الحمد لله. الحمد لله الّذى لم يزل بصفات
الكمال متّصفا. وباثار ربوبـــيّته وآلائه الى عبــــــاده متعـــترّفا. الكــــريم الّذى ان وعد أنجز وان
عصى تجاوز وعفا. فسبحان الّذى أحاط علما بجميع الكائنات ماظهر منها ومااختفى
. وأحصى على العباد اعمالهم حرفا
حرفا. أحمـده سبـحانه على ماعمّا من ألآئه
ووفى . واشكره وهو حسبنافى كلّ حال وكفى .
واشهد ان لااله الاّ الله وحده لاشريك له شهادة
من نزه عن ربّه الشرك ونفى . وأشهد انّ سيدنا محمّدا عبده ورسوله ازكى الانام شرفا
. اللهمّ صلّ وسلّم على سيّدنا محمّد وعلى اله وأصحابه ومن تبعهم باحسان
واقتفى .
(اما بعد)
فيا أيّها الناس,
اتقوا الله تعالي واعلموا أنّ اوقات الخيرات
يجب أن تغتنم وأنّ مواسم العبادة لايضيّعها ذوجهل وجفا صرفا .
HADIRIN JAMAAH JUM’AH YANG BERBAHAGIA . . .
Melalui mimbar jum’ah kali ini, saya berpesan,
menyampaikan wasiat kepada diri saya sendiri dan seluruh Jamaah jum’ah di rumah Allah Ta’ala yang suci ini;
Marilah kita semua senantiasa mempertebal keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah
Ta’ala dengan “mengistiqomahkan ibadah”, menjalankan segala perintah Allah
Ta’ala serta menghindarkan diri dari menerjang murka Allah Ta’ala sebab melakukan kemaksiatan kepada – Nya.
Hanya dengan upaya inilah kita akan menemukan hikmah kehidupan yang dapat
membawa kebahagiaan kita saat ini di dunia, dan kelah di akhirat. Amiin
HADIRIN JAMAAH JUM’AH RAHIMAKUMULLOH
Dalam suasana kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi
dewasa ini, masalah hakikat manusia dan
kehidupan semakin santer dibahas. Masalah ini memang cukuppenting, karena ia
merupakan titik tolak dalam memberikan batasan menyangkut fungsi manusia dalam
kehidupan ini. Dari hasil pembatasan itu, kemudian di susun prinsip-prinsip
dasar meyangkut segala aspek kehidupan manusia yang multi dimensional, baik
menyangkut tatanan politik, sistem ekonomi, sosial, budaya dan bahkan etika.
Dalam arti lain bahwa bentuk dan sistem aspek-aspek kehidupan tersebut harus ditentukan
oleh pengertian tentang “hakikat manusia itu sendiri”. Jika tidak demikian maka
dapat dipastikan sistem-sistem itu akan segera runtuh dan gagal.
Manusia sebagai hamba Allah Ta’ala adalah satu-satunya
makhluk yang paling istimewa di antara semua makhluk – Nya yang lain. Disamping
dikaruniai akal dan fikiran, manusia ternyata adalah makhluk yang penuh
“Misteri” dan rahasia-rahasia yang menarik untuk dikaji. Misteri itu justeru
sengaja dibuat Allah Ta’ala agar manusia memiliki rasa antusias yang tinggi
untuk menguak dan mendalami keberadaan dirinya sebagai ciptaan Allah Swt; untuk
kemudia mengenali siapa penciptanya.
Syaikh Ahmad Bin Ruslan Al -Syafi’i mengemukakan :
اوّل واجب على الناس معرفة بالله باستقان
“Sesuatu yang paling awal diwajibkan atas manusia adalah
“Ma’rifatulloh” mengenali Tuhannya dengan penuh keyakinan”.
Itulah sebabnya, ibadah seseorang baik ibadah wajib
ataupun sunnah, tidak akan mungkin sah tanpa “ma’rifatulloh”. Dibalik itu,
tujuan hidup yang utama bagi seseorang
yang berakal adalah bertemu dengan Allah Ta’ala (Liqaaulloh) di hari
pembalasan nanti.
Allah Ta’ala SWT. berfirman dalam surat Yunus ayat 57 :
ياأيها الناس قد جآءتكم موعظة من ربّكم وشفآء
لـما فى الصدور وهدى ورحمـــــــة للــمؤمنـــــــين.
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu nasehat (mauidhoh) dari Tuhanmu dan penyembuh atau obat bagi
penyakit-penyakit yang berada dalam dada, dan petunjuk serta rahmad bagi
orang-orang yang beriman".
Ayat ini dalam Tafsir Ruhul Ma’ani di interpretasikan
sebagai jenjang-jenjang kesempurnaan pada jiwa manusia. Barang siapa yang
berpegang teguh dengan Al Qur’an – sebagai mauidhoh – secara utuh dan tidak
parsial, maka ia akan memperoleh seluruh tingkatan kesempurnaan tersebut. Lebih
jauh lagi, Imam Junaidi menafsirkan ayat tersebut sebagai landasan filosofis
atas munculnya klasifikasi ‘syari’at, thariqaat dan ma’rifat’. Dari kalimat
“Mau’idhah” yang mengandung nasihat-nasihat untuk meninggalkan segala yang
dilarang dan menjalankan perintah-perintah Allah, maka lahirlah syari’at yang
kemudian berisi pula anjuran-anjuran untuk membersihkan akhlak al madzmumah
(perilaku/etika tidak baik) yang dapat dilihat orang.
Sedangkan lafadz “Syifaa’un lima fi al shudur” memuat
segala bentuk usaha penyembuhan penyakit-penyakit rohani sehingga seorang
manusia dapat mencapai strata kesempurnaan dalam pembersihan hatinya dari
aqidah-aqidah yang sesat dan tabi’at-tabi’at
yang hina dan tercela. Dan ini merupakan kerangka filosofis munculnya
klasifikasi thariqat. Sementara kalimat “wahudan” mengisyaratkan kesempurnaan
yang lebih tinggi lagi, yakni strata haqiqat yang hanya mungkin dicapai oleh manusia lewat hidayah yang diberikan
oleh Allah. Adapun kalimat “Wa rahmatan lil ‘alamin” memberi dalil akan
tercapainya kesempurnaan yang paling tinggi yaitu ma’rifat, bahwa seseorang
telah meraih
“Tajalla anwar al-uluhiyyah” atau terpancarnya cahaya
ketuhanan yang abadi. Dengan cahaya ketuhanan inilah seseorang dapat memiliki
pengaruh positif terhadap mu’min yang lainnya.
HADIRIN JAMAAH JUM’AH YANG DIMULIAKAN ALLAH
Berkenaan dengan hal tersebut, Abu Bakar Al Maliki
berpendapat yang intinya, bahwa jalan menuju kebahagiaan akhirat adalah
terpenuhinya tiga hal tersebut di atas yakni syari’at, thariqat, dan hakikat.
Ketiga hal ini tidak boleh terlewatkan salah satunya, akan tetapi haruslah
lengkap dan berurutan satu sama lain. Sebab Abu Bakar menggambarkan ketiga hal
tersebut dengan ungkapan syairnya :
وشر يعة كسفينة وطر يقة # كالبحر ثم الحقيقة درّ غلى
“Syari’at itu ibarat sebuah perahu, sedangkan thoriqat
adalah lautan, sementara haqiqat adalah mutiara yang terendam di dasar lautan
nan mahal harganya”.
Adapun “Tasawuf” atau “Sufisme”, Imam Abu Bakar
Al-anshori; mendefinisikan dengan ungkapannya yang sederhana yakni: “Suatu
sikap memurnikan hati di hadapan Allah azza Wa jalla dengan memandang remeh
atau rendah terhadap selain Allah”. Sehingga dengan definisi di atas dapatlah
diambil pengertian, tasawuf adalah refleksi perasaan ketuhanan yang sangat
tinggi, agung, dan suci terhadap segala pelaksanaan ketiga hal di atas.
HADIRIN HAMBA ALLAH YANG BUDIMAN
Abad XXI sering dilukiskan sebagai suatu masa yang
berperadaban tinggi, orang tak lagi membicarakan atau merisaukan hal-hal yang
masih bersifat permulaan atau masih mentah. Kecenderungan-kecenderungan yang
ada adalah dominasi sikap ingin serba praktis mengenakkan dan lebih mudah. Hal
ini jelas tersiasati dari hasil-hasil teknologi mutakhir yang menyebabkan
manusia menjadi manusia yang “Serba manja”.
Bersamaan dengan itu, persaingan di dalam masalah-masalah
sosial, budaya, politik terlebih lagi ekonomi juga muncul sebagaiefek samping
dari modernitas zaman. Gesekan-demi gesekan yang timbul dari berbagai
kepentingan individu tanpa diimbangi dengan nilai-nilai spiritual, akan
meninggalkan keresahan-keresahan tersendiri. Pola-pola perilaku dan sikap hidup
serta pandangan yang individualistik akan menempatkan manusia pada titik-titik
jenuh kehidupan komunitas kolektif, sehingga pada gilirannya manusia justru
menjadi acuh tak acuh terhadap lingkungannya sendiri.
Titik-titik jenuh itulah yang kemudian membuat orang
cenderung lari untuk mencari “dunia lain” yang lebih menjanjikan kedamaian dan
ketenteraman, maka “agama” – pun agaknya menjadi alternatif paling tepat untuk
mengobati keresahan tersebut, namun bukanlah berarti bahwa agama adalah
konpensasi dari kejenuhan-kejenuhan modernitas zaman. Oleh karena itu,
komponen-komponen ajaran sufisme seperti Dzikir, zuhud, kholwah dan uzlah
ternyata dalam banyak kasus di belantara zaman modern ini, tetap saja tidak
kehilangan relefansinya. Tentang dzikir misalnya, yang merupakan pintu gerbang
Allah dan pembuka sekat kegaiban, penarik kebaikan-kebaikan dan pelipur
keterasingan. Disanping itu dzikir tidak tergantung pada waktu dan tempat.
Allah SWT. berfirman :
الّذين يذكّرون الله قياما وقعودا وعلى جنوبهم
ويتفكّرون فى خلق السموات والارض ربّنا ماخلقت هذا باطلا. سبحانك فقنا عذاب النار
. ( الى عمران : 191)
Artinya : “(Yaitu) orang-orang yang berdzikir mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk berbaring serta mereka bertafakkur memikirkan
kejadian langit dan bumi, (seraya berkata) Yaa Tuhan Kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa api neraka.” (Qs. Ali Imran : 191)
Tentang faedah dzikir Allah Ta’alaa berfirman :
الّذين امنوا وتطمئنّ قولوبكــم بذكر الله الا
بذكر الله تطــــمئنّ القــلوب .(الرعد : 28)
Artinya : “Orang-orang yang beriman hati mereka menjadi
tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati
menjadi tentram” (QS. Ar-Ra’d : 28)
Zuhud oleh para ulama didefinisikan sebagai sikap
meninggalkan ketergantungan hati kepada harta benda (materi), meskipun tidak
anti pati terhadapnya. Seorang Zahid bisa saja mempunyai harta kekayaan yang
berlimpah, tetapi kekayaan itu tidak kumanthil di dalam hati. Demikian juga
“Uzlah” yang didefinisikan dengan “Al-Tafarrud ‘an al-Khalqi” (memisahkan diri
dari mahluk lain), ketika zaman dilanda oleh pergeseran-pergeseran nilai-nilai
agama Islam dan aturan-aturan normatifnya, juga ketika seseorang merasa
khawatir terhadap fitnah yang akan menyebabkan kehidupan keagamaannya berkurang
intensitasnya. Akan tetapi jika kekhawatiran tersebut tidak terlalu berlebihan,
maka baik zuhud maupun uzlah dapatlah
dilaksanakan sekedar dengan hati dan perasaan dengan tetap hidup bermasyarakat
sebagaimana lazimnya, untuk ber-amar ma’ruf nahi mungkar.
HADIRIN JAMAAH JUM’AH YANG BERBAHAGIA . . .
“Sufisme” memandang dunia ini sebagai sebuah jembatan
yang harus dilalui untuk menuju akherat “Al-Dunya mazra’atu al-Akherat” dengan
tetap memertinggi atos kerja untuk berikhtiyar mencari penghasilan bagi
kehidupan sehari-harinya, sambil berserah diri, tawakkal kepada Allah Swt,
sembari rajin melaksanakan sholat sunnah dan memperbanyak dzikir. Dalam hal
ini, kaum sufi lebih memandang dunia laksana api, dimana mereka dapat
memanfaatkan sebatas kebutuhan, sembari tetap waspada akan percikan yang suatu
saat akan membakar hangus semuanya. Dalam hal ini mereka berkata : “Apabila
harta benda dikumpulkan, maka haruslah untuk memenuhi kewajiban yang harus
dipenuhi, dan bukan untuk kepentingan pribadi secara berlebihan”.
Lebih jauh Syech Abdul Qadir Jaelani berkata :
“Semua harta benda (dunia) adalah batu ujian yang banyak
membuat manusia gagal dan celaka, sehingga membuat mereka lupa terhadap Allah
kecuali jika pengumpulannya dengan niat baik untuk akherat. Maka bila
pentasyarufaannya telah memiliki tujuan
yang baik, harta dunia itupun akan menjadi harta akherat”.
Dengan demikian, “sufisme” serta segala komponen
ajarannya merupakan pengendali moral manusia. Dengan ini pula, mudah-mudahan
seluruh konsep yang ditawarkan sufisme seperti zuhud misalnya, memperbanyak
dzikir, tawakkal, bersabar, jujur, adil, istiqomah, dan pandai mensyukuri
Nikmat Allah Ta’ala, dapat mengurangi kecenderungan kita dari sikap pola hidup
konsumtif, matrealis, dan individualis yang semakin menggejala ditengah dunia
modern ini. Marilah kita senantiasa bermohon kepada Allah, ketika zaman telah
benar-benar menghadirkan keresahan dan kebingungan, mudah-mudahan Allah Swt.
tetap membimbing kita, melimpahkan Taufiq dan istiqomah dalam memegangi
syari’at, sehingga terwujud kedamaian dan ketentraman hidup menuju Sa’adatud
Daraini Amin 3X Yaa Rabbal Alamin.
والله سبحانه وتعالى يقول وبقول يهتدى
المهتدون, واذا قرئ القرآن فاستمعوا له وانصتوا لعلّكم ترحمون,
اعوذ با لله من الشــيطان الرجيــم فأمّا من
طغى واثر الحياة الدنيا فإنّ الجحيم هى المأوى, وأمّا من خاف مقام ربّه ونهــى
النــفس عن الهوى فانّ الـجـــنّة هى المأوى,
بارك الله لى ولكــــم فى القرآن العظيم, ونفعنى وايّكم بما فيه من ا لآيات
والذّكر الحكيم.
اوصيكم عباد الله وايّاى عمّا نهى الله عنه من
قبح المعصية فا تّقوا الله ولا تعصوه.
واستغفروا الله العظيم لى ولكم
ولســــائر المســــلمين .
فيا فوز المســـتغفر ين ويا نـجـــاة
التـّائبــــــــــين.
Baca juga: Hadits Tentang Larangan Marah
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ
عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا
كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ
تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ
اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ
بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ
وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ
ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ،
إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا
اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا
يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.