyadari betapa kita sangat membutuhkan Allah, dan penyakit adalah sarana
bagi kita untuk mengingat nama Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Dan bagi
orang beriman, setiap penyakit adalah peringatan bahwa dunia adalah sementara
dan kematian dan akhirat adalah sangat dekat.