Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا
اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ
الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ
مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ
بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا
اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا
عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
فَإِنْ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ،
وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ
الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Hadirin jamaah JUMAT yang berbahagia!
Pada kesempatan JUMAT ini, marilah kita merenungkan salah
satu firman Allah dalam surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan
sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa salah satu
konsekuensi pernyataan iman kita, adalah kita harus siap menghadapi ujian yang
diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana
kebenaran dan kesungguhan kita dalam menyatakan iman, apakah iman kita itu
betul-betul bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar
ikut-ikutan serta tidak tahu arah dan tujuan, atau pernyataan iman kita
didorong oleh kepentingan sesaat, ingin mendapatkan kemenangan dan tidak mau
menghadapi kesulitan seperti yang digambarkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam
surat Al-Ankabut ayat 10:
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami
beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada
Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika
datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami
adalah besertamu.” Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada
semua manusia”?
Hadirin jamaah JUMAT yang berbahagia!
Bila kita sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan
manisnya buah iman yang kita miliki yaitu Surga sebagaimana yang dijanjikan
oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih,
bagi mereka adalah Surga Firdaus menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).
Maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat
yang akan diberikan Allah kepada kita, dan bersabarlah kala ujian itu datang
kepada kita. Allah memberikan sindiran kepada kita, yang ingin masuk Surga
tanpa melewati ujian yang berat.
Apakah kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum
datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum
kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan keseng-saraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman
bersama-nya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguh-nya
pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah 214).
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam mengisahkan
betapa beratnya perjuangan orang-orang dulu dalam perjuangan mereka
mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan kepada shahabat Khabbab
Ibnul Arats Radhiallaahu anhu.
لَقَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ
بِمِشَاطِ الْحَدِيْدِ مَا دُوْنَ عِظَامِهِ مِنْ لَحْمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا
يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ وَيُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مِفْرَقِ رَأْسِهِ
فَيَشُقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ. (رواه البخاري).
Sungguh telah
terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir dengan sisir besi
(sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya, akan tetapi itu tidak
memalingkannya dari agamanya, dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya
gergaji sampai terbelah dua, namun itu tidak memalingkannya dari agamanya (HR.
Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7
hal. 202).
Cobalah kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk
membuktikan keimanan kita? cobaan apa yang telah kita alami dalam
mempertahankan iman kita? Apa yang telah kita korbankan untuk memperjuangkan
aqidah dan iman kita? Bila kita memper-hatikan perjuangan Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa salam dan orang-orang terdahulu dalam mempertahankan iman mereka, dan
betapa pengorbanan mereka dalam memperjuangkan iman mereka, mereka rela
mengorbankan harta mereka, tenaga mereka, pikiran mereka, bahkan nyawapun
mereka korbankan untuk itu. Rasanya iman kita ini belum seberapanya atau bahkan
tidak ada artinya bila dibandingkan dengan iman mereka. Apakah kita tidak malu
meminta balasan yang besar dari Allah sementara pengorbanan kita sedikit pun
belum ada?
Hadirin jamaah JUMAT yang dimuliakan Allah!
Ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah
berbeda-beda.
Dan ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya,
setidak-nya ada empat macam ujian yang telah dialami oleh para pendahulu kita:
Yang pertama: Ujian yang
berbentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti perintah Allah kepada Nabi
Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih putranya yang sangat ia cintai. Ini
adalah satu perintah yang betul-betul berat dan mungkin tidak masuk akal,
bagaimana seorang bapak harus menyembelih anaknya yang sangat dicintai, padahal
anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini ujian yang sangat
berat sehingga Allah sendiri mengatakan:
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
(Ash-Shaffat 106).
Dan di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi
Ibrahim Alaihissalam yang benar-benar sudah tahan uji, sehingga dengan segala
ketabahan dan kesabarannya perintah yang sangat berat itupun dijalankan.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim Shallallaahu alaihi
wa salam dan puteranya adalah pelajaran yang sangat berat itupun dijalankannya.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya adalah
pelajaran yang sangat berharga bagi kita, dan sangat perlu kita tauladani,
karena sebagaimana kita rasakan dalam kehidupan kita, banyak sekali perintah
Allah yang dianggap berat bagi kita, dan dengan berbagai alasan kita berusaha
untuk tidak melaksanakannya. Sebagai contoh, Allah telah
memerintahkan kepada para wanita Muslimah untuk mengenakan jilbab (pakaian yang
menutup seluruh aurat) secara tegas untuk membedakan antara wanita Muslimah dan
wanita musyrikah sebagaimana firmanNya:
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang Mumin” “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab, 59).
Namun kita lihat sekarang masih banyak wanita Muslimah di
Indonesia khususnya tidak mau memakai jilbab dengan berbagai alasan, ada yang
menganggap kampungan, tidak modis, atau beranggapan bahwa jilbab adalah bagian
dari budaya bangsa Arab. Ini pertanda bahwa iman mereka belum lulus ujian.
Padahal Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam memberikan ancaman kepada para
wanita yang tidak mau memakai jilbab dalam sabdanya:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ
أَرَهُمَا؛ قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا
النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ
كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ
رِيْحَهَا. (رواه مسلم)
“Dua golongan dari
ahli Neraka yang belum aku lihat, satu kaum yang membawa cambuk seperti ekor
sapi, yang dengan cambuk itu mereka memukul manusia, dan wanita yang memakai
baju tetapi telanjang berlenggak-lenggok menarik perhatian, kepala-kepala
mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium
wanginya”. (HR. Muslim, Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar
Ar-Rayyan, juz 14 hal. 109-110).
Yang kedua: Ujian yang
berbentuk larangan untuk ditinggalkan seperti halnya yang terjadi pada Nabi
Yusuf Alaihissalam yang diuji dengan seorang perempuan cantik, istri seorang
pembesar di Mesir yang mengajaknya berzina, dan kesempatan itu sudah sangat
terbuka, ketika keduanya sudah tinggal berdua di rumah dan si perempuan itu
telah mengunci seluruh pintu rumah. Namun Nabi Yusuf Alaihissalam membuktikan
kualitas imannya, ia berhasil meloloskan diri dari godaan perempuan itu,
padahal sebagaimana pemuda umumnya ia mempunyai hasrat kepada wanita. Ini artinya
ia telah lulus dari ujian atas imannya.
Sikap Nabi Yusuf Alaihissalam ini perlu kita ikuti,
terutama oleh para pemuda Muslim di zaman sekarang, di saat pintu-pintu
kemaksiatan terbuka lebar, pelacuran merebak di mana-mana, minuman keras dan
obat-obat terlarang sudah merambah berbagai lapisan masyarakat, sampai-sampai
anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar pun sudah ada yang
kecanduan. Perzinahan sudah seakan menjadi barang biasa bagi para pemuda,
sehingga tak heran bila menurut sebuah penelitian, bahwa di kota-kota besar
seperti Jakarta dan Surabaya enam dari sepuluh remaja putri sudah tidak perawan
lagi. Di antara akibatnya setiap tahun sekitar dua juta bayi dibunuh dengan
cara aborsi, atau dibunuh beberapa saat setelah si bayi lahir. Keadaan
seperti itu diperparah dengan semakin banyaknya media cetak yang berlomba-lomba
memamerkan aurat wanita, juga media elektronik dengan acara-acara yang sengaja
dirancang untuk membangkitkan gairah seksual para remaja. Pada saat seperti
inilah sikap Nabi Yusuf Alaihissalam perlu ditanamkan dalam dada para pemuda
Muslim. Para pemuda Muslim harus selalu siap siaga menghadapi godaan demi
godaan yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang kemaksiatan. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam telah menjanjikan kepada siapa saja yang menolak
ajakan untuk berbuat maksiat, ia akan diberi perlindungan di hari Kiamat nanti
sebagaimana sabdanya:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ
يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ وَرَجُلٌ
طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّيْ أَخَافُ
اللهَ (متفق عليه)
“Tujuh (orang yang akan dilindungi Allah dalam
lindungan-Nya pada hari tidak ada perlindungan selain perlindunganNya, .. dan
seorang laki-laki yang diajak oleh seorang perempuan terhormat dan cantik, lalu
ia berkata aku takut kepada Allah…” (HR. Al-Bukhari Muslim, Shahih
Al-Bukhari dengan Fathul Bari cet. Daar Ar-Rayyan, juz 3 hal. 344 dan Shahih
Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayaan, juz 7 hal. 120-121).
Yang ketiga: Ujian yang berbentuk musibah seperti
terkena penyakit, ditinggalkan orang yang dicintai dan sebagainya. Sebagai
contoh, Nabi Ayyub Alaihissalam yang diuji oleh Allah dengan penyakit yang
sangat buruk sehingga tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang
selamat dari penyakit itu selain hatinya, seluruh hartanya telah habis tidak
tersisa sedikitpun untuk biaya pengobatan penyakitnya dan untuk nafkah dirinya,
seluruh kerabatnya meninggalkannya, tinggal ia dan isterinya yang setia
menemaninya dan mencarikan nafkah untuknya. Musibah ini berjalan selama delapan
belas tahun, sampai pada saat yang sangat sulit sekali baginya ia memelas
sambil berdo’a kepada Allah:
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayuub ketika ia menyeru
Tuhan-nya;” Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan”.
(Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 51).
Dan ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub
Alaihissalam untuk menghantamkan kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air
dan Allah menyuruhnya untuk meminum dari air itu, maka hilanglah seluruh
penyakit yang ada di bagian dalam dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4
hal. 52).
Begitulah ujian Allah kepada NabiNya, masa delapan belas
tahun ditinggalkan oleh sanak saudara merupakan perjalanan hidup yang sangat
berat, namun di sini Nabi Ayub Alaihissalam membuktikan ketangguhan imannya,
tidak sedikitpun ia merasa menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk
menanggalkan imannya. Iman seperti ini jelas tidak dimiliki oleh banyak saudara
kita yang tega menjual iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan
sebungkus sarimi, karena tidak tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin
tidak seberapa bila dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub
Alaihissalam ini.
Jamaah jamaah rahimakumullah
Yang keempat: Ujian lewat tangan orang-orang
kafir dan orang-orang yang tidak menyenangi Islam. Apa yang dialami oleh Nabi
Muhammad Shallallaahu alaihi wa salam dan para sahabatnya terutama ketika masih
berada di Mekkah kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu
diuji dengan berbagai cobaan berat yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan
nyawa. Di antaranya apa yang dialami oleh Rasulullah n di akhir tahun ketujuh
kenabian, ketika orang-orang Quraisy bersepakat untuk memutuskan hubungan
apapun dengan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam beserta Bani Abdul
Muththolib dan Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika kedua suku itu
bersedia menyerahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam untuk dibunuh.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam bersama orang-orang yang membelanya terkurung
selama tiga tahun, mereka mengalami kelaparan dan penderitaan yang hebat. (DR.
Akram Dhiya Al-‘Umari, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).
Juga apa yang dialami oleh para shahabat tidak kalah
beratnya, seperti apa yang dialami oleh Yasir z dan istrinya Sumayyah dua orang
pertama yang meninggal di jalan dakwah selama periode Mekkah. Juga Bilal Ibnu
Rabah Radhiallaahu anhu yang dipaksa memakai baju besi kemudian dijemur di
padang pasir di bawah sengatan matahari, kemudian diarak oleh anak-anak kecil
mengelilingi kota Mekkah dan Bilal Radhiallaahu anhu hanya mengucapkan “Ahad,
Ahad” (DR. Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh An-Nabawiyyah
Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 154-155).
Dan masih banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa
pengorbanan dan penderitaan mereka dalam perjuangan mempertahankan iman mereka.
Namun penderitaan itu tidak sedikit pun mengendorkan semangat Rasulullah dan
para shahabatnya untuk terus berdakwah dan menyebarkan Islam.
Musibah yang dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam
di berbagai tempat sekarang akibat kedengkian orang-orang kafir, adalah ujian
dari Allah kepada umat Islam di sana, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi
umat Islam di daerah-daerah lain. Umat Islam di Indonesia khususnya
sedang diuji sejauh mana ketahanan iman mereka menghadapi serangan orang-orang
yang membenci Islam dan kaum Muslimin. Sungguh menyakitkan memang di satu
negeri yang mayoritas penduduknya Muslim terjadi pembantaian terhadap kaum
Muslimin, sekian ribu nyawa telah melayang, bukan karena mereka memberontak
pemerintah atau menyerang pemeluk agama lain, tapi hanya karena mereka
mengatakan: ( Laa ilaaha illallaahu ) لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ, tidak jauh berbeda dengan apa yang
dikisahkan Allah dalam surat Al-Buruj ayat 4 sampai 8:
“Binasa dan
terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan)
kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa
yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak
menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan karena orang-orang Mukmin itu beriman
kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
Peristiwa seperti inipun mungkin akan terulang kembali
selama dunia ini masih tegak, selama pertarungan haq dan bathil belum berakhir,
sampai pada saat yang telah ditentukan oleh Allah.
Kita berdo’a mudah-mudahan saudara-saudara kita yang
gugur dalam mempertahankan aqidah dan iman mereka, dicatat sebagai para syuhada
di sisi Allah. Amin. Dan semoga umat Islam yang berada di daerah lain, bisa
mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa, sehingga mereka tidak lengah
menghadapi orang-orang kafir dan selalu berpegang teguh kepada ajaran Allah
serta selalu siap sedia untuk berkorban dalam mempertahankan dan
meninggikannya, karena dengan demikianlah pertolongan Allah akan datang kepada
kita, firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama)
Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad: 7).
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ. وَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ
الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ
بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ
بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ
بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ
وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا
اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ
خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ.
Hadirin jamaah JUMAT yang dimuliakan Allah!
Sebagai
orang-orang yang telah menyatakan iman, kita harus mempersiapkan diri untuk
menerima ujian dari Allah, serta kita harus yaqin bahwa ujian dari Allah itu
adalah satu tanda kecintaan Allah kepada kita, sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam :
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ
الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا اِبْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ
فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ. (رواه الترمذي، وقال هذا حديث
حسن غريب من هذا الوجه)
“Sesungguhnya
besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan (ujian), Dan sesungguhnya apabila
Allah mencintai satu kaum Ia akan menguji mereka, maka barangsiapa ridha
baginyalah keridhaan Allah, dan barangsiapa marah baginyalah kemarahan Allah”.
(HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata hadits ini hasan gharib dari sanad ini, Sunan
At-Timidzy cet. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, juz 4 hal. 519).
Mudah-mudahan
kita semua diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Allah dalam menghadapi ujian
yang akan diberikan olehNya kepada kita.
Amin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ
هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ.
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا
وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأَلِّفْ بَيْنَ
قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ
وَعَدُوِّهِمْ وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَمَلِ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ اْلإِسْلاَمِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ.
اَللَّهُمَ لاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا
بِذُنُوْبِنَا مَنْ لاَ يَخَافُكَ فِيْنَا وَلاَ يَرْحَمُنَا.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا
يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ.