الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ جَعَلَ الحُرِّيَّةَ وَالاسْتِقْلَالَ
حَقًّا لِبَنِي الإِنْسَانِ، وَأَمَلاً مَقْبُوْلاً لَامَرَدَّ لَهُ لِأَبْنَاءِ الأَوْطَان
والصّلاَةُ وَ السَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنا
مُحَمَّدٍ الَّذِي حَرَّرَ البَشَرِيَّة من ظُلَمِاتِ الاسْتعْمَار وحَوَالِكِ العبودية
لِغَيْرِ الملك الدّيَان. . أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ
لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ
وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ
وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ
رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى : وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ
آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Kaum Muslimin jamaah shalat Jum’at rahimakumullah
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah
SWT atas segala rahmat-Nya yang dilimpahkan kepada kita semua, sehingga kita
dapat beribadah mengabdi kepada-Nya setiap waktu demi menggapai ridha-Nya.
Dalam kesempatan yang mulia ini, marilah kita terus
menerus berusaha meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah SWT; takwa
dalam arti yang sebenar-benarnya. Semoga Allah SWT menempatkan kita semua pada
derajat yang Dia ridhai di dunia dan di akhirat. Amin ya rabbal 'alamin.
Hadirin jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh
'Sayyidina Umar bin Khathab mengatakan:
مَتَى اسْتَعْبَدْتُم النَّاسَ وَقَدْ وَلَدَتْهُمْ
أُمَّهَاتُهُم أَحْرَارًا
Artinya: “Sejak kapan kalian memperbudak manusia, sedang
ibu-ibu mereka melahirkan mereka sebagai orang-orang yang merdeka.”
Syekh Musthofa Al-Ghalayini dalam karyanya Idhatun
Nasyi’in juga menyampaikan:
أَنَّ لِلأُمَمِ أَجَالًا وَأَجَلُ كُلِّ أمَّةٍ
يَوْمَ تَفْقَدُ حُرِّيَّتُهَا
Artinya: “Setiap bangsa memilika ajal yang menjadi akhir
(kematiannya), dan ajal setiap bangsa itu adalah ketika mereka kehilangan
kemerdekaannya.”
Hadirin jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh
Saat ini kita berada di bulan yang bersejarah bagi bangsa
Indonesia, yakni bulan Agustus. Disebutkan dalam pembukaan UUD 1945, atas
berkat rahmat Allah rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Kemerdekaan
kita bukanlah hadiah dari Belanda dan Jepang, tapi kemerdekaan ini ditebus oleh
seluruh rakyat Indonesia dengan cucuran darah, keringat, dan air mata.
Seluruh bangsa bersatu untuk menegakkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, tidak pernah terpikirkan apakah istrinya akan menjadi
janda, anaknya menjadi yatim. Yang terpikir di benak para pahlawan hanyalah
merdeka.
Mari sejenak kita mengenang pahlawan bangsa ini, di
seluruh penjuru Nusantara baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal.
Saya teringat sebuah pernyataan yang pernah disampaikan
oleh mantan Mendikbud DR. Anies Basweidan bahwa pahlawan adalah orang-orang
yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, tak pernah terbersit dalam dirinya
keuntungan apa yang akan mereka dapatkan, yang ada hanya semangat berkorban
untuk yang lain, berjuang untuk bersama.
Hadirin jamaah shalat Jum'at rahimakumullâh,
Mari kita mengingat kembali, kisah perang Ahzab atau
perang Khandaq, perang yang terjadi pada masa Rasulullah SAW. Satu tahun
setelah kemenangan yang diperoleh oleh kafir Quraisy dalam perang Uhud, mereka
dan sekutu sekutunya merencakan peperangan ke Madinah sehingga pecahlah kedua
perang tersebut. Perang demi membela diri dan mempertahankan keyakinan Tauhid
dari gangguan kaum musyrikin.
Pada kasus perang Khandaq, umat Islam didera sejumlah
kesulitan karena jumlah pasukan relatif sedikit. Karena kalah jumlah,
Rasulullah SAW atas usul sahabat Salman Al-Farisi (Persia) membuat pertahanan
berupa parit (Khandaq).
Saat membuat parit, Rasulullah SAW ikut terjun langsung.
Setelah berhari-hari membuat parit itulah, pasokan makanan di Madinah terus
menipis, sehingga terjadi kelaparan. Untuk menghilangkan rasa lapar,
sahabat-sahabat Rasulullah SAW mengganjal perut dengan batu. Demi sebuah
kemerdekaan mereka rela menahan lapar.
Suatu saat ada seorang sahabat yang karena sudah tidak
kuat dengan rasa lapar menghadap Rasulullah, “Ya Rasulullah, kami sudah
mengganjal perut kami dengan satu batu, tapi kami tetap tidak kuat menahannya.”
Rasulullah SAW tersenyum seraya memperlihatkan ikatan di
perut Rasulullah SAW, ternyata sudah ada 2 batu terikat di perut beliau.
Sehingga saat para sahabat merasa lapar, Rasulullah SAW lebih lapar dari
semuanya. Inilah jiwa pemimpin Rasulullah SAW, yang seolah saat ini sudah mulai
jarang kita temukan dalam diri kita.
Secara umum, yang dialami Rasulullah beserta sahabatnya
itu merupakan contoh kecil tentang betapa mahalnya sebuah kemerdekaan:
kemerdekaan untuk berkeyakinan, kemerdekaan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar,
dan kemerdekaan hidup tenang dan damai. Untuk meraih itu semua, mereka rela
mengorbankan segalanya, mulai dari tenaga, pikiran, fisik, hingga nyawa mereka.
Demikian pula yang dilakukan para pahlawan bangsa Indonesia.
Dalam sekala kecil, mungkin masih bisa kita miliki jiwa
pengorbanan dalam diri kita. Sebagaimana orang tua berkorban untuk
anak-anaknya. Lantas, apakah kita masih rela dan mau berkorban untuk orang
lain, orang-orang di sekitar kita? Saya mengajak diri saya pribadi khususnya
dan jamaah Jum’at pada umumnya, mari kita hidupkan kembali jiwa kepahlawanan kita,
keluarga kita, sahabat kita, dan masyarakat kita.
Bangsa kita saat ini sedang dilanda krisis kepemimpinan,
krisis kepercayaan. Semua seolah diukur dengan kepentingan jangka pendek,
sehingga politiklah yang menjadi panglima, keuntungan yang menjadi tujuan. Kita
yang terlalu picik dengan keadaan ataukah memang begitu adanya. Jika ada
pemimpin di sekitar kita yang ingin memberikan contoh yang baik, kita sering
berkata bahwa itu adalah pencitraan dan lain sebagainya. Apakah karena jiwa
kepahlawanan dalam diri masyarakat kita sudah demikian terkikisnya ataukah
kepentingan sesaat kita menghilangkan semua penilaian positif kita.
Ataukah jangan-jangan—dan ini yang paling kita
takutkan—dikarenakan sedikit sekali orang yang baik, sehingga kalau ada orang
baik dianggap sebagai pencitraan dan sejenisnya.
Hadirin jamaah shalat Jum'at rahimakumullâh
Membangunkan jiwa kepahlawanan dan kepedulian serta
pengorbanan kepada diri sendiri mungkin tidak sulit, tapi membangunkan jiwa
kepahlawanan dan kepedulian serta pengorbanan kepada keluarga dan masyarakat
bisa luar biasa sulitnya.
Marilah sejenak kita kembali belajar sejarah tentang
asbabun nuzul QS Al Ahzab: 28-30
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ إِن
كُنتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ
وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا (28) وَإِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَالدَّارَ الْآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا
(29)
Artinya: “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika
kamu sekalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah
supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.
Dan jika kamu sekalian menghendaki keridhoan Allah dan Rosulnya serta
(kesenangan) dinegeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa
yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar.”
Dalam Tafsir Ibnu ‘Ashur dijelaskan tentang latar
belakang turunnya ayat tersebut. Saat Bani Quraidlah berhasil ditaklukan, kaum
Muslimin mendapatkan harta ghanimah yang sangat banyak setelah sebelumnya Bani
Nadhir, dengan hasil fai’ yang sangat banyak.
Istri-istri Rasulullah menganggap beliau berada dalam
keadaan kelonggaran harta, maka kemudian istri-istri Nabi meminta nafkah lebih
kepada Rasulullah SAW.
Dan kemudian turunlah ayat tersebut yang menyindir
istri-istri Nabi, apakah memilih kehidupan dunia atau kehidupan akhirat.
Belajar dari sejarah tersebut, seringkali kita bisa
membangkitkan jiwa pengorbanan dan kepahlawanan dalam diri kita, akan tetapi
belum tentu demikian dengan orang-orang dekat kita. Oleh karena itu, marilah
kita isi kemerdekaan kita dengan membangkitkan gelora jiwa kepahlawanan,
pengorbanan dan kepedulian untuk kebaikan bersama. Semoga Allah senantiasa
melimpahkan kepada negeri kita tercinta ini keberkahan kebaikan dengan momentum
kemerdekaan 17 Agustus 1945.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أقُوْلُ
قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ
إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ،
Baca juga: Keberadaan Allah
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ
لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ
فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهّ أَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ
بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ
اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ
وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
أَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ
وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا
مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ
أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ
عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ
اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا
خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ
وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ
وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ