Khutbah Pertama
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ
مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ
حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا
رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ
وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ
وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ
ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا،
أَمّا بَعْدُ
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ،
وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ
اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Jamaah shalat JUMAT rahimakumullah,
Secara umum, orang merasa senang dengan banyak teman.
Manusia memang tidak bisa hidup sendiri, sehingga disebut sebagai makhluk
sosial. Tetapi itu bukan berarti, bahwa seseorang boleh semaunya bergaul dengan
sembarang orang menurut selera nafsunya. Sebab, teman adalah personifikasi
diri. Manusia selalu memilih teman yang mirip dengannya dalam hobi,
kecenderungan, pandangan, pemikiran. Karena itu, Islam memberi batasan-batasan
yang jelas dalam soal pertemanan.
Teman memiliki pengaruh yang besar sekali. Rasulullah
bersabda,
"Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka
hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya." (HR. Ahmad
dan Tirmidzi).
Makna hadits di atas adalah seseorang akan berbicara dan
berperilaku seperti kebiasaan kawannya. Karena itu beliau Shalallaahu alaihi
wasalam mengingatkan agar kita cermat dalam memilih teman. Kita harus kenali
kualitas beragama dan akhlak kawan kita. Bila ia seorang yang shalih, ia boleh
kita temani. Sebaliknya, bila ia seorang yang buruk akhlaknya dan suka
melanggar ajaran agama, kita harus menjauhinya.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
"Jangan berteman, kecuali dengan orang mukmin, dan
jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa." (HR. Ahmad
dihasankan oleh al-Albani)
Termasuk dalam larangan di atas adalah berteman dengan
pelaku dosa-dosa besar dan ahli maksiat, lebih-lebih berteman dengan
orang-orang kafir dan munafik.
Khathabi berkata, “Yang dimaksud dengan jangan memakan makananmu,
kecuali orang yang bertakwa adalah dengan cara mengundang mereka dalam suatu
jamuan makan. Sebab jamuan makan bisa melahirkan rasa kasih sayang dan cinta di
antara yang hadir”. Adapun makanan yang memang dibutuhkan oleh mereka, maka
tidak apa-apa diberikan.
Allah berfirman, artinya, "Dan mereka memberikan
makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang
ditawan." (QS. Al-Insan: 8). Dan yang ditawan bisa saja adalah orang-orang
kafir.
Demikian juga dalam pergaulan yang sifatnya umum seperti
bertetangga, jual beli dan sebagainya, maka hukumnya masuk dalam hukum
muamalah, di mana kita boleh bermuamalah dengan siapa saja, muslim maupun non
muslim.
Jamaah shalat JUMAT rahimakumullah,
Persahabatan yang paling agung adalah persahabatan yang
dijalin di jalan Allah dan karena Allah, bukan untuk mendapatkan manfaat dunia,
materi, jabatan atau sejenisnya. Persahabatan yang dijalin untuk saling
mendapatkan keuntungan duniawi sifatnya sangat sementara. Bila keuntungan
tersebut telah sirna, maka persahabatan pun putus.
Berbeda dengan persahabatan yang dijalin karena Allah,
tidak ada tujuan apa pun dalam persahabatan mereka, selain untuk mendapatkan
ridha Allah. Orang yang semacam inilah yang kelak pada Hari Kiamat akan
mendapat janji Allah.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
"Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, 'Di
mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan
Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan,
kecuali perlindungan-Ku." (HR. Muslim)
Dari Mu'adz bin Jabal berkata, “Aku mendengar Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman,
"Wajib untuk mendapatkan kecintaan-Ku orang-orang yang saling mencintai karena
Aku dan yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling berkorban karena
Aku." (HR. Ahmad).
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadits
Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , diceritakan, "Dahulu ada seorang
laki-laki yang berkunjung kepada saudara (temannya) di desa lain. Lalu
ditanyakan kepadanya, 'Ke mana anda hendak pergi? Saya akan mengunjungi teman
saya di desa ini', jawabnya, 'Adakah suatu kenikmatan yang anda harap darinya?'
'Tidak ada, selain bahwa saya mencintainya karena Allah Azza wa Jalla',
jawabnya. Maka orang yang bertanya ini mengaku, "Sesungguhnya saya ini
adalah utusan Allah kepadamu (untuk menyampaikan) bahwasanya Allah telah
mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai temanmu karena Dia."
Jamaah shalat JUMAT rahimakumullah,
Anas Radhiallaahu anhu meriwayatkan, "Ada seorang
laki-laki di sisi Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Tiba-tiba ada sahabat lain
yang berlalu. Laki-laki tersebut lalu berkata, “Ya Rasulullah, sungguh saya
mencintai orang itu (karena Allah)”. Maka Nabi Shalallaahu alaihi wasalam
bertanya “Apakah engkau telah memberitahukan kepadanya?” “Belum”, jawab
laki-laki itu. Nabi bersabda, “Maka bangkit dan beritahukanlah padanya, niscaya
akan mengokohkan kasih sayang di antara kalian.” Lalu ia bangkit dan memberitahukan,
“Sungguh saya mencintai anda karena Allah.” Maka orang ini berkata, “Semoga
Allah mencintaimu, yang engkau mencintaiku karena-Nya." (HR. Ahmad,
dihasankan oleh Al-Albani).
Hal yang harus diperhatikan oleh orang yang saling
mencintai karena Allah adalah untuk terus melakukan evaluasi diri dari waktu ke
waktu. Adakah sesuatu yang mengotori kecintaan tersebut dari berbagai
kepentingan duniawi?
Jamaah shalat JUMAT rahimakumullah,
Paling tidak, saat bertemu dengan teman hendaknya kita
selalu dalam keadaan wajah berseri-seri dan menyungging senyum. Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
"Jangan sepelekan kebaikan sekecil apapun, meski
hanya dengan menjumpai saudaramu dengan wajah berseri-seri." (HR. Muslim
dan Tirmidzi).
Dalam sebuah hadis riwayat Aisyah Radhiallaahu anha
disebutkan, bahwasanya "Allah mencintai kelemah-lembutan dalam segala
sesuatu." (HR. al-Bukhari). Dalam hadis lain riwayat Muslim disebutkan
“Bahwa Allah itu Maha Lemah-Lembut, senang kepada kelembut-an. Ia memberikan kepada
kelembutan sesuatu yang tidak diberikan-Nya kepada kekerasan, juga tidak
diberikan kepada selainnya."
Termasuk yang membantu langgengnya cinta dan kasih sayang
adalah saling memberi hadiah di antara sesama teman. Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam bersabda,
"Saling berjabat tanganlah kalian, niscaya akan
hilang kedengkian. Saling memberi hadiah lah kalian, niscaya kalian saling
mencintai dan hilang (dari kalian) kebencian." (HR. Imam Malik).
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ الله لِي
وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ
هُوَ اْلغَفُوْرُ الرّحِيْمُ
Baca juga: Seberapakah Syukur Kita?
[KHUTBAH KEDUA]
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ
عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا
كَثِيْرًا.
Dalam Islam, prinsip menolong teman adalah bukan berdasar
permintaan dan keinginan hawa nafsu teman. Tetapi prinsip menolong teman adalah
keinginan untuk menunjukkan dan memberi kebaikan, menjelaskan kebenaran dan
tidak menipu serta berbasa-basi dengan mereka dalam urusan agama Allah.
Termasuk di dalamnya adalah amar ma'ruf nahi mungkar, meskipun bertentangan
dengan keinginan teman.
Adapun mengikuti kemauan teman yang keliru dengan alasan
solidaritas, atau berbasa-basi dengan mereka atas nama persahabatan, supaya
mereka tidak lari dan meninggalkan kita, maka yang demikian ini bukanlah
tuntunan Islam.
Salah satu sifat utama penebar kedamaian dan perekat
ikatan persaudaraan adalah lapang dada. Orang yang berlapang dada adalah orang
yang pandai memahami berbagai keadaan dan sikap orang lain, baik yang
menyenangkan maupun yang menjengkelkan. Ia tidak membalas kejahatan dan
kezhaliman dengan kejahatan dan kezhaliman yang sejenis, juga tidak iri dan
dengki kepada orang lain. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
"Seorang mukmin itu tidak punya siasat untuk
kejahatan dan selalu (berakhlak) mulia, sedang orang yang fajir (tukang
maksiat) adalah orang yang bersiasat untuk kejahatan dan buruk akhlaknya."
(HR. HR. Tirmidzi, Al-Albani berkata “hasan”
Karena itu Nabi Shalallaahu alaihi wasalam mengajarkan
agar kita berdo’a dengan:
"Dan lucutilah kedengkian dalam hatiku." (HR.
Abu Daud, Al-Albani berkata 'shahih')
Termasuk bumbu pergaulan dan persaudaraan adalah berbaik
sangka kepada sesama teman, yaitu selalu berfikir positif dan memaknai setiap
sikap dan ucapan orang lain dengan persepsi dan gambaran yang baik, tidak
ditafsirkan negatif. Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
“Jauhilah oleh kalian berburuk sangka, karena buruk
sangka adalah pembicaraan yang paling dusta” (HR.Bukhari dan Muslim). Yang
dimaksud dengan berburuk sangka di sini adalah dugaan yang tanpa dasar.
Jamaah shalat JUMAT rahimakumullah,
Setiap orang punya rahasia. Biasa-nya, rahasia itu
disampaikan kepada teman terdekat atau yang dipercayainya. Anas Radhiallaahu
anhu pernah diberi tahu tentang suatu rahasia oleh Nabi Shalallaahu alaihi
wasalam. Anas Radhiallaahu anhu berkata, "
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam merahasiakan kepadaku
suatu rahasia. Saya tidak menceritakan tentang rahasia itu kepada seorang pun
setelah beliau (wafat). Ummu Sulaim pernah menanyakannya, tetapi aku tidak
memberitahukannya." (HR. Al-Bukhari).
Teman dan saudara sejati adalah teman yang bisa menjaga
rahasia temannya. Orang yang membeberkan rahasia temannya adalah seorang
pengkhianat terhadap amanat. Berkhia-nat terhadap amanat adalah termasuk salah
satu sifat orang munafik.
Persahabatan yang dijalin karena kepentingan duniawi
tidak mungkin bisa langgeng. Bila manfaat duniawi sudah tidak diperoleh
biasanya mereka dengan sendirinya berpisah bahkan mungkin saling bermusuhan.
Berbeda dengan persahabatan yang dijalin karena Allah, mereka akan menjadi
saudara yang saling mengasihi dan saling membantu, dan persaudaraan itu tetap
akan berlanjut hingga di negeri Akhirat. Allah berfirman, artinya,
"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi
musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." (QS.
Az-Zukhruf: 67)
Ya Allah, anugerahilah kami hati yang bisa mencintai
teman-teman kami hanya karena mengharap keridhaan-Mu. Amin. (Ibnu Umar)
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّهُمّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَاْلمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنًاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَالأَمْوَاتِ إِنّكَ سَمِيْعٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ
رَبّنَا لاَتًؤَخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ
أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلىَ
الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تُحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ
وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَنَا فَانْصُرْنَا عَلىَ
الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.