انَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَـغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِالله ِمِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَ مِنْ سَـيِّأَتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ
الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
والصلاة والسلام على رسول الله وعلى أله وصحبه
ومن واله
أَعُوْذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
: يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ( ) يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا( )يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ
فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا ( ) أمـّا بعد
فَـإِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَـابُ اللهِ,
وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّالْأُمُوْرِ
مُحْدَثاتُهَا
Muslimin/Muminin marilah kita bersyukur kepada Allah,
kita masih bisa melaksanakan Salat Jumat berjamaah. Khatib berwasiat marilah
kita senantiasa bertakwa kepada Allah dengan takwa sebenar-benarnya takwa.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Perjalanan kehidupan manusia di dunia tidak selamanya
berjalan indah. Terkadang hadir di tengah-tengah kita berbagai macam musibah.
Bencana datang melanda. Hadir tanpa diduga, tidak pula terlebih dulu memberi
kabar berita.
Dalam beberapa pekan terakhir, misalnya, terasa banyak
sekali musibah yang menimpa bangsa kita. Longsor, banjir, pesawat jatuh, dan
gempa bumi telah menewaskan ratusan korban jiwa. Keluarga, kerabat, juga kita
semua tentu merasa sedih dan berduka cita.
Sejatinya kehidupan manusia tidak pernah luput dari
ujian. Kebahagiaan dan kesedihan terus dipergilirkan. Suka dan duka datang
silih berganti menjadi hiasan. Seorang ulama Wahab ibn Minbah mengatakan,
“Tidaklah seorang yang berilmu itu sempurna keilmuannya, sebelum dia menerima
sesuatu sebagai nikmat dan sesuatu sebagai ujian. Orang yang ditimpa ujian itu
sesungguhnya sedang menanti datangnya nikmat. Sedangkan, orang yang dikarunia
nikmat sesungguhnya dia sedang menanti datangnya ujian.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi musibah kepada manusia
dalam kehidupannya di dunia adalah sebagai ujian, untuk menguji keimanan mereka
kepada Allah. Dalam Al-Quran, setidaknya ada 77 kali penggunaan kata musibah,
yang tersebar pada 56 ayat di dalam 27 surah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, musibah diartikan
dengan kejadian menyedihkan yang menimpa. Sedangkan dalam kamus bahasa Arab
al-Munawwir, musibah berasal dari kata ashaba yang diartikan sebagai bencana
atau malapetaka.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Musibah yang dialami manusia setidaknya memiliki empat
sifat. Hal ini hendaknya diketahui oleh setiap manusia, khususnya ummat Islam
agar dalam menghadapinya dapat mengambil sikap yang tepat sesuai tuntunan Allah
dan rasulNya sehingga Allah memberikan pahala dan anugerah yang besar kepada
yang tertimpa musibah.
Pertama, musibah adalah sebuah kepastian dan dialami
semua manusia yang hidup di dunia. Semua sudah tercatat di langit pada catatan
Allah, di ‘lauhul mahfudz’. Karena sifatnya yang pasti, maka kita harus
mempersiapkan diri sebaik mungkin, membekali diri dengan ilmu sehingga bisa
menyikapinya secara tepat. Firman Allah pada Al Quran Surah Al Hadid ayat
22-23:
مَا أَصَابَ مِن
مُّصِيبَةٍ فِى ٱلأَرضِ وَلَا فِى أَنفُسِكُم إِلَّا فِى كتابٍ مِّن قَبلِ أَن نَّبرَأَهَاۚ إِنَّ ذَٲلِكَ
عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ
Artinya:”Tiada suatu musibahun yang menimpa di bumi dan
[tidak pula] pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab [Lauh
Mahfuzh] sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah”. (Q.S. Al-Hadid/57:
22-23).
Kedua, musibah itu adalah sesuatu yang serba sulit, maka
jika manusia tidak memiliki ilmu yang cukup, sudah tentu ia tidak akan lulus
menjalaninya. Tanpa ilmu yang memadai, tentu manusia akan menderita kerugian
yang besar, bahkan kecelakaan dan kesengsaraan dunia akhirat. Maka, membekali
diri dengan ilmu yang cukup adalah sebuah keharusan bagi manusia dalam
kehidupan ini. Allah berfirman dalam Al-Quran surah Al-Baqorah ayat 155 yang
berbunyi:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ
وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِ ۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ ﴿البقرة : ۱۵۵
Artinya:”Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah
kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”. (Q.S. Al-Baqorah/2: 155)
Ketiga, semakin sulit dan susah musibah yang dirasakan
manusia, maka semakin tinggi pahala yang akan ia dapat di sisi Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Sebagaimana para Nabi dan Rasul, mereka menerima musibah yang sulit.
Tidak semua manusia sanggup memikulnya.
Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah: “Wahai
Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Lalu, Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab, “Para Nabi, kemudian yang semisalnya
dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya.
Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila
agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang
hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam
keadaan bersih dari dosa.”
Keempat, sesulit apapun musibah, pasti manusia bisa
mengatasinya. Tidak mungkin Allah memberi masibah kepada manusia jika ia tidak
kuat menanggungnya. Maka kadar dan takaran musibah yang dialami manusia
berbeda-beda karena memang kemampuannya juga berbeda. Maka jika kita sudah tahu
bahwa musibah yang kita alami itu sudah diukur takarannya secara cermat dan
tepat, maka kita optimis pasti akan bisa memaluinya dengan baik. Kita juga
tidak perlu iri dengan nasib orang lain yang kita anggap lebih baik dari
keadaan kita karena semua memiliki ujian dan cobaan dengan kadar masing-masing.
Allah berfirman:
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا
ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا
مَا اكْتَسَبَتْ
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”. (Q.S.
Al-Baqorah/2:186)
Baca juga: Khutbah Jumat: Masa Depan Lebih Baik Dengan Ikhtiar & Doa
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Jika kita mendengar ada seseorang yang tertimpa musibah,
terutama kematian, maka Allah
memerintahkan kita untuk mengucap اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَ
(Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan sesunguhnya kepadaNya kita semua akan
kembali).
Bagi orang beriman, kematian sesungguhnya adalah pintu
gerbang menuju kehidupan abadi yang penuh dengan kenikmatan yang hakiki.
Kematian adalah pintu masuk menuju surga yang kekal dan abadi. Maka bagi
mereka, kematian bukan bencana, tetapi merupakan anugerah dan rahmat dari Allah
Yang Maha Kuasa.
Kematian juga bisa menjadi sarana bagi mereka untuk lepas
dari segala rasa sakit. Jika dalam hidupnya, seseorang diuji dengan musibah
sakit, mungkin sudah bertahun-tahun lamanya ia derita, sudah sekian lama dan ke
mana-mana ia berobat, namun belum kunjung mendapat kesembuhan, maka yang dapat
memutus rasa sakit itu adalah kematian. Bagi orang-orang yang bersabar dan
ridha dengan ujian sakit itu, kematian adalah hadiah terbaik dari Allah supaya
ia dapat lepas dari rasa sakit yang ia derita.
Sementara itu, bagi mereka para pejuang, aktifis, relawan
kemanusiaan, atau mereka yang bekerja giat, ulet dan tekun selama hidupnya,
maka kematian adalah sarana bagi mereka untuk beristirahat dari segala
aktifitas mereka. Allah mencukupkan usaha yang ia lakukan dan saatnya bagi
mereka menikmati buah dari hasil perjuangannya yang ia persembahkan ikhlas
untuk Allah semata.
Pun juga bagi mereka para istri yang mendukung perjuangan
suaminya, anak-anak yang konsisten membantu perjuangan Sang Ayah, Bapak dan
(atau) Ibu yang mendukung perjuangan anak-anaknya, maka jika menemui ajalnya,
maka Allah mencukupkan dukungannya itu dan Allah pasti akan balas dukungan itu
dengan pahala terbaik di sisiNya.
Kecuali
bagi mereka orang-orang kafir dan munafik, maka bagi mereka siksa sebagai
akibat dari perilaku buruknya di kehidupan dunia. Bagi mereka, kematian adalah
awal dari kesengsaraan yang tiada bertepi dan kecelakaan yang tidak dapat
mereka lari darinya.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ،
وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآياَتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، أَقُولُ
مَا تَسْمَعُونَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهِ لِي وَلَكُمْ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيم