الحَمْدُ ِللهِ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ
يُولَدْ* وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ*
الذي أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بالهُدَى وَدِيْنِ الحَقِّ وَالتَّوْحِيْد *
أَشْهَدُ أَنْ لاَإلهَ إلاَّ اللهُ الوّاحِدُ الاحَدُ الصَّمَد * وأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَرْسَلَ الله بِالفرقان وَسَبِيْلِ الرَّشَاد
*مَنْ يَهْدي الله فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَمَالَهُ مِنْ هَاد*
والصّلاَة والسَّلام عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلى آله وَصَحبه ومَنْ تَبِعَهُ وَسائِرِ العِبَاد الَى يَوْمِ المَعَاد *
عِبَاد الله أوصِيْكُم وَإيَّايَ بِتَقْوى
الله العَزِيز الحمِيد وإِتَّقُوا يَوْمَ التَّنَاد يَوْمَ يَقُوْمُ الأَشْهَاد
لاَيَنفَعُ الأمْوَال وَالأَوْلاَد وَلاَ شُرَكَاء وَالأَنْدَاد*
قَال تَعَالى : لَكِنِ الَّذِينَ اتَّقَوْا
رَبَّهُمْ لَهُمْ غُرَفٌ مِنْ فَوْقِهَا غُرَفٌ مَبْنِيَّةٌ تَجْرِي مِنْ
تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَعْدَ اللَّهِ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ الْمِيعَادَ. (الزمر:
20)
اَلله اَكْبَر اَلله اَكْبَر لاَإلهَ إلاَّ
اللهُ اَلله اَكْبَر اَلله اَكْبَر وِلله الحَمْدُ
Jamaah ied rahimakumullah!
kini kita duduk bersimpuh bertakbir tahlil dan tahmid.
Kita agungkan Allah, kita sanjung Dia dan kita puji
kemuliaan dan kesempurnaan-Nya. Tiada yang agung menyamainya, tiada yang
sempurna yang sebanding dengan-Nya. Dialah satu-satunya yang kita dambakan
rahmat-Nya. Dialah satu-satunya yang kita harapkan maghfirah-Nya. Takbir dan
tahmid yang kita kumandangkan merupakan tekad bulat hamba, untuk tunduk atas
segala aturan-Nya, dan patuh atas segala perintah dan larangan-Nya.
اَلله اَكْبَر اَلله اَكْبَر لاَإلهَ إلاَّ
اللهُ اَلله اَكْبَر اَلله اَكْبَر وِلله الحَمْدُ
Jamaah ied rahimakumullah!
Pelaksanaan ibadah haji dan kurban, mengandung nilai
sejarah yang cukup penting terutama uswah atau teladan dari Nabi Ibrahim dan
keluarganya. Nabi Ibrahim dilahirkan di suasana persaingan antara ajaran tauhid
dan ajaran syirik. Nabi Ibrahim beserta keluarganya, dapat bersaing membela
kebenaran, mengalahkan kebatilan. Ajaran kemusyrikan yang dipertahankan raja
Namrudz, dapat ditumbangkan oleh ajaran tauhid yang dibawa nabi Ibrahim.
Essensi pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim adalah kerelaan berkorban
demi meninggikan kalimah Allah. Sedangkan inti dari historis ibadah haji adalah
siapnya bersaing membela ajaran Allah melawan dan mengalahkan ajaran yang
menentangnya. Inilah missi risalah yang diemban oleh Rasulullah SAW, yang saat
ini menjadi tanggung jawab kita semua sebagai umatnya.
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى
وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ
الْمُشْرِكُونَ. (التوبة: 33)
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa)
petunjuk (Al Qur'an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala
agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. Qs.9:33
Berdasar ayat ini, Rasulullah diutus mengemban tiga tugas
berat yaitu (1) menegakkan petunjuk Allah dan Dienul-Haq, (2) menampakkan
kebenaran syari’ah di mata alam semesta, (3) menumbangkan ajaran yang tidak
sesuai dengan ajaran Islam. Rasulullah SAW perintis, kita penerusnya. Apa yang
menjadi tanggung jawab Rasul, saat ini menjadi tanggung jawab kita. Dalam
melaksanakan misi tersebut tentu saja akan berhadapan dengan tantangan yang
menentang, terutama dari kalangan orang musyrik. Menghadapi tantangan tersebut,
tidak perlu khawatir, Islam harus tegak وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ walaupun orang musyrik tidak
menyenanginya, walau menentangnya, walaupun membencinya. Tantangan yang terjadi
di zaman merintis risalah, telah dikalahkan oleh Rasulullah dan para
sahabatnya. Tantangan saat ini, merupakan tanggung jawab kita mengatasinya.
Kalimat وَلَوْ كَرِهَ
الْمُشْرِكُونَ sebagai pengunci ayat ini mengandung
makna, bahwa kaum muslimin itu harus siap bersaing, dengan orang musyrik, dalam
menegakkan kebenaran. Menegakkan iman, tidak akan lepas dari tantangan
kekufuran. Menegakkan tauhid, tidak akan lepas dari tantangan kemusyrikan.
Al-Haq melawan al-Bathil, al-Ma’ruf melawan munkar, al-Bir melawan al-Itsm,
taqwa melawan al-Udwan. Kata-kata yang berlawanan tersebut akan terus bersaing,
sejak masa lalu, masa kini dan masa mendatang.
Kita perhatikan situasi dan kondisi saat ini, tantangan
da’wah semakin berat. Jika kita tidak bersaing dengan tantangan tersebut, maka
pelaksanaan da’wah akan semakin ketinggalan. Penyebar kebatilan dan kemunkaran,
telah semakin maju menggunakan multi media yang sangat canggih. Sementara
penegak kebenaran, penyebar al-Haq, masih bersifat manual dan tradisional. Ini
harus menjadi perhatian kita bersama. Saat ini antara hak dan bathil bersaing
ketat. Kita harus waspada jangan sampai al-Bathil mengalahkan al-Haq.
Perang antara hak dan bathil saat ini memang bukan
berbentuk pasukan atau militer. Perang yang terjadi saat ini adalah perang urat
saraf, perang pola, polo dan strategi yang berteknologi tinggi.
Saat ini memang tidak terlihat adanya orang yang melarang
anak kita shalat di masjid, ngaji di madrasah, pengajian ibu di majlis ta’lim.
Yang nyata adalah informasi luar, jauh lebih berpengaruh dibanding informasi
masjid dan madrasah. Jika demikian, maka akan tersumbat kebenaran, dan
tersebarnya kebodohan. Kebodohan di masa modern ini, bukan tidak punya ilmu,
bukan pula kekurangan informasi, tapi tersisihkannya al-haq, tersebarnya
kebatilan. Inilah diantara yang disinyalir Rasulullah SAW dalam sabdanya:
يَتَقَارَبُ الزَّمَانُ وَيُقْبَضُ الْعِلْمُ
وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ وَيُلْقَى الشُّحُّ وَيَكْثُرُ الْهَرْجُ قَالُوا وَمَا
الْهَرْجُ قَالَ الْقَتْلُ *(متفق عليه: 1560)
Zaman, mendekat! Ilmu, terangkat! Fitnah semakin nampak!
Kekikiran meraajalela! Pembunuhan semakin banyak. (HR. Bukhari dan Muslim).
Ada empat hal yang harus diwaspadai di akhir zaman,
berdasar ayat ini (1) terangkatnya ilmu hingga tersebar kebodohan, (2) semakin
tersebarnya fitnah, (3) kekikiran merajalela, dan (4) pembunuhan di mana-mana.
اَلله اَكْبَر اَلله اَكْبَر لاَإلهَ إلاَّ
اللهُ اَلله اَكْبَر اَلله اَكْبَر وِلله الحَمْدُ
Jamaah ied rahimakumullah!
Memperhatikan hadits tadi, kemudian melihat kenyataan
saat ini, apa yang telah disabdakan Rasulullah SAW benar telah terjadi.
Terangkatnya ilmu hingga muncul kebodohan, memang secara
harfiah belum begitu nampak. Namun kita harus ingat bahwa lenyapnya ilmu, bukan
hanya berarti manusia tidak memiliki ilmu pengetahuan. Boleh jadi yang dimaksud
lenyapnya ilmu itu, mempunyai arti tertekannya kebenaran. Bukankah yang
dimaksud ulama dalam al-Qur’an, tidak hanya berilmu, tapi juga tidak merasa
takut selain oleh Allah SWT. Dalam hadits tanda akhir zaman salah satunya itu.
يرفع العلم يظهر الجهل
Perkataan يرفع العلم ilmu diangkat bisa berarti hakiki bisa
juga berarti majazi. Makna secara hakiki ialah Allah SWT mencabut ilmu dari
dunia ini, hingga yang ada hanyalah orang bodoh. Adapun caranya antara lain
sebagaimana diungkapkan dalam sabda Rasul SAW
berikut:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ
انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَّاسِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ
الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يَتْرُكْ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا
جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا متفق عليه
"Sesungguhnya Allah SWT tidak mencabut ilmu langsung
dari manusia yang berilmu (menjadi bodoh). Namun Ia mencabut ilmu dari dunia
dengan meninggalnya ulama. Andaikata ulama sudah tidak tersisa, maka kaum juhala
(orang bodoh) diangkat masyarakat jadi pemimpinnya. Jika masyarakat minta
fatwa, maka juhala itu memberikan jawaban tanpa ilmu, yang akhirnya mereka
tersesat dan menyesatkan". H.R. Mutafaq Alaih, no. 1561 dari Abdillah bin
Amr.
Menurut hadits ini, pada suatu saat Allah SWT mencabut
ilmu dengan mewafatkan kaum ulama. Ulama merupakan lambang kemajuan ilmu. Tanpa
ulama ilmu akan pudar. Jika ulama telah tiada maka orang bodohlah yang menjadi
pemimpin yang berfatwa dengan kebodohan. Yang dihalalkan bukan barang yang
bersih dari yang diharamkan Allah, tapi yang memberikan manfaat. Unsur babi
bisa dianggap halal, kalau mengandung investasi. Yang dibela bukan yang benar,
tapi yang dibela adalah yang membayar. Akhirnya, manusia banyak yang sesat.
Yang benar disingkirkan, yang salah dipelihara. Yang benar dianggap salah, yang
salah dianggap benar.
Mungkin saja, banyak orang pintar, cerdas di bidang
pengetahuan, seni dan teknologi, tapi bodoh di bidang aqidah dan keimanan.
Mungkin pula ada orang yang memiliki pengetahuan tentang al-Qur'an dan sunnah,
tapi tidak memiliki keberanian untuk menerangkannya, karena merasa takut
kehilangan pengaruh atau jabatan. Orang yang demikian tidak tergolong ulama,
walaupun berilmu. Ulama adalah orang yang berilmu dan pandai mengamalkannya
serta tidak merasa takut oleh siapa pun selain oleh Allah SWT. Firman-Nya:
إِنَّمَا يَخْشَى الله مِنْ عِبَادِهِ
الْعُلَمَاؤُا إِنَّ الله عَزِيْزٌ غَفُوْرٌ فاطر
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun. Qs.35:28
Berdasar ayat ini, hanya yang takut kepada Allah itulah
ulama. Jika ada orang yang takut oleh selain Allah, maka tidak termasuk
golongan ulama, walaupun berilmu. Tidak semua orang berilmu itu masuk kategori
ulama, walau setiap ulama pasti berilmu. Orang yang berilmu dan hanya takut oleh
Allah, itulah ulama.
Tampaknya bisa dibedakan antara ilmuwan dengan ulama.
Siapa pun yang berilmu bisa disebut ilmuwan, tapi belum tentu masuk kategori
ulama yang diridlai Allah SWT.
Imam al-Ghazali (Ihya,I:61) membagi ilmuwan kepada dua
bagian; ilmuwan buruk dan ilmuwan baik. Ilmuwan buruk adalah orang yang berilmu
tapi hanya mementingkan kehidupan duniawi belaka. Beliau memberikan contoh
ilmuwan buruk itu dengan bani Israil yang menyembunyikan ayat Allah demi
kepentingan duniawi sebagaimana disiratkan al-Qur'an (Qs.3:187).
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ
وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang
yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu
kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya." Lalu mereka
melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan
harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima. Qs.3:187
Sifat ilmuwan buruk, yang dikecam Allah SWT, berdasar
ayat ini antara lain (1) mengetahui kebenaran tapi menyembunyikannya, tidak mau
mengatakan mana yang benar mana yang salah, (2) menyalahi janji yang telah
mereka ikrarkan, (3) menjual kebenaran dengan kepentingan duniawi, yang mereka
bela bukan siapa yang benar, tapi siapa yang menyediakan dana untuknya.
Sedangkan ilmuwan baik adalah orang yang berilmu dan
dengan ilmunya itu mencari kehidupan akhirat. Mereka tidak memutarbalikkan
kebenaran demi kepentingan duniawi, karena mereka khusyu' mencari ridla Allah
sebagaimana disifati al-Qur'an (qs.3:199).
Dengan demikian diangkatnya ilmu sebagai tanda akhir
zaman itu, mungkin saja dalam kenyataannya masih banyak ilmuwan. Namun ilmuwan
itu tidak bertindak sebagai ulama, sehingga yang nampak dipermukaan adalah
kebodohan.
Jika hal ini terjadi, ulama dianggap sudah wafat, walau
ilmuwan banyak yang hidup. Kalau sudah demikian, maka kebenaran semakin
tersembunyi, kebathilan semakin nampak. Orang yang berbuat salah bisa bebas
dari hukuman, orang yang benar bisa dihukum, karena hakim yang berkuasa tidak
menjalankan dan tidak menegakkan kebenaran. Pantaslah Rasulullah SAW membagi
hakim itu kepada tiga golongan sebagaimana diungkapkan dalam sabdanya:
اَلْقُضَاةُ ثَلاَثَةٌ: إِثْنَانِ فِي
النَّارِ وَوَاحِدٌ فِي الجَنَّةِ رَجُلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَقَضَى بِهِ فَهُوَ فِى
الجَنَّةِ وَرَجُلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَلَمْ يَقْضِ بِهِ وَجَارَ فِى الْحُكْمِ
فَهُوَ فِيْ النَّارِ وَرَجُلٌ لَمْ يَعْرِفِ الْحَقَّ فَقَضَى لِلنَّاسِ عَلَى
جَهْلٍ فَهُوَ فِي النَّارِ. رواه الاربعة وصححه الحاكم
Hakim itu terbagi kepada tiga golongan, dua golongan
masuk neraka dan hanya satu yang masuk surga; seseorang mengetahui kebenaran
kemudian menegakkan kebenaran tersebut, maka dia masuk surga. Seseorang tahu
akan kebenaran tapi tidak mau menghukum dengan kebenaran itu bahkan dia berbuat
jahat dalam meng-hukum, maka ia masuk neraka. Seorang lagi tidak me-ngetahui
kebenaran, kemudian menghukum manusia atas dasar kebodohan, maka ia juga masuk
neraka. Hr. Empat ahli hadits dan dianggap shahih oleh imam al-Hakim.
Hadits ini menandaskan bahwa dari tiga hakim hanya satu
yang akan masuk surga yaitu yang tahu betul tentang kebenaran dan menghukum
dengan kebenaran tersebut. Sementara yang lainnya menjadi ahli neraka, karena
tidak menjalankan hukumnya berdasar kebenaran. Sungguh sedikit jumlah orang
yang berilmu dan mengamalkan ilmunya itu.
Orang yang tidak menegakkan kebenaran, walau dia berilmu
adalah termasuk bodoh.
Dengan demikian يظهر الجهل
atau munculnya kebodohan yang menjadi tanda akhir zaman itu bisa jadi
kebodohan orang pintar. Maksudnya banyak orang pintar, tapi bodoh dalam
beramal.
Saat ini diakui bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi itu
semakin berkembang, tapi ternyata masih banyak kema'siatan dan kemunkaran yang
merajalela. Sarjana hukum, tiap tahun semakin bertambah jumlahnya, tapi banyak
orang yang melanggar hukum, tidak mendapat hukuman.
Bentuk kebodohan memang banyak sekali macamnya, antara
lain:
(1) Tidak memiliki ilmu, karena kekurangan informasi.
Yang demikian adalah bodoh, karena tidak berilmu. Inilah pangkal kebodohan.
Orang yang seperti ini, mungkin di era globalisasi informasi, sedikit
jumlahnya.
(2) Memiliki ilmu tapi tidak mengamalkan ilmunya. Orang yang demikian
masih bodoh, sebab tidak pandai beramal. Golongan ini tampaknya saat ini masih
banyak. Betapa banyak manusia sekarang yang tahu bahaya, tapi tetap melakukan
perbuatan yang membahayakan.
Masyarakat sekarang banyak yang tahu bahwa narkotik itu
berbahaya, tapi masih banyak yang menggunakannya. Masayarakat sekarang tahu
betul bahwa rokok itu membahayakan kesehatan, tapi masih banyak yang tidak bisa
meninggalkannya.
(3) Pandangannya bertentangan dengan kebenaran mutlak.
Orang yang demikian tidak dapat membedakan antara yang benar dan yang salah,
antara yang halal dengan yang haram. Orang yang demikian, mungkin saja senang
beramal, tanpa ilmu yang benar.
Memperhatikan keadaan sebagaimana diuraikan di atas,
manusia yang bodoh itu terdiri dari: (1) orang yang tidak punya ilmu, (2)
pintar teori, tapi bodoh dalam beramal, (3) pintar beramal tapi tidak tahu
teori, (4) amal dan teorinya pintar tapi tidak sesuai dengan hidayah Allah SWT.
Keempat golongan ini, di akhir zaman semakin banyak jumlahnya.
Agar akhir zaman ini tidak merugikan kita, maka hendaklah
mencari ilmu dan terus mengamalkan ilmu sesuai dengan kebenaran yang ada dalam
al-Qur'an dan sunnah.
اَلله اَكْبَر اَلله اَكْبَر لاَإلهَ إلاَّ
اللهُ اَلله اَكْبَر اَلله اَكْبَر وِلله الحَمْدُ
Baca juga: Hadits tentang faedah menolong yang susah
Jamaah ied rahimakumullah!
Hal yang kedua, yang harus kita waspadai menjelang akhir
zaman ini, adalah tersebarnya fitnah. Dalam hadits tadi ditandaskan وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ fitnah yang
tersebar sungguh beraneka ragam. Fitnah yang dimaksud di sini, tidak sama
dengan apa yang biasa dikemukakan khalayak ramai. Fitnah bukan hanya tuduhan
palsu. Fitmah ialah segala kejadian yang menimbulkan kegoncangan lahir maupun
bathin masyarakat. Jika kita memperhatikan berbagai ayat al-Qur’an, hampir
tidak ditemukan istilah fitnah dalam arti tuduhan palsu. Dalam ayat al-Qur’an
ditandaskan bahwa fitnah lebih berat dari pembunuhan, bukan berarti menuduh
lebih besar dosanya dari membunuh. Fitnah yang hukumnya lebih berat dari
pembunuhan itu mengandung arti merajalelanya kemusyrikan, tersebarnya
kekufuran, dan kema’shiatan dan semakin tumbuhnya kekacauan.
Bila perbuatan maksiat sudah menjadi kebanggaan,
pelanggaran sudah menjadi kebiasaan, kemusyrikan sudah mendarah daging, korupsi
menjadi tradisi, kekerasan menjadi gaya hidup, itulah bukti fitnah telah
merajalela.
Penyakit fitnah saat ini telah merasuk berbagai lapisan
masyarakat. Pemimpin curiga kepada rakyatnya. Rakyat tidak percaya pada
pemimpinnya. Jika saling curiga telah terjadi, maka muncul kegoncangan jiwa di
segala lapisan. Orang yang berambisi akan mencari kesempatan untuk meraih
keinginannya dengan menghalalkan segala cara. Inilah fitnah masyarakat terbesar
yang harus diwaspadai.
Dalam beberapa ayat al-Qur’an tersirat berbagai macam
fitnah yang mesti diwaspadai antara lain:
1) fitnah harta dan anak (Qs.8:28).
Dan ketahuilah,
bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai fitnah cobaan dan
sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.
Harta menjadi fitnah, bila menimbullkan penghalang
ibadah. Anak juga menjadi fitnah, bila tidak mendukung pada perjuangan agama
Allah.
2) fitnah kekufuran (Qs.2:193).
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ
وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى
الظَّالِمِينَ(193)
perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah dan agama
hanyalah kepunyaan Allah. Jika mereka berhenti, maka tidak ada permusuhan lagi,
kecuali atas orang yang zhalim.
Ayat ini menyerukan agar menyatakan perang terhadap
fitnah kekufuran.
Kekufuran merupakan fitnah terbesar, yang harus
dikalahkan. Berdasar Qs.2:191
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ
bahkan disebutkan lebih baik perang di banding membiarkan kekufuran merajalela.
Fitnah kekufuran lebih besar bahayanya dibanding pembunuhan.
3) fitnah siksaan (Qs.8:25). Allah SWT menyeru agar
jangan sampai adzab-Nya dikenakan kepada umat, gara-gara membiarkan orang jahat
dan maksiat berkeliaran.
Dan jagalah dirimu
dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara
kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.
Ayat ini menyerukan agar kita pandai-pandai menjaga diri
dari siksa yang akan ditimpakan Allah berupa fitnah secara menyeluruh, tidak
hanya pada orang yang zhalim. Siksa ditimpakan kepada orang zhalim, sebagai
akibat kezhalimannya. Sedangkan kepada yang lain boleh jadi sebagai akibat
membiarkan kezhaliman berlangsung. Jika terjadi demikian maka fitnah siksaan
akan menimpa seluruh umat manusia.
4) fitnah cobaan (Qs.21:35).
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ
فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ kami uji kalian dengan yang baik atau
menyenangkan dan yang buruk atau menyusahkan, sebagai fitnah. Kepada Kamilah
tempat kembalimu.
Fitnah ini berupa cobaan yang Allah SWT timpakan kepada
setiap manusia, kadang berupa kesenangan terkadang berupa kesusahan. Jika
cobaan tersebut tidak disikapi secara baik, maka akan timbul bahaya.
5) penyelewengan (Qs.3:7).
فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ
فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ
تَأْوِيلِهِ
Adapun orang yang menderita penyakit dalam hatinya,
selalu berusaha mencari ayat mutasyabihat untuk diselewengkan, karena menyebar
fitnah dan mencari kesimpulan yang lain.
Dalam ayat ini dikemukakan bahwa orang yang jahat selalu
berusaha mencari penyelewengan dalam memahami ayat Allah. Mereka berusaha
mencari ayat yang sesuai dengan kepentingan diri sendiri. Jika tidak sesuai
dengan apa yang mereka inginkan, maka mereka meninggalkan-nya.
Hadirin! Jika kita lihat kondisi saat ini. Ternyata
kelima macam fitnah yang disinyalir Al-Qur’an, saat ini telah merajalela.
اَلله اَكْبَر اَلله اَكْبَر لاَإلهَ إلاَّ
اللهُ اَلله اَكْبَر اَلله اَكْبَر ولله الحَمْدُ
Jamaah ied rahimakumullah!
Fenomena yang ketiga, yang menimbulkan bahaya di akhir
zaman adalah penyakit kikir yang melanda manusia.
Dalam hadits yang kita bahas ditandaskan وَيُلْقَى الشُّحُّ
Saat ini penyakit kikir sudah menerajang segala lapisan
masyarakat.
Pejabat, banyak yang kikir, hingga tidak mau turun walau
sudah tidak mampu dan sudah dihujat rakyat. Orang kaya kikir, karena semakin rakus tak mau membantu
orang miskin. Pengusaha juga kikir, semakin takut oleh tuntutan buruh. Ilmuwan
juga kikir, tidak mau membagi ilmunya, dengan dalil membela hak cipta. Ulama
juga kikir, hingga enggan berfatwa dan menyebarkan ilmunya kecuali di tempat
yang mengandung dana. Inilah lambang kekikiran saat ini yang merajalela.
Bila penyakit kikir terus dibiarkan, boleh jadi nanti
manusia semakin individualis, semakin mementingkan dirinya sendiri. Akibatnya
pertentangan semakin tajam, persaingan semakin tidak sehat. Satu sama lain saling
menjerumuskan, saling menhancurkan. Dunia ini bakal ambruk, bila setiap
individu terjangkit kekikiran. Dalam hadits lain ditandaskan, bahwa شُخٌّ مُطَاع merupakan salah satu penyakit masyarakat
yang muhlikat yang sangat membahayakan.
اَلله اَكْبَر اَلله اَكْبَر لاَإلهَ إلاَّ
اللهُ اَلله اَكْبَر اَلله اَكْبَر وِلله الحَمْدُ
Jamaah ied rahimakumullah!
Fenomena yang keempat di akhir jaman yang harus
diwaspadai adalah banyaknya pembunuhan. Dalam hadits di tandaskan: وَيَكْثُرُ الْهَرْجُ قَالُوا وَمَا الْهَرْجُ
قَالَ الْقَتْلُ
semakin banyaknya al-Harj. Tatkala para shabat bertanya tentang apa itu
al-haraj, beliau bersabda: Al-Qatlu, atau pembunuhan.
Hadirin rahimakumullah, saat ini usaha pembunuhan
merajalela. Ancaman bom, granat, terjadi di berbagai tempat. Teror, tekanan,
dan intimidasi tiada henti. Hukum saat ini tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Akibatnya banyak anggota masyarakat menjadi hakim, tanpa proses peradilan. Jika
fenomena semacam ini dibiarkan, maka akan muncul hukum rimba. Siapa yang kuat
menindas yang lemah. Pembunuhan yang merajalela bisa jadi dalam arti secara
hakiki, yaitu melepaskan nyawa. Bisa juga dalam arti majazi, yaitu
menghilangkan kesempatan orang lain untuk menjalani kehidupan secara normal.
Pembunuhan dalam arti hakiki menghilangkan nyawa, berakibat pembunuhan
sekaligus. Sedangkan mempersempit kesempatan hidup, mengandung arti pembunuhan
secara perlahan. Kedua macam pembunuhan tersebut, saat ini merajalela di
kalangan kita.
Memperhatikan keempat fenomena akhir zaman, yang ternyata
telah melanda di kalangan kita, maka sepatutnya segala lapisan umat sadar akan
tugas dan tanggung jawab sebagai penerus Rasulullah SAW.
Kita harus ingat atas tugas dan tanggung jawab sebagai
muslim yaitu: (1) menjadikan hidayah Allah sebagai tolok ukur dan pedoman utama
dalam segala aspek kehidupan, dan memberantas kebodohan, supaya ilmu tidak
diangkat dari muka bumi ini, (2)
menjadikan al-Islam sebagai satu-satunya dienul-haq, yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, agar fitnah tidak merajalela, terutama fitnah
kekufuran dan kemusyrikan, (3) memperlihatkan dan membuktikan keunggulan
al-Islam dan yuzhhirahu alad-dini kulih, dengan memberantas kebodohan dan
kejahiliyahan, menumpas fitnah, menyembuhkan penyakit kikir, menjalin hubungan
baik sesama umat supaya jangan terjadi pembunuhan.
Semoga Allah SWT mencurahkan perlindungannya kepada kita
dalam mengatasi berbagai tantangan akhir jaman ini, hingga mampu menegakkan
al-Islam secara kaffah.
Marilah kita selalu meningkatkan ketaqwaan kita, marilah
kita selalu mensyukuri nikmat karena dengan taqwa dan syukur akan terbentang
jalan keselamatan untuk kita, serta agar selalu berdo’a semoga Allah selalu
melimpahkan kepada kita kehidupan yang selamat di dunia dan akhirat. Amin
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَاْلأَمْوَاتِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا
وَكَفِّرْعَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ. رَبَّنَا لاَ
تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ
عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا
وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا
وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Baca juga: Hadits Tentang Adab Bermajlis 1