Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرًا
مُبَارَكًا، وَقِيَامَ لَيَالِيْهِ تَطَوُّعًا، وَصِيَامَ نَهَارِهِ وَاجِبًا، وَثَوَابَ
الْعَمَلِ فِيْهِ مُضَاعَفًا. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ سَيِّدُ وَلَدِ عَدْنَان. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَصَحْبِهِ ذَوِيْ الْمَجْدِ
وَالْعِرْفَان. أَمَّا بَعْدُ فَـيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى
اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ يٰاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ
كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt, yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Selanjutnya,
marilah kita bersama-sama merenung sejenak dan mensyukuri nikmat-nikmat-Nya
yang melimpah ruah dalam kehidupan kita.
Kesadaran akan rasa syukur merupakan pondasi utama dalam
membangun kehidupan yang penuh keberkahan. Sebagaimana firman-Nya dalam
Al-Quran surat Ibrahim: 7, "Jika kalian bersyukur, pasti Kami akan
menambah nikmat-Nya; tetapi jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Selanjutnya, Meningkatkan ketakwaan adalah langkah
konkret dan menjadi kewajiban kita. Dengan menjalankan perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya, kita akan semakin mendekatkan diri kepada-Nya. Di dalam
setiap langkah kita, hendaknya kita selalu memohon petunjuk-Nya agar kita
senantiasa berada di jalan yang benar.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Tidak lama lagi, kita akan menyambut datangnya bulan suci
Ramadhan, bulan yang penuh berkah dan ampunan. Di dalamnya terdapat kewajiban
puasa, sebuah ibadah yang mengasah ketakwaan dan keimanan kita. Marilah kita
persiapkan diri secara fisik dan spiritual untuk menyambut bulan penuh
kemuliaan ini.
Jadikanlah puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus,
tetapi juga sarana mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan kadar
ketakwaan kita. Dengan begitu, kita dapat meraih manfaat yang maksimal dari
ibadah puasa dan merapuhkan dinding dosa-dosa kita.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat
183:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.”
Kita perlu perhatikan bahwa ayat ini diawali dengan
keimanan dan diakhiri dengan ketakwaan. Di awal ayat, Allah swt memerintahkan
secara langsung berpuasa di bulan Ramadhan kepada orang-orang yang beriman dan
mengakhiri ayat ini dengan tujuan dari berpuasa yakni agar menjadi insan yang
bertakwa.
Orang yang beriman akan senantiasa menjaga diri untuk
senantiasa tidak melanggar perintah Allah dan melakukan hal yang dilarang oleh
Allah. Sementara orang yang bertakwa akan menjalankan segala perintah dan
meninggalkan larangan Allah didasari dengan keimanan dari hati tanpa ada
keterpaksaan.
Jika kita termasuk orang-orang yang beriman, maka tidak
akan ada rasa keberatan sedikit pun dalam jiwa kita untuk melaksanakan perintah
berpuasa ini dengan keikhlasan. Akan berbeda dengan seseorang yang tidak ada
keimanan dalam dirinya. Pastilah ia akan merasakan berat untuk menjalankan
puasa karena harus menahan diri dari segala yang membatalkan seperti makan dan
minum serta perbuatan lain yang bisa menggugurkan pahala puasa.
Bisa jadi ia akan berpuasa bukan karena Allah swt, namun
karena ingin terlihat atau takut dan malu pada manusia sehingga sering
melakukan kebohongan dengan mengatakan berpuasa kepada orang lain, padahal ia
tidak berpuasa.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Di dalam Al-Qur’an kata iman dan takwa banyak yang
disandingkan untuk mengingatkan kita semua bahwa ada pertalian yang kuat antara
iman dan takwa. Di antaranya yang sering disampaikan oleh para khatib Jumat
dalam wasiat takwanya dengan mengutip ayat Al-Qur’an surat Al-Imran ayat 102 yakni:
يٰاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِه
وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah
kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali
dalam keadaan Muslim.”
Dalam Tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama RI disebutkan
bahwa agar umat Islam memperoleh keimanan yang kuat dan tidak goyah ketika
mendapat cobaan, maka ia harus bertakwa dengan sebenar-benar takwa kepada Allah
swt, sesuai kebesaran, keagungan, dan kasih sayang-Nya kepada manusia.
Bukti ketakwaan ini adalah menaati Allah dengan tidak
sekali pun durhaka, mengingat-Nya dengan tidak sesaat pun melupakan-Nya,
mensyukuri nikmat-Nya dengan tanpa sekali pun dan sekecil apa pun
mengingkarinya sampai batas akhir kemampuan manusia.
Dari hal ini kita menyadari bahwa hubungan antara
ketakwaan dengan keimanan harus bersumber dari dalam hati. Jika tidak didasari
dari hati, maka bisa jadi keimanan tidak membawa kepada ketakwaan dan
sebaliknya ketakwaan tidak akan maksimal dan tidak akan menguatkan keimanan.
Maka keimanan dan ketakwaan inilah yang diolah kualitasnya melalui ibadah puasa
agar keduanya bisa tertancap dengan baik pada diri seorang Muslim.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Perintah berpuasa diturunkan pada bulan Sya'ban tahun
kedua Hijriah, ketika Nabi Muhammad saw mulai membangun pemerintahan yang
berwibawa dan mengatur masyarakat baru. Maka dapat dirasakan, bahwa puasa itu
sangat penting artinya dalam membentuk manusia yang dapat menerima dan
melaksanakan tugas-tugas besar dan suci.
Oleh karena itu para ulama banyak memberikan uraian
tentang hikmah berpuasa di antaranya untuk mempertinggi budi pekerti,
menimbulkan kesadaran dan kasih sayang terhadap orang-orang miskin, orang-orang
lemah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, melatih jiwa dan jasmani,
menambah kesehatan dan lain sebagainya.
Orang yang beriman dan bertakwa dalam puasanya, harus
peka dan mampu merasakan penderitaan orang lain dengan berbagi di bulan
Ramadhan. Bukan malah mendorongnya untuk mencari dan mempersiapkan
bermacam-macam makanan pada siang hari untuk melepaskan lapar dan dahaganya di
kala berbuka pada malam harinya. Jika ini yang terjadi, maka puasa yang
dilakukan hanya dimaknai sebagai sebuah ritual ibadah dan tidak memberi dampak
kebatinan dan sosial.
Predikat takwa yang memang menyangkut hubungan manusia
dengan Tuhan, dan merupakan pencapaian akhir dari prosesi puasa, seharusnya
bukan hanya membekas secara individu dan hanya bentuk melaksanakan perintah
Allah swt. Derajat ketakwaan yang didapat harus memiliki dimensi yang lebih
luas yakni untuk kemanusiaan sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat
Al-Imran ayat 133-134:
وَسَارِعُوْا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ
رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكَاظِمِيْنَ
الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ
Artinya: "Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari
Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang yang berinfak, baik di
waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat
kebaikan,".
Melalui ayat ini kita bisa mengetahui bahwa ciri orang
yang bertakwa adalah memiliki kepekaan sosial dengan menafkahkan hartanya untuk
membantu orang lain di kala lapang maupun sempit. Orang bertakwa juga memiliki
tenggang rasa pada orang lain dalam bentuk menahan amarah dan memaafkan
kesalahan orang lain. Semua ciri takwa ini benar-benar dilatih dalam ibadah
puasa dan ini membuktikan adanya pertalian antara iman, takwa, dan puasa.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Oleh karena itu, mari kita menguatkan tekad untuk
menjadikan momentum Ramadhan kali ini sebagai Ramadhan terbaik dalam sejarah
hidup kita. Kita tidak bisa menggaransi jika kita masih bisa bertemu dengan
Ramadhan-Ramadhan di tahun yang akan datang. Mari maksimalkan kualitas dan
kuantitas puasa dan ibadah kita lainnya di bulan suci ini untuk mewujudkan
keimanan kita agar mencapai predikat takwa.
Semoga Allah swt menjadikan puasa kita sebagai wasilah
terhindarnya kita dari siksa api neraka sebagai sabda Rasulullah saw dari Abu
Hurairah RA yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman
dan mengharapkan pahala niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.”
Semoga Allah mengabulkan harapan kita semua. Amin
جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين،
وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ الْمُتَّقِيْنۙ .أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ،
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Baca juga: MATERI CERAMAH RAMADHAN; Ahlan Wa Sahlan Ya Ramadhan
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا.
أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ،
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ
اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ
الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اَللَّهُمَّ
رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا
وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ
تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنّا نَعُوْذُ بِكَ
مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبٌخْلِ وَ نَعُوْذُ بِكَ
مِنْ عَذَابِا الْقَبْرِوَمِنْ فِتْنَتِ الْمَحْيَا وَاْلمَمَاتِ. اللهم ادْفَعْ عَنَّا
الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ
الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ
بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ