Khutbah pertama
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى،
وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا
الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ
مَنِ اتَّقَى
فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا
كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Ma’asyiral Muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.
Pertama-tama, marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan
kita kepada Allah Ta’ala. Karena dengan ketakwaan inilah, kita bisa meraih rida
Rabb kita dan dengannya pula kita akan mendapatkan kehidupan yang mulia. Orang
yang bertakwa dicap oleh Allah Ta’ala sebagai makhluk-Nya yang paling baik.
Allah Ta’ala berfirman,
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
اُولٰۤىِٕكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِۗ
“Sungguh, orang-orang yang beriman
dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (QS.
Al-Bayyinah: 7)
Sungguh, waktu ini sangatlah cepat berlalu. Rasanya belum
lama kita bertemu dengan tahun 1443 Hijriyyah. Namun, ternyata tahun 1443 sudah
hampir usai dan tak akan kembali. Berlalu juga semua kesempatan ibadah di
dalamnya. Ramadan yang telah kita lewati, musim haji, dan bulan Zulhijah telah
usai yang ditandai dengan jemaah haji yang mulai berdatangan dari tanah suci
Makkah, kembali ke tanah air ini. Sungguh, waktu sangatlah cepat berlalu, dan
itu tidaklah mengherankan, karena cepatnya waktu adalah salah satu
karakteristik kehidupan di akhir zaman.
Singkatnya waktu yang kita rasakan merupakan salah satu
tanda-tanda kecil dekatnya hari kiamat sebagaimana yang pernah Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam katakan,
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَقَارَبَ الزَّمَانُ
فَتَكُونَ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ، وَيَكُونَ الشَّهْرُ كَالْجُمُعَةِ، وَتَكُونَ الْجُمُعَةُ
كَالْيَوْمِ، وَيَكُونَ الْيَوْمُ كَالسَّاعَةِ، وَتَكُونَ السَّاعَةُ كَاحْتِرَاقِ
السَّعَفَةِ
“Tidak akan terjadi kiamat hingga
zaman berdekatan. Setahun bagaikan sebulan. Sebulan bagaikan sepekan. Sepekan
bagaikan sehari. Sehari bagaikan sejam. Dan sejam bagaikan terbakarnya pelepah
pohon kurma.” (HR. Ahmad no. 10943 di dalam Musnad-nya)
Ma’asyiral Muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.
Alangkah bahagianya bagi siapa saja yang telah memperbanyak
ketaatan, berlomba-lomba dalam kebaikan, berusaha mengangkat derajat pahalanya,
dan berusaha agar Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosanya pada tahun ini, serta
bisa mengambil pelajaran dari setiap hal yang telah Allah takdirkan. Allah
Ta’ala berfirman,
يُقَلِّبُ اللّٰهُ الَّيْلَ وَالنَّهَارَۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَعِبْرَةً لِّاُولِى الْاَبْصَارِ
“Allah mempergantikan malam dan
siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, pasti terdapat pelajaran bagi
orang-orang yang mempunyai penglihatan (yang tajam).” (QS. An-Nisa’: 44)
Alangkah senangnya bagi siapa saja yang mengisi
hari-harinya dengan mengerjakan perintah Allah, memenuhi bulan-bulannya dengan
menjawab panggilan salat, dan mengorbankan tahun-tahun kehidupannya di dalam
ketaatan kepada Allah Ta’ala disertai dengan keikhlasan dan kesadaran bahwa
inilah tujuan diciptakannya manusia di bumi ini sebagaimana firman Allah
Ta’ala,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
“Aku tidak menciptakan jin dan
manusia, melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56)
Dan firman-Nya juga,
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ
الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا
الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ
“Padahal mereka hanya diperintah
menyembah Allah dengan ikhlas, menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan)
agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian
itulah agama yang lurus (benar).” (QS. Al-Bayyinah: 5
Ma’asyiral Mu’minin, yang dirahmati Allah Ta’ala.
Di antara hak Allah Ta’ala atas hamba-Nya yang telah
Allah berikan begitu banyak kenikmatan, yang telah Allah berikan kesempatan
hidup hingga detik ini dalam keadaan yang baik adalah mensyukuri segala
nikmat-Nya serta memuji-Nya atas segala kemulian-Nya. Karena rasa syukur
menyebabkan bertambahnya kenikmatan dan mencegah dari penderitaan. Alangkah
baiknya manusia selalu meresapi dan mematri dengan kuat di dalam hatinya firman
Allah Ta’ala,
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ
لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu
memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah
(nikmat) kepadamu. Tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku
sangat berat.” (QS. Ibrahim: 7)
Saat seorang muslim bersyukur, maka kebaikannya akan
kembali ke dirinya sendiri. Dan saat ia kufur terhadap nikmat Allah, maka bahayanya
pun akan kembali ke dirinya sendiri. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala Mahakaya,
tidak memerlukan sesuatu apapun dari seluruh alam ini. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَّشْكُرْ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ
“Dan barangsiapa bersyukur (kepada
Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa
tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji.” (QS.
Luqman: 12)
Jemaah salat Jumat yang dirahmati Allah Ta’ala.
Tidak ada yang menjadi tugas kita, kecuali memuji Allah
atas apa yang telah diberikan kepada kita. Pujian kita kepada-Nya menandakan
keridaan kita atas limpahan rezeki-Nya, dan tidak ada balasan dari keridaan
seseorang kepada Allah, kecuali kemenangan yang besar. Lihatlah bagaimana Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada kita untuk rida kepada Allah
Ta’ala dengan senantiasa memuji-Nya atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya
kepada kita. Bahkan, terhadap makanan dan minuman yang kita makan setiap
harinya.
إنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ العَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ
الأكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا، أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Allah rida kepada hamba
yang menyantap makanan lalu memuji Allah atas makanan itu, atau minum lalu
memuji Allah atas minuman itu.” (HR. Muslim no. 2734)
Ma’asyiral Mu’minin, yang semoga diridai oleh Allah
Ta’ala.
Sesungguhnya di antara kemuliaan seseorang, saat ia sudah
di penghujung sebuah waktu adalah meluangkan waktunya seorang diri, untuk
mengintrospeksi dan mengoreksi dirinya atas amalan apa yang telah diperbuat dan
amalan apa yang telah terlewat. Demikian juga dengan waktu yang telah Allah
berikan, sudahkah ia manfaatkan ataukah ia sia-siakan. Karena Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pernah mengatakan,
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا
بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
“Orang yang cerdas adalah orang yang
mempersiapkan dirinya dan beramal untuk hari setelah kematian, sedangkan orang
yang bodoh adalah orang jiwanya mengikuti hawa nafsunya dan berangan angan
kepada Allah.” (HR. Tirmidzi no. 2459, beliau mengatakan hadis ini ‘hasan’)
Imam Tirmidzi mengatakan, “Maksud sabda Nabi ‘Orang yang
mempersiapkan diri’ adalah orang yang selalu mengoreksi dirinya pada waktu di
dunia sebelum dihisab pada hari kiamat.”
أَقولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ
لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ،
وَادْعُوهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيمُ.
Baca juga: TANDA MUSLIM JAHILI
Khotbah kedua
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ
عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ
أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.
Wahai orang-orang yang beriman.
Ketahuilah, sesungguhnya kunci kesuksesan orang-orang
terdahulu maupun untuk generasi yang akan datang adalah tidak menunda-nunda
dalam beramal. Apa yang bisa kita kerjakan di hari tersebut, maka tidak kita
tinggalkan untuk dikerjakan esok harinya. Karena kita tidak tahu apa yang akan
terjadi esok hari sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا
“Tidak ada satu pun jiwa yang
mengetahui apa yang akan dia kerjakan besok.” (QS. Luqman: 34)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
اغْتَنِمْ خَمْسًا قبلَ خَمْسٍ: شَبابَكَ قبلَ
هِرَمِكَ ، وصِحَّتَكَ قبلَ سَقَمِكَ ، وغِناكَ قبلَ فَقْرِكَ ، وفَرَاغَكَ قبلَ شُغْلِكَ
، وحَياتَكَ قبلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkan dengan baik lima perkara
sebelum (datangnya) 5 perkara, yaitu: (1) Masa mudamu sebelum (datang) masa
tua. (2) Masa sehatmu, sebelum (datang) masa sakit. (3) Masa mampumu sebelum
datang masa fakir. (4) Masa luangmu, sebelum datang masa sibuk. (5) Masa
hidupmu sebelum (datang) kematian.” (HR. Al-Hakim no. 7846 dan Al-Baihaqi dalam
Syu’abul Iman no. 10248 dengan sanad yang sahih)
Beliau juga bersabda,
بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ
الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا
وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
“Bersegeralah melakukan amalan saleh
sebelum datang fitnah (musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu,
seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam keadaan
kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam
keadaan kafir. Ia menjual agamanya karena sedikit dari keuntungan dunia.” (HR.
Muslim no. 118)
Jemaah salat Jumat yang berbahagia.
Di antara kunci sukses dalam beramal yang lainnya adalah
membuat perencanaan untuk waktu yang akan datang, bagaimana rencana beramal
kita pada tahun depan, sehingga kehidupan kita lebih tertata dan lebih tertib.
Orang yang berakal adalah yang bisa menambah intensitas
ibadahnya setiap harinya. Ada sebuah ungkapan yang sangat indah,
مَا نَدِمْتُ عَلَى شَيْءٍ كَنَدَمِي عَلَى يَوْمٍ
نَقَصَ فِيهِ أَجَلِي، وَلَمْ يَزْدَدْ فِيهِ عَمَلِي
“Sungguh aku tidak pernah menyesali
sesuatu melebihi penyesalanku pada hari di mana umurku berkurang, namun
amalanku tidak bertambah.”
Peningkatan sesuatu itu tidak hanya dalam kuantitasnya
saja, akan tetapi bisa saja berupa peningkatan dalam kualitas. Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pernah bersabda,
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ
أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla
menyukai jika salah seorang kalian mengerjakan sesuatu, dia mengerjakannya
dengan bersungguh-sungguh (profesional).” (HR. Thabrani no. 275 dan As-Suyuti
no. 1855, dihasankan oleh Syekh Albani dalam Shahih Al-Jaami’.)
Dan sesungguhnya amalan yang paling dicintai oleh Allah
Ta’ala adalah yang dikerjakan secara konsisten walaupun jumlahnya sedikit. Hal
ini tentu saja menunjukkan bahwa agama kita lebih mengutamakan kualitas sebuah
amalan daripada kuantitasnya.
Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah
mengatakan, “Mengusahakan amalan agar sesuai sunah Nabi itu lebih utama dari
memperbanyak amalan. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Supaya Allah menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al Mulk: 2)
Dalam ayat tersebut Allah Ta’ala tidak berfirman, ‘yang
paling banyak amalannya’.”
Semoga Allah menuliskan kita sebagai salah satu hamba-Nya
yang dapat bersyukur, mengisi hari-hari kita dengan ketaatan kepada Allah
Ta’ala, konsisten di dalamnya dan tidak menunda-nundanya. Semoga kita termasuk
hamba-Nya yang lebih mengutamakan kualitas amal daripada kuantitasnya, yaitu
beramal dengan ikhlas mengharap rida Allah dan sesuai dengan tuntunan serta
petunjuk dari Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ
وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ
بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ
فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،
اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ
وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ
وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا
خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ
أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ
مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا
وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى
، والعَفَافَ ، والغِنَى
اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا،
وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.
وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ