Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ الًّذِى خَلَقَ الْاِنْسَانَ فِي
أَحْسَنِ تَقْوِيْمِ وَالّذِيْ هَدَانَا لِطَرِيْقِهِ الْقَوِيْمِ وَفَقَّهَنَا فِي
دِيْنِهِ الْمُسْتَقِيْمِ. أَشْهَدُ أَنْ لآاِلهَ إِلّاَ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ
لَهُ شَهَادَةً تُوْصِلُنَا إِلَى جَنَّاتِ النَّعِيْمِ وَتَكُوْنُ سَبَبًا لِلنَّظَرِ
لِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ. وأَشْهَدُ أَنْ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ النَّبِىُ الرَّؤُفُ الرَّحِيْمُ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أُوْلِى الْفَضْلِ الْجَسِيْمِ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ
رَحِمَكُمُ اللهُ، أُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُوْنَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، لَقَدْ
خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Manusia, sebagaimana disebutkan dalam surat At-Tiin ayat
4 diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
Manusia diciptakan dengan segala sesuatu yang
dikaruniakan kepada malaikat, hewan dan setan, yakni berupa akal pikiran,
syahwat, dan hawa nafsu. Oleh karena itu, kehidupan umat manusia lebih dinamis,
karena manusia berjuang dalam tarikan antara ketiganya. Manusia bisa menjadi
seperti malaikat hanya tunduk patuh pada Allah, bisa seperti hewan hanya
mementingkan keinginan jasmaninya, ataupun bisa seperti setan hanya mengumbar
hawa nafsunya.
Sebagai makhluk ciptaan dalam bentuk terbaik, manusia
dikaruniai empat hal sebagai permata dirinya. Empat permata ini disebutkan
Rasulullah dalam hadistnya, sebagaimana dikutip oleh Ihya’ Ulumiddin.
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَرْبَعَةُ
جَوَهِرَ فِيْ جِسْمِ بَنِيْ اَدَمَ يُزَلُهَا اَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ اَمَّا الْجَوَاهِرُ
فَالْعَقْلُ وَالدِّيْنُ وَالْحَيَاءُ وَالْعَمَلُ الْصَّالِحُ
Rasulullah SAW bersabda: “Ada empat permata dalam tubuh
manusia yang dapat hilang karena empat hal. Empat permata tersebut adalah akal,
agama, sifat malu, dan amal salih”.
Akal adalah alat untuk memahami agama. Agama adalah
rambu-rambu atau aturan yang memberikan arah pada manusia, sifat malu adalah
pengendali, dan amal salih adalah buah dari akal memahami agama dengan
pengendali berupa sifat malu tadi. Akal menjadi pemimpin dalam tubuh manusia
untuk memahami mana yang hak dan batil, mana yang patut ataupun tidak, mana yang
harus dikerjakan ataupun ditinggalkan. Ibnu Hajar al-Asyqalani dalam kitabnya
Nashaihul Ibad mendefinisikan akal sebagai
جَوْهَرٌ رُوْحَانِيٌّ خَلَقَهُ اللهُ تَعَالَى
مُتَعَلَّقًا بِبَدْنِ الاِنْسَانِ يُعْرَفُ بِهِ الْحَقُّ وَالْبَاطِلُ
“Permata ruhani ciptaan Allah yang
berada dalam jasad manusia untuk mengetahui sesuatu yang hak dan batil.”
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Permata kedua yang dikaruniakan Allah kepada manusia
adalah agama. Agama adalah aturan atau norma yang mengarahkan akal manusia
untuk menerima hal-hal yang baik, layak dan pantas. Agama menjadi pedoman
bagaimana manusia menjalani kehidupannya; bagaimana mengendalikan syahwat dan
nafsu. Akal sehat akan mengarahkan kita dapat menerima agama yang hanif
(lurus), yang mampu memberikan ketenangan lahir batin dan dapat melahirkan
sifat pengendali (malu), serta membuahkan amal salih.
Malu merupakan sifat yang dikembangkan oleh agama untuk
mengendalikan perilaku manusia, yang dapat membedakan kita dengan hewan ataupun
setan. Oleh karena itu, Ibnu Hajar al-Asqalani membagi malu menjadi dua, yakni
haya’un nafsiyun dan haya’un imaniyun. Haya’un nafsiyun adalah rasa malu yang
diberikan Allah pada setiap manusia, seperti rasa malu memperlihatkan auratnya
dan sejenisnya. Sifat ini tidak diberikan pada hewan.
Sementara haya’un imaniyun adalah:
أَنْ يَمْنَعَ المُؤْمِنُ مِنْ فِعْلِ الْمَعَاصِي
خَوْفًا مِنَ اللهِ
“Ketika seorang mukmin mampu mencegah
dirinya untuk berbuat maksiat karena takut kepada Allah subhanahu wata'ala.”
Sifat ini hanya diberikan pada orang mukmin yang mampu
menggunakan akalnya untuk memahami perintah dan larangan Allah. Karena itu,
wajar jika Rasulullah pernah memberikan nasihat kepada sahabatnya dengan
mengatakan:
اَلْحَيَاءُ مِنَ الْاِيْمَانِ
“Malu itu sebagian dari iman.”
Malu untuk berbuat maksiat, malu meninggalkan perintah
agama, malu tidak berbuat baik dan lain sebagainya.
Ma'asyiral Muslimin rakhimakumullah,
Permata yang terakhir yang dimiliki manusia adalah amal
shalih, yakni perbuatan yang patut dan baik menurut kaidah agama. Amal shalih
adalah buah dari kemampuan kita memahami agama, menjalankan perintah agama,
serta kemampuan kita mengendalikan sikap dalam kehidupan.
Banyak orang mampu memahami agama atau mengerti ilmu
agama, tetapi tidak mampu mengendalikan syahwat dan nafsunya, sehingga ia tidak
memiliki rasa malu, maka ia hanya bisa melakukan sesuatu yang hanya
berorientasi pada kebutuhannya yang kadang merugikan orang lain. Contoh
sederhana yang dapat kita amati dalam kehidupan sehari-hari, betapa banyak
orang pandai agama tetapi tidak mampu mengendalikan diri, sehingga ia bukan
mengamalkan ilmu agama, namun hanya memperalat agama untuk kepentingan dirinya
atau kelompoknya. Maka akibat yang timbul dari itu bukan amal shalih tetapi
justru maksiat.
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Rasulullah dalam dalam hadits di atas juga mengingatkan
pada kita akan bahaya yang mengancam empat permata manusia tersebut. Rasul
mengatakan:
فَالْغَضَبُ يُزِيْلُ الْعَقْلَ وَالْحَسَدُ يُزِيْلُ
الدِّيْنَ وَالطَّمَعُ يُزِيْلُ الْحَيَاءَ وَالْغِيْبَةُ يُزِيْلُ الْعَمَلَ الصَّالِحَ
“Ghadlah (marah-marah) dapat
menghilangkan akal, iri dan dengki (hasad) dapat menghilangkan agama, serakah
(thama’) dapat menghilangkan sifat malu, dan menggunjing (ghibah) dapat menghilangkan
amal shalih".
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Semoga kita dapat mengoptimalkan permata yang ada dalam
hidup kita untuk menjadi insan pilihan dan masuk dalam kategori muttaqin (orang
yang memiliki ketakwaan).
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ
كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
Baca juga: BEBERAPA RAHASIA AL-QUR'AN #2; ALLAH MENGABULKAN DOA SETIAP ORANG
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا.
أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ،
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ
اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ
الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ،
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ
عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ
وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ
الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ
بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌعِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ
وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرُ