الحمد لله رب العالمين. نحمد الله حمد
الشاكرين ونؤمن به إيمان الموقنين ونقر بوحدانيته إقرار
الصادقين. ونشهد أن لا إله إلا الله رب
العالمين و خالق السموات و الأراضين و مكلف
الجن والإنس و الملائكة المقربين أن يعبدوه عبادة
المخلصين. فقال تعالى: وما أمروا إلا
ليعبدوا الله مخلصين له الدين. ألا لله
الدين الخالص. إلا اللذين تابوا و أصلحوا
واعتصموا بالله وأخلصوا دينهم لله. وقال
أيضا: فمن كان يرجوا لقاء ربه فليعمل عملا صالحا و لايشرك بعبادته أحدا. والصلاة والسلام على نبيه محمد سيد المرسلين و
إمام المخلصين وعلى آله و أصحابه الطيبين الطاهرين. [أما بعد]
فيا عباد الله أوصيكم و إياي نفس بتقوى الله فقد فاز المتقون.
قال تعالي:
1- قالوا سبحانك لا علم لنا إلا ما علمتنا إنك أنت
العليم الحكيم (البقرة: 32).
2- واتقوا الله ويعلمكم الله والله بكل شيء عليم (البقرة: 282).
3- يسألونك عن الروح
قل الروح من أمري ربي, و ما أوتيتم من العلم إلا قليلا (الإسراء:85)
4- يرفع الله الذين آمنوا منكم و الذين أوتوا العلم
درجات (المجادلة: 11).
Hadirin jamaah Jum’ah rahimakumullah.
Beberapa ayat yang
saya baca di atas, semuanya berkenaan dengan ilmu. Di dalam al-Qur’an
kata ilmu dalam berbagai bentuknya digunakan lebih kurang sebanyak 854 kali.
Ini artinya bahwa kitab suci kita memberikan perhatian yang sangat mendalam
terhadap ilmu. Karena ia merupakan kunci kesejahteraan dan kebahagiaan hidup
manusia; baik di dunia maupun di akhirat. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda:
من أراد الدنيا فعليه بالعلم ومن أراد الآخرة فعليه بالعلم ومن أراد هما معا فعليه بالعلم. أو كما قال.
Artinya lebih kurang: Barangsiapa menghendaki dunia,
hendaklah ia berilmu; barangsiapa menghendaki akhirat, hendaklah dia berilmu;
dan barangsiapa menghendaki keduanya, hendaklah ia berilmu.
Hadirin rahimakumullah.
Kita para santri Pondok ini, dapat dipastikan bahwa
setiap kita, ketika pertama kali menghadapi psychotest ujian masuk KMI, kita
ditanya oleh para penguji: “untuk apa/mengapa kamu datang ke Gontor?”
Pertanyaan yang serupa ini juga kita temukan terpampang jelas di kampus Pondok
ini “ke Gontor, apa yang kau cari?”
Jawaban kita kala itu mungkin berbeda-beda, tetapi kemudian kita
dipahamkan dan disadarkan bahwa jawaban yang benar untuk pertanyaan tersebut
adalah “untuk mencari ilmu dan pendidikan”. Dengan alasan menuntut ilmu kita
berada di sini dan untuk ilmu pulalah kita saat ini berjuang dan berkorban;
baik waktu, pikiran, perasaan, tenaga, maupun harta benda.
Apa yang kita lakukan ini merupakan sebuah upaya
mengemban amanat Islam; sebuah agama yang memiliki tradisi religius yang utuh.
Sebagai agama, Islam tidak hanya membahas tentang halal dan haram, tetapi juga
membahas apa yang perlu diketahui. Dengan kata lain, Islam adalah sebuah cara berbuat
dan melakukan sesuatu sekaligus sebuah cara untuk mengetahui. Menurut banyak
ilmuwan, dari kedua jalan itu aspek mengetahui adalah yang lebih penting. Hal
ini karena secara esensial Islam adalah agama ilmu. Islam memandang ilmu
sebagai cara yang utama bagi penyelamatan jiwa dan pencapaian kebahagiaan serta kesejahteraan manusia dalam
kehidupan di dunia dan akhirat.
Hal ini terlihat jelas pada bagian pertama dari kesaksian
iman Islam, ia adalah, لا إله إلا الله
, tidak ada tuhan selain Allah. Pernyataan dan atau kesaksian yang dikenal
dalam agama kita sebagai prinsip tauhid ini
adalah sebuah pernyataan pengetahuan tentang realitas فاعلم أنه لا إله إلا
الله.
Konsep ilmu dalam Islam memiliki karakteristik yang
sangat khas, di antaranya dan yang terpenting adalah bahwa ia bersumber dan
terkait erat dengan Tuhan. Bahkan Tuhan adalah satu-satunya zat yang berhak
menyandang sifat al-`alim, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu secara mutlak;
suatu pernyataan yang disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 30 kali. Karena itu
dalam Islam, Tuhan merupakan sumber dari seluruh ilmu manusia. Dia-lah yang
mengajarkan kepada manusia segala sesuatu yang tidak diketahuinya.
Ini artinya bahwa menurut
Islam, sesuatu itu dikatakan ilmu jika ia memiliki kaitan dengan Tuhan,
yakni digunakan untuk kepenting kesempurnaan pengabdian diri seorang hamba
kepada Sang Pencipta. Di sinilah tampaknya penafsiran Ibn Abbas menjadi releven
ketika dia mengatakan bahwa kata ليعبدون dalam ayat
وما خلقت الجن و الإنس إلا ليعبدون (الذريات:
51) itu berarti ليعرفون
yakni untuk mengenalku. Karena itu, jika sekumpulan data atau
pengetahuan itu digunakan oleh pemiliknya untuk sesuatu yang tidak terkait
dengan ibadah, maka dia bukanlah ilmu yang sebenarnya. Ilmu yang sebenarnya
adalah yang dapat mendekatkan pemiliknya kepada Tuhannya.
Sebagaimana disinggung dalam surat al-Dzariyyat di atas,
ibadah merupakan satu-satunya alasan mengapa Allah menciptakan jin dan manusia.
Tanpa amanat ini kita tidak pernah akan diciptakan oleh Allah. Karena itu jika
dalam hidupnya di dunia ini manusia tidak mau menunaikan ibadah, berarti ia
telah mengingkari amanat yang paling utama yang diembankan kepadanya.
Pengingkaran amanat semacam ini merupakan tindakan zalim, yang akar katanya
adalah zhulm, yang berarti gelap, dan kegelapan itu adalah adalah kebodohan الجهل ظلم). )
Selanjutnya, dalam menunaikan ibadah tersebut, manusia
wajib memiliki ilmu agar ibadah yang dilaksanakannya itu baik dan benar. Ibadah
yang dilaksanakan tanpa ilmu tidak hanya akan sia-sia, tetapi juga malah dapat
menyesatkan pelakunya, karena bisa saja ibadah tersebut tidak sesuai atau malah
bertentangan dengan petunjuk dan pedoman yang diberikan oleh agama.
Konsekwensi lain dari cara pandang Islam terhadap ilmu
semacam ini adalah bahwa suatu aktivitas yang terkait dengan pengetahuan itu
dikatakan ilmiah jika dia memiliki hubungan dengan Tuhan, atau lebih tepatnya jika ia mengantarkan
manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Jika tidak demikian, ia tidaklah dapat dikatakan ilmiah.
Ini merupakan suatu kontradiksi yang gamblang antara
konsep ilmu dalam Islam dan konsep ilmu dalam tradisi intelektual Barat. Dalam
tradisi intelektual Barat suatu pengetahuan itu dikatakan ilmiah jika ia
memenuhi syarat-syarat keilmuan yang dapat diwakili oleh metode ilmiah. Metode
ilmiah itu merupakan suatu prosedur atau tata cara mengetahui sesuatu yang
mempunyai langkah-langkah sistematis. Dengan kata lain ia bisa disebut sebagai
ungkapan mengenai cara bekerja pikiran. Dengan cara bekerja ini diharapkan
pengetahuan yang dihasilkan mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang
disyaratkan oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang
memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusun itu merupakan pengetahuan yang
dapat diandalkan.
Pandangan ini dengan jelas menampakkan cara pandang dunia
Barat terhadap ilmu yang bersifat sekularistik, yakni suatu cara pandang
terhadap alam semesta yang memisahkan atau bahkan menafikan unsur-unsur gaib
yang transenden (termasuk di dalamnya adalah surga dan neraka, jin dan
malaikat, serta Tuhan) dari kehidupan dunia, sebab hanya dunialah yang dianggap sebagai yang riil. Dalam kaitan
ini, ilmu dalam konsepsi Barat adalah terpisah dari agama. Sesuatu yang ilmiah
itu tidak ada hubungannya dengan sesuatu yang religius. Antara sikap ilmiah dan
religiusitas adalah dua hal yang tidak bisa bertemu. Hal ini menjadi semakin
kentara dengan tumbuh dan berkembangnya aliran positivisme dalam filsafat
Barat.
Sebagai ilustrasi dapat disampaikan di sini bahwa dalam
perspektif Barat, berbicara tentang surga dengan segala kenikmatannya dan neraka
dengan berbagai macam siksanya; berbicara tentang wahyu dan kitab suci;
berbicara tentang nabi, malaikat, dan Tuhan adalah sama sekali tidak ilmiah.
Hal ini tentu sangat bertentangan dengan cara pandang
Islam terhadap ilmu dan sesuatu yang disebut ilmiah. Kita bisa saja menerima
berbagai tata langkah ataupun prosedur yang ditawarkan oleh tradisi intelektual
Barat, tetapi kita jelas-jelas menolak ketika ilmu itu dipisahkan dari agama,
semangat keilmuan dibenturkan dengan semangat keagamaan, intelektualitas
diseberangkan dengan religiusitas. Karena itu bagi seorang muslim mengkaji
fenomena alam semesta dengan menggunakan langkah-langkah yang benar dalam
rangka membaca dan memahami Sunnatullah adalah ilmiah. Demikian pula tidaklah
kalah tingkat keilmiahannya ketika dia mengkaji tentang cara berwudlu dan
bersalat; membahas tentang zakat, infak dan sedekah; membaca ayat-ayat
al-Qur’an dan merenungkannya; membicarakan tentang Hari Akhir dengan didasarkan pada petunjuk dan pedoman
yang benar, serta dengan cara berpikir
yang benar pula. Tidak diragukan lagi bahwa bagi seorang muslim, semua
itu merupakan aktivitas ilmiah yang akan mengantarkannya menuju kesempurnaan
ibadah kepada Allah, untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan sejahtera di
dunia dan akhirat.
أقول قولي هذا و أستغفر الله العظيم لي و لكم
و لسائر المؤمنين و المؤمنات،
واستغفروه ويا فوز المستغفرين و يا نجاة التائبين.
Baca juga: 2 Sifat yang disukai Allah Ta’ala
الخطبة الثانية
الحمد لله الذي ألف الإسلام بين قلوب المسلمين
وأوجب الاتحاد وحرم التفرق في كتابه المبين. أشهد أن لا إله إلا الله هدى من شاء
إلى الصراط المستقيم. وأشهد أن حمدا رسول الله خير داع إلى الطريق القويم. اللهم
صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه الذي تهذبت نفوسهم واتحدت قلوبهم فكانو
السادة المنصورين.
أما بعد فيا عباد الله وأصيكم وإياي نفس بتقوى
الله وطاعته لعلكم تفلحون.
اللهم اغفر للمؤنين والمؤمنات والمسلين
والمسلمات الأحياء منهم والأموات إنك قريب مجيب الدعوات. اللهم أعز الإسلام
والمسلمين وأصلح ولاة المسلمين والف بين قلوبهم وأصلح ذات بينهم وانصرهم على عدوك
وعدوهم ووفقهم للعمل بما فيه صلاح الإسلام والمسلمين. اللهم أهلك الكفرة والمبتدعة
والمشركين أعداءك أعداءالدين. اللهم شت شملهم ومزق جمعهم وزلزل أقدامخم ودمر
ديارهم وألق في قلوبهم الرعب إنك على كل شئ قدير. ربنا هبلنا من أزواجنا وذرياتنا
قرة أعين واجعلنا للمتقين إماما.
اللهم اجعلنا من أهل العلم والخير والهدى
والتقوى والعفاف والغنى. ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب
النار.
عباد الله إن الله يأمركم بالعدل والإحسان
وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون. أقم الصلاة!