إنَّ الحَمْدَ لله، نَحْمَدُه، ونستعينُه، ونستغفرُهُ،
ونَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ َأنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ، فَلَا هَادِيَ لَهُ. وأَشْهَدُ أنْ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا
كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Jamaah sidang jum’at yang dirahmati Allah,
Allah telah memerintahkan kepada seluruh kaum muslimin
untuk saling tawashaw bi al-aq, tawashaw bi as-shabr, dan dalam kesempatan kali
ini, khatib ingin berwashiyat kepada khususnya khatib sendiri, dan umumnya
kepada seluruh jamaah untuk selalu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah, karena hanya ketaqwaanlah yang akan menjadi sebaik-baik bekal menghadap
Allah nanti.
Di hari jum’at yan barokah ini, kita dianjurkan untuk
memperbanyak shalawat kepada Nabi Muhammad, sehingga khatib juga tidak lupa
mengingatkan kepada seluruh jamaah untuk memperbanyak shalawat kepada Nabi
Muhammad saw agar kita mendapat syafaat dari beliau di hari akhir nanti.
Jamaah sidang jum’at yang dirahmati Allah,
Pada hakikatnya, semua orang adalah pemimpin yang kelak
akan dimintai pertanggungjawaban. Rasulullah bersabda:
كلكم رَاعٍ ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
: وَالأمِيرُ رَاعٍ ، والرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أهْلِ بَيتِهِ ، وَالمَرْأةُ رَاعِيةٌ
عَلَى بَيْتِ زَوْجها وَوَلَدهِ ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ. (مُتَّفَقٌ عَلَيهِ)
Artinya: Setiap kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai
pertanggungjawaban tentang yang ia pimpin. Seorang penguasa adalah pemimpin,
seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya, seorang istri adalah pemimpin
atas anak dan rumah tangga suaminya. Maka tiap-tiap kalian adalah pemimpin, dan
akan dimintai pertanggung jawaban atas siapa yang dia pimpin. (Muttafaqun
‘Alaih)
Kewajiban utama setiap pemimpin adalah mengarahkan orang
yang dipimpin. Sebagai seorang kepala keluarga, seorang bapak bertanggung jawab
dalam menjaga keluarganya dari api neraka. Hal ini sesuai firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ
وَأَهْلِيكُمْ نَارًا (التحريم: ٦)
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri
kalian dan keluarga kalian dari api neraka. (at-Tahrim: 6)
Jamaah sidang jum’at yang dirahmati Allah,
Ketika ayat tersebut turun, Umar bin al-Khattab bertanya
kepada Nabi Muhammad SAW, “Wahai Rasulullah, kami telah menjaga diri kami dari
api neraka, lalu bagaimana kami menjaga keluarga kami?” lalu Nabi pun menjawab
“Perintahkanlah keluargamu akan apa yang Allah perintahkan kepadamu, dan
laranglah keluargamu dari apa yang Allah larang kepadamu”.
Muhammad Rasyid Ridha (dalam tafsir al manaar) memahami ayat ini dengan pernyataan :
Ajarilah diri, dan keluarga kalian dengan kebaikan, dan adab. Sedangkan
Abdurrahman as-Sa’di dalam Taisiru Kariimi ar-Rahman menyatakan: Perintah menjaga
diri dan keluarga yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah perintah untuk
menjaga diri sendiri dengan mengamalkan perintah-perintah Allah, menegakkan
perintah-perintahnya dengan rasa taat dan menjauhi larangannya, serta bertaubat
jika melakukan perbuatan yang mengundang murka dan adzab Allah, dan menjaga
diri sendiri serta keluarga dengan cara mengajarkan adab, ilmu. Maka, seorang
hamba belum sepenuhnya mempasrahkan dirinya kepada Allah sebelum ia menegakkan
perintah-perintah Allah terhadap dirinya sendiri, dan kepada orang-orang yang
termasuk dalam tanggungannya, yaitu istrinya, anak-anaknya, dan siapapun yang
berada di rumahnya.
Pada masa sekarang, kebanyakan para pemimpin keluarga
-dalam hal ini ayah- hanya tahu bahwa
kewajibannya adalah sekedar memberikan nafkah kepada keluarganya. Padahal,
nafkah yang diberikan hanya sanggup untuk menjaga anggota keluarganya dari
kelaparan di dunia. Sedangkan bekal nafkah ukhrawiy, yang berupa ajakan-ajakan
untuk sama-sama beribadah, dan juga pemberian pendidikan yang layak dan
mencakup aspek pendidikan keduniaan maupun aspek akhirat yang merupakan jalan
yang akan menyelematkan dari api neraka justeru banyak dilupakan.
Ringkasnya, bekal dalam ilmu agama masih menjadi hal yang
jarang diperhatikan oleh para kepala keluarga kepada keluarganya. Jika hanya aspek
dunia yang diberikan kepada keluarganya, bagaimana keluarganya akan selamat
dari api neraka?
Jamaah sidang jum’at yang dirahmati Allah,
Hal lain yang kdang dilupakan oleh para orang tua dalam
pendidikan seorang anak adalah kecenderungan anak yang mengikuti figur orang
tua atau panutan dalam aktifitasnya sehari-hari. Seorang ayah, akan menjadi
tauladan bagi anak-anaknya. Maka jika anak-anaknya melihat ayah yang memiliki
perilaku yang baik, maka naluri seorang anak akan mengikuti perbuatan orang
tuanya. Jika melihat ayahnya selalu berbicara dengan sopan terhadap anaknya,
maka anak akan berkata dengan sopan kepada ayahnya, kepada ibunya, dan kepada
orang-orang yang ia temui.
Dengan demikian, mendidik seorang anak maupun keluarga
adalah dengan cara memberikan pendidikan yang mengajarkan bekal akhirat, dan
memberikan tauladan yang bagus kepada anak. Kalau kita suka berkata kasar dan
malas menjalankan shalat maka kita
pernah berhak untuk beharap anak kita akan bertutur lembut dan taat beribadah
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَ لَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ
العَظِيْمِ وَ نَفَعَنِيْ وَ إِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَ تَقَبَّلَ اللهُ مِنّيْ وَ مِنْكُمْ
تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ وَ الْعَاقِبَةُ
لِلْمُتَّقِيْنِ وَ لَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِيْنَ, أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ
إلا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه.
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْنِيْ وَ إِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ
فَازَ الْمُتَّقُوْنَ, وَ لَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Pada khutbah yang kedua ini. Khatib mengingatkan kembali
kepada seluruh jamaah yang hadir untuk menghentikan fikiran “yang penting
anak-istriku bisa makan” saja, namun gantilah dengan “bagaimanapun aku, anak,
dan istriku bisa masuk surga bersama-sama”.
Dengan demikian keluarga tersebut adalah keluarga yang diberkahi fi
ad-dunya wa al-akhiroh. Dan akhirnya marilah kita berdoa kepada Allah agar kita
semua diberkahi kenikmatan dunia dan akhirat.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَ الْأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ
قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَعْوَاتِ. اللّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ
قُلُوْبِهِمْ وَاجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِهِمْ الْإِيْمَانَ وَالحِكْمَةَ وَأَوْزِعْهُمْ
أَنْ يَشْكُرُوْا نِعْمَتَكَ الَتِي أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ.
رَبِّ اجْعَلْنَا مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا
رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَائنَا, رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِنَا وَلِلْمُؤْمِنِينَ
يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ
أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا
وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ, َقِنَا عَذَابَ النَّارِ, َقِنَا عَذَابَ
النَّارِ. وَ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ, وَ الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ