الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، اَلَّذِى
خَلَقَ اْلإِنْسَانَ خَلِيْفَةً فِي اْلأَرْضِ وَالَّذِى جَعَلَ كُلَّ شَيْئٍ إِعْتِبَارًا
لِّلْمُتَّقِيْنَ وَجَعَلَ فِى قُلُوْبِ الْمُسْلِمِيْنَ بَهْجَةًوَّسُرُوْرًا.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِٰلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهْ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلاَئِقِ وَالْبَشَرْ. اَللّٰهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
نُوْرِ الْأَنْوَارْ، وَعَلَى أٰلِهِ وَصَحْبِهِ الْأَطْهَارْ. أَمَّا بَعْدُ:
فَيَآأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ
بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلْيَخْشَ
ٱلَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَـٰفاً خَافُواْ عَلَيْهِمْ
فَلْيَتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيدا
Hadirin, sidang Jum’at yang berbahagia.
Rasa syukur merupakan
ungkapan yang paling tepat kita panjatkan kehadirat Allah
SwT. Akan tetapi, syukur kiranya bukan hanya sekadar ungkapan lisan, melainkan
juga aktualisasi sikap
itu dalam kehidupan kita sehari-
hari. Juga, marilah senantiasa kita pertebal sikap iman
dan takwa
kita ke haribaan-Nya. Iman
merupakan sikap batin yang senantiasa perlu kita pupuk
terus- menerus. Iman secara singkat dipahami sebagai kesadaran utuh yang terhujam
di kedalaman hati, teraktualisasi pada ungkapan lisan, serta termanifestasi
pada tingkah- laku sehari-hari. Keterhubungan antara hati, lisan, dan perbuatan
itulah yang dimaksud dengan makna iman yang sesungguhnya. Jika di antara satu
dari ketiga elemen tersebut terjadi ketidakcocokkan, maka iman menjadi kurang
sempurna.
Sedangkan takwa, dimaknai sebagai sikap tunduk dan patuh
atas segala apa pun yang sudah menjadi ketetapan Allah SwT. Takwa secara
sederhana adalah patuh atas segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-
larangan-Nya. Kepatuhan merupakan manifestasi kita sebagai hamba-Nya, dalam
menjalankan kewajiban, sekaligus bentuk ungkapan rasa syukur kita atas segala
anugerah dan nikmat yang melimpah ini. Karenanya, marilah kita tingkatkan sikap
iman dan takwa kita kepada Allah SwT.
Kaum Muslimin, sidang Jum’at rahimakumullah.
Ada sepenggal cerita unik. Alkisah, suatu kali sang ayah
melihat buah hatinya malas belajar dan enggan ke sekolah. Seketika, ia mengajak
sang anak berkeliling kota dengan mengendarai mobil.
Di sebuah perempatan jalan, lampu menyala merah. Mereka
berhenti, lalu turun dari mobil. Sambil membawa gitar, sang ayah menembangkan
lagu, menghibur pengguna jalan. Jeda bernyanyi, sang ayah berbisik, “Nak kalau
kamu malas belajar dan enggan ke sekolah, maukah kamu menjadi seperti ayah
lakukan sekarang?” Sang anak lalu sadar tindakannya itu keliru. Dan minta maaf
pada sang ayah.
Pelajaran apa yang dapat kita ambil dari cerita itu buat
anak- anak kita? Tentu bukan sekadar khotbah moral. Melainkan
keteladanan. Meningkatkan semangat beribadah dan mengasah
kepekaan untuk peduli pada sesama, misalnya, dibutuhkan bimbingan. Peran
orangtua begitu sentral di sini. Termasuk dalam menjalankan ibadah puasa.
Hanya, kita sering
lupa, puasa tak sekadar mengasah batin serta nurani orang
dewasa. Dampak puasa mestinya ikut juga merasuk dalam kehidupan anak- anak kita
sehari-hari. Sebab puasa pada dasarnya menahan diri.
Melibatkan anak sekaligus
membawanya pada nuansa Ramadlan, misalnya, merupakan tindakan
terpuji dan patut diteladani. Inilah sikap yang dianjurkan Nabi Muhammad saw.
Dan kita, tentu tunduk dan patuh atas anjuran beliau. Ini mungkin, setidaknya,
dapat dijadikan sebagai satu pandangan,
membiasakan anak berpuasa sejak usia dini, dapat menjadi
fondasi bagi kepribadiannya dewasa
kelak. Berpuasa menjadi sangat penting sebagai modal
dalam mengarungi perjalanan hidup ini. Dan itu, mestinya sudah mulai dilakukan
semasa kanak-kanak.
Pembiasaan itu dilaksanakan
pertama kali dengan jalan suri teladan. Keteladanan bukan
barang mewah. Ia menyangkut contoh dan sikap. Pembiasaan menjadi begitu
bernilai, sebab terkait dengan proses bagaimana tindakan itu dimulai.
Hadirin, sidang Jum’at yang dimuliakan Allah
Ketertarikan itu nafas utama dalam melakukan sesuatu.
Saat buah hati kita mulai terpesona pada satu hal, kita sebagai ‘rekan dialognya’, berfungsi memberikan
pandangan dan pengarahan. Sikap menanamkan mentalitas yang baik tak cukup hanya
sebatas pengarahan, melainkan juga sikap menunjukkan pada hal baik. Dan itu,
akan menular di sanubari buah hati kita.
Dunia anak adalah dunia yang peka dengan hal baru.
Sesuatu yang baru, bagi orang dewasa, cenderung’ diamati dan dicerna.
Anak dan orang dewasa mempunyai dunia berbeda. Maka,
keteladanan di situlah ruangnya. Ibadah puasa sejatinya sebagai media untuk
semakin mempererat komunikasi kita dengan Allah SWT
(hablumminallah). Termasuk juga berfungsi mengasah kepekaan sosial kita kepada
sesama (hablumminannas).
Orangtua hendaknya mulai membimbing buah hatinya untuk
semakin mendekatkan diri pada Allah SwT dan membiasakan anak untuk memiliki
‘radar’kepekaan sosial yang semakin hari semakin meningkat. Membiasakan anak
supaya sabar menahan makan-minum
merupakan langkah
yang baik. Itu sebagai tonggak awal menumbuhkan sikap untuk peduli pada sesama.
Sudah lazim mendidik anak membutuhkan proses. Tapi hal itu tak berarti ‘mematahkan’
semangat para orangtua dalam membalut sang anak menjadi
lebih berkualitas. Proses membutuhkan pengorbanan. Orangtua tentu akan selalu
siap berkorban demi sang buah hati. Pengorbanan bukan sekadar mempertaruhkan
semua yang kita punya untuk sang
anak. Berkorban berarti juga dibutuhkan kemampuan menyelami dunia anak.
Alangkah menariknya, jika sang buah hati menyaksikan
panutannya memahami apa yang terjadi pada dirinya.
Amat mustahil memang ketika orangtua menyuruh sang anak
berpuasa, tapi dirinya belum mampu menjalankannya. Berpuasa bukan hanya soal
menyangkut arahan dan bimbingan. Melainkan juga terkait upaya pelaksanaan. Dan
dalam waktu yang sama, hal itu melibatkan proses pemahaman. Melaksanakan puasa,
berarti juga menghindarkan diri dari tindakan merugikan. Entah terkait dengan
pribadi maupun orang lain. Tentu, sikap ini disaksikan oleh sang buah hati
kita.
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Membahas keteladan yang menyangkut anak, membutuhkan
kesabaran. Anak itu manusia. Ia bukan hanya sekadar gumpalan daging. Manusia
itu mempunyai tanggapan yang berbeda atas satu kenyataan. Dan anak pun tersangkut’ di dalamnya.
Memang, keteladan bukan sekadar menyangkut pemahaman kita
terhadap tingkah-polah anak- anak kita. Melainkan juga kemauan kita menghadirkan solusi
yang sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka. Keteladan merupakan sikap yang
murah dan sederhana. Dan dalam puasa itu semua tercakup di dalamnya
DOA KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ
لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى
اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ
فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا
اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ
فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ
وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا
عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ
وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ
وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا
مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ
اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ
وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ
مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ
وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا
بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ
لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ !
اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ
وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ
عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ