إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ
شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ.
وَأَحْيِنَا اَللَّهُمَّ عَلَى سُنَّتِهِ وَأَمِتْنَا عَلَى مِلَّتِهِ. وَبَعْدُ؛
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا
اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Amma ba’du, kaum muslimin yang berbahagia!
Saya mewasiatkan kepada Anda sekalian dan juga kepada
diri saya sendiri untuk selalu menjaga dan meningkatkan taqwa yang hakiki
kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala, sebab inilah wasiat yang disampaikan Allah
kepada generasi terdahulu dan juga generasi yang akan datang:
“Dan kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan
yang ada di bumi. Dan sungguh kami telah mewasiatkan kepada orang-orang
ahlulkitab sebelum kalian dan kepada kalian agar kalian bertaqwa kepada Allah.
Dan jika kalian kafir maka sesungguhnya kepunyaan Allah segala yang ada di
langit dan yang ada di bumi ” (An-Nisa: 131).
Hadirin yang dimuliakan Allah!
Sesungguhnya Tauhid yang murni dan bersih adalah inti
ajaran dari semua risalah samawiyah yang diturunkan Allah Ta’ala. Ia adalah
tiang penopang yang menegakkan bangunan Islam. Ia adalah syi’ar Islam yang
terbesar yang tak dapat terpisahkan dari Islam itu sendiri. Inilah pesan utama
Allah kepada Rasulnya yang diutus kepada ummat manusia.
“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap ummat seorang
rasul (untuk menyampaikan): Sembahlah (oleh kalian) akan Allah dan jauhilah
thaghut.” (An-Nahl: 36)
Itulah misi utama para Rasul; menegakkan penyembahan dan
penghambaan hanya kepada Allah serta menafikan dan menjauhi segala bentuk
thaghut. Dan yang dimaksud dengan thaghut adalah segala sesuatu yang
menyebabkan seorang hamba melampaui batas-batas yang seharusnya tak boleh ia
langgar, baik berupa sesembahan, panutan dan ikutan. Sehingga thaghut setiap
kaum/komunitas adalah siapapun yang mereka jadikan sumber dasar hukum selain
Allah dan RasulNya, yang mereka jadikan Tuhan selain Allah Subhannahu wa Ta'ala
, yang mereka ta’ati meskipun dimurkai dan tidak diridloi Allah Ta’ala.
“Tidakkah engkau melihat kepada orang-orang yang
menyangka bahwa mereka telah beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu
dan yang diturunkan sebelummu, (padahal) mereka ingin bertahkim (mengambil
hukum) dari thaghut padahal sungguh mereka telah diperintah untuk kafir
kepadanya.” (An-Nisa: 60)
Kedua unsur penting inilah yang terangkai dalam kalimat
suci La ilaha illallah; tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah.
Hadirin para hamba Allah yang berbahagia!
Di atas kalimat Tauhid yang murni dan mulia itulah
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam membangun ummatnya, di atas landasan
yang kokoh itulah beliau menegakkan da’wah, dari situlah beliau menegakkan
generasi yang hanya meng-Esa-kan Allah Yang Maha Esa dan membebaskan diri
mereka dari cengkraman makhluq-makhluq lain yang dianggap sekutu bagi Allah
Ta’ala.
Dan ketika seorang Muwahhid mengucapkan dan melantunkan
kalimat Tauhid itu, maka seharusnya ia meyakini dua hal yang menjadi tujuan dari
kalimat suci tersebut. Apa dua tujuan itu?
Tujuan pertama adalah
menegakkan yang haq dan member-sihkan yang bathil. Sebab makna yang
sesungguhnya dari kalimat la ilah Illallah itu adalah tidak ada yang berhak
untuk disembah selain Allah. Sehingga segala sesuatu selain Allah adalah bathil
dan tidak berhak mendapatkan hak-hak ilahiyyah (hak-hak untuk disembah). Dan
lihatlah bagaimana Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam membersihkan Jazirah
Arab dari kotoran-kotoran dan kekuasaan thoghut dan patung-patung sesembahan.
Ingatlah bagaimana batu besar saat itu yang bernama Hubal yang dikelilingi 360
berhala dihancurkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dengan tangan
beliau yang mulia pada saat beliau memasuki kota Makkah dengan penuh kemenangan.
Dan semua itu beliau seraya mengulang-ulang firman Allah:
“Dan Katakanlah (wahai Muhammad) telah datang Al-Haq dan
hancurlah yang bathil. Sesungguhnya yang bathil itu pasti hancur.” (Al-Isra’:
81)
Kemudian tujuan yang kedua adalah untuk mengatur dan meluruskan perilaku manusia agar selalu dalam
lingkaran Tauhid yang murni kepada Allah yang terpancar dari kalimat Tauhid. Agar
semua tindak-tanduk manusia dilandasi oleh keyakinan bahwa Allah-lah
satu-satunya Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dan agar kalimat Tauhid itu dapat “berhasil guna” dalam
mengatur perilaku manusia maka ada tujuh syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
al-’ilm (mengetahui) maknanya yang benar, al-yaqin (meyakini) kandungan-nya
tanpa ada keraguan, al-ikhlas (ikhlas) tanpa ternodai oleh syirik, ash-shidq
(membenarkan) tanpa mendustakannya, al-qabul (menerimanya) dengan penuh
kerelaan tanpa menolaknya, tunduk pada konsekwensi kalimat Tauhid (al-inqiyad),
dan semua itu harus dilandasi dengan al-mahabbah (cinta) kepada Allah
Subhannahu wa Ta'ala .
Bila ketujuh syarat tersebut telah terpenuhi maka insya’
Allah seluruh ibadah dan amal kita akan selalu terhiasi dan diterangi oleh
kemurnian Tauhid, sehingga semuanya dikerjakan hanya karena Allah, tidak ada
lagi permintaan tolong selain kepada Allah, tidak ada lagi tawakkal kecuali
kepada Allah, tidak ada lagi pengharapan dan rasa takut selain kepada Allah,
tidak ada lagi kekuatan selain pertolongan Allah. Dari sinilah,
seorang muwahhid akan merasakan dari lubuk hatinya yang terdalam bahwa segala
sesuatu selain Allah adalah lemah dan tidak berdaya. Maka ia tidak lagi takut
kebengisan dan kekuatan para makhluq, tidak lagi terpedaya oleh kilau duniawi,
dan baginya tidak mungkin ada yang dapat manandingi Allah, tidak ada yang dapat
menghalangi apapun yang dikehendaki Allah Subhannahu wa Ta'ala . Sehingga
baginya bergantung kepada selain Allah adalah suatu kelemahan dan berharap
kepada selain Allah adalah sebuah kesesatan:
“Dan bagi Allah-lah segala hal ghaib yang ada di langit
dan di bumi, dan kepadaNya-lah segala perkara dikembalikan.” (Hud: 123).
Dari sini jelaslah perbedaan yang sangat jauh antara
seorang Muwahhid dengan seorang musyrik. Seorang muwahhid adalah orang yang
mengetahui Dzat yang menciptakannya sehingga ia pun beribadah dan menghamba
padaNya dengan sebenar-benarnya. Sebaliknya seorang musyrik adalah orang yang
buta mata hatinya, kehilangan arah dan jauh meninggalkan Dzat yang melimpahkan
ni’mat padanya. Na’udzu billah min dzalik.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!
Sejak dahulu hingga sekarang, begitu banyak manusia yang
tersesatkan oleh keyakinan berbilang “tuhan” yang disembah, yang dapat dimintai
pertolongan, yang dapat dijadikan sumber hukum dan yang berhak mendapatkan
kekhususan-kekhususan ilahiyah. Dan keyakinan ini adalah sebuah kesesatan yang
nyata yang telah diperangi oleh Islam dengan keras. Sehingga tidaklah
mengherankan bila Tauhid yang murni kemudian menjadi syi’ar terpenting Islam
yang selalu ada dalam aspek I’tiqad dan amaliyah. Dengan syi’ar inilah Islam
dikenal bahkan karenanya Islam diperangi. Seputar syi’ar ini pula lah
pertentangan antara ahlul haq dan ahlul bathil terus berlanjut.
“Sesungguhnya Tuhan kalian benar-benar satu. Tuhan (yang
menciptakan, mengatur dan menguasai) langit dan bumi serta yang ada di antara
keduanya ” (Ash-Shaffat: 4-5).
Dan sesungguhnya kemunduran dan musibah-musibah yang
selama ini menimpa umat Islam adalah disebabkan mereka tidak lagi memperhatikan
syi’ar yang penting ini. Lemahnya ikatan tauhid dalam jiwa-jiwa mereka adalah
sebab utama dari berbagai kekalahan kaum muslimin dan kemenangan musuh-musuh
mereka yang kita saksikan dalam kurun waktu yang cukup lama. Banyak di antara
kaum muslimin yang tenggelam dalam kebodohan terhadap tauhid ini, sehingga
mereka mendatangi penghuni-penghuni kubur, berdoa didepan batu-batu nisannya,
meminta pertolongan penghuninya saat susah dan sedih. Bahkan lebih dari itu,
seringkali mereka memuji dan mengagungkan panghuni kubur itu dengan
ungkapan-ungkapan yang hanya pantas diberikan kepada Allah Rabbul ’alamin.
Dikarenakan lemahnya keyakinan akan pertolongan Allah,
banyak di antara kaum muslimin yang kemudian menggunakan jimat dengan
menggantungkan di tubuh mereka karena yakin hal itu akan mendatangkan
keselamatan dan menghindarkannya dari marabahaya. Padahal Allah telah menegaskan:
“Dan jika Allah menimpakan musibah atasmu maka tidak ada
yang dapat menyingkapnya selain Ia, dan jika Ia memberikan kebaikan padamu maka
Ia Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.” (Al-An’am: 17).
Dan suatu hari Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam pernah
melihat lelaki yang mengenakan jimat di tangannya, lalu beliau berkata:
اِنْزِعْهَا فَإِنَّهَا لاَ تَزِيْدُكَ إِلاَّ
وَهْنًا فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا.
“Cabutlah (benda itu) karena ia hanya akan semakin
membuatmu lemah/takut. Karena sesungguhnya jika engkau mati dalam keadaan
memakainya maka engkau tidak akan beruntung selamanya.” (HR. Ahmad dengan sanad
“la ba’sa bih”).
Dan juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ.
“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat) maka
sungguh ia telah berbuat syirik.” Di antara kaum muslimin juga terdapat orang
yang terfitnah oleh para tukang sihir dan peramal yang katanya dapat meramal
masa depan, padahal Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam yang mulia telah
menyatakan:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا
فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ.
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun lalu
mempercayai apa yang dikatakannya, maka sungguh ia telah kafir terhadap apa
yang diturunkan pada Muhammad.” (HR. Abu Dawwud, An-Nasai, At-Tirmidzy, Ibnu
Majah dan Al-Hakim)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ
وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ،
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah kedua:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا
بَعْدُ؛
Kaum muslimin yang berbahagia!
Semua yang saya sebutkan di atas adalah sekedar contoh
terhadap model-model kesyirikan yang dilakukan sebagian kaum muslimin. Dalam
kenyataan sehari-hari kita akan menemukan model-model lain dari perilaku syirik
itu dalam berbagai aspek kehidupan kaum muslimin, yang kemudian disadari atau
tidak menyebabkan lemahnya keyakinan mereka terhadap kemaha-besaran,
kemahakuasaan, kemahaperkasaan Allah. Karena Tauhid mereka lemah, maka
merekapun tidak begitu yakin lagi dengan pertolongan Allah, sehingga dengan
amat sangat mudahnya musuh-musuh mereka menyebarkan rasa takut lalu mengalahkan
mereka.
Dengan demikian telah jelaslah, bahwa rahasia kejayaan
kaum muslimin terletak pada sejauh mana mereka menegakkan Tauhid yang murni
dalam segala kehidupan mereka. Bukankah kejayaan dan kemengangan itu telah
diraih oleh generasi pendahulu ummat ini, ketika mereka telah terlebih dahulu
menghujam nilai-nilai Tauhid tersebut ke dalam kalbu mereka? Bukankah kejayaan
dan kecemerlangan itu mereka dapatkan ketika mereka meyakini bahwa misi utama
mereka adalah mengeluarkan ummat manusia dari penghambaan kepada sesama makhluk
menuju penghambaan hanya kepada Sang khaliq?
Oleh sebab itu, bila kita sekalian bertekad mengulang
kembali kesuksesan dan kejayaan generasi As-Salaf Ash-Shaleh itu, maka tidak
ada jalan lain selain menapaki jejak mereka; menegakkan kemurnian Tauhid dalam
pribadi kita masing-masing. Imam Malik v pernah bertutur:
لاَ يَصْلُحُ آخِرُ هَذِهِ اْلأُمَّةِ إِلاَّ
بِمَا صَلُحَ بِهِ أَوَّلُهَا.
“Generasi akhir ummat ini tak akan baik kecuali dengan
(jalan hidup) yang telah menjadikan baik generasi pendahulunya.”
Kaum muslimin yang berbahagia!
Akhirnya, semoga kita sekalian terpanggil untuk
mengem-balikan kejayaan dan kehormatan ummat Islam. Semoga kita sekalian
tergugah untuk menebarkan rahmat Islam yang dibangun di atas kemurnian Tauhid
ke seluruh penjuru dunia, sehingga terwujudlah kehidupan yang diridloi oleh
Allah Subhannahu wa Ta'ala . Amin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا
لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ
أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ
بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ
يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.