Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ الْمَوْجُوْدِ أَزَلًا وَأَبَدًا
بِلَا مَكَانٍ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ الْأَتَمَّانِ الْأَكْمَلَانِ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ
فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيْرِ الْقَائِلِ
فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ :إِنَّ ٱللَهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا
مَا بِأَنفُسِهِمْ
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Pada Jumat kali ini marilah kita menata hati, menata
niat, hadir di majelis mulia ini semata-mata untuk beribadah kepada Allah swt
dan mengharap ridha dan berkah dari-Nya. Jangan sampai niatan kita hadir di
majelis ini untuk sekadar menggugurkan kewajiban kita, apalagi menjadi sebuah
keterpaksaan. Tentu jika ada terbersit seperti ini dalam hati kita maka apa
yang kita lakukan ini akan sia-sia dan akan terasa berat yang akhirnya tidak
mendapatkan kualitas ibadah yang baik.
Mari jadikan momentum rangkaian ibadah Jumat setiap
pekannya sebagai motivasi untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah
subhanahu wata’ala sekaligus memperbaiki diri dalam memahami ilmu-ilmu agama
melalui materi-materi khutbah Jumat yang disampaikan oleh para khatib.
Sudah menjadi kewajiban kita untuk terus berikhtiar
memperbaiki kualitas diri kita ke arah yang lebih baik dengan belajar dan
menuntut ilmu mulai dari ayunan sampai liang lahat. Allah pun akan memberi
status lebih, bagi orang-orang yang memiliki ilmu sebagaimana disebutkan dalam
QS Al-Mujadilah: 11:
يَرْفَعِ ٱللهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ
أُوتُوا ٱلْعِلْمَ دَرَجٰتٍ
Artinya: "Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat."
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Peningkatan kualitas diri sangat penting kita lakukan
melalui ikhtiar dan doa. Terlebih pada momentum pergantian waktu dan tahapan
masa dalam kehidupan kita seperti pergantian tahun baru. Terkait dengan
kewajiban untuk terus memperbaiki kualitas diri melalui berbagai macam ikhtiar,
marilah kita pahami ayat Al-Qur’an dalam Surat Ar-Ra’du: 11:
لَهُۥ مُعَقِّبَٰتٌ مِّنۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِۦ يَحْفَظُونَهُۥ مِنْ أَمْرِ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا
مَا بِأَنفُسِهِمْ ۗ وَإِذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوْمٍ سُوٓءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥ ۚ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَالٍ
Artinya: “Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang
selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya
atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum
sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya
dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Dalam ayat ini terdapat kalimat yang cukup masyhur dan
sering digunakan sebagai ayat motivasi untuk merubah nasib, yakni:
إِنَّ ٱللهَ لَا يُغَيِّرُ
مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ
Ayat ini memiliki pengertian bahwa Allah tidak akan
mengubah keadaan suatu kaum atau bangsa dari kenikmatan dan kesejahteraan yang
telah dinikmatinya menjadi binasa dan sengsara, melainkan mereka sendiri yang
mengubahnya.
Mengenai ayat ini Imam Ath-Thabari dalam tafsirnya
menjelaskan bahwa pada dasarnya semua orang itu dalam kebaikan dan kenikmatan.
Allah pun tidak akan mengubah kenikmatan-kenikmatan seseorang yang sudah
didapatkannya dari lahir, kecuali mereka mengubah kenikmatan tersebut menjadi
keburukan yang disebabkan perilakunya sendiri.
Untuk kita sadari, setiap manusia dilahirkan ke dunia ini
dalam keadaan suci dan tentunya mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan
kenikmatan dari Allah. Namun perilaku manusia itu sendirilah yang dapat
mengubah kenikmatan yang telah dianugerahkan Allah menjadi keburukan atau
musibah. Faktor perubahan sebuah kenikmatan menjadi keburukan ini bisa berasal
dari kesalahan manusia itu sendiri maupun akibat pengaruh orang lain.
Oleh karenanya ayat ini bisa menjadi memotivasi bagi kita
untuk terus berusaha dan berjuang melakukan yang terbaik dan mempertahankan
agar anugerah kebaikan dan kenikmatan dari Allah tak berubah menjadi keburukan
karena perilaku kita sendiri.
Dengan ayat ini pula, kita tidak boleh berpangku tangan
dan pasrah terhadap nasib dan kondisi kita selama hidup di dunia. Kita
diwajibkan untuk senantiasa melakukan ikhtiar dan setelah itu bertawakkal atau
berserah diri dan berdoa pada Allah, karena Ia lah yang memiliki kekuasaan
untuk mengabulkannya.
Namun Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Jika pun pada suatu saat kita mendapatkan kenikmatan,
maka kita tidak boleh berpikir jika itu adalah semata hasil dari usaha dan doa
yang kita panjatkan. Rezeki yang diberikan oleh Allah adalah hak prerogatif
Allah kepada hambaNya yang Ia kehendaki. Jika kita merasa bahwa sesuatu yang
kita dapatkan adalah hasil dari usaha dan doa kita, maka sama saja kita sudah
mengatur sang pemberi rezeki yaitu Allah subhanahu wata'ala.
Doa hanyalah wasilah dari apa yang kita dapatkan. Jadi
jangan bertumpu kepada doa saja ataupun usaha saja. Lalu apa manfaat doa yang
selalu kita panjatkan dalam rangka mengiringi usaha yang sudah kita lakukan?
Allah SWT berfirman Surat Al Mukmin, ayat 60:
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Artinya: “Berdoalah kepada-Ku, Aku akan mengabulkannnya”
Doa adalah perintah Allah dan ketika kita patuh
kepada-Nya, maka itu akan tercatat sebagai sebuah Ibadah. Ketika kita berdoa
dengan niatan ibadah maka tiada lain balasannya kecuali pahala. Perkara hasil
dari doa, bisa saja berbeda dengan apa yang diharapkan.
Kadang dalam doa, kita mengharap A, ternyata Allah
menghendaki dan memberikan B. Jadi ketika kita mendapatkan hal yang berbeda
dari doa yang kita panjatkan, maka kita haruslah meyakini bahwa hal tersebut
merupakan yang terbaik bagi kehidupan kita di dunia. Termasuk, jika kita tidak
mendapatkan apa pun yang kita harapkan dari usaha dan doa kita, itu juga
merupakan yang terbaik dari Allah subhanahu wata'ala
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Kita sebagai umat yang beriman harus menyadari bahwa ada
hal ghaib yang mengiringi kehidupan kita di dunia. Ada faktor yang tak kasat
mata menjadi penyebab selamatnya kita dalam kehidupan dunia. Sebagaimana dalam
Al-Qur’an dalam Surat Ar-Ra’du: 11 disebutkan:
لَهُۥ مُعَقِّبَٰتٌ مِّن بَيْنِ
يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِۦ يَحْفَظُونَهُۥ مِنْ أَمْرِ ٱللَّهِ
Artinya: “Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang
selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya
atas perintah Allah.”
Berdasarkan tafsir Kementerian Agama RI, ayat ini
menjelaskan bahwa Allah subhanahu wa ta'ala menugaskan kepada beberapa malaikat
untuk selalu mengikuti dan menjaga kita dari pelbagai bahaya dan kemudaratan
secara bergiliran, baik di depan maupun di belakang kita. Kita juga harus
menyadari bahwa ada malaikat yang berada di kanan dan kiri kita bertugas
mencatat semua amal perbuatan kita, yang baik ataupun yang buruk, yang dikenal
dengan nama Malaikat Raqib dan Atid.
Malaikat-malaikat ini ada yang bertugas menjaga manusia
di malam hari, dan ada yang menjaga di siang hari. Jadi setiap manusia memiliki
empat malaikat pada siang hari dan empat malaikat pada malam hari. Mereka
datang secara bergiliran.
Hal ini diperkuat dalam hadits yang sahih yang
diriwayatkan Riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah yang menjelaskan bahwa ada
beberapa malaikat yang menjaga kita secara bergiliran di malam hari dan di
siang hari. Mereka bertemu untuk mengadakan serah terima pada waktu salat Subuh
dan salat Ashar, lalu naiklah malaikat-malaikat yang menjaga di malam hari.
Lalu Allah Taala bertanya: "Bagaimana keadaan hamba-hamba-Ku ketika kamu
meninggalkan mereka (di dunia)?". Malaikat menjawab, "Kami datang
kepada mereka ketika shalat dan kami meninggalkan mereka, dan mereka pun sedang
shalat."
Dengan adanya ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi tentang hal
ghaib berupa pengawasan malaikat pada manusia ini, maka tentunya kita harus
senantiasa berikhtiar dengan baik dan menjaga diri dari perbuatan yang tidak
sesuai dengan yang digariskan oleh Allah Subhanahu wa Taala seperti perbuatan
maksiat.
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Jika kita hanya berpikir dengan menggunakan logika dan
hal yang tampak oleh mata saja, maka kita akan sulit untuk mengimani dan
mempercayai adanya malaikat-malaikat yang menjaga kita ini. Namun sebagai umat
Islam, mengimani hal-hal ghaib, termasuk adanya malaikat, merupakan salah satu
rukun iman yang harus terus kita perkuat. Allah SWT berfirman dalam QS
Al-Baqarah: 3:
الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ
الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۙ
Artinya: “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib,
melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada
mereka”.
Sudah seharusnya perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat
mengungkapkan bermacam-macam perkara yang tak terlihat oleh mata saat ini, bisa
menjadi bukti dan menambah keyakinan kita tentang hal-hal ghaib dan benarnya
teori serta ketentuan agama ini.
Di zaman modern saat ini, pengawasan malaikat pada diri
manusia dapat diyakini kebenarannya setelah ilmu pengetahuan menciptakan
alat-alat modern yang dapat mencatat semua kejadian. Sebagai contoh, alat
kamera CCTV dan berbagai alat pengukur pemakaian aliran listrik, air, telepon
dan sejenisnya sudah bisa dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengetahui
berapa jumlah data yang telah dipergunakan dan berapa yang harus dibayar oleh
si pemakai.
Demikian pula alat-alat yang dipasang di kendaraan
bermotor yang dapat mencatat kecepatannya dan mengukur berapa jarak yang telah
ditempuh. Realita ini sebenarnya juga bisa mengingatkan dan meyakinkan
orang-orang yang dikuasai oleh doktrin kebendaan, sehingga mereka mengakui
adanya hal-hal gaib yang tidak dapat dirasakan dan diketahui hanya dengan panca
indera.
Lalu mengapa Allah SWT menugaskan para Malaikat untuk
mengawasi kita padahal Allah maha mengetahui atas segalanya? Mengapa Allah
masih menugaskan malaikat untuk mencatatnya? Ketentuan Allah ini mengandung
hikmah agar kita lebih tunduk dan berhati-hati dalam bertindak karena
kemahatahuan Allah melingkupi kita. Amal kita terekam dengan akurat sehingga
kelak tidak ada yang merasa dizalimi dalam pengadilan Allah.
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Di akhir khutbah ini, mari kita kuatkan tekad kita untuk
lebih baik lagi di masa-masa yang akan datang. Rasulullah bersabda:
مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ
رَابِحٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ
شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ
Artinya: “Siapa saja yang hari ini lebih baik dari hari
kemarin, maka ia (tergolong) orang yang beruntung. Siapa saja yang hari ini
sama dengan hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang merugi. Siapa saja
yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia orang yang dilaknat
(celaka).” (HR Al-Hakim).
Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh
keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa berkah bagi kita semua. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ
فِي القُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ
الْعَلِيْمُ
Baca juga: PANDUAN PUASA RAMADHAN
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ
أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه
نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً
لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهاَ
الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا . وَصَلَّى الله
عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِوَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ
إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ
يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ
وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ
مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَ نَعُوذُ بِكَ
مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ
يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا
اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.