اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا
بِاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ
بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ
تَبِعَ هُدَاهُ. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى
اللهِ، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Jamaah JUMAT
rahimakumullah
Setiap muslim
pasti bersaksi, mengakui bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasulullah, tapi tidak
semua muslim memahami hakikat yang benar dari makna syahadat Muhammad
Rasulullah, dan juga tidak semua muslim memahami tuntutan dan konsekuensi dari
syahadat tersebut. Fenomena inilah yang mendorong khatib untuk menjelaskan
makna yang benar dari syahadat Muhammad Rasulullah dan konsekuensinya.
Makna
dari syahadat Muhammad Rasulullah adalah pengakuan lahir batin dari seorang
muslim bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah, Abdullah wa Rasuluhu yang
diutus untuk semua manusia sebagai penutup rasul-rasul sebelumnya.
Kaum muslimin rahimakumullah
Dari
makna di atas bisa dipetik bahwa yang terpenting dari syahadat Muhammad
Rasulullah adalah dua hal yaitu: Bahwa Muhammad itu adalah abdullah (hamba
Allah) dan Muhammad itu rasulullah. Dua hal ini merupakan rukun syahadat
Muhammad Rasulullah.
“Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti
kamu, yang diwahyukan kepadaku.” (A1 Kahfi; 110).
Syaikh
Muhammad bin Shalih A1 Utsaimin menjelaskan: Dalam ayat di atas Allah memerintahkan
NabiNya untuk mengumumkan kepada manusia bahwa saya hanyalah seorang hamba sama
dengan kalian, bukan Rabb (Tuhan).
إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ فَقُوْلُوْا عَبْدُ
اللهِ وَرَسُوْلُهُ.
“Saya
hanya seorang hamba, maka katakanlah hamba Allah dan RasulNya”. (HR. Al-Bukhari
dan Muslim).
Syaikh
Al-Utsaimin berkata: Saya hanyalah hamba yakni saya tidak punya hak dalam
rububiyah dan juga dalam hal-hal yang menjadi keistimewaan Allah.
Kaum muslimin rahimakumullah
Keyakinan bahwa Muhammad adalah hamba Allah menuntut kepada kita untuk
mendudukkan beliau di tempat yang semestinya, tidak melebih-lebihkan beliau
dari derajat yang seharusnya sebab beliau hanyalah seorang hamba yang tidak
mungkin naik derajatnya menjadi Rabb.
Dari sini termasuk kesesatan jika ada yang
ber-isti’anah1, ber-istighatsah2, memohon kepada Nabi untuk mendatangkan
manfaat dan menolak mudharat sebab hal itu adalah hak mutlak Allah sebagai
Rabb.
"Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak kuasa
mendatangkan sesuatu kemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) sesuatu
kemanfaatan". (Al-Jin; 21).
Kemudian syahadat “Muhammad Rasulullah” menuntut kita untuk mengimani
risalah yang beliau sampaikan, beribadah dengan syariat yang beliau bawa, tidak
mendustakan, tidak menolak apa yang beliau ucapkan maupun yang beliau lakukan.
Jamaah Jum'at
rahimakumullah
Seorang
Muslim yang beriman bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul Allah, dituntut untuk
mewujudkan beberapa hal sebagai bukti kebenaran keimanannya.
Hal hal yang wajib diwujudkan sebagai
konsekuensi syahadat Muhammad Rasulullah adalah:
1. Membenarkan semua berita yang shahih dari Rasul Allah.
Muhammad adalah Rasulullah yang diistimewakan dari manusia lainnya
dengan wahyu, maka jika Beliau memberitakan berita masa lalu maupun berita masa
depan maka berita itu sumbernya adalah wahyu yang kebenarannya tidak boleh
ragukan lagi.
Di
antara berita-berita dari Rasulullah yang wajib kita terima adalah: Berita
tentang tanda-tanda hari kiamat, seperti munculnya dajjal, turunnya Nabi Isa,
terbitnya matahari dari barat, berita tentang pertanyaan di alam kubur; Adzab
dan nikmat kubur, begitu juga berita tentang datangnya malaikat maut dalam
bentuk manusia kepada Nabi Musa untuk mencabut nyawanya lalu Nabi Musa
menamparnya hingga rusak salah satu matanya.
Semua
berita di atas dan juga berita-berita lain yang berasal dari hadits-hadits
shahih, wajib kita percayai, jangan sekali-kali kita dustakan dengan alasan
berita itu bertentangan dengan akal sehat atau bertentangan dengan zaman.
2. Menaati Rasulullah
Kaum muslimin rahimakumullah
Seorang
muslim wajib taat kepada Rasulullah sebagai perwujudan sikap pengakuan terhadap
kerasulan Beliau.
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia
telah mentaati Allah”. (Al-Nisaa’; 80)
Syaikh
Abdur Rahman Nasir As Sa'dy berkata: setiap orang yang mentaati Rasulullah
Shallallaahu alaihi wasallam dalam
perintah-perintah dan larangan-larangannya dia telah mentaati Allah, sebab
Rasulullah tidak memerintahkan dan melarang kecuali dengan perintah, syariat
dan wahyu yang Allah turunkan.
Taat kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam mempunyai dua sisi:
1. Taat dalam
perintah dengan menjalankan semua perintahnya, di antara perintah Beliau yang
wajib kita taati adalah: Perintah mencelupkan lalat yang jatuh dalam minuman
atau makanan, mencuci tangan tiga kali sehabis bangun dari tidur, mengucapkan
Basmallah ketika makan, makan dan minum dengan tangan kanan, shalat berjamaah
dan lain-lain.
Sebagian orang menolak perintah Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam dengan berbagai alasan,
misalnya dia menolak perintah menenggelamkan lalat dengan alasan hal itu
menyalahi ilmu kesehatan, dan perintah itu bersumber dari Rasul sebagai manusia
biasa. Sikap ini adalah godaan syaitan yang bermuara kepada penolakan terhadap
sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam
.
Kaum muslimin rahimakumullah
2. Sisi kedua
dari mentaati Rasul adalah menjauhi larangan Rasulullah, sebab yang dilarang
Rasulullah juga otomatis dilarang oleh Allah, di antara larangan tersebut:
Larangan memakan binatang buas yang bertaring, larangan makan atau minum dengan
bejana emas atau perak, larangan menikahi seorang wanita bersama saudara atau
bibinya, larangan memanjangkan kain (sarung atau celana) di bawah mata kaki,
larangan melamar di atas lamaran orang lain, larangan menjual atau membeli di
atas penjualan atau pembelian orang lain, dan larangan-larangan yang lain,
semua wajib dijauhi.
Termasuk beberapa hal yang sudah
diletakkan oleh Rasulullah sebagai rukun, syarat dan batasan.
“Apa
yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya maka
jauhilah”. (Al-Hasyr: 7).
Jamaah
Jum'at rahimakumullah. Konsekuensi yang ketiga: Berhukum kepada sunnah Rasul
Allah.
Syahadat Muhammad Rasulullah yang benar akan membawa seorang Muslim
kepada kesiapan dan keikhlasan untuk menjadikan sunnah Rasulullah sebagai
rujukan, dia pasti menolak jika diajak untuk merujuk kepada akal, pendapat si
A/si B, hawa nafsu, maupun warisan nenek moyang dalam menetapkan suatu hukum,
lebih-lebih jika terjadi ikhtilaf (perbedaan), seorang Muslim yang konsekwen
dengan syahadatnya dengan lapang dada akan menjadikan sunnah Rasulullah sebagai
imamnya.
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sehingga mereka
menjadikanmu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An Nisaa'; 65).
Syaikh
As-Sa'dy berkata: Allah bersumpah dengan diriNya yang mulia bahwa mereka tidak
beriman sehingga mereka menjadikan RasulNya sebagai hakim dalam masalah-masalah
yang mereka perselisihkan. Lanjut beliau; Dan berhukum ini belum dianggap cukup
sehingga mereka menerima hukumnya dengan lapang dada, ketenangan jiwa dan
kepatuhan lahir batin.
Jamaah Jum'at rahimakumullah
Haruslah diketahui bahwa sikap penolakan terhadap hukum Rasulullah dalam
masalah-masalah ikhtilaf adalah termasuk sifat kaum munafikin.
“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu
(tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul",
niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangimu dengan sekuat-kuatnya dari
(mendekati) kamu”. (An Nisaa'; 61)
Ibnu
Abbas berkata: Hampir saja Allah menghujani kalian dengan batu dari langit.
Saya berkata: “Rasulullah telah bersabda begini, sedangkan kalian berkata
(tapi) Abu Bakar dan Umar berkata begitu”.
As-Syaikh Al-Utsaimin berkata: “Jika seseorang mengguna-kan ucapan Abu
Bakar dan Umar untuk menentang sabda Rasul bisa menyebabkan turunnya siksa;
hujan batu, maka apa dugaanmu dengan orang yang menentang sabda Rasul dengan
ucapan orang yang jauh di bawah derajat keduanya, tentu saja dia lebih berhak
mendapat siksa.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ
بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ
بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ
بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ
وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا
اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ
خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ.
Hadirin jamaah JUMAT yang dimuliakan Allah!
Sebagai orang-orang
yang telah menyatakan iman, kita harus mempersiapkan diri untuk menerima ujian
dari Allah, serta kita harus yaqin bahwa ujian dari Allah itu adalah satu tanda
kecintaan Allah kepada kita, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa salam :
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ
الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا اِبْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ
فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ. (رواه الترمذي، وقال هذا حديث
حسن غريب من هذا الوجه)
“Sesungguhnya
besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan (ujian), Dan sesungguhnya apabila
Allah mencintai satu kaum Ia akan menguji mereka, maka barangsiapa ridha
baginyalah keridhaan Allah, dan barangsiapa marah baginyalah kemarahan Allah”.
(HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata hadits ini hasan gharib dari sanad ini, Sunan
At-Timidzy cet. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, juz 4 hal. 519).
Mudah-mudahan
kita semua diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Allah dalam menghadapi ujian
yang akan diberikan olehNya kepada kita.
Amin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ
هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ.
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا
وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأَلِّفْ بَيْنَ
قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ
وَعَدُوِّهِمْ وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَمَلِ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ اْلإِسْلاَمِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ.
اَللَّهُمَ لاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا
بِذُنُوْبِنَا مَنْ لاَ يَخَافُكَ فِيْنَا وَلاَ يَرْحَمُنَا.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا
يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ.