إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا
النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا
وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ
اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا
اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ
كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Adegan yang sangat tegang memecahkan genangan air mata
Abu Bakar di dalam gua Tsur, di luar kota Makkah. Musuh-musuh yang pedangnya
siap menebas Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalamberdiri di hadapan Abu
Bakar, hanya berbatas cahaya. Abu Bakar mendampingi Nabi Shalallaahu alaihi
wasalam di dalam gua, sedang musuh-musuh yang siap "menerkam" berdiri
di mulut gua. Isak tangis pun tak bisa ditahan, keluar dari mulut Abu Bakar
yang mengkhawatirkan, Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam ditangkap musuh
dan dibunuh. Nabi Shalallaahu alaihi wasalam membisiki Abu Bakar; “Laa tahzan
innallaha ma'anaa”, janganlah engkau bersedih hati, karena sesungguhnya Allah
beserta kita.
Musuh bebuyutan Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam
yang memimpin pengejaran dan akan membunuh Nabi pun berada di mulut gua Tsur, 5
kilometer dari Makkah. Justru Umayyah Ibnu Khalaf, musuh bebuyutan Nabi itulah
yang menganggap mustahil Muhammad yang sedang dicari-cari itu berada di dalam
gua ini. Maka bubarlah para calon pembunuh yang ingin menggondol
100 unta bila menemukan Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam ini.
Tiga malam lamanya Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi
wasalam dan Abu Bakar As-Shiddiq berada di dalam gua. Sementara orang-orang
kafir Makkah yang sejak semula memusuhi bahkan ingin membunuh Nabi itu
meningkat jadi berlomba mencari hadiah 100 unta dalam rangka membunuh Nabi.
Tingkah polah kaum kafir Makkah yang haus darah dan serakah harta ini tidak
mudah diajak kompromi. Untuk itu, Abdullah bin Abu Bakar memainkan peran yang
cukup penting. Setiap malam Abdullah bin Abu Bakar menginap di dekat kaum
Quraisy yang memusuhi Nabi di Makkah. Pada saat manusia lelap tidur menjelang
fajar, Abdullah mendatangi Nabi, lantas pagi hari Abdullah sudah berada di
kalangan kaum Quraisy Makkah. Maka orang-orang Quraisy menduga, Abdullah tetap
berada di Makkah bersama mereka. Padahal, semua gerak-gerik dan rencana Quraisy
telah disadap dan disampaikan kepada Nabi Shalallaahu alaihi wasalam .
Untuk menghilangkan jejak-jejak kaki Abdullah yang
berjalan di padang pasir antara Makkah dan gua Tsur itu, maka Amir bin Fuhairah
menggiring kambingnya menyusuri bekas-bekas tapak kaki Abdullah, mendekati gua
Tsur. Hilanglah
jejak-jejak kaki di padang pasir itu. Sementara, Asma' binti Abu Bakar
membawakan makanan untuk Nabi dan Abu Bakar yang berada di dalam gua.
Untuk melanjutkan perjalanan, keluar dari gua Tsur menuju
Yatsrib (kini bernama Madinah), Abu Bakar sebelumnya telah berjanji dengan
penunjuk jalan yang mahir, bernama Abdullah Bin Uraiqith. Penunjuk
jalan ini disewa, dan diharap menemui Abu Bakar di gua Tsur setelah tiga hari.
Sekalipun Abdullah Bin Uraiqith ini masih belum Islam, namun ia tidak mau
membocorkan perjanjian, dan tidak tergiur oleh sayembara hadiah 100 unta bagi
yang mampu menemukan/membunuh Nabi.
Dalam perjalanan dari gua Tsur menyusuri pantai menuju ke
Yatsrib berkendaraan unta, Nabi dan Abu Bakar yang dipandu oleh Abdullah Bin
Uraiqith ini dikejar oleh Suraqah Bin Malik Al-Mudlaji dengan kuda. Setiap
hampir sampai di belakang Nabi Muhammad SAW, kuda Suraqah terperosok kaki depannya
ke dalam pasir. Sampai tiga kali, dan yang terakhir, dari lobang yang
memerosok-kan kaki kuda itu keluar debu yang amat banyak. Maka Suraqah minta
perlindungan kepada Nabi dan Abu Bakar. Dan Suraqah yakin, Nabi dengan
ajarannya itu akan menang.
Kehadiran Nabi Shalallaahu alaihi wasalam sudah
ditunggu-tunggu oleh masyarakat di Yatsrib. Mereka dengan sangat gembira
menjemput Nabi SAW. Namun Nabi tidak langsung ke Yatsrib, singgah dulu di
Quba', mendirikan masjid. Hingga sekarang dikenal dengan Masjid Quba', dekat
Madinah. Peristiwa singgah di Quba, di tempat Bani Amr bin Auf inilah yang
sampai kini dicatat sebagai peristiwa hijrah yang menurut penyelidikan Mahmud
Basya, ahli falak, terjadi pada 2 Rabi'ul Awwal, bertepatan 20 September 622
Masehi. Tanggal inilah yang kemudian dijadikan perhitungan tahun pertama
Hijriyah. Hal itu ditetapkan dalam jamaah pada masa pemerintahan Umar bin
Khothob, 17 Hirjiyah/639 M atas usulan Ali bin Abi Tholib. Sekalipun Hijrah itu
sendiri terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal, namun tidak ada masalah dalam
penanggalan Hilaliyah dimulai dengan Muharram. (lihat Nurul Yaqin, halaman 83
atau terjemahannya hal 108).
Bukan Meninggalkan Medan
Peristiwa hijrah (pindahnya) Nabi Shalallaahu alaihi
wasalam dari Makkah ke Yatsrib (Madinah) itu bukanlah suatu kejadian pemimpin
lari meninggalkan medan. Karena, walaupun telah "sempurna" kekejaman
kaum kafir Quraisyh dalam memusuhi Nabi dan pengikutnya, tidaklah Nabi lari
duluan. Umat Islamlah yang dipersilakan duluan untuk meninggalkan Makkah.
Sedang di Makkah tinggallah Nabi, Abu Bakar (yang tadinya akan berangkat pula,
lalu diminta untuk bersama Nabi), Shuhaib, Ali, Zaid bin Haritsah dan beberapa
orang lemah yang belum siap berhijrah. Ali bertugas menggantikan tidur di
tempat tidur Nabi Shalallaahu alaihi wasalam saat malam pengepungan oleh kaum
Quraish. Sedang Abu Bakar diminta untuk menunggu Nabi di luar Makkah, yang
kemudian bertemu untuk masuk ke gua Tsur seperti tersebut.
Untuk membela agama yang akan ditumpas oleh kaum kafir
Quraisy ini Abu Bakar membawa harta sebanyak 6.000 Dirham, mata uang perak.
Beratnya, 6.000 x 3,12 gram = 18.720 gram. Nilainya sama dengan 2.808 gram
emas, (nilai ini diperbandingkan dalam zakat). Ukuran zakat harta adalah 200
Dirham (perak) atau 20 Dinar (emas). 20 Dinar emas = 20 mitsqol = 93,6 gram.
Ini menurut Fiqh Islam, H. Sulaiman Rasyid, (192-193) 1. Bekal Abu Bakar 6.000
Dirham itu dicatat dalam buku "Muharram dan Hijrah", Amir Taat
Nasution, hal 32.
Peran Abu Bakar Shiddiq dalam peristiwa Hirjah ini
sungguh besar. Entah berapa dirham Abu Bakar menyewa tukang penunjuk jalan,
Abdullah Bin Uraiqith yang belum memeluk agama Islam, sampai tidak tergiur
memilih ikut sayembara hadiah 100 unta bila menemukan/membunuh Nabi Shalallaahu
alaihi wasalam. Pengaruh Abu Bakar terhadap anak-anaknya, Abdullah dan Asma',
hingga menjadi penyelidik khusus dan penjamin makan yang cukup menanggung
risiko dalam perjalanan Makkah-Gua Tsur. Usaha maksimal Abu Bakar yang penuh
risiko, baik jiwa maupun harta itu, masih pula dilacak oleh kaum kafir Quraisy
sampai di hadapan Abu Bakar, di mulut gua. Maka, menangisnya Abu Bakar, sebagai
manusia, sangat bisa dimaklumi. Apalagi, yang didampingi adalah Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam yang akan dibunuh. Tentu saja Abu Bakar amat
khawatir, bagaimana nasib umat Islam yang telah berada di negeri orang, di
Madinah (Yatsrib). Siapa pengayom jiwa mereka. Dan siapa lagi nanti yang akan
membimbing menyiarkan ajaran Islam yang baru embrio ini.
Sewaktu dikejar oleh Suraqah di tengah perjalanan menuju
Yastrib, Abu Bakarlah yang tahu persis bagaimana keganasan orang yang akan
membunuh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dan ingin meraih hadiah 100 unta
sebagai pahlawan Quraisy. Abu Bakar senantiasa menengok ke
belakang, sedang Nabi Shalallaahu alaihi wasalam tetap tegar menghadapkan muka
ke depan. Peristiwa-peristiwa menegangkan yang langsung dialami oleh Abu Bakar
dalam mendampingi Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ini lebih menebalkan
keimanannya yang memang sudah kaliber amat tangguh. Hingga, harta benda
seluruhnya disumbangkan untuk Islam, di bawa ke hadapan Nabi Shalallaahu alaihi
wasalam pada peristiwa lain. Sampai Nabi Shalallaahu alaihi wasalam
terheran-heran. Ditanya, apa yang masih ada padamu? Malah dijawab oleh Abu
Bakar, bahwa Allah dan Rasul-Nyalah yang ada padanya.
Perjuangan tidak selesai, walau hijrah telah
dilaksanakan. Penggalangan kekuatan umat yang terdiri dari kaum Muhajirin (yang
datang dari Mekkah) dan Anshor (yang asli Madinah) ditata dengan penuh semangat
persaudaraan oleh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Hingga kaum Anshor rela
mengorbankan harta untuk saudara-saudaranya, kaum Muhajirin. Hingga sebagian
mereka merelakan sebagian isterinya dicerai agar dikawini saudaranya, kaum
Muhajirin. Semua itu dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan kesadaran.
Karena, semuanya menyadari, kaum kafir Makkah tentu tidak rela adanya peristiwa
hijrah massal ini. Ternyata pada tahun kedua Hijriyah, kaum kafir Quraisy telah
menyiapkan 950 tentara, 100 kuda dan 700 unta untuk menyerbu umat Islam.
Terjadilah perang Badr pada bulan Ramadhan, 2 Hijriah. Abu Lahab, dedengkot
kafir Quraisy rela menyumbangkan 100 unta untuk perang menyerbu muslimin yang
berjumlah 313 orang dengan 2 kuda dan 70 unta. Perang yang langsung dipimpin
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ini dimenangkan oleh kaum muslimin, suatu
prestasi yang sangat di luar dugaan. Hingga, seketika Abu Lahab, dedengkot
kafir Quraisy mendengar kabar kekalahan itu, ia langsung berodol jantungnya.
100 unta yang disumbangkan untuk memusuhi muslimin telah sia-sia, hingga ia
sangat menyesalinya.
Pengaruh hijrah dan kemenangan perang Badr ini satu segi
lebih memantapkan muslimin Muhajirin dan Anshor, namun satu segi menjadikan
tokoh Madinah yang akan tergusur pengaruhnya serta kaum Yahudi, menyikapi
dengan tingkah lain. Memilih nifak atau mengadakan makar. Abdullah bin Ubay bin
memilih nifak, sedang kaum Yahudi merencanakan makarnya untuk membunuh Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam. Dengan demikian, peristiwa hijriyah
ini disusul dengan problema yang cukup kompleks. Bukan sekadar penggusuran
secara fisik seperti di Makkah, namun lebih beragam lagi' permusuhan licik, musuh
dalam selimut, dan persekongkolan jahat yang tak henti-hentinya.
Kemunafikan dan persekongkolan yang menghadang di hadapan
umat Islam bukan membuat padamnya Islam, namun justru menambah wawasan dan
kecermatan umat dalam menempuh gelombang hidup. Umat tidak berfirqoh-firqoh
(pecah belah), tidak menonjolkan identitas keaslian daerahnya
(Makkah/Muhajirin, Madinah/Anshor). Semuanya dalam persaudaraan, seia sekata.
Tabiat pedagang dari Makkah yang keras bisa bersatu menjadi bersaudara dengan
tabiat petani Madinah yang lunak dan sopan. Perpaduan yang saling tenggang
rasa, tolong menolong, tanpa mengungkit jasa, tanpa mengeruk keuntungan pribadi
dengan dalih demi kelancaran pembinaan masyarakat; itu semua mewujudkan umat
yang terbaik. Khoiro Ummah, sebaik-baik umat. Jegal-menjegal tidak mereka
kenal. Hingga, orang munafiq seperti Abdullah bin Ubay bin Salul yang ingin
senantiasa menjegal Nabi Shalallaahu alaihi wasalam serta pengikutnya, justru
ia sendiri sangat rapi dalam menyimpan kemunafikannya. Sangat menampakkan
keislamannya, setiap shalat pun di belakang Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam .
Peristiwa Hijrah yang membuahkan masyarakat berkadar
khoiro ummah ini mengakibatkan tidak berdayanya kaum kafir, dan tidak
berkutiknya orang munafik. Mafhum mukholafah atau analogi
logisnya, di saat umat kondisinya bobrok, orang munafik pun tidak mendapatkan
hasil apa-apa. Karena, di saat masyarakat bobrok kondisinya, tentu saja
kebobrokan itu akibat dari banyaknya orang munafik. Banyaknya jumlah munafik
kini mengakibatkan perben-turan kepentingannya, otomatis akan sia-sia. Ibarat
pucuk cemara yang meliuk ikut hembusan angin, di saat angin sudah berbalik
arah, pucuk daun itu belum sempat berbalik, kemudian bertabrakan sesamanya.
Hijrah membuahkan masyarakat muslim terbaik, dan
kemunafikan tidak berkutik. Sebaliknya, bila muslimin terbaik itu jumlahnya
sangat minim, maka kemunafikan pun tidak membuah-kan hasil. Naluri manusia
cenderung membela kebenaran, yang dalam istilah agama disebut fitrah. Maka
Islam disebut pula agama fitrah, yaitu agama yang memang sesuai dengan naluri
manusia itu sendiri. Hingga tak mengherankan, para musuh bebuyutan, kaum kafir
Makkah yang mengejar-ngejar Nabi Shalallaahu alaihi wasalam hingga Nabi
berhijrah itu, 8 tahun kemudian mereka semua masuk Islam dengan sukarela.
Sedang Nabi n sama sekali tidak dendam kepada mereka. Lalu Nabi n menegaskan,
tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah (terbukanya Makkah, yaitu penduduk Makkah
masuk Islam semua secara serentak, tahun 8 Hijriyah). Tokoh-tokoh tua, seperti
Abu Sufyan yang tadinya sangat memusuhi Nabi Shalallaahu alaihi wasalam pun
masuk Islam. Tidak ada penolakan atau kata terlambat yang diucapkan oleh Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam, sekalipun kesadaran mereka baru datang di masa
pensiun.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَاسْتَغْفِرُوا
اللهَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Baca juga: SILATURAHIM
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ
عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا
كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ
تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ
اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ
بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ
وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ
ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ،
إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا
اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ
أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ
الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.