الحمد الله. الحمد الله الّذى جعل لكلّ شيئ
سببا. وأرسل من السّمآء ماءا إلى الارض وأنبت به حبّا ونباتا. أشهد ان لا اله الاّ
الله وحده لا شريك له شهادة تنجي قائلها يوم القيامة حسنا وحسبا. وأشهد أنّ سيدنا
محمّدا عبده ورسوله الهادى الى امته صراطا مستقيما. اللّهم صلّ وسلّم على سيدنا
محمّد وعلى اله وصحبه أشرف الخليقة عجما وعربا. (امّا بعد)
فيآايها الحاضرون رحمكم الله. اوصيكم ونفسى
بتقوى الله فقد فاز المتّقون.
واعلموا أنّ الله تعالى خلق الإنسان لطاعته
وعبادته ولا يستطيع الإنسان لطاعته إلاّ بالأقوات والأطعمات. ولا تحصلها إلاّ
بالابتغاء والإكتساب.
فقد قال الله تغالى فى كتابه الكـريم. أعـوذ
بالله من الشـيطان الرجــيم. بســـم الله الرّ حـــمن الرّ حيم. ومامن دآبة فى الارض إلاّ على الله رزقها.
ويعلم مسـتقرها ومسـتودعها كل فى كـل
كـتاب مّبــين.
HADIRIN JAMAAH JUM’AH RAHIMAKUMULLAH
Dalam kesempatan yang baik ini, marilah kita senantiasa
meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. dengan cara melatih pengendalian
diri kita sendiri, lingkungan dan kemudian masyarakat dari kecenderungan hawa
nafsu ke arah negatif. Sehingga kita dapat memenuhi tugas hidup kita sebagai
“KHOIRO UMMAH” dalam rangka melaksanakan segala perintah Allah Azza Wa Jalla,
menjauhi larangan – Nya dan senantiasa ta’at kepada Rasulullah SAW. mengikuti
jejak hidup dan petunjuknya.
HADIRIN JAMAAH JUM’AH YANG DIMULIAKAN ALLAH
Pandangan orang tentang arti hidup selalu berbeda.
Pertanyaan seperti; untuk apa hidup bagi manusia, selalu berbeda jawabannya.
Bagi umat Islam, hidup bukanlah swekedar untuk hidup. Hidup (di dunia) bukanlah
tujuan. Hidup dan kehidupan manusia merupakan proses dan tahapan yang akan
berakhir di dunia dengan datangnya kematian. Sebagai proses, kita menyadari
bahwa; hidup tentu memerlukan berbagai sarana. Sarana yang paling mendasar
secara fisik adalah aspek kesehatan dan aspek ekonomi. Perbedaan hidup manusia
dengan hidup yang dialami oleh makhluk lain, hanyalah terletak pada nilai dan
makna. Sedangkan nilai dan makna hidup manusia ditentukan oleh aspek spiritual.
Hal ini tersirat dalam firman Allah Ta’alaa yang berbicara tentang “etos kerja”
Qur’an Surat; Al Jumu’ah ayat 9 :
فإذاقضيت الصلاة فانتشروا فى الارض وابتغوا من
فضل الله واذكروا الله كثيرا لعلّكم تفلحون .
(الجمعة : 9)
Artinya : “Maka, apabila telah ditunaikan sembahyang,
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah kepada
Allah banyak-banyak, supaya kamu beruntung.”
Esensi makna yang terkandung di dalam ayat di atas,
tersirat adanya kecenderungan pada titik tekan ikhtiyar, usaha dan bekerja yang
sama sekali tidak mengesampingkan aspek-aspek spiritual sebagai pengendalian
“nilai dan makna hidup”, bagi manusia.
Model pembangunan yang difokuskan pada pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi, tampaknya cenderung memisahkan atau mengasingkan aspek
spiritual tadi. Alienasi antara keduanya tercermin pada gerakan dan pelembagaan
agama yang tidak menyatu dengan aktifitas pelembagaan ekonomi. Keadaan seperti
ini akan mengacu pada pembentukan nilai dan norma ekonomis. Ini berarti bahwa;
ekonomi merupakan sistem nilai tersendiri. Akibatnya, gerakan ekonomi
berhadapan secara diametral/terpisah dengan sistem nilai spiritual. Pada
gilirannnya gerakan ekonomi berjalan bebas tanpa spiritualitas dan meluncurkan
sikap kompetitif yang bila tidak dikontrol oleh apek spiritual
(nilai-nilai rohania, moralitas dan kejiwaan) akan cenderung ke arah
pembentukan atau terbangunnya faham individualisme, materialisme dan
konsumerismenya yang pada akhirnya tercipta budaya “Hedonisme” yaitu ‘pandangan
hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan
utama dalam hidup.’ Dan yang jelas faham dan budaya semacam ini bertentangan
keras dengan “Etika berekonomi” dan moralitas dalam Islam.
HADIRIN JAMAAH JUM’AH YANG TERHORMAT
Disinilah pentingnya media dakwah yang partisipatif yang
secara interaktif dapat mendekatkan masyarakat pada kebutuhannya, yang juga
secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi peningkatan
nilai-nilai keberagamaan umat. Dalam kaitan ini, Allah SWT. menyerukan perintah
berdakwah dalam kerangka “Amar Ma’ruf Nahi Mungkar” melalui firmannya, Qs. Ali
Imran ayat 104 :
ولتكــم منكــم أمّة يدعــون الى الخير
ويأمرون بالمعـروف وينهون عن المنكر. وأولئك هم المفلحون . (ال عمران : 104)
Artinya : “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
kepada yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
Dan dalam kerangka operasional pelaksanaannya, sebagai
juklak etika dakwah yang ideal, konseptual yang partisipatif, Allah Ta’ala
berfirman dalam Al Qur’an :
ادع الى سبــيل ربّك بالحكــمة والموعــظة
الحســـنة وجـــادلهــــم بالتى هي أحسن . إنّ ربّك هو أعلم
بمن ضل عن سبيله. وهو اعلم بالمهتدين (النحل : 125)
Artinya : “Suruhlah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan
hikmah (perkataan yang tegas dan benar) dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang Maha
Mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan – Nya dan dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang menadapat petunjuk.” (Qs. An Nahl : 125)
Dari dua ayat di atas sebagai dogma ajaran formal
dapatlah difahami bahwa; dakwah adalah berarti mengundang, mengajak dan
mendorong sasaran (manusia) untuk melakukan pekerjaan ma’ruf dan melarang
bertindak mungkar. Dapat juga dakwah diartikan mengajak sasaran ke jalan Allah,
yakni agama Islam.
Ketika dinamika kemasyarakatan mengalami perubahan yang
sedemikian dahsyat, sebagai akibat proses modernisasi yang sarat dengan
dominasi ekonomi, kemajuan tekhnologi, melubernya informasi dan tingginya
tingkat mobilitas/perpindahan manusia dalam bentuk urbanisasi misalnya, jelas
akan mengubah pola dan wajah perilaku masyarakat menjadi individualistik,
materialistik dan tumbuh dan berkembangnya budaya “Hedonisme” yang tentunya akan meruntuhkan struktur
sosial yang sudah mapan.
“Kegelisahan sosial” yang diakibatkan oleh alih tehnologi
material yang tidak akan behenti dengan segala dampaknya inilah, yang kemudian
menuntut adanya strategi alih tekhnologi sosial, melalui rekayasa pola
pengembangan dakwah yang ideal efektif yang secara interaktif dapat
meningkatkan kualitas keislaman masyarakat, mewujudkan keseimbangan dimaksud
tentunya mengacu pada tercapainya kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat
nanti.
HADIRIN JAMAAH JUM’AH YANG BUDIMAN
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah; jika tuntutan
dakwah itu harus mencapai sasaran dan target yang sedemikian beratnya, maka
harus dengan apakah kita membendung berkembangnya faham individualisme, materialisme
dan tumbuhnya budaya hedonisme itu?
Saya kira konsep yang paling mendasar adalah : bahwa
dakwah harus dapat menyadarkan mansia dari; pertama : mamahami kembali makna
dan tujuan hidup yang sebenarnya, dan yang kedua : adalah menanamkan pandangna
yang tetap menganggap bahwa yang namanya “dunia”, kebendaan dan kekayaan materi
“merupakan realitas yang terendah.” Tapi perlu diingat bahwa Islam sebagai
agama fitrah, sebagai ajaran kerohanian tetap memegang prinsip pada pandangan
yang menyatakan “Realita spiritual yang batiniah, bagaimanapun tidak dapat
dianggap terpisah dengan realitas sosial yang lahiriah.” Oleh karenanya agama
Islam tetap meletakkan kekayaan materi pada proporsinya.
Kita menyadari bahwa manusia adalah makhluk yang berdarah
daging. Tapi, karena hakikat manusia itu bukanlah ada pada daging dan darahnya,
melainkan pada rohaniahnya, maka janganlah mansuia memandang materi ansih
sebagian tujuan hidupnya. Mencari kekayaan materi dan menguasainya semata-mata untuk keduniaan, dikecam sebagai
kebodohan yang nyata. Pandangna sekularisme dan metrialisme yang mempertuhankan
benda, begitu jelas mendapatkan kutukan, Al
Qur’an Allah berfirman :
ألـهـكم التكثر. حتّى زر تم المقابر
Artinya : “Berlomba untuk menumpuk kekayaan telah membuat
kalian-kalian lupa (akan hakikat hidup), sampai kalian masuk keliang kubur.”
(Qs. At Takatsur : 1 dan 2)
Pada bagian yang lain, Allah kembali menegaskan
kutukannya, dan Diapun berfirman dalam Qs. Al Lumazah ayat 1, 2 dan 3 :
ويل لكل همزة لمزة الذي جمع مالا وعدده يحسب ان ما له أخلده
Artinya : “Celakalah setiap orang yang mengumpat dan
mencaci; yang menghimpun materi dan menghitung-hitungnya. Dikiranya kekayaan
itulah yang akan mengekalkan hidupnya.”
وماالحيوة الدّنيا إلا متع الغرور (ال عمران :
185)
Artinya : “Bukanlah kehidupan duniawi itu, semata-mata
kesenangan yang menipu ?”
Kata-kata “DUNYA” disebut lebih dari seratus kali dalam
Al Qur’an, hampir kesemuanya dalam konteks mengecam, minimal melecehkan
orang-orang yang menganggap kenikmatan dan prestasi duniawi sebagai kenikmatan
dan prestasi yang sejati. Demikian juga kata-kata “MAL atau AMWAL” disebutkan
sekitar 78 kali dalam Al Qur’an lebih banyak memberikan “peringatan” agar
manusia tidak sampai tertipu dengan memandang kekayaan materi sebagai tujuan,
disatu sisi dan pada pihak yang lain
Al-Qur’an memberikan “dorongan” agar
manusia bergegas menggunakan kekayaannya sebagai alat untuk mencari kebahagiaan
sejati di akhirat. Lalu caranya bagaimana ? Allah Azza Wa Jalla memberikan
petunjuknya melalui firmannya dalam Al Qur’an Surat As Shaff ayat 10 dan 11 :
يآايها الذّين آمنو هل أدلكم على تجارة تنجيكم
من عذاب أليم. تؤمنون با لله ورسوله وتجاهدون فى سبيل الله بأموالكم وأنفســكـــم.
ذلكـــم خير لكــم إن كنتــم تعلـــــــــمون.
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu
perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih ? (yaitu) kamu
beriman kepada Allah, Utusannya dan berjuanglah di jalan kebaikan dengan harta
dan potensi pribadimu. Itulah yang lebih baik bagimu, sekiranya engkau tahu.”
Mudah-mudahan kita senantiasa mendapatkan bimbingan,
Taufiq serta hidayah dari Allah SWT. Amin 3x Yaa Robbal ‘Alamin !
صدق الله سبحانه وتعالى على لسان نبيه الأمين.
واذا قرئ القرآن فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون. أعوذبالله من الشّيطان الرجيم.
وأنفقوا فى سبيل الله ولا تلقوا بأيديكم الى التهلقة. وأحسنوا ان الله يحبّ
المحسنين.
بارك الله لى ولكم فى القرآن العظيم.
وننعى واياكم بمافيه من الأياة والذكر الحكيم.
وتقـــبل منيّ ومنكم تلاوته إنه هو السّميع
العليم.
Baca juga: Hadits Tentang Memberi Makan Dan Mengucap Salam Kepada Orang Lain
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى
نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا
كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ
تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ
اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ
بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ
وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ
ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ،
إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا
اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ
أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ
الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.