Khutbah Jumat; IKHLAS DALAM BERIBADAH

 


الحمد لله رب العالمين. نحمد الله حمد الشاكرين ونؤمن به إيمان الموقنين ونقر بوحدانيته إقرار

الصادقين. ونشهد أن لا إله إلا الله رب العالمين و خالق السموات و الأراضين و مكلف 

 الجن والإنس و الملائكة المقربين أن يعبدوه عبادة المخلصين. فقال تعالى: وما أمروا  إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين.  ألا لله الدين الخالص.   إلا اللذين تابوا و أصلحوا واعتصموا بالله  وأخلصوا دينهم لله. وقال أيضا: فمن كان يرجوا لقاء ربه فليعمل عملا صالحا و لايشرك بعبادته أحدا.  والصلاة والسلام على نبيه محمد سيد المرسلين و إمام المخلصين وعلى آله و أصحابه الطيبين الطاهرين.  [أما بعد]  فيا عباد الله أوصيكم و إياي نفس بتقوى الله فقد فاز المتقون.

 

Hadirin Jama`ah Jum`ah Rahimakumullah.

Beberapa ayat yang saya baca di atas, semua menyinggung tentang ikhlas; terutama mengenai pentingnya ikhlas di dalam beribadah kepada Allah SWT.

 

            Dari segi bahasa ikhlas itu berarti murni, tulen, tidak ada campuran, bersih. Ibarat emas, emas tulen adalah yang tidak ada campuran unsur lain walaupun sedikit. Dalam tradisi kita suatu pekerjaan dikatakan ikhlas jika ia dilaksanakan  tanpa pamrih apapun. Lawan ikhlas adalah isyrak atau tasyrik yang berarti berserikat atau bercampur dengan yang lain. Dengan demikian, barangsiapa yang berbuat sesuatu tidak dilandasi oleh sikap ikhlas berarti ia telah melakukannya secara syirik.

 

            Baik ikhlas maupun syirk keduanya sama-sama berpangkal di hati, yang tercermin dalam niat seseorang ketika ia hendak melakukan suatu pekerjaan.

 

            Membantu meringankan penderitaan orang lain adalah pekerjaan yang baik, tetapi belum tentu baik jika niatnya tidak baik.

            Menolong fakir miskin adalah pekerjaan yang luhur, tetapi ia belum tentu demikian jika dilakukan dengan niat yang salah.

            Belajar atau menuntut ilmu adalah perbuatan yang sangat terpuji, tetapi ia belum tentu terpuji jika niatnya pun tidak terpuji.

            Mengajar adalah tugas yang mulia, tetapi ia tidak dapat dikatakan demikian jika niatnya pun tidak mulia.

            Mendirikan tempat-tempat ibadah adalah perbuatan yang sangat menjanjikan kemuliaan bagi  pendirinya di sisi Allah, tetapi ia akan sia-sia dan sama sekali tidak bermakna jika si pendiri itu salah niatnya.

            Perbuatan-perbuatan di atas pada dasarnya adalah perbuatan-perbuatan baik, luhur, terpuji, dan mulia, tetapi semua itu tidak akan pernah menjadi demikian jika dilakukan hanya karena ingin dipuji, disanjung, dihormati, dimuliakan, dan dibangga-banggakan; sekadar ingin dikatakan memiliki keprihatinan tinggi terhadap nasib orang-orang yang menderita; sekadar ingin disebut dermawan; sekadar ingin dibilang terdidik dan berpendidikan; semata-mata ingin disebut `alim; dan hanya karena ingin mendapatkan stempel sebagai memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap upaya pembinaan umat.

 

            Perbuatan-perbuatan di atas baru akan benar-benar menjadi baik, luhur, terpuji, mulia, dan bermakna; baik dari sisi zat perbuatan itu sendiri maupun sifatnya, jika semua itu didasarkan pada jiwa ikhlas, yakni semata-mata dan murni karena Allah dan hanya untuk Allah, tanpa ada sedikit pun maksud lain di dalamnya. Dengan demikian ikhlas itu berarti memurnikan segala perbuatan hanya karena dan untuk Allah. Firman Allah:

وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين [ البينة:  5]

            Di samping memiliki hubungan yang erat dengan niat, pada tataran ini ikhlas juga terkait secara mendalam dengan shidq (lurus dan benar). Ini berarti bahwa seluruh perbuatan harus secara lurus, tulus, dan benar diniatkan karena Allah. Bukannya mendustai diri dengan topeng, dalih, bungkus atau kemasan  lillah (karena Allah), padahal di dalam hati besarang keinginan dipuji, dihormati, dibesarkan, disanjung, dll. Orang yang mulutnya mengaku benar, tetapi hatinya tidak demikian, ia sudah termasuk dalam golongan pendusta.

 

            Untuk menjadi perbandingan dan pelajaran, marilah kita ikuti riwayat berikut ini:

Manusia yang mula-mula akan ditanya pada Hari Kiamat ialah tiga orang:

 

Pertama, adalah orang yang diberi Allah ilmu pengetahuan. Pada waktu itu Allah akan berfirman: "Apakah yang sudah kamu lakukan dengan ilmu yang telah kamu miliki itu?"  Ia menjawab: "Wahai Tuhan, dengan ilmu hamba itu, hamba bangun tengah malam untuk melaksanakan salat malam, dan hamba mengajarkannya kepada orang yang memerlukannya di siang hari." Tuhan berfirman: "Kamu dusta."  Malaikat pun berkata: "Kamu dusta! Maksudmu hanyalah supaya kamu disebut sebagai orang alim." Memang demikian penilaian orang terhadapnya.

 

            Kedua, ialah orang yang diberi Allah harta benda, maka Allah berfirman kepadanya: "Telah Aku berikan kekayaan kepadamu, lalu apakah yang sudah kamu perbuat dengan kekayaan itu?"  Orang tersebut menjawab: "Ya Rabbi, harta benda itu telah hamba sedekahkan tengah malam dan siang hari." Allah pun berfirman: "Kamu dusta!" Para Malaikat pun berkata: "Kamu dusta, maksudmu hanyalah supaya kamu dikatakan orang sebagai dermawan." Memang demikianlah yang telah dikatakan orang mengenai dirinya.

 

            Ketiga, adalah seseorang yang terbunuh dalam perang untuk membela agama Allah. Kepada orang ini Allah berfirman: "Apakah yang telah kamu kerjakan?" Lantas orang itu pun menjawab: "Wahai Tuhan,  Engkau suruh hamba berjihad, maka pergilah hamba ke medan perang, dan hamba mati terbunuh." Tetapi apa kata Tuhan: "Kamu dusta!" Para Malaikat pun berkata pula: "Kamu dusta, maksudmu hanyalah supaya dikatakan orang bahwa kamu gagah berani." Memang demikianlah perkataan orang mengenai dirinya.

Setelah berkata demikian lalu Nabi SAW bersabda: "Hai Abu Hurairah, mereka itulah makhluk yang mula-mula sekali akan merasakan penderitaan api Neraka pada Hari Kiamat.

 

            Riwayat di atas memberikan pelajaran kepada kita bahwa bukan zat perbuatan itu yang dusta; tetapi dasar tempat tegaknyalah yang salah, yakni karena berpangkal dari ketidak ikhlasan yang bersarang di hati. Dalam konteks ini tampaknya cukup tepat jika kita mensitir firman Allah yang berbunyi:

إذا جاءك المنافقون  قالوا نشهد إنك لرسول الله و الله يعلم إنك لرسوله والله يشهد إن المنافقين لكاذبون  [ المنافقون :   1]

            Di sini nyata bahwa yang berdusta, bukan mulut, tetapi hati mereka tidak mengaku atau dengan kata lain pengakuan mereka itu tidak bersumber dari hati.

 

Jama`ah Jum`ah Rahimakumullah.

Selanjutnya, marilah kita ikuti penjelasan lebih lanjut dari Imam al-Ghazali mengenai bencana yang dapat mengancam dan merusak jiwa ikhlas ini. Di antara bencana itu ada yang jelas dan ada yang samar, ada bencana yang nyata dan jelas tetapi ringan, ada pula yang samar tetapi sangat berbahaya. Semua itu hanya dapat dipahami dengan baik melalui perumpamaan-perumpamaan. Bencana yang paling dahsyat dari ikhlas adalah riya'. Misalnya adalah setan memasukkan bencana ini kepada orang yang salat, padahal orang tersebut saat itu tengah menunaikan salat dengan ikhlas, tetapi kemudian ada beberapa orang  ataupun seseorang yang melihatnya, maka berkatalah setan  kepadanya, "perbaikilah salatmu, agar orang melihatmu tengah menunaikan salat dengan baik serta agar orang yang melihatmu itu nanti tidak akan menggunjingkanmu" Maka orang itu pun memperbaiki dan semakin khusyu` dalam salatnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa memperbaiki salat karena hal demikian adalah termasuk riya' yang menjadi bencana sangat nyata bagi keikhlasan

 

            Berikutnya  yaitu ketika seseorang telah mengerti bencana  semacam di atas lalu ia pun berusaha menjauhkan diri darinya, karena itu ia tidak mau mengikuti bisikan setan seperti di atas pada saat  menunaikan salat. Tetapi setan tidak kehabisan tipu daya, ia pun membungkus riya' itu dengan kemasan yang kebaikan, lalu dia berkata kepada orang yang sedang salat ini, "Anda menjadi imam, anda adalah panutan, dan anda diperhatikan orang, apa yang anda lakukan itu akan bepengaruh kepada diri anda dan kepada orang lain serta orang-orang itu akan mengikuti anda. Jika anda melakukan dengan baik maka anda juga akan mendapat pahala dari perbuatan mereka dan demikian pula sebaliknya. Karena itu perbaikilah salat anda di hadapan mereka itu agar mereka juga memperbaiki salat mereka dan menjadi semakin khusyu` sebagaimana yang anda contohkan. Ini adalah sebuah bentuk riya' yang tersamar. Bisa saja orang yang tidak terpedaya oleh bencana di atas akan dapat diperdaya oleh bencana pada tingkatan ini.

 

            Tingkatan bencana selanjutnya adalah tingkatan yang sangat samar dan tersembunyi. Di sini seorang hamba tidak lagi dapat diperdaya oleh kedua bencana di atas. Baginya tidak boleh ada perbedaan antara salat yang dikerjakan dalam keadaan ada orang lain maupun tidak ada; baik ada orang lain maupun tidak ada salat harus dilakukan dengan tingkat intensitas kekhusyu`an yang sama. Orang ini merasa malu kepada dirinya sendiri dan terutama kepada Tuhan jika salatnya ketika ada orang lain yang melihat itu lebih khusyu` dibandingkan dengan salat tanpa ada orang yang melihatnya. Karena itu baginya, salat harus dilakukan dengan tingkat intensitas yang sama antara ada orang lain yang melihat  ataupun tidak. Bagaimanapun ini juga merupakan suatu bentuk riya' yang samar, sebab dia berusaha untuk salat dengan baik dalam keadaan sendiri dengan maksud agar dia bisa melakukan hal sama pada saat dia salat di hadapan orang.

 

Hadirin yang berbahagia.

Masih ada tingkatan-tingkatan riya' yang lain, yang lebih samar dan tersembunyi di balik lipatan hati manusia yang setiap saat siap merusak dan menghancurkan keikhlasannya. Keteramatsamaran bencana ini dengan sangat tepat telah diumpamakan sebagai seekor semut hitam di malam yang gelap gulita di  tengah padang pasir yang luas.

 

            Allahumma semoga kita senantiasa diberi taufik dan hidayah oleh Allah untuk betul-betul dapat mengikhlaskan segala perbuatan kita untuk-Nya dan dilindungi dari segala bencana yang dapat menggerogoti dan  merusak keikhlasan kita dalam mengemban amanah Allah sebagai khalifah di bumi ini. 

 

أقول قولي هذا و أستغفر الله العظيم لي و لكم و لسائر المؤمنين و المؤمنات،  واستغفروه  ويا فوز المستغفرين  و يا نجاة التائبين.

 Baca juga: 3 sifat mulia seorang muslim


الخطبة الثانية

الحمد لله الذي ألف الإسلام بين قلوب المسلمين وأوجب الاتحاد وحرم التفرق في كتابه المبين. أشهد أن لا إله إلا الله هدى من شاء إلى الصراط المستقيم. وأشهد أن حمدا رسول الله خير داع إلى الطريق القويم. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه الذي تهذبت نفوسهم واتحدت قلوبهم فكانو السادة المنصورين.

أما بعد فيا عباد الله وأصيكم وإياي نفس بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون.

اللهم اغفر للمؤنين والمؤمنات والمسلين والمسلمات الأحياء منهم والأموات إنك قريب مجيب الدعوات. اللهم أعز الإسلام والمسلمين وأصلح ولاة المسلمين والف بين قلوبهم وأصلح ذات بينهم وانصرهم على عدوك وعدوهم ووفقهم للعمل بما فيه صلاح الإسلام والمسلمين. اللهم أهلك الكفرة والمبتدعة والمشركين أعداءك أعداءالدين. اللهم شت شملهم ومزق جمعهم وزلزل أقدامخم ودمر ديارهم وألق في قلوبهم الرعب إنك على كل شئ قدير. ربنا هبلنا من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين واجعلنا للمتقين إماما.

اللهم اجعلنا من أهل العلم والخير والهدى والتقوى والعفاف والغنى. ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار.

عباد الله إن الله يأمركم بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون. أقم الصلاة!

 

Komentar atau pertanyaan, silakan tulis di sini

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama