KHUTBAH PERTAMA :
يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا
الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ
الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ
مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ
بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا
الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ
كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم وَشَرَّ
الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ. اللهم صَل عَلَى مُحَمدٍ، وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلمْ.
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah
Pada kesempatan yang mulia ini, di tempat yang mulia, dan
di hari yang mulia ini, marilah kita selalu menjaga dan meningkat-kan mutu
keimanan dan kualitas ketakwaan kita kepada Allah de-ngan sebenar-benarnya,
yaitu ketakwaan yang dibangun karena mengharap keridhaan Allah Subhanahu
Wata’ala dan bukan keridhaan manusia, ketakwaan yang dilandasi karena ilmu yang
bersumber dari al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah, dan ketakwaan yang dibuktikan
dengan amal perbuatan dengan cara menjalankan setiap perintah Allah dan NabiNya
karena mengharap rahmat Allah Subhanahu Wata’ala dan ber-usaha semaksimal
mungkin menjauhi dan meninggalkan setiap bentuk larangan Allah dan NabiNya
karena takut terhadap azab dan siksa Allah Subhanahu Wata’ala.
Thalq bin Habib Rahimahullah seorang tabi'in, suatu
ketika pernah me-nuturkan sebagaimana dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
di dalam Fatawanya,
اَلتَّقْوَى: أَنْ تَعْمَلَ بِطَاعَةِ الله
عَلَى نُوْرٍ مِنَ الله ، تَرْجُو رَحْمَة َالله وَأَنْ تَتْرُكَ مَعْصِيَةَ الله
عَلَى نُوْرٍ مِنَ الله ، تَخَافَ عَذَابَ الله.
"Takwa adalah kamu mengamalkan ketaatan kepada Allah
berdasar-kan cahaya dari Allah, kamu mengharapkan rahmat Allah, dan kamu
meninggalkan maksiat kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah, serta kamu
takut azab Allah."
Demikianlah seharusnya yang selalu ada dan tumbuh dalam
benak dan hati setiap Muslim, sehingga akan membawa dampak dan bekas yang baik,
melahirkan pribadi-pribadi yang istiqamah dan iltizam (konsisten) terhadap
agamanya sehingga pada akhirnya akan membentuk keluarga dan komunitas
masyarakat yang senan-tiasa berjalan di atas manhaj dan jalan yang lurus.
Dengan demi-kian, Allah Subhanahu Wata’ala akan memberikan kehidupan yang baik
di dunia serta memberikan balasan pahala yang lebih baik dari apa yang telah diperbuat
di akhirat kelak sebagaimana yang telah Allah Subhanahu Wata’ala janjikan.
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah
Sebenarnya yang menjadi pangkal utama sehingga seseorang
akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan memperoleh rahmat Allah Subhanahu Wata’ala
serta selamat dari azabNya pada Hari Kiamat kelak ada-lah sejauh mana dia dapat
menjaga dan memelihara hatinya se-hingga selalu condong dan mempunyai
ketergantungan hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala sebagai satu-satunya dzat
yang selalu membolak-balikkan hati setiap hambaNya sesuai dengan kehendakNya,
dan bukan justru sebaliknya, di mana hatinya selalu condong kepada hawa
nafsunya dan tipu daya setan laknatullah alaihi. Karena pada dasarnya Allah
Subhanahu Wata’ala tidak akan melihat ketampanan dan kecantikan wajah kita,
tidak pula melihat kemulusan dan kemolekan badan-badan kita, namun Allah
Subhanahu Wata’ala hanya akan melihat hati-hati kita dan amal perbuatan kita.
Manakala hati seseorang bersih, maka akan membawa dampak kepada kebaikan seluruh
anggota tubuhnya, begitu sebaliknya jika hati seseorang telah rusak, maka
rusaklah seluruh anggota tubuhnya, sebagaimana hal ini pernah diisyarat-kan
oleh Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari, 1/20.
أَلاَ، وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا
صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ،
أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ.
"Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ini ada
segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh anggota tubuh dan jika
rusak, maka rusaklah seluruh anggota tubuh. Ketahuilah, ia adalah hati."
(HR. al-Bukhari).
Karena itulah ma'asyiral Muslimin, hati mempunyai peranan
yang sangat fital dalam diri seseorang dan menjadi sentral bagi anggota tubuh
lainnya sehingga keberadaannyalah yang dapat menentukan baik buruk dan hitam
putihnya seluruh amalan dan aspek kehidupan seorang Muslim.
Tentu yang demikian tidak sebagaimana yang dipahami oleh
kebanyakan manusia, khususnya kaum Muslimin di mana kalau kita perhatikan
kondisi kebanyakan mereka, niscaya kita akan me-nyaksikan suatu fenomena yang
sangat memprihatinkan dan me-nyedihkan. Mereka memahami bahwa tolak ukur
kebahagiaan seseorang sekedar dengan penampilan lahiriyah dan materi belaka,
sehingga mereka sibuk dengan kehidupan dunianya, memperkaya diri, memperindah
dan mempercantik diri dengan berbagai macam bentuk keindahan dunia, namun pada
saat yang sama, mereka lalai dan lupa dengan keindahan, kebersihan, serta
kesucian batin yang pada akhirnya justru dapat menyelamatkan mereka; baik di
dunia maupun di akhirat kelak. Marilah kita renungkan sebuah ayat
sebagai bantahan Allah terhadap mereka, sebagaimana Firman-Nya :
وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُم مِّن قَرْنٍ
هُمْ أَحْسَنُ أَثَاثًا وَرِءْيًا
"Berapa banyak umat yang telah Kami binasakan
sebelum mereka, sedang mereka adalah lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih
sedap dipandang mata." (Maryam: 74).
Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي اْلأَرْضِ فَيَنظُرُوا
كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْهُمْ
وَأَشَدَّ قُوَّةً وَءَاثَارًا فِي اْلأَرْضِ فَمَآأَغْنَى عَنْهُم مَّاكَانُوا
يَكْسِبُون.
"Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di
muka bumi lalu memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebe-lum
mereka. Orang-orang sebelum mereka itu lebih hebat kekuatan-nya dan (lebih
banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka apa yang mereka usahakan itu
tidak dapat menolong mereka." (Al-Mu`-min: 82).
Dua ayat di atas, cukuplah memberikan penjelasan dan
infor-masi kepada kita bahwa segala sesuatu yang mereka usahakan dan mereka
nikmati ternyata tidak berguna dan tidak dapat me-nyelamatkan mereka.
Na'udzubillahi min dzalik.
Jamaah Shalat
Jum'ah Rahimakumullah
Oleh karenanya, keindahan batin dan keselamatan hati
meru-pakan dasar dan pondasi keberuntungan di dunia dan di Hari Kiamat kelak.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :
يَابَنِى ءَادَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ
لِبَاسًا يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ
ذَلِكَ مِنْ ءَايَاتِ ِالله لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan
pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian
takwa itulah yang baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat." (Al-A'raf: 26).
Sesungguhnya perkara hati merupakan perkara agung dan
kedudukannya pun sangat mulia, sehingga Allah Subhanahu Wata’ala menurunkan
kitab-kitab suciNya untuk memperbaiki hati, dan Dia utus para Rasul untuk
menyucikan hati, membersihkan, dan memperindah-nya. Demikianlah Allah Subhanahu
Wata’ala berfirman :
يَآأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم
مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ
لِّلْمُؤْمِنِينَ
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) da-lam
dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Yunus:
57).
Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :
لَقَدْ مَنَّ ِالله عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ
بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ
وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن
قَبْلُ لَّفِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ
"Sungguh Allah telah memberi karunia kepada
orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul
dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah,
membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan
al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keda-tangan Nabi) itu, mereka benar-benar
dalam kesesatan yang nyata." (Ali Imran: 164).
Ajaran yang paling besar yang dibawa oleh Rasulullah
Sallallahu ‘Alaihi Wasallam ada-lah memperbaiki hati. Maka tidak ada cara untuk
menyucikan dan memperbaiki hati kecuali cara yang telah ditempuh oleh beliau
Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dengan demikian seseorang akan memahami bahwa
hatinya meru-pakan tempat bagi cahaya dan petunjuk Allah Subhanahu Wata’ala,
yang dengannya seseorang dapat mengenal Rabbnya, mengenal-nama-namaNya dan
sifat-sifatNya, serta dapat menghayati ayat-ayat syar'iyah Allah, dengannya
seseorang dapat merenungkan ayat-ayat kauniyahNya serta dengannya seseorang
dapat menempuh perjalanan menuju akhirat, karena sesungguhnya perjalanan menuju
Allah Subhanahu Wata’ala adalah perjalanan hati dan bukan perjalanan jasad.
Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah menuturkan di dalam salah
satu kitab beliau, "Hati yang sehat, yaitu hati yang selalu terjaga dari
syirik, sifat dengki, iri hati, kikir, takabur, cinta dunia dan ja-batan. Ia
terbebas dari semua penyakit yang akan menjauhkannya dari Allah Subhanahu
Wata’ala. Ia selamat dari setiap syubhat yang menghadangnya. Ia terhindar dari
intaian syahwat yang menentang jati dirinya, dan ia terbebas dari segala
keinginan yang akan menyesaki tujuannya. Ia akan terbebas dari segala
penghambat yang akan menghalanginya dari jalan Allah. Inilah hati yang sehat di
surga dunia dan surga di alam kubur, serta surga di Hari Kiamat. Keselamatan
hati tidak akan terwujud, kecuali dengan terjaga dari lima perkara, yaitu
syirik yang bertentangan dengan tauhid, dari bid'ah yang berhadapan dengan
sunnah, dari syahwat yang menghambat urusannya, dari ghaflah (kelalaian) yang
menghilangkan dzikir kepada Allah Subhanahu Wata’ala, dari hawa nafsu yang akan
menghalangi ikhlash." (al-Jawab al-Kafi, 1/176).
Ibnu Rajab al-Hanbali pernah berkata, "Keutamaan itu
tidak akan diraih dengan banyaknya amal jasmani, akan tetapi diraih dengan
ketulusan niat kepada Allah Subhanahu Wata’ala benar, lagi sesuai dengan sunnah
Nabi dan dengan banyaknya pengetahuan dan amalan hati." (Mahajjah
fi Sair ad-Daljah, hal. 52).
Ini semua menunjukkan bahwa dasar keimanan atau
kekufu-ran, hidayah atau kesesatan, keberuntungan atau kenistaan tergan-tung
pada apa yang tertanam di dalam hati seorang hamba.
Abu Hurairah pernah menuturkan, bahwa Rasulullah
Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
إِنَّ الله لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ
وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ، وَأَشَارَ
بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ.
"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasadmu, dan
tidak pula kepada bentukmu, akan tetapi Dia melihat kepada hati kamu, kemu-dian
menunjuk ke dadanya dengan telunjuknya." (HR. Muslim, no. 2564).
Bahkan, mayoritas ulama berkeyakinan bahwa siapa saja
yang dipaksa untuk menyatakan "kekufuran", maka ia tidak berdosa
selagi hatinya masih tetap teguh beriman kepada Islam dan tetap dalam kondisi
tenang beriman, sebagaimana FirmanNya :
مَن كَفَرَ بلله مِن بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلاَّ
مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِاْلإِيمَانِ وَلَكِن مَّن شَرَحَ
بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ ِالله وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمُُ .
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى اْلأَخِرَةِ وَأَنَّ
الله َ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
"Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia
beriman (maka dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (maka dia tidak ber-dosa), akan
tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk keka-firan, maka kemurkaan Allah
menimpanya dan dia mendapat azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan
karena mereka mencintai kehidupan dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya
Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir." (An-Nahl: 106-107).
Ayat ini diturunkan, sebagaimana pendapat mayoritas ahli
tafsir adalah berkenaan dengan kejadian yang menimpa Ammar bin Yasir, manakalah
ia masuk Islam, ia mendapat siksaan dari orang-orang kafir Quraisy di Makkah
sehingga ia mau mengucapkan ka-limat kekufuran kepada Allah dan cacian kepada
Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Di lain
kesempatan peristiwa tersebut ia laporkan kepada Rasulullah sambil menangis.
قَالَ: كَيْفَ تَجِدُ قَلْبَكَ؟ قَالَ:
مُطْمَئِنًّا بِالْإِيْمَانِ. قَالَ: إِنْ عَادُوْا فَعُدْ.
" maka Nabi bersabda, 'Bagaimana kondisi hatimu?' Ia
menjawab, 'Aku masih tenang dalam beriman.' Maka Nabi bersabda (untuk
menggembirakannya dan memberinya kemudahan), 'Kalau mereka kembali menyiksa,
maka silahkan lakukan lagi'." (HR. al-Hakim, 2/357).
Di dalam sebuah hadits yang lain, Rasulullah Sallallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad
yang bersumber dari Anas bin Malik,
لَا يَسْتَقِيْمُ إِيْمَانُ عَبْدٍ حَتَّى
يَسْتَقِيْمَ قَلْبُهُ.
"Iman seseorang tidak akan lurus (benar) sebelum
hatinya lurus." (HR. Ahmad, no. 13079).
Ma'asyiral Muslimin Jamaah Jum'ah Rahimakumullah
Demikian agungnya keutamaan dan urgensi hati seseorang di
hadapan Allah Subhanahu Wata’ala, sehingga kita dapat mengetahui kebanyakan
sumpah Rasulullah a diucapkan dengan ungkapan,
لَا، وَمُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ.
"Tidak, demi Dzat yang membolak-balikkan hati."
Dan di antara doa beliau adalah,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ
عَلَى دِيْنِكَ.
"Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati,
tetapkanlah hatiku pada agamaMu."
Hal yang demikian, karena pada dasarnya kadangkala hati
seseorang bisa mengeras, seperti batu atau bahkan lebih keras dari itu,
sehingga ia akan jauh dari Allah Subhanahu Wata’ala, rahmatNya, dan dari
ketaatanNya. Dan sejauh-jauh hati dari Allah Subhanahu Wata’ala adalah hati
yang kasar, di mana peringatan tidak lagi bermanfaat baginya, nasihat tidak
dapat menjadikan dia lembut, perkataan tidak menjadikan-nya berilmu, sehingga
seseorang yang memiliki hati yang demi-kian di dalam dadanya, maka hatinya
tidak memberikan manfaat apa-apa baginya, dan tidak akan melahirkan sesuatu
pun, kecuali kejahatan. Sebaliknya hati yang lembut, yang takut dan tunduk
merendahkan diri terhadap Penciptanya, Allah Subhanahu Wata’ala, serta selalu
mendekatkan diri kepadaNya, mengharapkan rahmatNya dan menjaga ketaatanNya,
maka pemiliknya akan mempunyai hati yang bersih, selalu menerima kebaikan.
Maka dari itulah, Allah Subhanahu Wata’ala
menggarisbawahi bahwa kesela-matan di Hari Kiamat kelak sangat tergantung
kepada keselamatan, kebersihan, dan kebaikan hati. Allah Subhanahu
Wata’ala berfirman :
يَوْمَ لاَيَنفَعُ مَالٌ وَلاَبَنُونَ إِلاَّ
مَنْ أَتَى ِالله بِقَلْبٍ سَلِيم
"Di hari yang mana harta dan anak-anak laki-laki
tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih."
(Asy-Syu'ara` : 88 - 89).
Dengan demikian, marilah kita bersungguh-sungguh dalam
menjaga hati dan senantiasa mengawasinya, di mana dan kapan saja waktunya,
karena ia satu-satunya anggota tubuh kita yang paling besar bahayanya, paling
mudah pengaruhnya, dan paling sulit mengurus dan memperbaikinya. Wallahul
musta'an.
اللهم أَصْلِحْ شَأْنَ الْمُسْلِمِيْنَ
وَاهْدِهِمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَ، اللهم ارْزُقْهُمْ رِزْقًا مُبَارَكًا
طَيِّبًا. اللهم أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا
وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا
آخِرَتَنَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي
كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.
فَاتَّقُوا الله عِبَادَ ِالله ، وَخُذُوْا
بِالْأَسْبَابِ الَّتِيْ تَحْيَى بِهَا الْقُلُوْبُ قَبْلَ أَنْ تَقْسُوَ
وَتَمُوْتَ، فَإِنَّ ذلك مَنَاطُ سَعَادَتِكُمْ أَوْ شَقَائِكُمْ. أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ ِالله لِيْ وَلَكُمْ وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ
مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH KEDUA :
اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ
بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ
كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إله إلا ِالله وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
قَالَ الله تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ
ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم
مُّسْلِمُونَ
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ:
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah
Di dalam sebuah hadits yang bersumber dari Miqdad bin
al-Aswad, ia menceritakan, Rasulullah a bersabda :
لَقَلْبُ ابْنِ آدَمَ أَشَدُّ انْقِلَابًا
مِنَ الْقِدْرِ إِذَا اجْتَمَعَتْ غَلْيًا.
"Sungguh, hati anak Adam (manusia) itu sangat
(mudah) berbolak-balik daripada bejana apabila ia telah penuh dalam keadaan
mendidih." (HR. Ahmad, no. 24317).
Kemudian al-Miqdad berkata, "Sesungguhnya orang yang
beruntung (bahagia) itu adalah orang yang benar-benar terhindar dari berbagai
fitnah (dosa)." Ia mengulangi ucapannya tiga kali, sambil memberikan
isyarat bahwa sebab berbolak-balik dan beru-bahnya hati adalah dosa-dosa yang
berdatangan menodai hati.
Maka dari itu, agar hati kita tidak mudah terpeleset dan
menyimpang dari kebenaran dan cahaya dari Allah Subhanahu Wata’ala, bahkan
sampai tertutup dan terkunci karena hawa nafsu yang membelit-nya serta segala
hal yang dapat merusak dan membinasakannya, maka perlu adanya usaha-usaha
penjagaan terhadap hati yang bersifat kuratif dan kontinyu, sekaligus resep
(obat) sebagai usaha prefentif agar bisa selamat dari segala bentuk
penyakit-penyakit hati yang mematikan.
Di antara hal yang dapat menyebabkan hati seseorang
menjadi tenang dan bersih adalah amalan memperbanyak membaca ayat-ayat
al-Qur`an dan mendengarkannya, karena al-Qur`an merupa-kan penawar yang ampuh
dari penyakit syubhat dan nafsu syahwat yang keduanya merupakan inti penyakit
hati seseorang. Di dalam-nya terdapat penjelasan-penjelasan yang akurat yang
membedakan yang haq dari yang batil, sehingga syubhat akan hilang, dan di
da-lamnya terdapat hikmah, nasihat yang baik, mengajak zuhud di dunia, dan
menghimbau untuk lebih mengutamakan kehidupan akhirat, sehingga penyakit nafsu
syahwat akan hilang. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَن كَانَ لَهُ
قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ
"Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat peri-ngatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggu-nakan
pendengarannya, sedang dia menyaksikannya." (Qaf : 37).
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah
Di samping kita memperhatikan dan menghiasi hati-hati
kita dengan hal-hal tersebut di atas, maka sebagai bentuk penjagaan kita juga
harus senantiasa menghindari hal-hal yang dapat mengotori, merusak, menodai,
dan mencemarkan hati-hati kita. Di antaranya, tidak sibuk dan mudah terpedaya
dengan kenikmatan dunia yang melalaikan, terbiasa dan membiarkan mata memandang
hal-hal yang diharamkan; baik melalui televisi ataupun video, dari segala
bentuk siaran sinetron, ataupun gambar-gambar yang terdapat dalam surat kabar
ataupun majalah, mendengarkan musik dan menikmati nyanyian seorang penyanyi,
ataupun menyibukkan diri dengan olah raga tertentu, baik mengikuti perkembangannya,
melihatnya secara berlebihan sampai banyak menyita sebagian besar waktu yang
ada.
Dan di antara yang dapat mengotori dan merusak hati
adalah makan makanan yang haram, dan berteman dengan pelaku dosa dan maksiat.
Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya kebajikan itu
menyebab-kan cahaya di dalam hati, sinar di wajah, kekuatan pada jasmani,
melapangkan rizki dan menimbulkan rasa kasih sayang terhadap sesama. Sedangkan
keburukan (dosa) menyebabkan kegelapan di dalam hati, kemuraman pada muka,
kelemahan pada jasmani, mengurangi rizki, dan menimbulkan rasa benci terhadap
sesama." (Madarij as-Salikin, 1/424).
Semoga kita yang hadir di majelis yang mulia ini,
termasuk golongan yang akan mendapat penjagaan dari Allah Subhanahu Wata’ala,
sehingga hati-hati kita senantiasa selamat dan bersih dari segala sesuatu yang
dapat menodai dan merusaknya.Amin ya rabbal 'alamin.
إِنَّ الله وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى
النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيمًا
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا
وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا
نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ
مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ
وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَسَلَّمَ.