ألحمدلله. ألحمدلله الذى قسم الزمان اعواما.
وقسم الاعوام شهورا وأيّاما. على ما اقتضته الحكمة والتدبير .وافتتح كل عام بشهره المحرّم. وجمله بيوم
عاشوراءالمعظّم. الّذى فضّله فىالجاهليّة
والاسلام. أحمده سبحانه وتعالى واشكروه.
واتوب اليه واستغفروه . واشهد ان لااله الاّ الله وحده لاشر يك له شهادة تنجى
قائله يوم الزّحان. واشــهد انّ ســيّدنا محمّداعــبده ورســوله ســيّد الأنام.
اللهمّ صلّ وسلّم على ســيّدنا مـحمّد ا
لّذي انقذنا من الظّلام. وعلى اله وصحبه الكرام . (امّا بعد) فياعــبادالله, اتّقواالله حقّ تقاته ولاتموتنّ الاّ وأنـتـم مسـلمون. فقد
قال الله تعالى فىالقرأن العظيم. اعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن
الرحيــم. ألا يعلــم من خلق وهو اللطــيف الخبــير.
HADIRIN JAMAAH JUM’AH YANG DIMULIAKAN ALLAH
Marilah kembali kita pertebal dan kita pupuk keimanan dan
ketaqwaan kita kepada Allah SWT. dengan memahami hakekat perjuangan hidup kita
dan dengan segala tanggung jawabnya.
Karena hanya dengan bekal keimanan dan ketaqwaan itulah
kita dapat menapaki proses kehidupan kita saat ini di dunia dan kelak di
akhirat.
Muhammad Rasyid Ridho dalam ‘Tafsir Al – Manar ‘ menulis : “Keimanan membangkitkan sinar dalam
akal, sehingga merupakan petunjuk jalan ketika berjumpa dengan gelap keraguan.
Dengan keimanan inilah seseorang akan memperoleh buahnya yakni taqwa yang
berarti menjaga tata krama syari’at, dengan landasan keikhlasan melaksanakan
segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya.
HADIRIN JAMAAH JUM’AH RAHIMAKUMULLAH ..
Apa sebenarnya arti “HIDUP” menurut pandangan agama .?
Hidup bukanlah sekedar menarik dan menghembuskan nafas. Ada orang-orang yang
telah terkubur, tetapi oleh Al Qur’an masih dinamai “Orang hidup dan mendapat
rixqi” sebagaimana disebutkan di dalam Firman Allah Ta’ala :
ولا تحسبنّ الذّى قتلوا فى سبيل الله
أمواتا.بل أحيآء عند ربّهم يرزقون
Artinya : “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang
gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan
mendapat rizqi.”
Dan lebih lanjut Allah menegaskan :
يستبشرون بنعمة من الله وفضل وأنّ الله لا يضيع أجـرالمؤمنـين
Artinya : “Mereka bergirang hati dengan nikmat dan
karunia besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-menyiakan pahala
orang-orang yang beriman.” (QS. Ali
‘Imran : 169 dan 171)
Sebaliknya, ada pula orang yang menarik dan menghembuskan
nafas, namun dianggap sebagai orang-orang mati. Sebagaimana hal ini dijelaskan
oleh Allah dalam firmannya :
وما يستوى الاعمى والبصير ولاالظّلمت ولاالنور
ولاالظّل ولاالحرور ومايستوى الأحيآء ولاالاموات انّ الله يُسمع من يشآء وما انت
بمُسمع من فىالقبور.
Artinya : “Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang
yang melihat. Dan tidak pula sama gelap gulita dengan cahaya. Dan tidak (pula)
sama yang teduh dengan yang panas.. Dan tidaklah sama antara orang-orang yang
hidup dengan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberikan pendengaran
kepada siapa saja yang dikehendaki Nya. Dan kamu (Muhammad) sekali-kali tiada
sanggup menjadikan orang-orang yang di dalam kuburnya dapat mendengar.” (QS.
Faathir : 19 – 22).
Dari sini dapatlah kita pahami bahwa : “hidup dalam
pandangan agama” adalah : kesinambungan dunia dan akherat dalam keadaan
bahagia, kesinambungan kebahagiaan yang hingga melampui usia dunia ini. Dengan demikian tiadalah arti
hidup bagi seseorang, apabila ia tidak menyadari bahwa ia mempunyai
kewajiban-kewajiban yang lebih besar dan yang melebihi kewajiban-kewajibannya
hari ini. Setiap orang yang beriman wajib mempercayai dan menyadari bahwa disamping
wujudnya masa kini, masih ada lagi wujud yang lebih kekal abadi dan lebih
berarti daripada kehidupan dunia ini.
HADIRIN JAMAAH JUM’AH YANG BERBAHAGIA
Setiap pekerjaan yang dilakukan seseorang pasti
mempunyai “Motivasi atau dilandasi oleh
niat”. Hal ini pernah ditegaskan oleh nabi Muhammad Saw., ketika seorang
sahabatnya hijrah ke Madinah : “Setiap pekerjaan harus atau pasti disertai
niat. Maka, barang siapa hijrahnya didorong karena Allah, hijrahnya akan
dinilai demikian. Dan barang siapa hijrahnya didorong oleh keinginan memdapat
keuntungan duniawi atau karena ingin mengawini wanita, maka hijrahnya dinilai
sesuai dengan tujuan tersebut”.
Ketika nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabat beliau
berhijrah, motivasi mereka yang utama adalah guna memperoleh ridlo Allah SWT,
yang mereka yakini Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
Menjelang hijrah kaum Muslimin berada pada posisi yang
sangat lemah dan teraniaya. Namun dengan tebalnya keimanan, dengan bekal
keimanan keyakinan akan datangnya kemenangan tidaklahpernah sirna. itu pulalah
yang mengantarkan mereka pada sikap optimis dan patriotisme. Oleh karenanya
kita dapat mengambil pelajaran hidup dari hikmah Hijrah Nabi ini, yang antara
lain adalah :
SIKAP KESEDIAAN BERKORBAN
Ketika Rasululloh menyampaikan kepada Abu Bakar ra. bahwa
Allah memerintahkannya untuk berhijrah, dan sekaligus mengajak sahabatnya itu
untuk berhijrah bersama, Abu Bakar ra. menangis kegirangan. Dan seketika itu
juga ia membeli dua ekor Unta dan menyerahkannya kepada Rasululloh saw. agar
beliau memilih, mana yang beliau Nabi kehendaki. Di saat itulah terjadi dialog
antara keduanya :
Rasulillah bersabda : “Aku tidak akan mengendarai unta
yang bukan milikku.”
Sahabat Abu Bakar ra. menimpali; “Unta ini aku serahkan
untukmu.” Baiklah aku akan membayar harganya.“ Kata Nabi.
Setelah Abu Bakar bersikeras agar unta itu diterima
sebagai hadiah, namun Nabi saw. tetap menolak, akhirnya Abu Bakar – pun setuju
untuk menjualnya. Pertanyaannya kemudian adalah : “Mengapa beliau Nabi Muhammad
bersikeras untuk membelinya ? “Bukankah Abu Bakar sahabat beliau ? Disinilah
terdapat suatu pelajaran yang sangat berharga yakni : Rasululloh saw. ingin
mengajarkan bahwa untuk mencapai suatu usaha besar, dibutuhkan pengorbanan
maksimal dari setiap orang. Beliau bermaksud untuk berhijrah dengan segala daya
yang dimilikinya, tenaga, fikiran, dan materi, bahkan dengan jiwa dan raga
beliau. Dan salah satunya adalah dengan tetap membayar harga onta sahabatnya,
Abu Bakar.
Dan tatkala Rasulillah SAW berangkat ke Madinah, beliau
berpesan kepada kemenakannya “Ali Bin Abi Thalib”, agar ia tidur di tempat
pembaringan Nabi sambil berselimut dengan selimut beliau guna mengelabui kaum
Musyrikin. Dengan kesediaan ini. ‘Ali pada hakikatnya mempertaruhkan jiwa
raganya demi membela agama Allah. Di sini, sekali lagi, kita harus memahami
makna, tujuan dab hakekat dari tujuan hidup kita! Mentoknya ; Inna Ilaa Robbika
Al Ruj’aa : “Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah tempat kami kembali,” Telah
siapkah kita ?
SIKAP TAWAKKAL DAN USAHA
Ketika Rasululloh saw. bersama sahabat Abu Bakar ra.
bersembunyi di Gua Tsur dan para pengejar mereka telah berdiri di mulut gua
tersebut, Abu bakar ra. sangat gentar dan gusar. Lalu rasululloh saw.
menenangkannya sambil berkata : Laa
takhoofu Wa Laa Tahzanu, Innalloha Ma’anaa, “Janganlah kuatir dan janganlah
bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Keadaan ini bertolak belakang
dengan apa yang kemudian terjadi dalam peperangan Badar, sekitar satu setengah
tahun setelah peristiwa hijrah ini. Ketika itu yang gusar dan kuatir adalah
Nabi Muhammad saw., sedang Abu Bakar ra. yang menenangkan beliau.
Mengapa terjadi dua sikap yang berbeda dari Nabi dan
sahabatnya Abu Bakar ?, Di sini, sekali
lagi kita mendapat pelajaran yang sangat dalam. Dua peristiwa yang berbeda di
atas menuntut pula dua sikap kejiwaan yang berbeda dan keduanya diperankan
dengan sangat jitu oleh Nabi Muhammad saw. Kedua prinsip sebagai hakikat
keagamaan itu adalah : “Tawakkal” dan “Usaha/Taqwa.”
Modus perbedaan pengambilan keputusan sikap Nabi itu
adalah : Bahwa perintah untuk berhijrah datangnya adalah seketika atau
tiba-tiba, oleh karenanya ia harus dilaksanakan dengan penuh keyakinan, tiada
alasan untuk takut, gentar dan bersedih. Berbeda halnya dengan peperangan. Jauh
sebelumnya beliau telah diperintahkan untuk mempersiapkan diri menghadapi
musuh. Sebagaimana terungkap dalam Firman Allah Ta’ala, (QS. Al-Anfal ayat :
60)
وأعِدّوا لهم ماستطعتم من قوّة ومن رباط الخيل
ترهبون به عدوّالله وعدوّكم. الأية
Artinya : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka
kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk
berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, dan musuh
kalian semua”.
Kekhawatiran Nabi ketika itu timbul karena keraguan beliau
akan persiapan-persiapan yang dilakukannya selama ini, jika keraguan itu benar,
tentulah beliau menjerumuskan umat dan sekaligus agama ke jurang yang sangat
berbahaya, dengan kekalahan akibat kurang persiapan. Dan beliau sadar bahwa,
dalam hal ini, Tuhan tidak pilih kasih.
Sebagai satu kesimpulan, sekali lagi kita mendapat
pelajaran tentang arti “TAWAKKAL”, kapan digunakan dan bagaimana
batas-batasnya, serta arti dan pentingnya “USAHA” sebagai pemenuhan tuntutan
ketaqwaan dalam kehidupan ini.
Dan tentunya masih banyak lagi pelajaran dan hikmah yang
dapat dipetik dari peristiwa hijrah nabi Muhammad Saw sehingga wajar jika
sahabat Umar Bin Khattab menjadikan peristiwa tersebut sebagai awal dari
kalender Islam. Sayangnya kita dan kebanyakan umat banyak yang mengabaikan
standart perhitungan hari, bulan dan
tahun Hijriyyah ini, ironis sekali memang ? Padahal seharusnya kita bangga dan
berhutang budi untuk mempopulerkannya !
بارك الله لى ولكم فى القر آن العظيم .ونفعنى
و إيا كـم بما فيــه من ا لأ يات والذكـر الحكيم . و تقـبل منـى ومنكـم
تلاوته إنه هو السميع العليم.
واستغفر والله العظيم لي ولكم . فيا فوز
المسـتغفرين ويا نجـاة التائــبين.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ
عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا
كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ
تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ
اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ
بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ
وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ
ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ،
إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا
اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ
أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ
الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.