Khutbah Jumat Pertama
إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ
إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ
عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ
الدّيْن
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا
قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ
يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
Jama’ah kaum musliminin, sidang jama’ah shalat jum’ah
yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala..
Di antara Sunnatullah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala
berlakukan dan jalankan pada alam semesta adalah Allah tidak menjadikan kondisi
seseorang hamba itu selalu stabil dan monoton. Tapi Allah Subhanahu wa Ta’ala
dengan hikmahNya menjadikan kehidupan seorang hamba itu kadang-kadang di atas
kadang-kadang di bawah. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengisyaratkan itu dalam Ali
Imran:
… وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا
بَيْنَ النَّاسِ…
“Oleh karena itu Allah Subhanahu wa
Ta’ala selalu menguji manusia (kadang-kadang dengan ujian yang dia senangi,
kadang-kadang dengan ujian yang tidak dia senangi oleh seorang hamba)…” (QS.
Ali-Imran[3]: 140)
وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً
ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Dan Kami akan menguji kalian,
kadang-kadang ujian itu berupa kejelekan (sesuatu yang tidak disenangi oleh
seorang hamba), dan kadang-kadang ujian itu berupa kebaikan (sesuatu yang disenangi
oleh seorang hamba), semuanya itu adalah ujian. Dan semua orang nanti akan
dikembalikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Anbiya[21]: 35)
Karena dengan ujian itu maka akan nampak siapa yang
sebenarnya orang-orang yang berhasil dalam menjalani ujiannya dan siapa
orang-orang yang gagal dalam menjalani ujiannya.
Di antara ujian yang menimpa seorang hamba, seorang anak
manusia, adalah ujian yang berupa sulitnya hidup.
Ujian yang berupa sulitnya hidup ini menjadikan manusia
terbelah menjadi dua. Ada orang-orang yang berhasil mensikapi dengan koridor
dan kaidah-kaidah syar’i, ada orang-orang yang gagal dalam mensikapi ini.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengisyaratkan
ini dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud dan yang lainnya, yang dihasankan
oleh Imam Tirmidzi, dari Abdullah ibnu Mas’ud, bahwasannya Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَن نَزَلتْ به فَاقةٌ ، فأَنَزَلَها بالنَّاسِ
، لَم تُسدَّ فاقتُه ، و مَن نَزلَتْ به فاقةً ، فأنزلَها باللهِ ، فيُوشِكُ اللهُ
برزقٍ عاجلٍ ، أو آجلٍ
“Barangsiapa yang dia tertimpa
faaqah…”
Faaqah (فَاقةٌ) itu kesulitan hidup. Baik itu sulitnya
ekonomi, sulitnya kesehatan karena tertimpa penyakit, atau prahara dalam rumah
tangganya, atau ada malapetaka dalam anak-anaknya, apapun yang merupakan
kesulitan hidup.
“Barangsiapa orang itu yang tertimpa
kesulitan dalam hidupnya, lalu kesulitan itu dia curahkan/berikan/timpakan
kepada orang, maka niscaya kesulitannya tidak akan pernah terselesaikan.”
Tapi kebalikannya kata beliau Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam..
“Barangsiapa yang tatkala dia
tertimpa kesulitan, lalu dia curahkan/serahkan/pasrahkan kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala sebentar lagi akan memberikan kepada
dia anugerah yang cepat maupun anugerah yang tertunda.” (HR. Tirmidzi)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membagi manusia
dalam hadits yang berbarokah ini. Tatkala tertimpa kesulitan hidup dan itu
adalah satu kepastian dalam kehidupan umat manusia. Siapapun dia, apapun
jabatannya, berapa kekayaannya, apapun kekuatannya, orang itu mesti akan
mengalami yang namanya faaqah dalam kehidupannya (sisi apapun).
Mungkin faaqah itu menimpa dia dari sisi ekonomi, mungkin
menimpa dia dari sisi kesehatan, mungkin menimpa dia dalam masalah prahara
rumah tangganya, atau mungkin dalam masalah anak keturunannya. Itu mesti akan
dialami oleh seorang anak manusia.
Kelompok pertama
Manusia terbelah menjadi dua. Ada orang-orang yang kalau
tertimpa faaqah (kesulitan hidup) malah menyerahkan urusan itu kepada orang.
Entah orang itu dirinya sendiri, dia ‘ujub, merasa punya kekuatan, merasa punya
kekuasaan, sehingga akhirnya dia berusaha tanpa i’timad kepada Allah. Tanpa
bersandar kepada Allah dia meyakini mampu melakukan itu dengan dirinya sendiri.
Atau mungkin dia menyandarkan hal itu hanya kepada orang
lain, orang yang dia anggap berkuasa, orang yang dia anggap punya kekuatan,
orang yang dia anggap punya kekuasaan dan yang lainnya.
Atau mungkin yang lebih parah hanya mengeluhkan kepada
orang lain. Terutama yang lebih parah pada zaman sekarang kondisi itu dia
keluhkan lewat medsos atau yang lainnya.
Maka yakinlah tidak akan pernah terselesaikan masalah
tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: لَم تُسدَّ فاقتُه.
Bagaimana mungkin akan terselesaikan wahai kaum muslimin
yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala? Manusia itu tercipta oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala dengan penuh segala kekurangannya.
Allah menyebut manusia sebagai makhluk yang dhaif:
وَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا
“Manusia tercipta dalam kondisi yang
lemah.” (QS. An-Nisa[4]: 28)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut manusia adalah hamba
yang fakir:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى
اللَّهِ ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Wahai sekalian manusia, kalian
adalah orang-orang yang fakir dihadapan Allah, sedangkan Allah lah Yang Maha
Kaya dan Maha Terpuji.” (QS. Fathir[35]: 15)
Manusia itu akan dibatasi dengan kematian:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Semua jiwa pasti akan mengalami
kematian.” (QS. Ali-Imran[3]: 185)
Dan manusia itu hatinya tidak stabil, kadang begini
kadang begitu. Kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ
مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ…
“Bahwasanya hati manusia itu antara
dua jarinya Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah yang membolak-balikkan hati
manusia itu tergantung pada apa yang Dia kehendaki.”
Kelompok kedua
Kelompok kedua adalah orang-orang yang tatkala tertimpa
musibah, tatkala dia itu tertimpa malapetaka, tatkala dia tertimpa kesulitan
dalam hidupnya, maka dia sandarkan hidupnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
فأنزلَها باللهِ
“Dia pasrahkan itu kepada Allah.”
Bagaimana bentuk kepasrahan, bagaimana bentuk dia
sandarkan itu kepada Allah? Yaitu dengan cara yang syar’i. Salah satunya apa
yang disabdakan oleh Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
وَلاَ تَعْجِزْ
“Berjuanglah/bersungguh-sungguhlah
untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan minta tolonglah kepada Allah,
jangan pernah putus asa.” (HR. Muslim)
Ikhtiar, berusaha, lalu berdoa kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, lalu menyerahkan urusan itu kepada Allah dengan tawakal.
Usaha yang kuat! Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak
akan menurunkan pertolonganNya kecuali dengan usaha. Itu sunnatullah yang
berjalan. Berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الدُّعَاءُ سِلاَحُ الْمُؤْمِنِ
“Doa adalah senjata seorang mukmin.”
(HR. Al-Hakim)
Dan semua orang yang berdoa (asalkan terpenuhi syarat dan
rukun serta adabnya doa) pasti akan dikabulkan oleh Allah. Kemudian tawakalkan
itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka apabila orang menyandarkan masalahnya hanya kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya janji Rasulullah akan segera terwujud.
فيُوشِكُ اللهُ برزقٍ عاجلٍ ، أو آجلٍ
“Maka niscaya sebentar kemudian Allah
akan menganugerahkan kepada dia anugerah yang cepat atau agak terlambat.”
Khutbah Jumat Kedua
Jama’ah kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala..
Menyerahkan urusan kepada Allah dalam semua urusan yang
kita hadapi di alam Mayapada ini adalah bentuk dari ketawakalan. Dan hakikat
dari tawakal adalah apa yang disabdakan oleh Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam:
لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ
تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Seandainya kalian bertawakal kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tawakal yang sesungguhnya, maka niscaya Allah
akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Allah memberikan rezeki kepada
seekor burung.”
Burung digambarkan oleh beliau Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam.
“Pagi hari itu keluar dari sangkarnya
dalam kondisi lapar, lalu sore hari dia balik ke sangkarnya dalam kondisi yang
kenyang.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Al-Hakim)
Tawakal tetap dengan usaha. Karena burung tersebut tidak
mendapatkan apa yang dia inginkan (tidak mendapatkan rezekinya) kecuali keluar
dari sangkarnya.
Tetap dia berusaha, tapi dia tahu bahwa usaha yang dia
lakukan itu adalah sudah ditetapkan oleh Allah. Apapun hasilnya maka itu yang
kemudian dia terima dan dia bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sehingga hingga sore hari dia pulang dalam kondisi kenyang mendapatkan rezeki
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita adalah
hamba-hamba Allah yang mampu mensikapi hidup ini dengan penuh kearifan,
mensikapi masalah-masalah kehidupan kita sandarkan itu kepada Allah dan kita
tawakalkan itu kepada Allah setelah kita berjuang untuk menyelesaikannya dan
berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ
وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ
اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ, وَالْمُؤْ مِنِيْنَ وَالْمُؤْ مِنَاتِ, اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتِ,
اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ, يَا قَاضِىَ الْحَاجَاتِ, وَيَا
كَافِىَ الْمُهِمَّاتِ
. اَللّهُمَّ اَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُ قْنَا اتِّبَاعَةَ,
وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْناَ اجْتِنَابَهُ
رَبَّنَا اتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
الْاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
. اِنَّ اللهَ يَاْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ, اِيْتَاءِ
ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْىِ, يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ