الْحَمْدَ لِلَّهِ،الَّذِي هَدَانَا بهِدَايَةِ
اْلقُرْآنِ, وَاَفْهَمَنَابِشَرِيْعَةِ دِيْنِ اْلإِسْلاَمِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَهٗ لاَشَرِيْكَ لَهٗ اْلقُدُّوْسُ السَّلاَمُ,
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اْلمَبْعُوْثُ إِلىَ جَمِيْعِ الْعَالَمِ,
اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِه إِلىَ
يَوْمِ اْلقِيَامِ, أمابعد, فَيا عِبٰدالله اُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ
فَقَدْ فَازَااْلمُتَّقُوْنَ, قاَلَ اللهُ تَعاَلٰى: يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا
مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا
يُؤْمَرُونَ
Hadirin jama’ah Jumat rahimakumullah
Di awal khutbah, mari kita tingkatkan ketakwaan terhadap
Allah dengan sebenar-benarnya, yaitu dengan berupaya optimal menjalankan segala
perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumullah
Seorang muslim seyogyanya menjadikan kampung akhirat
sebagai target utama yang harus diraih. Tidak meletakkan dunia dan gemerlapannya
di lubuk hatinya, namun hanya berada di genggaman tangannya saja, sebagai batu
loncatan untuk mencapai nikmat Jannah yang langgeng. Jadi, jangan sampai kita
hanya duduk-duduk santai saja menanti perjalanan waktu, apalagi tertipu oleh
ilusi dunia.
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman yang artinya:
اِعْلَمُوْٓا اَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ
وَّتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِۗ كَمَثَلِ غَيْثٍ اَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰىهُ
مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًاۗ وَفِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌۙ وَّمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانٌ ۗوَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ
اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ
Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan,
kelengahan, perhiasan, dan saling bermegah-megahan di antara kamu serta
berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak keturunan. (Perumpamaannya
adalah) seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani, lalu mengering
dan kamu lihat menguning, kemudian hancur. Di akhirat ada azab yang keras serta
ampunan dari Allah dan keridaan-Nya. Kehidupan dunia (bagi orang-orang yang
lengah) hanyalah kesenangan yang memperdaya. (Al Hadid: 20)
Ibnu Katsir berkata (dengan ringkas): “Allah Subhannahu
wa Ta’ala membuat permisalan dunia sebagai keindahan yang fana dan nikmat yang
akan sirna. Yaitu seperti tanaman yang tersiram hujan setelah kemarau panjang,
sehingga tumbuhlah tanaman-tanaman yang menakjubkan para petani, seperti
ketakjuban orang kafir terhadap dunia, namun tidak lama kemudian
tanaman-tanaman tersebut menguning, dan akhirnya kering dan hancur”.
Perumpamaan ini mengisyaratkan bahwa dunia akan hancur
dan akhirat akan menggantikannya, lalu Allah pun memperingatkan tentangnya dan
menganjurkan untuk berbuat baik. Di akhirat, hanya ada dua pilihan: tempat yang
penuh dengan adzab pedih dan hunian yang sarat ampunan dan keridhaan Allah bagi
hamba-Nya. Ayat ini diakhiri dengan penegasan tentang hakikat dunia yang akan
menipu orang yang terkesan dan takjub padanya.
Penekanan yang sangat
penting adalah pendidikan anak yang termasuk salah satu unsur keluarga,
agar dia selamat dunia dan akhirat. Anak bagi orang tua merupakan buah
perkawinan yang menyenangkan. Dibalik itu, anak adalah amanat yang dibebankan
atas orang tua. Tidak boleh disia-siakan dan di sepelekan. Pelaksana amanah
harus menjaga dengan baik kondisi titipan agar tidak rusak. Sebab orang tua
kelak akan ditanya tentang tanggung jawabnya.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِه
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan
akan ditanya tentang tanggungjawabnya”.(Hadits shahih, Riwayat Ahmad,
Al-Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi, dari Ibnu Umar)
Anak terlahir dalam keadaan fitrah. Kewajiban orang tua
merawatnya agar tidak menyimpang dari jalan yang lurus, dan selamat dari api
neraka. Selain itu, anak yang shalih akan menjadi modal investasi bagi kedua
orang tuanya.
Baca juga: KIAT SUKSES IBADAH PUASA
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ
مَا يُؤْمَرُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.
Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka
kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan. (At Tahrim: 6)
Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu anhu berkata dalam
menafsiri ayat ini: “Didik dan ajarilah mereka karnanya “Wajib atas seorang
Muslim untuk mendidik keluarganya tentang perintah dan larangan Allah”.
Hadirin jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.
Maka, mulai sekarang hendaknya para orang tua sadar
terhadap kewajiban mereka untuk mendidik anak-anak mereka agar menjadi hamba
Allah yang taat. Memilihkan pendidikan anak yang kondusif untuk perkembangan
iman dan otaknya. Bukannya membiarkan anak-anak mereka begitu saja tanpa
pengawasan terhadap bacaan yang mereka gemari, apa saja yang suka mereka
saksikan dan aktivitas yang mereka gandrungi. Kelalaian dalam hal ini, berarti
penyia-nyiaan terhadap amanat Allah. Ingatlah akibat yang akan menimpa kita dan
keluarga kita yang tersia-siakan pendidikan agamanya, ancamanya adalah api
Neraka.
Hadirin Jamaah Jum’ah yang berbahagia
Al-Qur’an telah memberikan contoh yang baik tentang
sejarah seorang ayah yang mendidik anaknya untuk mengenal kebaikan. Itulah
Luqman, dengan perkataannya ketika mendidik keturunannya dalam Al-Qur’an.
Secara luas itu termaktub dalam surat (QS. Luqman 12-19).
Dalam surat tersebut, Luqman memulai mengajari anaknya
dengan penanaman kalimat tauhid, dilanjutkan dengan kewajiban berbakti dan taat
kepada orang tua selama tidak menyalahi syariat. Wasiat berikutnya adalah
berkaitan dengan penyemaian keyakinan tentang hari pembalasan, penjelasan
kewajiban menegakkan shalat. Setelah itu amar ma’ruf dan nahi mungkar yang
berperan sebagai faktor penting untuk memperbaiki umat, tak lupa beliau singgung,
beserta sikap sabar dalam pelaksanaannya.
Berikutnya beliau mengalihkan perhatiannya menuju
adab-adab keseharian yang tinggi. Diantaranya larangan memalingkan wajah ketika
berkomunikasi dengan orang lain, sebab ini berindikasi jelek, yaitu cerminan
sikap takabur. Beliau juga melarang anaknya berjalan dengan congkak dan
sewenang-wenang di muka bumi sebab Allah Ta’ala tidak menyukai orang-orang yang
sombong. Beliau juga mengarahkan anaknya untuk berjalan dengan sedang tidak
terlalu lambat ataupun terlalu cepat. Sedang nasehat yang terakhir berkaitan
erat dengan perintah untuk merendahkan suara, tidak berlebih-lebihan dalam
berbicara.
Demikianlah wasiat Luqman terhadap anaknya, yang sarat
dengan mutiara yang sangat agung dan berfaedah bagi buah hatinya untuk meniti
jalan kehidupan yang dipenuhi duri, agar bisa sampai ke akhirat dengan selamat.
Cukuplah kiranya kisah tadi sebagai suri tauladan bagi para pemimpin keluarga.
Memenuhi kebutuhan sandang dan pangan yang memang penting. Namun ingat,
kebutuhan seorang anak terhadap ilmu dan pengetahuan lebih urgen (mendesak).
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Orang tua wajib memenuhi kebutuhan ruhani sang anak,
jangan sampai gersang dari pancaran ilmu agama. Perkara ini jauh lebih penting
dari sekedar pemenuhan kebutuhan jasmani karena berhubungan erat dengan
keselamatannya di dunia dan akhirat. Hal itu dapat terealisir dengan pendidikan
yang berkesinambungan di dalam maupun di luar rumah. Oleh karena itu orang tua
harus mencarikan model pendidikan yang tidak hanya mencetak generasi-generasi
yang intelektual namun sekaligus beriman dan berpengetahuan agama yang tinggi.
Maka hendaknya kita dapat meniru dan menggali metode-metode pendidikan yang
dipakai Salafus Shalih yang ternyata telah terbukti dengan membuahkan
insan-insan yang cemerlang bagi umat ini.!
اعوذبالله من الشيطان الرجيم, بسم الله الرحمن
الرحيم
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ
فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى
الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِانه
هو.الغفور الرحيم ,وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.