Daftar Isi:
Hukum-hukum yang berkaitan dengan puasa Ramadhan
Tafsir ayat-ayat tentang puasa
Berpuasa tapi meninggalkan shalat
Sebab-sebab ampunan di Bulan Ramadhan
Tentang sepuluh hari akhir di Bulan Ramadhan
KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN
1. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu:
Adalah Rasulullah SAW memberi khabar gembira kepada para
sahabatnya dengan bersabda, "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan
yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa didalamnya; pada bulan ini
pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat;
juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu bulan,
barangsiapa tidak memperoleh kebaikannya maka dia tidak memperoleh
apa-apa'." (HR. Ahmad dan An-Nasa'i)
2. Dari Ubadah bin AshShamit, bahwa
Rasulullah bersabda:
"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan
keberkahan, AIlah mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat,
menghapus dosa-dosa dan mengabulkan do'a. Allah melihat berlomba-lombanya kamu
pada bulan ini dan membanggakanmu kepada para malaikat-Nya, maka tunjukkanlah
kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu. Karena orang yang sengsara ialah
yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan ini. " (HR.Ath-Thabrani, dan
para periwayatnya terpercaya).
Al-Mundziri berkata: "Diriwayatkan oleh An-Nasa'i
dan Al-Baihaqi, keduanya dari Abu Qilabah, dari Abu Hurairah, tetapi setahuku
dia tidak pemah mendengar darinya."
3. Dari Abu Hurairah radhiallahu
'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda:
"Umatku pada bulan Ramadhan diberi lima keutamaan
yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya, yaitu: bau mulut orang yang
berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma kesturi, para malaikat
memohonkan ampunan bagi mereka sampai mereka berbuka, Allah Azza Wa Jalla
setiap hari menghiasi Surga-Nya lalu berfirman (kepada Surga),'Hampir tiba
saatnya para hamba-Ku yang shalih dibebaskan dari beban dan derita serta mereka
menuju kepadamu, 'pada bulan ini para jin yang jahat diikat sehingga mereka
tidak bebas bergerak seperti pada bulan lainnya, dan diberikan kepada ummatku
ampunan pada akhir malam. "Beliau ditanya, 'Wahai Rasulullah apakah malam
itu Lailatul Qadar' Jawab beliau, 'Tidak. Namun ovang yang beramal tentu diberi
balasannya jika menyelesaikan amalnya.' " (HR. Ahmad)'"
Isnad hadits tersebut dha'if, dan di antara bagiannya ada
nash-Nash lain yang memperkuatnya.
KEKHUSUSAN DAN
KEISTIMEWAAN BULAN RAMADHAN
1. Puasa Ramadhan adalah rukun
keempat dalam Islam.
Firman Allah Ta'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan asas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa. "(Al-Baqarah : 183).
Sabda Nabi :
Islam didirikan di atas lima sendi, yaitu: syahadat tiada
sembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi hajike Baitul Haram. "
(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk
mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa,
pelipatgandaan kebaikan, dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan
ibadah puasa khusus untuk diri-Nya dari amal-amal ibadah lainnya. Firman Allah
dalam hadits yang disampaikan oleh Nabi:
"Puasa itu untuk-Ku dan Aku langsung membalasnya.
Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka
puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang
berpuasa lebih harum dari pada aroma kesturi." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dan sabda Nabi :
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
" (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Maka untuk memperoleh ampunan dengan puasa Ramadhan, harus
ada dua syarat berikut ini:
a.Mengimani
dengan benar akan kewajiban ini.
b.Mengharap
pahala karenanya di sisi Allah Ta 'ala.
2. Pada bulan Ramadhan diturunkan
Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi umat manusia dan berisi
keterangan-keterangan tentang petunjuk dan pembeda antara yang haq dan yang
batil.
3. Pada bulan ini disunatkan shalat tarawih, yakni
shalat malam pada bulan Ramadhan, untuk mengikuti jejak Nabi, para sahabat dan
Khulafaur Rasyidin. Sabda Nabi
"Barangsiapa mendirikan shalat malam Ramadhan karena
iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
4. Pada bulan ini terdapat Lailatul
Qadar (malam mulia), yaitu malam yang lebih baik
daripada seribu bulan, atau sama dengan 83 tahun 4 bulan. Malam di mana
pintu-pintu langit dibukakan, do'a dikabulkan, dan segala takdir yang terjadi
pada tahun itu ditentukan. Sabda Nabi :
"Barangsiapa mendirikan shalatpada Lailatul Qadar
karena iman dan mengharap pahala, dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Malam ini terdapat pada sepuluh malam terakhir, dan
diharapkan pada malam-malam ganjil lebih kuat daripada di malam-malam lainnya.
Karena itu, seyogianya seorang muslim yang senantiasa mengharap rahmat Allah
dan takut dari siksa-Nya, memanfaatkan kesempatan pada malam-malam itu dengan
bersungguh-sungguh pada setiap malam dari kesepuluh malam tersebut dengan
shalat, membaca Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a, istighfar dan taubat yang
sebenar-benamya. Semoga Allah menerima amal ibadah kita, mengampuni, merahmati,
dan mengabulkan do'a kita.
5. Pada bulan ini terjadi peristiwa
besar yaitu Perang Badar, yang pada keesokan harinya Allah
membedakan antara yang haq dan yang bathil, sehingga menanglah Islam dan kaum
muslimin serta hancurlah syirik dan kaum musyrikin.
6. Pada bulan suci ini terjadi
pembebasan kota Makkah Al-Mukarramah, dan Allah
memenangkan Rasul-Nya, sehingga masuklah manusia ke dalam agama Allah dengan
berbondong-bondong dan Rasulullah menghancurkan syirik dan paganisme
(keberhalaan) yang terdapat di kota Makkah, dan Makkah pun menjadi negeri
Islam.
7. Pada bulan ini pintu-pintu Surga
dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup dan para setan diikat.
Betapa banyak berkah dan kebaikan yang terdapat dalam
bulan Ramadhan. Maka kita wajib memanfaatkan kesempatan ini untuk bertaubat
kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan beramal shalih, semoga kita termasuk
orang-orang yang diterima amalnya dan beruntung.
Perlu diingat, bahwa ada sebagian orang –semoga Allah
menunjukinya- mungkin berpuasa tetapi tidak shalat, atau hanya shalat pada
bulan Ramadhan saja. Orang seperti ini tidak berguna baginya puasa, haji,
maupun zakat. Karena shalat adalah sendi agama Islam yang ia tidak dapat tegak
kecuali dengannya. Sabda Nabi :
"Jibril datang kepadaku dan berkata, 'Wahai
Muhammad, siapa yang menjumpai bulan Ramadhan, namun setelah bulan itu habis
dan ia tidak mendapat ampunan, maka jika mati ia masuk Neraka. Semoga Allah
menjauhkannya. Katakan: Amin!. Aku pun mengatakan: Amin. " (HR. Ibnu
Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya) "' Lihat kitab An Nasha i'hud
Diniyyah, him. 37-39.
Maka seyogianya waktu-waktu pada bulan Ramadhan
dipergunakan untuk berbagai amal kebaikan, seperti shalat, sedekah, membaca
Al-Qur'an, dzikir, do'a dan istighfar. Ramadhan adalah kesempatan untuk menanam
bagi para hamba Ailah, untuk membersihkan hati mereka dari kerusakan.
Juga wajib menjaga anggota badan dari segala dosa,
seperti berkata yang haram, melihat yang haram, mendengar yang haram, minum dan
makan yang haram agar puasanya menjadi bersih dan diterima serta orang yang
berpuasa memperoleh ampunan dan pembebasan dari api Neraka.
Tentang keutamaan Ramadhan, bersabda:
'"Aku melihat seorang laki-laki dari umatku
terengah-engah kehausan, maka datanglah kepadanya puasa bulan Ramadhan lalu
memberinya minum sampai kenyang " (HR. At-Tirmidzi, Ad-Dailami dan
Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir dan hadits ini hasan).
"Shalat lima waktu, shalat Jum'at ke shalat Jum 'at
lainnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang
dilakukan di antaranya jika dosa-dosa besar ditinggalkan. " (HR.Muslim).
Jadi hal-hal yang fardhu ini dapat menghapuskan dosa-dosa
kecil, dengan syarat dosa-dosa besar ditinggalkan. Dosa-dosa besar, yaitu
perbuatan yang diancam dengan hukuman di dunia dan siksaan di akhirat.
Misalnya: zina, mencuri, minum arak, mencaci kedua orang tua, memutuskan
hubungan kekeluargaan, transaksi dengan riba, mengambil risywah (uang suap),
bersaksi palsu, memutuskan perkara dengan selain hukum Allah.
Seandainya tidak terdapat dalam bulan Ramadhan
keutamaan-keutamaan selain keberadaannya sebagai salah satu fardhu dalam Islam,
dan waktu diturunkannya Al-Qur'anul Karim, serta adanya Lailatul Qadar -yang
merupakan malam yang lebih balk daripada seribu bulan- di dalamnya, niscaya itu
sudah cukup, Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya. Lihat kitab Kalimaat
Mukhtaarah, hlm. 74 - 76.
KEUTAMAAN PUASA
1. Dalil:
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari
dan Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi bersabda:
"Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah
untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh
ratus kali lipat. Allah Ta'ala berfirman, 'Kecuali puasa, itu untuk-Ku dan Aku
yang langsung membalasnya. la telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya
karena-Ku.' Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan
ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh,
bau mulut orang berpuasa lebih harum daripada aroma kesturi."
2. Bagaimana ber-taqarrub
(mendekatkan diri) kepada Allah?
Perlu diketahui, bahwa ber-taqarrub kepada Allah tidak
dapat dicapai dengan meninggalkan syahwat ini -yang selain dalam keadaan
berpuasa adalah mubah- kecuali setelah ber-taqarrub kepada-Nya dengan
meninggalkan apa yang diharamkan Allah dalam segala hal, seperti: dusta,
kezhaliman dan pelanggaran terhadap orang lain dalam masalah darah, harta dan
kehormatannya. Untuk itu, Nabi bersabda : "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan
dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh dengan puasanya dari makan dan
minum." (HR. Al-Bukhari).
Inti pernyataan ini, bahwa tidak sempurna ber-taqarrub
kepada Allah Ta'ala dengan meninggalkan hal-hal yang mubah kecuali setelah
ber-taqarrub kepada-Nya dengan meninggalkan hal-hal yang haram.
Dengan demikian, orang yang melakukan hal-hal yang haram
kemudian ber-taqarrub kepada Allah dengan meninggalkan hal-hal yang mubah,
ibaratnya orang yang meninggalkan hal-hal yang wajib dan ber-taqarrub dengan
hal-hal yang sunat.
Jika seseorang dengan makan dan minum berniat agar kuat
badannya dalam shalat malam dan puasa maka ia mendapat pahala karenanya. Juga
jika dengan tidurnya pada malam dan siang hari berniat agar kuat beramal
(bekerja) maka tidurnya itu merupakan ibadah.
Jadi orang yang berpuasa senantiasa dalam keadaan ibadah
pada siang dan malam harinya. Dikabulkan do'anya ketika berpuasa dan berbuka.
Pada siang harinya ia adalah orang yang berpuasa dan sabar, sedang pada malam
harinya ia adalah orang yang memberi makan dan bersyukur.
3. Syarat mendapat pahala puasa:
Di antara syaratnya, agar berbuka puasa dengan yang
halal. Jika berbuka puasa dengan yang haram maka ia termasuk orang yang menahan
diri dari yang dihalalkan Allah dan memakan apa yang diharamkan Allah, dan
tidak dikabulkan do'anya.
Orang berpuasa yang berjihad :
Perlu diketahui bahwa orang mukmin pada bulan Ramadhan
melakukan dua jihad, yaitu :
a.Jihad untuk
dirinya pada siang hari dengan puasa.
b.Jihad pada
malam hari dengan shalat malam.
Barangsiapa yang memadukan kedua jihad ini, memenuhi
segala hak-haknya dan bersabar terhadapnya, niscaya diberikan kepadanya pahala
yang tak terhitung. Lihat Lathaa'iful Ma 'arif, oleh Ibnu Rajab, him. 163,165
dan 183.
HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN
DENGAN PUASA RAMADHAN
1. Definisi :
Puasa ialah menahan diri dari makan, minum dan
bersenggama mulai dari terbit fajar yang kedua sampai terbenamnya matahari.
Firman Allah Ta 'ala:
" …….dan makan minumlah hingga terang bagimu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar.Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam "(Al-Baqarah: 187),
2. Kapan dan bagaimana puasa
Ramadhan diwajibkan ?
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya
hilal, atau setelah bulan Sya'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan
apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya, sedangkan
awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang yang dipercaya.
3. Siapa yang wajib berpuasa
Ramadhan ?
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang baligh
(dewasa), aqil (berakal), dan mampu untuk berpuasa.
4. Syarat wajibnya puasa Ramadhan ?
Adapun syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada empat,
yaitu Islam, berakal, dewasa dan mampu.
5. Kapan anak kecil diperintahkan
puasa ?
Para ulama mengatakan Anak kecil disuruh berpuasa jika
kuat, hal ini untuk melatihnya, sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun
dan dipukul pada umur 10 tahun agar terlatih dan membiasakan diri.
6 Syarat sahnya puasa.
Syarat-syarat sahnya puasa ada enam :
Islam : tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
Akal : tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
Tamyiz : tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat
membedakan (yang balk dengan yang buruk).
Tidak haid : tidak sah puasa wanita haid, sebelum
berhenti haidnya.
Tidak nifas : tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci
dari nifas.
Niat : dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa
wajib. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi : "Barangsiapa yang tidak
berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya. "
(HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah hadits
mauquf menurut At-Tirmidzi.
Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali
diiringi dengan niat sejak malam hari, yaitu dengan meniatkan puasa di salah
satu bagian malam.
SUNNAH-SUNNAH PUASA
Sunah puasa ada enam :
1. Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama
tidak dikhawatirkan terbit fajar.
2. Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari
terbenam.
3. Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat
lima waktu pada waktunya dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada
orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca Al-Qur'an
dan amal kebajikan lainnya.
4. Jika dicaci maki, supaya mengatakan: "Saya
berpuasa," dan jangan membalas mengejek orang yang mengejeknya, memaki
orang yang memakinya, membalas kejahatan orang yang berbuat jahat kepadanya;
tetapi membalas itu semua dengan kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar
dari dosa.
5. Berdo'a ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan.
Seperti membaca do'a :
"Ya Allah hanya untuk-Mu aku beupuasa, dengan rizki
anugerah-Mu aku berbuka. Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah,
terimalah amalku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
"
6. Berbuka dengan kurma segar, jika tidak punya maka
dengan kurma kering, dan jika tidak punya cukup dengan air.
HUKUM ORANG YANG TIDAK
BERPUASA RAMADHAN
Diperbolehkan tidak puasa pada bulan
Ramadhan bagi empat golongan :
1.Orang sakit
yang berbahaya baginya jika berpuasa dan orang bepergian yang boleh baginya
mengqashar shalat. Tidak puasa bagi mereka berdua adalah afdhal, tapi wajib
menggadhanya. Namun jika mereka berpuasa maka puasa mereka sah (mendapat
pahala). Firman Allah Ta'ala:
" …..Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit
atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain "
(Al-Baqarah:184).
Maksudnya, jika orang sakit dan orang yang bepergian
tidak berpuasa maka wajib mengqadha (menggantinya) sejumlah hari yang
ditinggalkan itu pada hari lain setelah bulan Ramadhan.
2.Wanita haid dan
wanita nifas: mereka tidak berpuasa dan wajib mengqadha. Jika berpuasa tidak
sah puasanya. Aisyah radhiallahu 'anha berkata :
"Jika kami mengalami haid, maka diperintahkan untuk
mengqadha puasa dan tidak diperintahkan menggadha shalat. " (Hadits
Muttafaq 'Alaih).
3.Wanita hamil
dan wanita menyusui, jika khawatir atas kesehatan anaknya boleh bagi mereka
tidak berpuasa dan harus meng-qadha serta memberi makan seorang miskin untuk
setiap hari yang ditinggalkan. Jika mereka berpuasa maka sah puasanya. Adapun
jika khawatir atas kesehatan diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa
dan harus meng-qadha saja. Demikian dikatakan Ibnu Abbas sebagaimana
diriwayatkan o!eh Abu Dawud. '7, Lihat kitab Ar Raudhul Murbi', 1/124.
4.Orang yang
tidak kuat berpuasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh. Boleh
baginya tidak berpuasa dan memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang
ditinggalkannya. Demikian kata Ibnu Abbas menurut riwayat Al-Bukhari. Lihat
kitab Tafsir Ibnu Kalsir, 1/215.
Sedangkan jumlah makanan yang diberikan yaitu satu mud
(genggam tangan) gandum, atau satu sha' (+ 3 kg) dari bahan makanan lainnya.
Lihat kitab 'Lrmdatul Fiqh, oleh Ibnu Qudamah, hlm. 28.
HUKUM JIMA' PADA
SIANG HARI BULAN RAMADHAN
Diharamkan melakukan jima' (bersenggama) pada siang hari
bulan Ramadhan. Dan siapa yang melanggarnya harus meng-qadha dan membayar
kaffarah mughallazhah (denda berat) yaitu membebaskan hamba sahaya. Jika tidak
mendapatkan, maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut; jika tidak mampu
maka memberi makan 60 orang miskin; dan jika tidak punya maka bebaslah ia dari
kafarah itu. Firman Allah Ta'ala.
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya" (Al-Baqarah: 285). Lihat kitab Majalisu Syahri
Ramadhan, hlm. 102 - 108.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN
PUASA
1.Makan dan minum
dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
2.Jima'
(bersenggama).
3.Memasukkan
makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang
mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
4.Mengeluarkan
mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya
dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena
keluamya tanpa sengaja.
5.Keluamya darah
haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas
batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam
matahari.
6.Sengaja muntah,
dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini
didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam .
Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib
qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha. "
(HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Dalam lafazh lain disebutkan : "Barangsiapa muntah
tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya)." DiriwayatRan
oleh Al-Harbi dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu' dan
dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.
7.Murtad dari
Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan ini menghapuskan segala
amal kebaikan. Firman Allah Ta'ala: Seandainya mereka mempersekutukan Allah,
niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.
"(Al-An'aam: 88).
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang
membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika
tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja.
Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh
hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
KEWAJIBAN ORANG YANG
BERPUASA
Orang yang berpuasa, juga lainnya,
wajib menjauhkan diri dari perbuatan dusta, ghibah (menyebutkan kejelekan orang
lain), namimah (mengadu domba), laknat mendo'akan orang dijauhkan dari rahmat
Allah) dan mencaci-maki. Hendaklah ia menjaga telinga, mata,
lidah dan perutnya dari perkataan yang haram, penglihatan yang haram,
pendengaran yang haram, makan dan minum yang haram.
PUASA YANG DISUNNAHKAN
Disunnahkan puasa 6 hari pada bulan
Syawwal, 3 hari pada setiap bulan (yang afdhal yaitu tanggal 13, 14 dan 15;
disebut shaumul biidh), hari Senin dan Kamis, 9 hari pertama bulan Dzul Hijjah
(lebih ditekankan tanggal 9, yaitu hari Arafah), hari 'Asyura (tanggal 10
Muharram) ditambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk mengikuti jejak Nabi
dan para sahabatnya yang mulia serta menyelisihi kaum Yahudi.
TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG
PUASA
Allah Ta'ala berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kama agar kamu
bertaqwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang teutentu. Maka barangsiapa di antara
kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah
baginya bevpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak
beupuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa
yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik
baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui
"(Al-Baqarah: 183-184)
Allah berfirman yang ditujukan kepada orang-orang beriman
dari umat ini, seraya menyuruh mereka agar berpuasa. Yaitu menahan dari makan,
minum dan bersenggama dengan niat ikhlas karena Allah Ta'ala. Karena di
dalamnya terdapat penyucian dan pembersihan jiwa, juga menjernihkannya dari
pikiran-pikiran yang buruk dan akhlak yang rendah.
Allah menyebutkan, di samping mewajibkan atas umat ini,
hal yang sama juga telah diwajibkan atas orang-orang terdahulu sebelum mereka. Dari
sanalah mereka mendapat teladan. Maka, hendaknya mereka berusaha menjalankan
kewajiban ini secara lebih sempurna dibanding dengan apa yang telah mereka
kerjakan. (Tafsir Ibn Katsir, 11313.)
Lalu, Dia memberikan alasan diwajibkannya puasa tersebut
dengan menjelaskan manfaatnya yang besar dan hikmahnya yang tinggi. Yaitu agar
orang yang berpuasa mempersiapkan diri untuk bertaqwa kepada Allah, Yakni
dengan meninggalkan nafsu dan kesenangan yang dibolehkan, semata-mata untuk
mentaati perintah Allah dan mengharapkan pahala di sisi-Nya. Agar orang beriman
termasuk mereka yang bertaqwa kepada Allah, taat kepada semua perintah-Nya
serta menjauhi larangan-larangan dan segala yang diharamkan-Nya. (Tafsir
Ayaatul Ahkaam, oleh Ash Shabuni, I/192.)
Ketika Allah menyebutkan bahwa Dia mewajibkan puasa atas
mereka, maka Dia memberitahukan bahwa puasa tersebut pada hari-hari tertentu
atau dalam jumlah yang relatif sedikit dan mudah. Di antara kemudahannya yaitu
puasa tersebut pada bulan tertentu, di mana seluruh umat Islam melakukannya.
Lalu Allah memberi kemudahan lain, seperti disebutkan
dalam firman-Nya:
"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak
hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. " (Al-Baqarah: 184)
Karena biasanya berat, maka Allah memberikan keringanan
kepada mereka berdua untuk tidak berpuasa. Dan agar hamba mendapatkan
kemaslahatan puasa, maka Allah memerintahkan mereka berdua agar menggantinya
pada hari-hari lain. Yakni ketika ia sembuh dari sakit atau tak iagi melakukan
perjalanan, dan sedang dalam keadaan luang. (Lihat kitab Tafsiirul Lat'nifil
Mannaan fi Khulaashati Tafsiiril Qur'an, oleh Ibnu Sa'di, hlm. 56.)
Dan firman Allah Ta 'ala :
"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain." (Al-Baqarah : 184)
Maksudnya, seseorang boleh tidak berpuasa ketika sedang
sakit atau dalam keadaan bepergian, karena hal itu berat baginya. Maka ia
dibolehkan berbuka dan mengqadha'nya sesuai dengan bilangan hari yang
ditinggalkannya, pada hari-hari lain.
Adapun orang sehat dan mukim (tidak bepergian) tetapi
berat (tidak kuat) menjalankan puasa, maka ia boleh memilih antara berpuasa
atau memberi makan orang miskin. Ia boleh berpuasa, boleh pula berbuka dengan
syarat memberi makan kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang
ditinggalkannya. Jika ia memberi makan lebih dari seorang miskin untuk setiap
harinya, tentu akan lebih baik. Dan bila ia berpuasa, maka puasa lebih utama
daripada memberi makanan. Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas radhiallahu 'anhum
berkata: "Karena itulah Allah berfirman :
"Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
" (Tafsir Ibnu Katsir; 1/214)
Firman Allah Ta 'ala :
"(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka) maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur." (Al-Baqarah: 185).
Allah memberitahukan bahwa bulan yang di dalamnya
diwajibkan puasa bagi mereka itu adalah bulan Ramadhan. Bulan di mana Al-Qur'an
–yang dengannya Allah memuliakan umat Muhammad-diturunkan untuk pertama
kalinya. Allah menjadikan Al-Qur'an sebagai undang-undang serta peraturan yang
mereka pegang teguh dalam kehidupan. Di dalamnya terdapat cahaya dan petunjuk.
Dan itulah jalan kebahagiaan bagi orang yang ingin menitinya. Di dalamnya
terdapat pembeda antara yang hak dengan yang batil, antara petunjuk dengan
kesesatan dan antara yang halal dengan yang haram.
Allah menekankan puasa pada bulan
Ramadhan karena bulan itu adalah bulan diturunkannya rahmat kepada segenap
hamba, Dan Allah tidak menghendaki kepada segenap hamba-Nya kecuaii kemudahan. Karena
itu Dia membolehkan orang sakit dan musafir berbuka puasa pada hari-hari bulan
Ramadhan (Tqfsir Ayarul Ahkam oleh Ash Shabuni, I/192), dan memerintahkan
mereka menggantinya, sehingga sempurna bilangan satu bulan. Selain
itu, Dia juga memerintahkan memperbanyak dzikir dan takbir ketika selesai
melaksanakan ibadah puasa, yakni pada saat sempurnanya' bulan Ramadhan. Karena
itu Allah berfirman :
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
agar kama bersyukur. " (Al- Baqarah: 185).
Maksudnya, bila Anda telah menunaikan apa yang
diperintahkan Allah, taat kepada-Nya dengan menjalankan hal-hal yang diwajibkan
dan meninggalkan segala yang diharamkan serta menjaga batasan-batasan
(hukum)-Nya, maka hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur karenanya.
')" (Tafsir Ibnu Karsir, 1/218)
Lalu Allah berfirman :
"Dan apabila para hamba-Ku bertanya kepadamu tentang
Aku maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdo 'a apabila ia memohon Kepada-Ku maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah)-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar
mereka selalu berada dalam kebenaran." (Al-Baqarah:186)
Sebab Turunnya ayat :
Diriwayatkan bahwa seorang Arab badui bertanya :
"Wahai Rasulullah, apakah Tuhan kita dekat sehingga kita berbisik atau
jauh sehingga kita berteriak (memanggil-Nya ketika berdo'a)?" Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam hanya terdiam, sampai Allah menurunkan ayat di
atas. ' (Tafsir Ibnu Katsir; I/219.)
Tafsiran ayat:
Allah menjelaskan bahwa Diri-Nya adalah dekat. Ia
mengabulkan do'a orang-orang yang memohon, serta memenuhi kebutuhan orang-orang
yang meminta. Tidak ada tirai pembatas antara Diri-Nya dengan salah seorang
hamba-Nya. Karena itu, seyogyanya mereka menghadap hanya kepada-Nya dalam
berdo'a dan merendahkan diri, lurus dan memurnikan ketaatan pada-Nya semata.
(Tafsir Ibnu Katsir, I/218.)
Adapun hikmah penyebutan'Allah akan ayat ini yang
memotivasi memperbanyak do'a berangkaian dengan hukum-hukum puasa adalah
bimbingan kepada kesungguhan dalam berdo'a, ketika bilangan puasa telah
sempurna, bahkan setiap kali berbuka.
PELAJARAN DARI AYAT-AYAT
TENTANG PUASA
•Umat Islam wajib melakukan puasa Ramadhan.
•Kewajiban bertaqwa kepada Allah dengan melakukan segala
perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
•Boleh berbuka di bulan Ramadhan bagi orang sakit dan
musafir. Keduanya wajib mengganti puasa sebanyak bilangan hari mereka berbuka,
pada hari-hari lain.
Firman Allah Ta 'ala :
"Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari
yang ditinggalkannya itu, pada hari-haui lain, "adalah dalil wajibnya
mengqadha' bagi orang yang berbuka pada bulan Ramadhan karena udzur, baik
sebulan penuh atau kurang, juga merupakan dalil dibolehkannya mengganti
hari-hari yang panjang dan panas dengan hari-hari yang pendek dan dingin atau
sebaliknya.
Tidak diwajibkan berturut-turut dalam mengqadha' puasa
Ramadhan, karena Allah Ta 'ala berfirman :"Maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain, " tanpa
mensyaratkan puasa secara berturut-turut. Maka, dibolehkan berpuasa secara
berturut-turut atau secara terpisah- pisah. Dan yang demikian itu lebih
memudahkan manusia.
•Orang yang tidak kuat puasa karena tua atau sakit yang
tidak ada harapan sembuh, wajib baginya membayar fidyah; untuk setiap harinya
memberi makan satu orang miskin.
Firman Allah Ta 'ala :"Dan berpuasa lebih baik
bagimu"
menunjukkan bahwa melakukan puasa bagi orang yang boleh
berbuka adalah lebih utama, selama tidak memberatkan dirinya.
•Di antara keutamaan Ramadhan adalah, Allah
mengistimewakannya dengan menurunkan Al-Qur'an pada bulan tersebut, sebagai
petunjuk bagi segenap hamba dan untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju
cahaya.
•Bahwa kesulitan menyebabkan datangnya kemudahan. Karena
itu Allah membolehkan berbuka bagi orang sakit dan musafir.
•Kemudahan dan kelapangan Islam, yang mana ia tidak
membebani seseorang di luar kemampuannya.
•Disyari'atkan mengumandangkan takbir pada malam 'Idul
Fitri. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan hendaklah kama mengagungkan Allah
(mengumandangkan takbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu. "
•Wajib bersyukur kepada Allah atas berbagai karunia dan
taufik-Nya, sehingga bisa menjalankan puasa, shalat dan membaca Al-Qur'anul
Karim, dan hal itu dengan mentaati-Nya dan meninggalkan maksiat terhadap-Nya.
•Anjuran berdo'a, karena Allah memerintahkannya dan
menjamin akan mengabulkannya.
Kedekatan Allah dari orang yang berdo'a pada-Nya berupa
dikabulkannya do'a, dan dari orang yang menyembah-Nya berupa pemberian pahala.
Wajib memenuhi seruan Allah dengan beriman kepada-Nya dan
tunduk mentaati-Nya. Dan yang demikian itu adalah syarat dikabulkannya do'a.
•Boleh makan dan minum serta melakukan hubungan suami
isteri pada malam-malan bulan Ramadhan, sampai terbit fajar, dan haram
melakukannya pada siang hari. Waktu puasa adalah dari terbitnya fajar yang
kedua, hingga terbenamnya matahari.
•Disyari'atkan i'tikaf di masjid-masjid. Yakni diam di
masjid untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan totalitas ibadah di dalamnya.
Ia tidak sah, kecuali dilakukan di dalam masjid yang di situ diselenggarakan
shalat lima waktu.
Diharamkan bagi orang yang beri'tikaf mencumbu isterinya.
Bersenggama merupakan salah satu yang membatalkan i'tikaf.
•Wajib konsisten dengan mentaati perintah-perintah Allah
dan larangan-larangan-Nya. Allah Ta'ala berfirman :"ltulah
larangan-larangan Allah maka kamujangan mendekatinya."
Hikmah dari penjelasan ini adalah terealisasinya taqwa
setelah mengetahui dari apa ia harus bertaqwa (menjaga diri).
•Orang yang makan dalam keadaan ragu-ragu tentang telah
terbitnya fajar atau belum adalah sah puasanya, karena pada asalnya waktu malam
masih berlangsung.
•Disunnahkan makan sahur, sebagaimana disunnahkan
mengakhirkan waktunya.
•Boleh mengakhirkan mandi jinabat hingga terbitnya fajar.
•Puasa adalah madrasah rohaniyah, untuk melatih dan
membiasakan jiwa berlaku sabar. (Lihat kitab Al Ikliil Istinbaathit Tanziil,
oleh As-Suyuthi, hlm. 24-28; dan Taisirul Lathifill Mannaan, oleh Ibn Sa'di,
hlm. 56-58.)
MANFAAT PUASA
Puasa memiliki beberapa manfaat, ditinjau dari segi
kejiwaan, sosial dan kesehatan, di antaranya:
•Beberapa manfaat, puasa secara kejiwaan adalah puasa
membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana
menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh dalam diri,
yang ini merupakan hikmah puasa yang paling utama.
Firman Allah Ta 'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa. " (Al-Baqarah: 183)
Catatan Penting :
Dalam kesempatan ini, kami mengingatkan kepada para
saudaraku kaum muslimin yang suka merokok. Sesungguhnya dengan cara berpuasa
mereka bisa meninggalkan kebiasaan merokok yang mereka sendiri percaya tentang
bahayanya terhadap jiwa, tubuh, agama dan masyarakat, karena rokok termasuk
jenis keburukan yang diharamkan dengan nash Al-Qur'anul Karim. Barangsiapa
meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang
lebih balk. Hendaknya mereka tidak berpuasa (menahan diri) dari sesuatu yang
halal, kemudian berbuka dengan sesuatu yang haram, kami memohon ampun kepada
Allah untuk kami dan untuk mereka.
•Termasuk manfaat puasa secara sosial adalah membiasakan
umat berlaku disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga melahirkan
perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong mereka
berbuat kebajikan.
Sebagaimana ia juga menjaga masyarakat dari kejahatan dan
kerusakan.
•Sedang di antara manfaat puasa ditinjau dari segi
kesehatan adalah membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan,
membersihkan tubuh dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan
kelebihan lemak di perut.
•Termasuk manfaat puasa adalah mematahkan nafsu. Karena
berlebihan, balk dalam makan maupun minum serta menggauli isteri, bisa
mendorong nafsu berbuat kejahatan, enggan mensyukuri nikmat serta mengakibatkan
kelengahan.
•Di antara manfaatnya juga adalah mengosongkan hati hanya
untuk berfikir dan berdzikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu syahwat itu
dituruti maka bisa mengeraskan dan membutakan hati, selanjutnya menghalangi
hati untuk berdzikir dan berfikir, sehingga membuatnya lengah. Berbeda halnya
jika perut kosong dari makanan dan minuman, akan menyebabkan hati bercahaya dan
lunak, kekerasan hati sirna, untuk kemudian semata-mata dimanfaatkan untuk
berdzikir dan berfikir.
•Orang kaya menjadi tahu seberapa nikmat Allah atas
dirinya. Allah mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama banyak
orang-orang miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan tidak
pula menikah. Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal tersebut pada
saat-saat tertentu, serta rasa berat yang ia hadapi karenanya. Keadaan itu akan
mengingatkannya kepada orang-orang yang sama sekali tak dapat menikmatinya. Ini
akan mengharuskannya mensyukuri nikmat Allah atas dirinya berupa serba
kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasih kepada saudaranya yang
memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka.
•Termasuk manfaat puasa adalah mempersempit jalan aliran
darah yang merupakan jalan setan pada diri anak Adam. Karena setan masuk kepada
anak Adam melalui jalan aliran darah. Dengan berpuasa, maka dia aman dari
gangguan setan, kekuatan nafsu syahwat dan kemarahan. Karena itu Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan puasa sebagai benteng untuk menghalangi
nafsu syahwat nikah, sehingga beliau memerintah orang yang belum mampu menikah
dengan berpuasa ( Lihat kitab Larhaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 163)
sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Baca juga: MENGENAL RACUN HATI
BERPUASA TAPI MENINGGALKAN
SHALAT
Barangsiapa berpuasa tapi meninggalkan shalat, berarti ia
meninggalkan rukun terpenting dari rukun-rukun Islam setelah tauhid. Puasanya
sama sekali tidak bermanfaat baginya, selama ia meninggalkan shalat. Sebab
shalat adalah tiang agama, di atasnyalah agama tegak. Dan orang yang
meninggalkan shalat hukumnya adalah kafir. Orang kafir tidak diterima amalnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat,
barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir. " (HR. Ahmad dan Para
penulis kitab Sunan dari hadits Buraidah radhiallahu 'anhu) At-Tirmidzi berkata
: Hadits hasan shahih, Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya.
Jabir radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
(Batas) antara seseorang dengan kekafiran adalah
meninggalkan shalat." (HR. Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Tentang keputusan-Nya terhadap orang-orang kafir, Allah
berfirman :
"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan,
lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. "(Al-Furqaan:
23).
Maksudnya, berbagai amal kebajikan yang mereka lakukan
dengan tidak karena Allah, niscaya Kami hapus pahalanya, bahkan Kami
menjadikannya sebagai debu yang beterbangan.
Demikian pula halnya dengan meninggalkan shalat berjamaah
atau mengakhirkan shalat dari waktunya. Perbuatan tersebut merupakan maksiat
dan dikenai ancaman yang keras. Allah Ta'ala berfirman:
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. " (Al-Maa'un: 4-5).
Maksudnya, mereka lalai dari shalat sehingga waktunya
berlalu. Kalau Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengizinkan shalat di
rumah kepada orang buta yang tidak mendapatkan orang yang menuntunnya ke
masjid, bagaimana pula halnya dengan orang yang pandangannya tajam dan sehat
yang tidak memiliki udzur.?
Berpuasa tetapi dengan meninggalkan shalat atau tidak
berjamaah merupakan pertanda yang jelas bahwa ia tidak berpuasa karena mentaati
perintah Tuhannya.Jika tidak demikian, kenapa ia meninggalkan kewajiban yang
utama (shalat)? Padahal kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian utuh
yang tidak terpisah-pisah, bagian yang satu menguatkan bagian yang lain.
Catatan Penting:
Setiap muslim wajib berpuasa karena iman dan mengharap
pahala Allah, tidak karena riya' (agar dilihat orang), sum'ah (agar didengar
orang), ikut-ikutan orang, toleransi kepada keluarga atau masyarakat tempat ia
tinggal. Jadi, yang memotivasi dan mendorongnya berpuasa hendaklah karena
imannya bahwa Allah mewajibkan puasa tersebut atasnya, serta karena
mengharapkan pahala di sisi Allah dengan puasanya.
Demikian pula halnya dengan Qiyam Ramadhan (shaiat
malam/tarawih), ia wajib menjalankannya karena iman dan mengharap pahala Allah,
tidak karena sebab lain. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
:
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu,
barangsiapa melakukan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan
barangsiapa melakukan shalat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan
mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "
(Muttafaq 'Alaih).
Secara tidak sengaja, kadang-kadang orang yang berpuasa
terluka, mimisan (keluar darah dari hidung), muntah, kemasukan air atau bersin
di luar kehendaknya. Hal-hal tersebut tidak membatalkan puasa. Tetapi orang
yang sengaja muntah maka puasanya batal, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Barangsiapa muntah tanpa sengaja maka tidak wajib
qadha' atasnya, Ctetapi) barangsiapa sengaja muntah maka ia wajib mengqadha'
puasanya. " (HR.Imam Lima kecuali An-Nasa'i) (Al Arna'uth dalam Jaami'ul
Ushuul, 6/29 berkata : "Hadits ini shahih.")
Orang yang berpuasa boleh meniatkan puasanya dalam keadaan
junub (hadats besar), kemudian mandi setelah terbitnya fajar. Demikian pula
halnya dengan wanita haid, atau nifas, bila sudi sebelum fajar maka ia wajib
berpuasa. Dan tidak mengapa ia mengakhirkan mandi hingga setelah terbit fajar,
tetapi ia tidak boleh mengakhirkan mandinya hingga terbit matahari. Sebab ia
wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbitnya matahari, karena waktu Shubuh
berakhir dengan terbitnya matahari.
Demikian pula halnya dengan orang junub, ia tidak boleh
mengakhirkan mandi hingga terbitnya matahari. Ia wajib mandi dan shalat Shubuh
sebelum terbit matahari. Bagi laki-laki wajib segera mandi, sehingga ia bisa
mendapatkan shalat jamaah.
Di antara hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah:
pemeriksaan darah, (Misalnya dengan mengeluarkan sample (contoh) darah dari
salah satu anggota tubuh) suntik yang tidak dimaksudkan untuk memasukkan
makanan. Tetapi jika memungkinkan- melakukan hal-hal tersebut pada malam hari
adalah lebih baik dan selamat, sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda :
"Tinggalkan apa yang membuatmu ragu, kerjakan apa
yang tidak membuatmu ragu. " (HR. An- Nasa'i dan At-Tirmidzi, ia berkata:
hadits hasan shahih)
Dan beliau juga bersabda :
"Barangsiapa menjaga (dirinya) dari berbagai syubhat
maka sungguh dia telah berusaha menyucikan agama dan kehormatannya." (
Muttafaq 'Alaih)
Adapun suntikan untuk memasukkan zat makanan maka tidak
boleh dilakukan, sebab hal itu termasuk kategori makan dan minum. (Lihat kitab
Risaalatush Shiyaam, oleh Syaikh Abdul Azis bin Baz, hlm. 21-22)
Orang yang puasa boleh bersiwak pada pagi atau sore hari.
Perbuatan itu sunnah, sebagaimana halnya bagi mereka yang tidak dalam keadaaan
puasa.
PUASA YANG SEMPURNA
Saudaraku kaum muslimin, agar sempurna puasamu, sesuai
dengan tujuannya, ikutilah langkah-langkah berikut ini :
•Makanlah sahur, sehingga membantu kekuatan fisikmu
selama berpuasa; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
"Makan sahurlah kalian, sesungguhnya di dalam sahur
itu terdapat berkah. " HR.'Al-Bukhari dan Muslim)
"Bantulah (kekuatan fisikmu) untuk berpuasa di siang
hari dengan makan sahur, dan untuk shalat malam dengan tidur siang " (HR.
Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya)
Akan lebih utama jika makan sahur itu diakhirkan
waktunya, sehingga mengurangi rasa lapar dan haus. Hanya saja harus hati-hati,
untuk itu hendaknya Anda telah berhenti dari makan dan minum beberapa menit
sebelum terbit fajar, agar Anda tidak ragu-ragu.
Segeralah berbuka jika matahari benar-benar telah
tenggelam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Manusia senantiasa dalam kebaikan, selama mereka
menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur . " (HR. Al-Bukhari, I\luslim
dan At-Tirmidz)
•Usahakan mandi dari hadats besar sebelum terbit fajar,
agar bisa melakukan ibadah dalam keadaan suci.
•Manfaatkan bulan Ramadhan dengan sesuatu yang terbaik
yang pernah diturunkan didalamnya, yakni membaca Al-Qur'anul Karim.
Sesungguhnya Jibril 'alaihis salam pada setiap malam di bulan Ramadhan selalu
menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk membacakan Al-Qur'an baginya.
(HR. AL-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu).Dan pada diri
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ada teladan yang baik bagi kita.
•Jagalah lisanmu dari berdusta, menggunjing, mengadu
domba, mengolok-olok serta perkataan mengada-ada. Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa tidak meninggalkan pevkataan dan
perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan
minum." (HR. Al-Bukhari)
Hendaknya puasa tidak membuatmu keluar dari kebiasaan.
Misalnya cepat marah dan emosi hanya karena sebab sepele, dengan dalih bahwa
engkau sedang puasa. Sebaliknya, mestinya puasa membuat jiwamu tenang, tidak
emosional. Dan jika Anda diuji dengan seorang yang jahil atau pengumpat, jangan
Anda hadapi dia dengan perbuatan serupa. Nasihati dan tolaklah dengan cara yang
lebih baik. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa adalah perisai, bila suatu hari seseorang
dari kama beupuasa, hendaknya ia tidak berkata buruk dan berteriak-teriak. Bila
seseorang menghina atau mencacinya, hendaknya ia berkata 'Sesungguhnya aku
sedang puasa" (HR. Al- Bukhari, Muslim dan para penulis kitab Sunan)
Ucapan itu dimaksudkanagar ia menahan diri dan tidak
melayani orang yang mengumpatnya Di samping, juga mengingatkan agar ia menolak
melakukan penghinaan dan caci-maki.
•Hendaknya Anda selesai dari puasa dengan membawa taqwa
kepada Allah, takut dan bersyukur pada-Nya, serta senantiasa istiqamah dalam
agama-Nya.
Hasil yang baik itu hendaknya mengiringi Anda sepanjang
tahun. Dan buah paling utama dari puasa adalah taqwa, sebab Allah berfirman :
"Agar kamu bertaqwa. "(Al-Baqarah: 183)
Jagalah dirimu dari berbagai syahwat (keinginan), bahkan
meskipun halal bagimu. Hal itu agar tujuan puasa tercapai, dan mematahkan nafsu
dari keinginan. Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhu berkata :
"Jika kamu berpuasa, hendaknya berpuasa pula
pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu dari dusta dan dosa-dosa, tinggalkan
menyakiti tetangga, dan hendaknya kamu senantiasa bersikap tenang pada hari
kama beupuasa jangan pula kamu jadikan hari berbukamu sama dengan hari kamu
berpuasa."
Hendaknya makananmu dari yang halal. Jika kamu menahan
diri dari yang haram pada selain bulan Ramadhan maka pada bulan Ramadhan lebih
utama. Dan tidak ada gunanya engkau berpuasa dari yang halal, tetapi kamu
berbuka dengan yang haram.
Perbanyaklah bersedekah dan berbuat kebajikan. Dan
hendaknya kamu lebih baik dan lebih banyak berbuat kebajikan kepada keluargamu
dibanding pada selain bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
adalah orang yang paring dermawan, dan beliau lebih dermawan ketika bulan
Ramadhan.
Ucapkanlah bismillah ketika kamu berbuka seraya berdo'a
:"Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, dan atas rezki-Mu aku berbuka. Ya Allah
terimalah daripadaku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
"(44) (Lihat Mulhaq (bonus) Majalah Al WaLul Islami bulan Ramadhan, 1390
H.hlm.38-40.)
TUJUAN PUASA
Tujuan ibadah puasa adalah untuk
menahan nafsu dari berbagai syahwat, sehingga ia siap mencari sesuatu yang
menjadi puncak kebahagiaannya; menerima sesuatu yang menyucikannya, yang di
dalamnya terdapat kehidupannya yang abadi, mematahkan permusuhan nafsu terhadap
lapar dan dahaga serta mengingatkannya dengan keadaan orang-orang yang
menderita kelaparan di antara orang-orang miskin; menyempitkan jalan setan pada
diri hamba dengan menyempitkan jalan aliran makanan dan minuman; puasa adalah
untuk Tuhan semesta alam, tidak seperti amalan-amalan yang lain, ia berarti
meninggalkan segala yang dicintai karena kecintaannya kepada Allah Ta 'ala; ia
merupakan rahasia antara hamba dengan Tuhannya, sebab para hamba mungkin bisa
diketahui bahwa ia meninggalkan hai-hal yang membatalkan puasa secara nyata,
tetapi keberadaan dia meninggalkan hal-hal tersebut karena Sembahannya, maka
tak seorangpun manusiayang mengetahuinya, dan itulah hakikat puasa.
PETUNJUK NABI DALAM
BERPUASA
Petunjuk puasa dari Nabi shallallahu
'ala ihi wasallam adalah petunjuk yang paling sempurna, paling mengena dalam
mencapai maksud, serta paling mudah penerapannya bagi segenap jiwa.
Di antara petunjuk puasa dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam pada bulan Ramadhan adalah :
Memperbanyak melakukan berbagai macam ibadah.
Jibril'alaihis salam senantiasa membacakan Al-Qur'anul Karim untuk beliau pada
bulan Ramadhan; beliau juga memperbanyak sedekah, kebajikan, membaca
Al-Qur'anul Karim, shalat, dzikir, i'tikaf dan bahkan beliau mengkhususkan
beberapa macam ibadah pada bulan Ramadhan, hal yang tidak beliau lakukan pada
bulan-bulan lain.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyegerakan berbuka
dan menganjurkan demikian, beliau makan sahur dan mengakhirkannya, serta
menganjurkan dan memberi semangat orang lain untuk melakukan hal yang sama.
Beliau menghimbau agar berbuka dengan kurma, jika tidak mendapatkannya maka
dengan air.
Nabi'shallallahu 'alaihi wasallam melarang orang yang
berpuasa dari ucapan keji dan caci-maki. Sebaliknya beliau memerintahkan agar
ia mengatakan kepada orang yang mencacinya, "Sesungguhnya aku sedang
puasa."
Jika beliau melakukan perjalanan di bulan Ramadhan,
terkadang beliau meneruskan puasanya dan terkadang pula berbuka. Dan membiarkan
para sahabatnya memilih antara berbuka atau puasa ketika dalam perjalanan.
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendapatkan fajar dalam keadaan
junub sehabis menggauli isterinya maka beliau segera mandi setelah terbit fajar
dan tetap berpuasa.
Termasuk petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
adalah membebaskan dari qadha' puasa bagi orang yang makan atau minum karena
lupa, dan bahwasanya Allahlah yang memberinya makan dan minum.
Dan dalam riwayat shahih disebutkan bahwa beliau bersiwak
dalam keadaan puasa. Imam Ahmad meriwayatkan bahwasanya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam menuangkan air di atas kepalanya dalam keadaan puasa. Beliau
juga melakukan istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) serta berkumur dalam
keadaan puasa. Tetapi beliau melarang orang berpuasa melakukan istinsyaq secara
berlebihan. (Lihat kitab Zaadul Ma'ad fi Hadyi Khairil 'Ibaad, I/320-338 )
PUASA YANG DISYARI'ATKAN
Puasa yang disyari'atkan adalah
puasanya anggota badan dari dosa-dosa, dan puasanya perut dari makan dan mimum.
Sebagaimana makan dan minum membatalkan dan merusak puasa, demikian pula halnya
dengan dosa-dosa, ia memangkas pahala puasa dan merusak buahnya, sehingga
memposisikannya pada kedudukan orang yang tidak berpuasa.
Karena itu, orang yang benar-benar
berpuasa adalah orang yang puasa segenap anggota badannya dari melakukan
dosa-dosa; lisannya berpuasa dari dusta, kekejian dan mengada-ada; perutnya
berpuasa dari makan dan minum; kemaluannya berpuasa dari bersenggama.
Bila berbicara, ia tidak berbicara
dengan sesuatu yang menodai puasanya, bila melakukan suatu pekerjaan ia tidak
melakukan sesuatu yang merusak puasanya. Ucapan yang
keluar darinya selalu bermanfaat dan baik, demikian pula dengan amal
perbuatannya. Ia laksana wangi minyak kesturi, yang tercium oleh orang yang
bergaul dengan pembawa minyak tersebut. Itulah metafor (perumpamaan) bergaul
dengan orang yang berpuasa, ia akan mengambil manfaat dari bergaul dengannya,
aman dari kepalsuan, dusta, kejahatan dan kezhaliman.
Dalam hadits riwayat Imam Ahmad disebutkan :
"Dan sesungguhnya ban (mulut) orang puasa itu lebih
harum di sisi AIlah daripada aroma minyak kesturi. "(HR. At-Tirmidzi dan
ia berkata, hadits hasan shahih gharib).
Inilah puasa yang disyari'atkan. Tidak sekedar nahan diri
dari makan dan minum. Dalam sebuah menahan diri dari makan dan minum".
Dalam hadits shahih disebutkan :
"Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan
perbuatan dusta serta kedunguan maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari
makan dan minum .(HR. Al-Bukhari, Ahmad dan lainnya)
Dalam hadits lain dikatakan :
Betapa banyak orang puasa, bagian dari puasanya (hanya)
lapar dan dahaga. " (HR. Ahmad, hadits hasan shahih) (Dan ia menshahihkan
hadits ini.)
ADAB PUASA
Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu-, bahwasanya puasa
tidak sempurna kecuali dengan merealisasikan enam perkara:
•Menundukkan pandangan serta menahannya dari
pandangan-pandangan liar yang tercela dan dibenci.
•Menjaga lisan dari berbicara tak karuan, menggunjing,
mengadu domba dan dusta.
•Menjaga pendengaran dari mendengarkan setiap yang haram
atau yang tercela.
•Menjaga anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa.
•Hendaknya tidak memperbanyak makan.
•Setelah berbuka, hendaknya hatinya antara takut dan
harap. Sebab ia tidak tahu apakah puasanya diterima, sehingga ia termasuk
orang-orang yang dekat kepada Allah, ataukah ditolak, sehingga ia termasuk
orang-orang yang dimurkai. Hal yang sama hendaknya ia lakukan pada setiap
selesai melakukan ibadah. (Lihat Mau'idzatul Mukminiin min Ihyaa'i Uluumid
Diin, hlm. 59-60.)
Ya Allah, jadikanlah kami dan
segenap umat Islam termasuk orang yang puasa pada bulan ini, yang pahalanya
sempurna, yang mendapatkan Lailatul Qadar, dan beruntung menerima hadiah dari
Tuhan; wahai Dzat Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya),
wahai Dzat Yang Memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Semoga shalawat
dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad, keluarga dan
segenap sahabatnya.
PESAN DAN NASEHAT RAMADHAN
Manfaatkan dan pergunakan masa hidup Anda, kesehatan dan
masa muda Anda dengan amal kebaikan sebelum maut datang menj emput.
Bertaubatlah kepada Allah dengan sebenar-benar taubat dalam setiap waktu dari
segala dosa dan perbuatan terlarang. Jagalah fardhu-fardhu Allah dan
perintah-perintah-Nya serta jauhilah apa-apa yang diharamkan dan dilarang-Nya,
baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan lainnya.
Jangan sampai Anda menunda-nunda taubat, lain Anda pun
mati dalam keadaan maksiat sebelum sempat bertaubat, karena Anda tidak tahu
apakah Anda dapat menjumpai lagi bulan Ramadhan mendatang atau tidak?
Bersungguh-sungguhlah dalam mengurus
keluarga, anak-anak dan siapa saja yang menjadi tanggung jawab Anda agar mereka
taat kepada Allah dan menjauhkan diri dari maksiat kepada-Nya. Jadilah
suri tauladan yang baik bagi mereka dalam segala bidang, karena Andalah
pemimpin mereka dan bertanggung jawab atas mereka di hadapan Allah Ta'ala.
Bersihkan rumah Anda dari segala bentuk kemungkaran yang menjadi penghalang
untuk berdzikir dan shalat kepada Allah.
Sibukkan diri dan keluarga Anda dalam hal yang bermanfaat
bagi Anda dan mereka. Dan ingatkan mereka agar menjauhkan diri dari hal yang
membahayakan mereka dalam agama, dunia dan akhirat mereka.
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua
untuk amal yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga
dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan para
sahabatnya.
QIYAM RAMADHAN
1.Dalilnya :
1. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan
Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
2. Dari Abdurrahman bin Auf radhiallahu 'anhu bahwasanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebut bulan Ramadhan seraya bersabda
:
"Sungguh, Ramadhan adalah bulan yang diwajibkan
Allah puasanya dan kusunatkan shalat malamnya. Maka barangsiapa menjalankan
puasa dan shalat malam pada bulan itu karena iman dan mengharap pahala, niscaya
bebas dari dosa-dosa seperti saat ketika dilahirkan ibunya." (HR.
An-Nasa'i, katanya: yang benar adalah dari Abu Hurairah)," Menurut Al
Arna'uth dalam "Jaami'ul Ushuul", juz 6, hlm. 441, hadits ini hasan
dengan adanya nash-nash lain yang memperkuatnya.
2. Hukumnya:
Qiyam Ramadhan (shalat malam
Ramadhan) hukumnya sunnah mu 'akkadah (ditekankan), dituntunkan oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau anjurkan serta sarankan kepada kaum
Muslimin. Juga diamalkan oleh Khulafa' Rasyidin dan para sahabat
dan tabi'in. Karena itu, seyogianya seorang muslim senantiasa mengerjakan
shalat tarawih pada bulan Ramadhan dan shalat malam pada sepuluh malam
terakhir, untuk mendapatkan Lailatul Qadar
3. Keutamaannya:
Qiyamul lail (shalat malam) disyariatkan pada setiap
malam sepanjang tahun. Keutamaannya besar dan pahalanya banyak.
Firman Allah Ta'ala :
"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya ''(
Maksudnya mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur, untuk mengejakan
shalat malam) , sedang mereka berdo'a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan
harap, dan mereka menafkahkan sebahagian dari rizki yang Kami berikan kepada
mereka. "(AsSajdah: 16).
Ini merupakan sanjungan dan pujian dari Allah bagi
orang-orang yang mendirikan shalat tahajjud di malam hari. Dan sanjungan Allah
kepada kaum lainnya dengan firman-Nya :
"Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di
akhir-akhir malam mereka momohon ampun (kepada Allah) . " (Adz-Dzaariyaat:
17-18).
"Dan orang-orangyang melalui malam hari dengan
bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka." (Al-Furqaan: 64).
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi(dengan mengatakan: Hadits
ini hasan shahih dan hadist ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim) dari Abdullah
bin Salam, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
Wahai sekalian manusia, sebarkan salam, berilah orang
miskin makan, sambungkan tali kekeluargaan dan shalatlah pada waktu malam
ketika semua manusia tidur, niscaya kalian masuk Surga dengan selamat. "
Juga diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Bilal, bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Hendaklah kamu mendirikan shalat malam karena itu
tradisi orang-orang shalih sebelummu. Sungguh, shalat malam mendekatkan dirimu
kepada Tuhanmu, menghapuskan kesalahan, menjaga diri dari dosa dan
mengusirpenyakit dari tubuh" (Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim
dan Adz-Dzahabi menyetujuinya, 1/308),
Dalam hadits kaffarah dan derajat, Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Dan termasuk derajat: memberi makan, berkata baik,
dan mendirikan shalat malam ketika orang-orang tidur': dinyatakan shahih oleh
Al-Bukhari dan At-Tirmidzi)" Lihat kitab Wazhaa'ifu Ramadhan, oleh Ibnu
Qaasim, hlm. 42, 43.
Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam :
"Sebaik-baik shalat setelah fardhu adalah shalat
malam. " (HR. Muslim).
4, Bilangannya :
Termasuk shalat malam: witir, paling sedikit satu raka'at
dan paling banyak 11 raka'at. Boleh melakukan witir dengan satu raka'at saja,
berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa yang ingin melakukan witir dengan satu
raka'at maka lakukanlah. " HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i.
Atau witir dengan tiga raka'at, berdasarkan sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa yang ingin melakukan witir dengan tiga
raka 'at maka lakukanlah. " (HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i)•
Hal ini boleh dilakukan dengan sekali salam, atau shalat
dua raka'at dan salam kemudian shalat raka'at ketiga.
Atau witir dengan lima raka'at, diiakukan tanpa duduk dan
tidak salam kecuali pada akhir raka'at.
Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
"Barangsiapa ingin melakukan witir dengan lima
raka'at maka lakukanlah. "(HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i).
Dari Aisyah radhiallahu 'anha, beliau mengatakan:
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya shalat
malam tiga belas raka'at, termasuk di dalamnya witir dengan lima raka 'at tanpa
duduk di salah satu raka 'atpun kecuali pada raka'at terakhir. " (Hadits
Muttafaq 'Alaih).
Ketiga hadits tersebut dinyatakan shahih oleh Ibnu
Hibban.
Atau witir dengan tujuh raka'at; dilakukan sebagaimana
lima raka'at. Berdasarkan penuturan Ummu Salamah radhiallahu 'anha :
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya
melakukan witir dengan tujuh dan lima raka 'at tanpa diselingi dengan salam dan
ucapan. "(HR, Ahmad, An-Nasa'i dan Ibnu Majah).
Boleh juga melakukan witir dengan sembilan, sebelas, atau
tiga belas raka'at. Dan yang afdhal adalah salam setiap dua rakaat kemudian
witir dengan satu raka'at.
Shalat malam pada bulan Ramadhan memiliki keutamaan dan
keistimewaan atas shalat malam lainnya.
5. Waktunya :
Shalat malam Ramnahaan mencakup shalat pada permulaan
malam dan pada akhir malam.
6. Shalat Tarawih:
Shalat tarawih terrnasuk qiyam Ramadhan. Karena itu,
hendaklah bersungguh-sungguh dan memperhatikannya serta mengharapkan pahala dan
balasannya dari Allah. Malam Ramadhan adalah kesempatan yang terbatas
bilangannya dan orang mu'min yang berakal akan memanfaatkannya dengan baik
tanpa terlewatkan.
Jangan sampai ditinggalkan shalat tarawih, agar
memperoleh pahala dan ganjarannya. Dan jangan pulang dari shalat tarawih
sebelum imam selesai darinya dan dari shalat witir, agar mendapatkan pahala
shalat semalam suntuk. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam :
"Barangsiapa mendirikan shalat malam bersama imam
sehingga selesai, dicatat baginya shalat semalam suntuk. " (HR. Para
penulis kitab Sunan,dengan sanad shahih) Lihat kitab Majalisu Syahri Ramndhan,
oleh Syaikh Ibnu Utsaimin, him. 26-30.
Shalat tarawih adalah sunat, dilakukan dengan berJamaah lebih utama. Demikian yang masyhur dilakukan
para sahabat, dan diwarisi oleh umat ini dari mereka generasi demi generasi.
Shalat ini tidak ada batasannya. Boleh melakukan shalat 20 raka'at, 36 raka'at,
11 raka'at, atau 13 raka'at; semuanya baik. Banyak atau sedikitnya raka'at
tergantung pada panjang atau pendeknya bacaan ayat. Dalam shalat diminta supaya
khusyu', bertuma'ninah, dihayati dan membaca dengan pelan; dan itu tidak bisa
dengan cepat dan tergesa-gesa. Dan sepertinya lebih baik apabila shalat
tersebut hanya dilakukan 11 raka'at.(Yaitu berdasarkan hadits Aisyah
radiallahu'anha yang artinya : " Tiadalah Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam menambah (rakaat), baik di bulan Ramadhan atau (di bulan) lainya lebih
dari sebelas rakaat". (HR. Al-Bukhari dan An-Nasa'i)
Baca juga: FIQIH PUASA BAGI MUSLIMAH
MEMBACA AL QURAN
Segala puji bagi Allah, yang telah menurunkan kepada
hamba-Nya kitab Al-Qur'an sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk,
rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang muslim. Semoga shalawat dan salam
senantiasa tercurah kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad, yang diutus Allah
sebagai rahmat bagi alam semesta.
Adalah ditekankan bagi seorang
muslim yang mengharap rahmat Allah dan takut akan siksa-Nya untuk memperbanyak
membaca Al-Qur'anul Karim pada bulan Ramadhan dan buian-bulan lainnya untuk
mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, mengharap ridha-Nya, memperoleh keutamaan
dan pahala-Nya. Karena Al-Qur'anul Karim adalah sebaik-baik kitab, yang
diturunkan kepada Rasul termulia, untuk umat terbaik yang pernah dilahirkan
kepada umat manusia; dengan syari'at yang paling utama, paling mudah, paling
luhur dan paling sempurna.
Al-Qur'an diturunkan untuk dibaca oleh setiap orang
muslim, direnungkan dan dipahami makna, perintah dan larangannya, kemudian
diamalkan. Sehingga ia akan menjadi hujjah baginya di hadapan Tuhannya dan
pemberi syafa'at baginya pada hari Kiamat.
Allah telah menjamin bagi siapa yang
membaca Al-Qur'an dan mengamalkan isi kandungannya tidak akan tersesat di dunia
dan tidak celaka di akhirat, dengan firmanNya " Maka barangsiapa yang
mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. "
(Thaha:123),
Janganlah seorang muslim memalingkan diri dari membaca
kitab Allah, merenungkan dan mengamalkan isi kandungannya. Allah telah
mengancam orang-orang yang memalingkan diri darinya dengan firman-Nya :
"Barangsiapa berpaling dari Al-Qur'an maka
sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari Kiamat. " (Thaha :
100),
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya
pada hari Kiamat dalam keadaan buta. " (Thaha: 124),
DIANTARA KEUTAMAAN
AL-QUR'AN
1. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an)
untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira
bagi orang-orang yang berserah diri. " (An-Nahl: 89),
2. Firman Allah Ta'ala .
.. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah,
dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang
yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula)
Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. "
(Al-Ma'idah: 15-16).
3. Firman Allah Ta 'ala :
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam
dada dan petunjuk serta rahmat bagi ouang-orang yang beriman. " (Yunus:
57).
4. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :
"Bacalah Al-Qur'an, karena ia akan datang pada hari
Kiamat sebagai pemberi syafa 'at bagi pembacanya. " (HR. Muslim dari Abu
Umamah).
5. Dari An-Nawwas bin Sam'an radhiallahu 'anhu, katanya :
Aku mendengar Rasul shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Didatangkan pada hari KiamatAl-Qur'an dan para
pembacanya yang mereka itu dahulu mengamalkannya di dunia, dengan didahului
oleh surat Al Baqarah dan Ali Imran yang membela pembaca kedua surat ini.
" (HR, Muslim).
6. Dari Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu, katanya:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari
Al-Qur'an dan mengajarkannya. " (HR. Al-Bukhar)
7. Dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, katanya :
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah
maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali
lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu
huruf; lam satu huruf dan mim satu huruf. " (HR. At-Tirmidzi, katanya:
hadits hasan shahih).
8. Dari Abdullah bin Amr bin Al 'Ash radhiallahu 'anhuma,
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Dikatakan kepada pembaca Al-Qur'an: "Bacalah,
naiklah dan bacalah dengan pelan sebagaimana yang telah kama lakukan di dunia,
karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang kamu baca. "(HR. Abu Dawud
dan At-Tirmidzi dengan mengatakan: hadits hasan shahih).
9. Dari Aisyah radhiallahu 'anhu, katanya : Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Orang yang membaca Al-Qur'an dengan mahir adalah
bersama para malaikat yang mulia lagi taat, sedangkan orang yang membaca
Al-Quran dengan tergagap dan susah membacanya baginya dua pahala. "
(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dua pahala, yakni pahala membaca dan pahala susah
payahnya.
10. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda :
"Tidak boleh hasut kecuali dalam dua perkaua, yaitu:
orang yang dikaruniai Allah Al-Qur'an lalu diamalkannya pada waktu malam dan siang,
dan orang yang dikaruniai Allah harta lalu diinfakkannya pada waktu malam dan
siang "(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Yang dimaksud hasut di sini yaitu mengharapkan seperti
apa yang dimiliki orang lain. ( Lihat kitab Riyadhus Shaalihiin, hlm. 467-469.
Maka bersungguh-sungguhlah -semoga Allah menunjuki Anda
kepada jalan yang diridhaiNya untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim dan
membacanya dengan niat yang ikhlas untuk Allah Ta'ala. Bersungguh-sungguhlah
untuk mempelajari maknanya dan mengamalkannya, agar mendapatkan apa yang
dijanjikan Allah bagi para ahli Al-Qur'an berupa keutamaan yang besar, pahala
yang banyak, derajat yang tinggi dan kenikmatan yang abadi. Para sahabat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dahulu jika mempelajari sepuluh ayat
dari Al-Qur'an, mereka tidak melaluinya tanpa mempelajari makna dan cara
pengamalannya.
Dan perlu Anda ketahui, bahwa membaca Al-Qur'an yang
berguna bagi pembacanya, yaitu membaca disertai merenungkan dan memahami
maknanya, perintah-perintahnya dan larangan-larangannya. Jika ia menjumpai ayat
yang memerintahkan sesuatu maka ia pun mematuhi dan menjalankannya, atau
menjumpai ayat yang melarang sesuatu maka iapun meninggalkan dan menjauhinya.
Jika ia menjumpai ayat rahmat, ia memohon dan mengharap kepada Allah rahmat-Nya;
atau menjumpai ayat adzab, ia berlindung kepada
Allah dan takut akan siksa-Nya. Al-Qur'an itu menjadi
hujjah bagi orang yang merenungkan dan mengamalkannya; sedangkan yang tidak
mengamalkan dan memanfaatkannya maka Al-Qur'an itu menjadi hujjah terhadap dirinya
(mencelakainya).
Firman Allah Ta 'ala :
"lni adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu
penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya
orang-orang yang mempunyai pikiran mendapatkan pelajaran." (Shad: 29).
Bulan Ramadhan memiliki kekhususan dengan Al-Qura'nul
Karim, sebagaimana firman Allah: "Bulan Ramadhan, yang di dalamnya
diturunkan permulaan Al-Qur'an
"(Al-Baqarah: 185).
Dan dalam hadits shahih dari Ibnu Abbas, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bertemu dengan Jibril pada bulan Ramadhan setiap
malam untuk membacakan kepadanya Al-Qur'anul Karim.
Hal itu menunjukkan dianjurkannya mempelajari Al-Qur'an
pada bulan Ramadhan dan berkumpul untuk itu, juga membacakan Al-Qur'an kepada
orang yang lebih hafal. Dan juga menunjukkan dianjurkannya memperbanyak bacaan
Al-Qur'an pada bulan Ramadhan.
Tentang keutamaan berkumpul di masjid-masjid untuk
mempelajari Al-Qur'anul Karim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
:
"Tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu rumah
Allah seraya membaca kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali
turunlah ketenangan atas mereka, serta mereka diliputi rahmat, dikerumuni para
malaikat dan disebut-sebut oleh Allah kepada para malaikat di hadapan-Nya.
" (HR. Muslim).
Ada dua cara untuk mempelajari
Al-Qur'anul Karim:
1. Membaca ayat yang dibaca sahabat Anda.
2. Membaca ayat sesudahnya. Namun cara pertama lebih
baik.
Dalam hadits Ibnu Abbas di atas disebutkan pula mudarasah
antara Nabi dan Jibril terjadi pada malam hari. Ini menunjukkan dianjurkannya
banyak-banyak membaca Al-Qur'an di bulan Ramadhan pada malam hari, karena malam
merupakan waktu berhentinya segala kesibukan, kembali terkumpulnya semangat dan
bertemunya hati dan lisan untuk merenungkan. Seperti dinyatakan dalam firman
Allah :
"Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih
tepat (untuk khusyu '), dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.
"(Al-Muzzammil: 6).
Disunatkan membaca Al-Qur'an dalam kondisi sesempurna
mungkin, yakni dengan bersuci, menghadap kiblat, mencari waktu-waktu yang
paling utama seperti malam, setelah maghrib dan setelah fajar.
Boleh membaca sambil berdiri, duduk, tidur, berjalan dan
menaiki kendaraan. Berdasarkan firman Allah :
"(Yaitu) orang-orang yang dzikir kedada Allah sambil
berdiri, atau duduk, atau dalam keadaan berbaring "(A1'Imran: 191).
Sedangkan Al-Qur'anul Karim merupakan dzikir yang paling
agung.
KADAR BACAAN AL QURAN YANG
DISUNATKAN
Disunatkan mengkhatamkan Al-Qur'an
setiap minggu, dengan setiap hari' membaca sepertujuh dari Al-Qur'an dengan
melihat mushaf, karena melihat mushaf merupakan ibadah. Juga mengkhatamkannya
kurang dari seminggu pada waktu-waktu yang mulia dan di tempat-tempat yang
mulia, seperti: Ramadhan, Dua Tanah Suci dan sepuluh hari Dzul Hijjah karena
memanfaatkan waktu dan tempat. Jika membaca Al-Qur'an khatam dalam setiap tiga
hari pun baik, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada
Abdullah bin Amr :
"Bacalah Al-Qur'an itu dalam
setiap tiga hari "( Lihat kitab Fadhaa'ilul qur'an, oleh Ibnu Katsir, him.
169-172 dan Haasyiatu Muqaddimatit Tafsiir, oleh Ibnu Qaasim, hlm. 107.)
Dan makruh menunda khatam Al-Qur'an lebih dari empat
puluh hari, bila hal tersebut dikhawatirkan membuatnya lupa. Imam Ahmad berkata
: "Betapa berat beban Al-Qur'an itu bagi orang yang menghafalnya kemudian
melupakannya."
Dilarang bagi yang berhadats kecil maupun besar menyentuh
mushaf, dasarnya firman Allah Ta 'ala :
"Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang
disucikan. "(Al-Waqi'ah: 79).
Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wassallam :
"Tidak dibenarkan menyentuh Al-Qur'an ini kecuali
orang yang suci. " (HR. Malik dalam Al-Muwaththa,Ad-Daruquthni dan
lainnya)" (Hai ini diperkuat hadits Hakim bin Hizam yang lafazhnya:
"Jangan menyentuh Al-qur'an kecuali jika kamu suci." (HR.
Ath-Thabrani dan Al-Hakim dengan menyatakannya shahih).
AL QURAN
SYARIAT SEMPURNA
Asy-Syathibi dalam kitab Al-Muwaafaqaat mengatakan :
"Sudah menjadi kesepakatan bahwa kitab yang mulia ini adalah syari'at yang
sempurna, sendi agama, sumber hikmah, bukti kerasulan, cahaya penglihatan dan
hujjah. Tiada jalan menuju Allah selainnya, tiada keselamatan kecuali dengannya
dan tidak ada yang dapat dijadikan pegangan sesuatu yang menyelisihinya. Kalau
demikian halnya, mau tidak mau bagi siapa yang hendak mengetahui keuniversalan
syariat, berkeinginan mengenal tujuan-tujuannya serta mengikuti jejak para
ahlinya harus menjadikannya sebagai kawan bercakap dan teman duduknya sepanjang
siang dan malam dalam teori dan praktek; maka dekat waktunya ia mencapai tujuan
dan menggapai cita-cita serta mendapati dirinya termasuk orang-orang pendahulu,
dan dalam rombongan pertama jika ia mampu. Dan tidaklah mampu atas hal itu
kecuali orang yang senantiasa menggunakan apa yang dapat membantunya, yaitu
sunnah yang menjelaskan kitab ini. Selainnya, adalah ucapan para imam terkemuka
dan salaf pendahulu yang dapat membimbingnya dalam tujuan yang mulia ini."
( Lihat AI Muwafaqaat, oleh Asy-Syathibi, 31224.)
HUKUM MELAGUKAN AL-QUR'AN
Pembaca dan pendengar Al-Qur'an yang hatinya disibukkan
dengan lagu dan sejenisnya -yang dapat mengakibatkan perubahan firman Allah,
padahal kita diperintahkan untuk memperhatikannya sebenamya menghalangi hatinya
dari apa yang dikehendaki Allah dalam kitab-Nya, memutuskannya dari pemahaman
firman-Nya. Mahasuci firman Allah dari hal itu semua. Imam Ahmad melarang
talhin dalam membaca Al-Qur'an, yaitu yang menyerupai lagu.
Ibnu Katsir rahimahullah dalam
Fadhaa 'ilul Qur'an mengatakan: "Sasaran yang diminta menurut syara' tiada
lain yaitu memperindah suara yang dapat mendorong untuk merenungkan dan
memahami Al-Qur'an yang mulia dengan khusyu', tunduk, dan patuh penuh ketaatan.
Adapun suara-suara dengan lagu yang diada-adakan yang terdiri atas nada dan
irama yang melalaikan, serta aturan musikal, maka Al-Qur'an adalah suci; dari
hal ini dan tak layak jika dalam membacanya diperlakukan demikian." (Lihat
kitab Fadhaa'ilul qur'an, oleh Ibnu Katsir, him. 125-126.)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan: "Irama-irama yang dilarang para ulama untuk membaca Al-Qur'an
yaitu yang dapat memendekkan huruf yang panjang, memanjangkan yang pendek,
menghidupkan huruf yang mati dan mematikan yang hidup. Mereka lakukan
hal itu supaya sesuai dengan irama lagu-lagu yang merdu. Jika hal itu dapat
mengubah aturan Al-Qur'an dan menjadikan harakat sebagai huruf, maka haram
hukumnya. (Lihat Haasyiatu Muqaddimatit Tafsiir, oleh Ibnu Qaasim, him. 107.)
SEDEKAH DI BULAN RAMADHAN
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, dari
Ibnu Abbas raldhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang
paling dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan, saat beliau
ditemui Jibril untuk membacakan kepadanya Al-Qur'an. Jibril menemui beliau
setiap malam pada bulan Ramadhan, lalu membacakan kepadanya Al-Qur'an.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika ditemui Jibril lebih dermawan
dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ahmad dengan tambahan:
"Dan beliau tidak pernah dimintai sesuatu kecuali
memberikannya. "
Dan menurut riwayat Al-Baihaqi, dari Aisyah radhiallahu
'anha :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika masuk
bulan Ramadhan membebaskan setiap tawanan dan memberi setiap orang yang
meminta. "
Kedermawanan adalah sifat murah hati dan banyak memberi.
Allah pun bersifat Maha Pemurah, Allah Ta'ala Maha Pemurah, kedermawanan-Nya
berlipat ganda pada waktu-waktu tertentu seperti bulan Ramadhan.
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah
manusia yang paling dermawan, juga paling mulia, paling berani dan amat
sempurna dalam segala sifat yang terpuji; kedermawanan beliau pada bulan
Ramadhan berlipat ganda dibanding bulan-bulan lainnya, sebagaimana kemurahan
Tuhannya berlipat ganda pada bulan ini.
Berbagai pelajaran yang dapat
diambil dari berlipatgandanya kedermawanan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di
bulan Ramadhan :
Bahwa kesempatan ini amat berharga dan melipatgandakan
amal kebaikan.
Membantu orang-orang yang berpuasa dan berdzikir untuk
senantiasa taat, agar memperoleh pahala seperti pahala mereka; sebagaimana
siapa yang membekali orang yang berperang maka ia memperoleh seperti pahala
orang yang berperang, dan siapa yang menanggung dengan balk keluarga orang yang
berperang maka ia memperoleh pula seperti pahala orang yang berperang. Dinyatakan
dalam hadits Zaid bin Khalid dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau
bersabda:
"Barangsiapa memberi makan kepada orang yang
berpuasa maka baginya seperti pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi
sedikitpun dari pahalanya. " (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).
Bulan Ramadhan adalah saat Allah berderma kepada para
hamba-Nya dengan rahmat, ampunan dan pembebasan dari api Neraka, terutama pada
Lailatul Qadar Allah Ta 'ala melimpahkan kasih-Nya kepada para hamba-Nya yang
bersifat kasih, maka barangsiapa berderma kepada para hamba Allah niscaya Allah
Maha Pemurah kepadanya dengan anugerah dan kebaikan. Balasan itu adalah sejenis
dengan amal perbuatan.
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama termasuk
sebab masuk Surga. Dinyatakan dalam hadits Ali radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh di Surga terdapat ruangan-ruangan yang
bagian luamya dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari
luar. " Maka berdirilah kepada beliau seorang Arab Badui seraya berkata:
Untuk siapakah ruangan-ruangan itu wahai Rasulullah? jawab beliau: "Untuk
siapa saja yang berkata baik, memberi makan, selalu berpuasa dan shalat malam
ketika orang-orang dalam keadaan tidur. " (HR. At-Tirmidzi dan Abu Isa berkata,
hadits ini gharib)
Semua kriteria ini terdapat dalam bulan Ramadhan.
Terkumpul bagi orang mukmin dalam bulan ini; puasa, shalat malam, sedekah dan
perkataan baik. Karena pada waktu ini orang yang berpuasa dilarang dari
perkataan kotor dan perbuatan keji. Sedangkan shalat, puasa dan sedekah dapat
menghantarkan pelakunya kepada Allah Ta 'ala.
Puasa dan sedekah bila dikerjakan
bersama-sama lebih dapat menghapuskan dosa-dosa dan menjauhkan dari api Neraka
Jahannam, terutama jika ditambah lagi shalat malam. Dinyatakan
dalam sebuah hadits bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu merupakan perisai bagi seseorang dari api
Neraka, sebagaimana perisai dalam peperangan " ( Hadits riwayat Ahmad,
An-Nasa'i dan Ibnu Majah dari Ustman bin Abil-'Ash; juga diriwayatkan oleh Ibnu
Khuzaimah dalam Shahihnya serta dinyatakan shahih oleh Hakim dan disetujui
Adz-Dzahabi.) Hadits riwayat Ahmad dengan isnad hasan dan Al-Baihaqi.
Diriwayatkan pula oleh Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi
Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu perisai dan benteng kokoh yang melindungi
seseorang) dari api Neraka"
Dan dalam hadits Mu'adz radhiallahu 'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sedekah dan shalat seseorang di tengah malam dapat
menghapuskan dosa sebagaimana air memadamkan api" (Hadist riwayat
At-Tirmidzi dan katrrnya. "Hadits hasan shnhih. "
Dalam puasa, tentu terdapat kekeliruan serta kekurangan.
Dan puasa dapat menghapuskan dosa-dosa dengan syarat menjaga diri dari apa yang
mesti dijaga. Padahal kebanyakan puasa yang dilakukan kebanyakan orang tidak
terpenuhi dalam puasanya itu penjagaan yang semestinya. Dan dengan sedekah
kekurangan dan kekeliruan yang terjadi dapat terlengkapi. Karena itu pada akhir
Ramadhan, diwajibkan membayar zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa
dari perkataan kotor dan perbuatan keji.
Orang yang berpuasa meninggalkan makan dan minumnya. Jika
ia dapat membantu orang lain yang berpuasa agar kuat dengan makan dan minum
maka kedudukannya sama dengan orang yang meninggalkan syahwatnya karena Allah,
memberikan dan membantukannya kepada orang lain. Untuk itu disyari'atkan
baginya memberi hidangan berbuka kepada orang-orang yang berpuasa bersamanya,
karena makanan ketika itu sangat disukainya, maka hendaknya ia membantu orang
lain dengan makanan tersebut, agar ia termasuk orang yang memberi makanan yang
disukai dan karenanya menjadi orang yang bersyukur kepada Allah atas nikmat
makanan dan minuman yang dianugerahkan kepadanya, di mana sebelumnya ia tidak
mendapatkan anugerah tersebut. Sungguh nikmat ini hanyalah dapat diketahui
nilainya ketika tidak didapatkan. (Lihat kitab Larhaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu
Rajab, hlm. 172-178.)
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya (kepada kita semua).
Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi kita
Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya.
ANJURAN DAN KEUTAMAAN DOA
Banyak sekali nash-nash yang memotivasi untuk berdo'a,
menerangkan fadhilah (keutamaan)nya dan mendorong agar suka melakukannya. Di
antaranya adalah sebagai berikut :
1. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan Tuhanmu berfirman: Berdo'alah kepada-Ku,
niscaya akan Kuperkenankan bagimu." (Ghaafir: 60). Di dalamnya Allah
memerintahkan berdo'a dan Dia menjamin akan mengabulkannya.
2. Firman Allah Ta'ala :
"Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan
suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas. " (Al-A'raaf: 55).
Maksudnya, berdo'alah kepada Allah dengan menghinakan
diri dan secara rahasia, penuh khusyu' dan merendahkan diri. "Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." Yakni tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas, baik dalam berdo'a atau lainnya,
orang-orang yang melampaui batas dalam setiap perkara. Termasuk melampaui batas
dalam berdo'a adalah permintaan hamba akan berbagai hal yang tidak sesuai untuk
dirinya atau dengan meninggikan dan mengeraskan suaranya dalam berdo'a.
Dalam Shahihain, Abu Musa Al-Asy'ari berkata:
"Orang-orang meninggikan suaranya ketika berdo'a, maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai sekalian manusia, kasihanilah dirimu,
sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada Dzat yang tuli, tidak pula ghaib.
Sesungguhnya Dzat yang kama berdo'a pada-Nya itu Maha Mendengar lagi Maha
Dekat. "
3. Firman Allah Ta 'ala : "Atau siapakah yang
memperkenankan (do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo'a kepada-Nya,
dan yang menghilangkan kesusahan?" (An Naml: 62).
Maksudnya, apakah ada yang bisa mengabulkan do'a orang
yang kesulitan, yang diguncang oleh berbagai kesempitan, yang sulit mendapatkan
apa yang ia minta, sehingga tak ada jalan lain ia baru keluar dari keadaan yang
mengungkunginya, selain Allah semata? Siapa pula yang menghilangkan keburukan
(malapetaka), kejahatan dan murka, selain Allah semata?
4. Dari An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhu, dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Do'a adalah ibadah." (HR, Abu Daud dan
At-TiYmidzi, At-Tirmidzi berkata, hadits hasan shahih).
Dari Ubadah bin Asb-Shamit radhiallahu 'anhu ia berkata,
sesungguhnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak ada seorang muslim yang berdo'a kepada Allah
di dunia dengan suatu permohonan kecuali Dia mengabulkannya, atau menghilangkan
daripadanya keburukan yang semisalnya, selama ia tidak meminta suatu dosa atau
pemutusan kerabat. " Maka berkatalah seouang laki-laki dari kaum:
"Kalau begitu, kita memperbanyak (do'a). "
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah memberikan kebaikan-Nya lebih banyak daripada yang kalian
minta" (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan shahih), (Lihat kitab Riyaadhus
Shaalihiin, hlm. 612 dan 622)
Lalu Allah Ta'ala berfirman :
"Dihalalkan bagimu pada malam
hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu; mereka itu adalah pakaian
bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahrvasanya
kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi
maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan cavilah apa yang telah
ditetapkan oleh Allah untukmu, dan makan minumlah hinngga terang bagimu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam, (tetapi)janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu
beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka
janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada
manusia, supaya mereka bertaqwa." (Al-Baqarah:187)
Sebab turunnya ayat :
Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra' bin 'Azib,
bahwasanya ia berkata :
"Dahulu, para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, jika seseorang (dari mereka) berpuasa, dan telah datang (waktu)
berbuka, tetapi ia tidur sebelum berbuka, ia tidak makan pada malam dan siang
harinya hingga sore. Suatu ketika Qais bin Sharmah Al-Anshari dalam keadaan
puasa, sedang pada siang harinya bekerja di kebun kurma. Ketika datang waktu berbuka,
ia mendatangi isterinya seraya berkata padanya: "Apakah engkau memiliki
makanan ?" Ia menjawab: "Tidak, tetapi aku akan pergi mencarikan
untukmu." Padahal siang harinya ia sibuk bekerja, karena itu ia tertidur.
Kemudian datanglah isterinya. Tatkala ia melihat suaminya (tertidur) ia
berkata: "Celaka kamu." Ketika sampai tengah hari, ia menggauli
(isterinya). Maka hal itu diberitahukan kepada Nabi shallallahu alaihi
wasallam, sehingga turunlah ayat ini :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa
bercampur dengan isteri-isterimu. "
Maka mereka sangat bersuka cita karenanya, kemudian
turunlah ayat berikut :
"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar. (Lihat kitab Ash Shahiihul Musnad min
Asbaabin Nuzuul, hlm. 9.)
Tafsiran ayat :
Allah Ta'ala berfirman untuk memudahkan para hamba-Nya
sekaligus untuk membolehkan mereka bersenang-senang (bersetubuh) dengan
isterinya pada malam-malam bulan Ramadhan, sebagaimana mereka dibolehkan pula
ketika malam hari makan dan minum :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa
melakukam "rafats" dengan isteri- isterimu."
Rafats adalah bersetubuh dan hal-hal yang menyebabkan
terjadinya. Dahulu, mereka dilarang melakukan hal tersebut (pada malam hari),
tetapi kemudian Allah membolehkan mereka makan minum dan melampiaskan kebutuhan
biologis, dengan bersenang-senang bersama isteri-isteri mereka. Hal itu untuk
menampakkan anugerah dan rahmat Allah pada mereka.
Allah menyerupakan wanita dengan pakaian yang menutupi
badan. Maka ia adalah penutup bagi laki-laki dan pemberi ketenangan padanya,
begitupun sebaliknya.
Ibnu Abbas berkata: "Maksudnya para isteri itu
merupakan ketenangan bagimu dan kamu pun merupakan ketenangan bagi
mereka."
Dan Allah membolehkan menggauli para isteri hingga terbit
fajar. Lalu Dia mengecualikan keumuman dibolehkannya menggauli isteri (malam
hari bulan puasa) pada saat i'tikaf. Karena ia adalah waktu meninggalkan segala
urusan dunia untuk sepenuhnya konsentrasi beribadah. Pada akhirnya Allah
menutup ayat-ayat yang mulia ini dengan memperingatkan agar mereka tidak
melanggar perintah-perintah-Nya dan melakukan hal-hal yang diharamkan serta
berbagai maksiat, yang semua itu merupakan batasan-batasan-Nya. Hal-hal itu
telah Dia jelaskan kepada para hamba-Nya agar mereka menjauhinya, serta taat
berpegang teguh dengan syari'at Allah sehingga mereka menjadi orang-orang yang
bertaqwa. (Tafsir Ayaatil Ahkaam, oleh Ash-Shabuni, I/93.)
SEBAB-SEBAB AMPUNAN DI
BULAN RAMADHAN
Dalam bulan Ramadhan banyak sekali sebab-sebab turunnya
ampunan. Di antara sebab-sebab itu adalah :
•Melakukan puasa di bulan ini. Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa puasa Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu.
"(Hadits Muttafaq 'Alaih)
•Melakukan shalat tarawih dan tahajiud di dalamnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi ruasallam bersabda:
"Barang siapa melakukan shalat malam di bulan
Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosanya yang
telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
•Melakukan shalat dan ibadah lain di malam Lailatul
Qadar.
Yaitu pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Ia
adalah malam yang penuh berkah, yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'anul Karim.
Dan pada malam itu pula dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa melakukan shalat di malam Lailatul
Qadar kavena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang
telah lalu . (Hadits Muttafaq 'Alaih)
•Memberi ifthar (makanan untuk berbuka) kepada orang yang
berpuasa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang di dalamnya (bulan Ramadhan)
memberi ifthar kepada orang berpuasa, niscaya hal itu menjadi sebab) ampunan
dari dosa~osanya, dan pembebasan dirinya dari api Neraka. " (HR. Ibnu
Khuzaimah (dan ia menshahihkan hadits ini), Al-Baihaqi dan lainnya).
•Beristighfar : Meminta ampunan serta berdo'a ketika
dalam keadaan puasa, berbuka dan ketika makan sahur. Do'a orang puasa adalah
mustajab (dikabulkan), baik ketika dalam keadaan puasa ataupun ketika berbuka
Allah memerintahkan agar kita berdo'a dan Dia menjamin mengabulkannya.
Allah berfirman :"Dan Tuhanmu berfirman:
"Berdo'alah kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkannya untukmu .
"(Ghaafir: 60),Dan dalam sebuah hadits disebutkan:
"Ada tiga macam orang yang tidak ditolak do'anya. Di
antaranya disebutkan,"orang yang berpuasa hingga ia berbuka" (HR.
Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan Ibnu Majah). (Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban
dalam kitab Shahih mereka masing-masing, dan At-Tirmidzi mengatakannya hadits
shahih hasan.)
Karena itu, hendaknya setiap muslim memperbanyak, dzikir,
do'a dan istighfar di setiap waktu, terutama pada bulan Ramadhan, ketika sedang
berpuasa, berbuka dan ketika sahur, di saat turunnya Tuhan di akhir malam. Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tuhan kami Yang Mahasuci dan Maha tinggi turun pada
setiap malam ke langit dunia, (yaitu) ketika masih berlangsung sepertiga malam
yang akhir seraya berfirman "Barangsiapa berdo'a kepada-Ku, niscaya Aku
kabulkan untuknya, barangsiapa memohon kepada-Ku, niscaya Aku memberinya dan
barangsiapa memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampuninya. "
(HR.Muslim).
Di antara sebab-sebab ampunan yaitu istighfar (permohonan
ampun) para malaikat untuk orang-orang berpuasa, sampai mereka berbuka.
Demikian seperti disebutkan dalam hadits Abu Hurairah di muka, yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Jika sebab-sebab ampunan di bulan Ramadhan demikian
banyak, maka orang yang tidak mendapatkan ampunan di dalamnya adalah orang yang
memiliki seburuk-buruk nasib. Kapan lagi ia mendapatkan ampunan jika ia tidak
diampuni pada bulan ini? Kapan dikabulkannya (permohonan) orang yang ditolak
pada saat Lailatul Qadar? Kapan baiknya orang yang tidak menjadi baik pada
bulan Ramadhan?
Dahulu, ketika datang bulan Ramadhan, umat Islam
senantiasa berdo'a :
"Ya Allah, bulan Ramadhan telah menaungi kami dan
telah hadir maka serahkanlah ia kepada kami dan serahkanlah kami kepadanya
Karuniailah kami kemampuan untuk berpuasa dan shalat di dalamnya, karuniailah
kami di dalamnya kesungguhan, semangat, kekuatan dan sikap rajin. Lain
lindungilah kami didalamnya dari berbagal fitnah '
Mereka berdo'.kepada Allah selama enam bulan agar bisa
mendapatkan Ramadhan, dan selama enam bulan (berikutnya) mereka berdo'a agar
puasanya diterima. Di antara, do'a mereka itu adalah :
"Ya Allah serahkanlah aku kepada Ramadhan, dan
serahkan Ramadhan kepadaku, dan Engkau menerimanya daripadaku dengan
rela." (Lihat Lathaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, him. 196-203.)
TENTANG SEPULUH HARI AKHIR
DI BULAN RAMADHAN
Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu
'anha, ia berkata :
"Bila masuk sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengencangkan kainnya menjauhkan diri
dari menggauli istrinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan Keluarganya .
" Demikian menurut lafazh Al-Bukhari.
Adapun lafazh Muslim berbunyi :
"Menghidupkan malam(nya), membangunkan keluarganya,
dan bersungguh-sungguh serta mengencangkan kainnya.
Dalam riwayat lain, Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah
radhiallahu ‘anha :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersungguh-sungguh dalam sepuluh (hari) akhir (bulan Ramadhan), hal yang tidak
beliau lakukan pada bulan lainnya. "
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengkhususkan
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan amalan-amalan yang tidak beliau
lakukan pada bulan-bulan yang lain, di antaranya:
•Menghidupkan malam: Ini mengandung kemungkinan
bahwa beliau menghidupkan seluruh malamnya, dan kemungkinan pula beliau
menghidupkan sebagian besar daripadanya. Dalam Shahih Muslim dari Aisyah
radhiallahu 'anha, ia berkata:
"Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam shalat malam hingga pagi. "
Diriwayatkan dalam hadits marfu' dari Abu Ja'far Muhammad
bin Ali :
"Barangsiapa mendapati Ramadhan dalam keadaan sehat
dan sebagai orang muslim, lalu puasa pada siang harinya dan melakukan shalat
pada sebagian malamnya, juga menundukkan pandangannya, menjaga kemaluan, lisan
dan tangannya, serta menjaga shalatnya secara berjamaah dan bersegera berangkat
untuk shalat Jum'at; sungguh ia telah puasa sebulan (penuh), menerima pahala
yang sempurna, mendapatkan Lailatul Qadar serta beruntung dengan hadiah dari
Tuhan Yang Mahasuci dan Maha tinggi. " Abu Ja 'far berkata: Hadiah yang
tidak serupa dengan hadiah-hadiah para penguasa. (HR. Ibnu Abid-Dunya).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membangunkan
keluarganya untuk shalat pada malam-malam sepuluh hari terakhir, sedang pada
malam-malam yang lain tidak.
Dalam hadits Abu Dzar radhiallahu 'anhu disebutkan:
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam
melakukan shalat bersama mereka (para sahabat) pada malam dua puluh tiga (23),
dua puluh lima (25), dan dua puluh tujuh (27) dan disebutkan bahwasanya beliau
mengajak (shalat) keluarga dan isteri-isterinya pada malam dua puluh tujuh (27)
saja. "
Ini menunjukkan bahwa beliau sangat menekankan dalam
membangunkan mereka pada malam-malam yang diharapkan turun Lailatul Qadar di
dalamnya.
At-Thabarani meriwayatkan dari Ali radhiallahu 'anhu :
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
membangunkan keluarganya pada sepuluh akhir dari bulan Ramadhan, dan setiap
anak kecil maupun orang tua yang mampu melakukan shalat. "
Dan dalam hadits shahih diriwayatkan :
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengetuk (pintu) Fathimah dan Ali radhiallahu 'anhuma pada suatu malam seraya
berkata:
Tidakkah kalian bangun lalu mendirikan shalat ?"
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau juga membangunkan Aisyah radhiallahu 'anha pada
malam hari, bila telah selesai dari tahajudnya dan ingin melakukan (shalat)
witir.
Dan diriwayatkan adanya targhib (dorongan) agar salah
seorang suami-isteri membangunkan yang lain untuk melakukan shalat, serta
memercikkan air di wajahnya bila tidak bangun). (Hadits riwayat Abu Daud dan
lainnya, dengan sanad shahih.)
Dalam kitab Al-Muwaththa' disebutkan dengan sanad shahih,
bahwasanya Umar radhiallahu 'anhu melakukan shalat malam seperti yang
dikehendaki Allah, sehingga apabila sampai pada pertengahan malam, ia
membangunkan keluarganya untuk shalat dan mengatakan kepada mereka:
"Shalat! shalat!" Kemudian membaca ayat ini :
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan
shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. " (Thaha: 132).
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
mengencangkan kainnya. Maksudnya beliau menjauhkan diri dari menggauli
isteri-isterinya. Diriwayatkan bahwasanya beliau tidak kembali ke tempat
tidurnya sehingga bulan Ramadhan berlalu.
Dalam hadits Anas radhiallahu 'anhu disebutkan :
"Dan beliau melipat tempat tidurnya dan menjauhi
isteri-isterinya (tidak menggauli mereka).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf pada
malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Orang yang beri'tikaf tidak
diperkenankan mendekati (menggauli) isterinya berdasarkan dalil dari nash serta
ijma'. Dan "mengencangkan kain" ditafsirkan dengan bersungguh-sungguh
dalam beribadah.
•Mengakhirkan berbuka hingga waktu
sahur.
Diriwayatkan dari Aisyah dan Anas uadhiallahu 'anhuma,
bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada malam-malam sepuluh
(akhir bulan Ramadhan) menjadikan makan malam (berbuka)nya pada waktu
sahur.Dalam hadits marfu' dari Abu Sa'id radhiallahu 'anhu, ia berkata :
"Janganlah kalian menyambung (puasa). Jika salah
seorang dari kamu ingin menyambung (puasanya) maka hendaknya ia menyambung hingga
waktu sahur (saja). " Mereka bertanya: "Sesungguhnya engkau
menyambungnya wahai Rasulullah ? "Beliau menjawab: "Sesungguhnya aku
tidak seperti kalian. Sesungguhnya pada malam hari ada yang memberiku makan dan
minum. "(HR. Al-Bukhari)
Ini menunjukkan apa yang dibukakan Allah atas beliau
dalam puasanya dan kesendiriannya dengan Tuhannya, oleh sebab munajat dan
dzikirnya yang lahir dari kelembutan dan kesucian beliau. Karena itulah
sehingga hatinya dipenuhi Al-Ma'ariful Ilahiyah (pengetahuan tentang Tuhan) dan
Al-Minnatur Rabbaniyah (anugerah dari Tuhan) sehingga mengenyangkannya dan tak
lagi memerlukan makan dan minum.
•Mandi antara Maghrib dan Isya'.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu 'anha
:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika bulan
Ramadhan (seperti biasa) tidur dan bangun. Dan manakala memasuki sepuluh hari
terakhir beliau mengencangkan kainnya dan menjauhkan diri dari (menggauli)
isteri-isterinya, serta mandi antara Maghrib dan Isya."
Ibnu Jarir rahimahullah berkata, mereka menyukai mandi
pada setiap malam dari malam-malam sepuluh hari terakhir. Di antara mereka ada
yang mandi dan menggunakan wewangian pada malam-malam yang paling diharapkan
turun Lailatul Qadar.
Karena itu, dianjurkan pada malam-malam yang diharapkan
di dalamnya turun Lailatul Qadar untuk membersihkan diri, menggunakan wewangian
dan berhias dengan mandi (sebelumnya), dan berpakaian bagus, seperti
dianjurkannya hal tersebut pada waktu shalat Jum'at dan hari-hari raya.
Dan tidaklah sempurna berhias secara lahir tanpa
dibarengi dengan berhias secara batin. Yakni dengan kembali (kepada Allah),
taubat dan mensucikan diri dari dosa-dosa. Sungguh, berhias secara lahir sama
sekali tidak berguna, jika ternyata batinnya rusak.
Allah tidak melihat kepada rupa dan tubuhmu, tetapi Dia
melihat kepada hati dan amalmu. Karena itu, barangsiapa menghadap kepada Allah,
hendaknya ia berhias secara lahiriah dengan pakaian, sedang batinnya dengan
taqwa. Allah Ta'ala berfirman :
"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian
taqwa itulah yang paling baik. " (Al-A'raaf: 26).
•I'tikaf. Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah
radhiallahu 'anha :
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa
beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, sehingga Allah mewafatkan
beliau. "
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan i'tikaf pada
sepuluh hari terakhir yang di dalamnya dicari Lailatul Qadar untuk menghentikan
berbagai kesibukannya, mengosongkan pikirannya dan untuk mengasingkan diri demi
bermunajat kepada Tuhannya, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya.
Adapun makna dan hakikat i'tikaf adalah:
Memutuskan hubungan dengan segenap makhluk untuk
menyambung penghambaan kepada AI-Khaliq. Mengasingkan diri yang disyari'atkan
kepada umat ini yaitu dengan i'tikaf di dalam masjid-masjid, khususnya pada
bulan Ramadhan, dan lebih khusus lagi pada sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan. Sebagaimana yang telah dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Orang yang beri'tikaf telah mengikat dirinya untuk taat
kepada Allah, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya, serta memutuskan dirinya dari
segala hal yang menyibukkan diri dari pada-Nya. Ia beri'tikaf dengan hatinya
kepada Tuhannya, dan dengan sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada-Nya. Ia
tidak memiliki keinginanlain kecuali Allah dan ridha-Nya. Sembga Alllah
memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kita. (Lihat kitab Larhaa'iful
Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, him. 196-203)
'UMRAH DI BULAN RAMADHAN
Umrah di bulan Ramadhan memiliki pahala yang amat besar,
bahkan sama dengan pahala haji. Dalam Shahih nya, Imam Al-Bukhari meriwayatkan,
bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji, atau beliau
bersabda, haji bersamaku. "
Tetapi wajib diketahui, meskipun umrah di bulan Ramadhan
berpahala menyamai haji, tetapi ia tidak bisa menggugurkan kewajiban haji bagi
orang yang wajib melakukannya.
Demikian pula halnya shalat di Masjidil Haram Makkah dan
di Masjid Nabawi Madinah pahalanya dilipatgandakan, sebagaimana disebutkan
dalam hadits shahih :
"Shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu
(kali) shalat di masjid-masjid lain, kecuali Masjidil Haram. "
Dalam riwayat lain disebutkan: "Sesungguhnya ia
lebih utama. " (HR, Al- Bukhari, Muslim dan lainnya)
LAILATUL QADAR
Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an)
saat Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar
itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur
segala uuusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.
"(Al-Qadr: 1-5),
Allah memberitahukan bahwa Dia menurunkan Al-Qur'an pada
malam Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan. Allah Ta'ala berfirman
:
"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam
yang diberkahi."(Ad-Dukhaan: 3)
Dan malam itu berada di bulan Ramadhan, sebagaimana
firman Allah Ta 'ala :
"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
Al-Qur'an. "(Al-Baqarah: 185).
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu berkata :
"Allah menurunkan Al-Qur'anul Karim keseluruhannya
secara sekaligus dari Lauh Mahfudh ke Baitul'Izzah (langit pertama) pada malam
Lailatul Qadar. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam sesuai dengan konteks berbagai peristiwa selama 23
tahun."
Malam itu dinamakan Lailatul Qadar karena keagungan
nilainya dan keutamaannya di sisi Allah Ta 'ala. Juga, karena pada saat itu
ditentukan ajal, rizki, dan lainnya selama satu tahun, sebagaimana firman Allah
:
"Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh
hikmah. " (Ad-Dukhaan: 4).
Kemudian, Allah berfirman mengagungkan kedudukan Lailatul
Qadar yang Dia khususkan untuk menurunkan Al-Qur'anul Karim:
"Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu?" (
Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 4/429.)
Selanjutnya Allah menjelaskan nilai keutamaan Lailatul
Qadar dengan firman-Nya:
"Lailatul Qadar itu lebih baik dari pada seribu
bulan. "
Maksudnya, beribadah di malam itu dengan ketaatan,
shalat, membaca, dzikir dan do'a sama dengan beribadah selama seribu bulan,
pada bulan-bulan yang di dalamnya tidak ada Lailatul Qadar. Dan seribu bulan
sama dengan 83 tahun 4 bulan.
Lalu Allah memberitahukan keutamaannya yang lain, juga
berkahnya yang melimpah dengan banyaknya malaikat yang turun di malam itu,
termasuk Jibril 'alaihis salam. Mereka turun dengan membawa semua perkara,
kebaikan maupun keburukan yang merupakan ketentuan dan takdir Allah. Mereka
turun dengan perintah dari Allah. Selanjutnya, Allah menambahkan keutamaan
malam tersebut dengan firman-Nya :
"Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit
fajar" (Al-Qadar: 5)
Maksudnya, malam itu adalah malam keselamatan dan
kebaikan seluruhnya, tak sedikit pun ada kejelekan di dalamnya, sampai terbit
fajar. Di malam itu, para malaikat -termasuk malaikat Jibril- mengucapkan salam
kepada orang-orang beriman.
Dalam hadits shahih Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menyebutkan keutamaan melakukan qiyamul lail di malam tersebut. Beliau
bersabda :
"Barangsiapa melakukan shalat malam pada saat
Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
Tentang waktunya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda :
"Carilah Lailatul Qadar pada (bilangan) ganjil dari
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. " (HR. Al-Bukhari, Muslim dan
lainnya).
Yang dimaksud dengan malam-malam ganjil yaitu malam dua
puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan malam dua
puluh sembilan.
Adapun qiyamul lail di dalamnya yaitu menghidupkan malam
tersebut dengan tahajud, shalat, membaca Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a,
istighfar dan taubat kepada Allah Ta 'ala.
Aisyah radhiallahu 'anha berkata, aku bertanya:
"Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku
mengetahui lailatul Qadar, apa yang harus aku ucapkan di dalamnya?" Beliau
menjawab, katakanlah :
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun,
Engkau mencintai Pengampunan maka ampunilah aku. " (HR. At-Tirmidzi, ia
berkata, hadits hasan shahih).
Pelajaran dari surat Al-Qadr :
Keutamaan Al-Qur'anul Karim serta ketinggian nilainya,
dan bahwa ia diturunkan pada saat Lailatul Qadar.
Keutamaan dan keagungan Lailatul Qadar, dan bahwa ia menyamai
seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar di dalamnya.
Anjuran untuk mengisi kesempatan-kesempatan baik seperti
malam yang mulia ini dengan berbagai amal shalih.
Jika Anda telah mengetahui keutamaan-keutamaan malam yang
agung ini, dan ia terbatas pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan maka
seyogyanya Anda bersemangat dan bersungguh-sungguh pada setiap malam dari
malam-malam tersebut, dengan shalat, dzikir, do'a, taubat dan istighfar.
Mudah-mudahan dengan demikian Anda mendapatkan Lailatul Qadar, sehingga Anda
berbahagia dengan kebahagiaan yang kekal yang tiada penderitaan lagi setelahnya
Di malam-malam tersebut, hendaknya Anda berdo'a dengan do'a-do'a bagi kebaikan
dunia-akhirat, di antaranya :
"Ya Allah, perbaikilah untukku agamaku yang merupakan
penjaga urusanku, dan perbaikilah untukku duniaku yang di dalamnya adalah
kehidupanku, dan perbaikilah untukku akhiratku yang kepadanya aku kembali, dan
jadikanlah kehidupan (ini) menambah untukku dalam setiap kebaikan, dan kematian
menghentikanku dari setiap kejahatan. Ya Allah bebaskanlah aku dari (siksa) api
Neraka, dan lapangkanlah untukku ritki yang halal, dan palingkanlah daripadaku
kefasikan jin dan manusia, wahai Dzat Yang Hidup dan terus menerus mengurus
(makhluk-Nya)"
"Wahai Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan
di dunia dan kebaikan di akhirat dan jagalah kami dari siksa Neraka. Wahai Dzat
Yang Hidup lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), wahai Dzat Yang Memiliki
Keagungan dan Kemulyaan. "
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon hal-hal yang
menyebabkan (turunnya) rahmat-Mu, ketetapan ampunan-Mu, keteguhan dalam
kebenaran dan mendapatkan segala kebaiikan, selamat dari segala dosa,
kemenangan dengan (mendapat) Surga serta selamat dari Neraka. Wahai Dzat Yang
Maha Hidup dan terus menerus mengurusi makhluk-Nya, Wahai Dzat yang memiliki
Keagungan dan Kemuliaan. "
"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu pintu-pintu
kebajikan, kesudahan (hidup) dengannya serta segala yang menghimpunnya, secara
lahir-batin, di awal maupun di akhirnya, secara terang- terangan maupun
rahasia. YaAllah, kasihilah keterasinganku di dunia dan kasihilah kengerianku
di dalam kubur serta kasihilah berdiriku di hadapanmu kelak di akhirat. Wahai
Dzat Yang Mahahidup, yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. "
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu
petunjuk, ketakwaan, 'afaaf (pemeliharaan dari segala yang tidak baik) serta
kecukupan. "
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun,
mencintai pengampunan maka ampunilah aku. "
"Ya Allah, aku mengharap rahmat-Mu maka janganlah
Engkau pikulkan (bebanku) kepada diriku sendiri meski hanya sekejap mata, dan
perbaikilah keadaanku seluruhnya, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain
Engkau. "
"Ya Allah, jadikanlah kebaikan sebagai akhir dari
semua urusan kami, dan selamatkanlah kami dari kehinaan dunia dan siksa
akhirat. "
"Ya Tuhan kami, terimalah (permohonan) kami,
sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, wahai Dzat Yang Maha
Hidup, yang memiliki keagungan dan kemuliaan."
"Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya. "
TAUBAT DAN ISTIGHFAR
A. Ayat-ayat tentang taubat :
Allah Ta'ala berfirman :
"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui
batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. " (Az-Zumar: 53),
"Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan dan
menganiaya dirinya sendiri, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia
mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. "(An-Nisa': 110).
"Dan Dia-lah yang menerima taubat dari
hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu
kerjakan. "(AsySyuura: 25).
"Orang-orang yang mengevjakan kejahatan kemudian
bertaubat sesudah itu dan beriman, sesungguhnya Tuhan kamu, sesudah taubat yang
disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
"(Al-A'raaf: 153),
"Dan bertaubatlah Kamu sekalian kepada Allah, wahai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. "(An- Nuur: 31).
"Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Al-lah
dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(A1-Maa'idah: 74).
"Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah
menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah
Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?" (At- Taubah: 104).
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian
kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhanmu akan
menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kama ke dalam Surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai. (At-Tahriim:8).
"Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang
bertaubat, beriman, beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar. (Thaaha:
82).
'Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu
memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni
dosa selain daripada Allah?
Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang
mereka mengetahui. Mereka itu Balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan
Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya,
dan itulah sebaik-baik pahala orang-orangyang beramal. "(Ali Imraan:
135-136).
Firman Allah Ta 'ala:'Mereka ingatAllah, maksudnya mereka
ingat keagungan Allah, ingat akan perintah dan larangan-Nya, janji dan
ancaman-Nya, pahala dan siksa-Nya sehingga mereka segera memohon ampun kepada
Allah dan mereka mengetahui bahwasanya tidak ada yang dapat mengampuni
dosa-dosa selain daripada Allah.
Dan firman Allah Ta'ala:"Dan mereka tidak meneruskan
perbuatan keji itu." Yakni mereka tidak tetap melakukannya padahal mereka
mengetahui hal itu dilarang dan bahwa ampunan Allah bagi orang yang bertaubat
daripadanya.
Dalam hadits disebutkan :
"Tidaklah (dianggap) melanjutkan (perbuatan keji)
orang yang memohon ampun, meskipun dalam sehari ia ulangi sebanyak 70 kali.
" (HR. Abu Ya'la Al-Maushuli, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Al-Bazzaar dalam
Musnadnya, Ibnu Katsiir mengatakan, ia hadits hasan; TafsiY Ibnu Katsir,
1/408).
B. Hadits-hadits tentang taubat :
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah
dan memohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari
sebanyak 100 kali " (HR. Muslim).
Demikianlah keadaan Rasul shallallahu 'alaihi wasallam,
padahal beliau telah diampuni dosa-dosanya, baik yang lain maupun yang akan
datang. Tetapi Rasul shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba yang pandai
bersyukur, pendidik yang bijaksana, pengasih dan penyayang. Semoga shalawat dan
salam yang sempurna dilimpahkan Allah kepada beliau.
Abu Musa radhiallahu 'anhu meriwayatkan dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam :
"Sesungguhnya Allah membentangkan Tangan-Nya pada
malam hari agar beutaubat orang yang berbuat jahat di siang hari dan Dia
membentangkan Tangan-Nya pada siang hari agar bertaubat orang yang berbuat
jahat di malam hari, sehingga matahari terbit dari Barat (Kiamat). "(HR.
Muslim)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalkam bersabda:
"Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari
Barat, niscaya Allah menerima taubatnya. " (HR.Muslim)
Sebab jika matahari telah terbit dari Barat maka pintu
taubat serta merta ditutup.
Demikian pula tidak ada gunanya taubat seseorang ketika
dia hendak meninggal dunia. Allah berfirman :
"Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari
orang-orang yang mengeriakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajar kepada
seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: 'Sesungguhnya aku
bertaubat sekarang .' (An- Nisaa': 18)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba,
selama (nyawanya) belum sampai di kerongkongan. " (HR• At-Tirmidzi, dan ia
menghasan-kannya).
Karena itu setiap muslim wajib bertaubat kepada Allah
dari segala dosa dan maksiat di setiap waktu dan kesempatan sebelum ajal
mendadak menjemputnya sehingga ia tak lagi memiliki kesempatan, lalu baru
menyesal, meratapi atas kelengahannya. Dan sungguh, tak seorang pun meninggal
kecuali ia menyesal. Jika dia orang baik, maka ia menyesal mengapa dia tidak
memperbanyak kebaikannya, dan jika ia orang jahat maka ia menyesal mengapa ia
tidak bertaubat, memohon ampun dan kembali kepada Allah.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa senantiasa beristighfar, niscaya Allah
menjadikan untuk setiap kesedihannya kelapangan dan untuk setiap kesempitannya
jalan keluar, dan akan diberi-Nya rezki dari arah yang tiada disangka-sangka.
" (HR. Abu Daud) (Lihat kitab Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm.
172-178 )
Imam Al-Auza'i ditanya: "Bagaimana cara
beristighfar? Beliau menjawab: "Hendaknya mengatakan :
"Astaghfirullah, astaghfirullah. " Artinya, aku memohon ampunan
kepada Allah.
Anas radhiallahu 'anhu meriwayatkan, aku mendengar Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, Allah berfirman :
"Allah Ta'ala berfirman:"Wahai anak Adam,
sesungguhnya jika engkau memohon dan mengharap kepadaKu, niscaya Aku ampuni
dosa-dosamu yang lalu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya
dosa-dosamu sampai ke awan langit, kemudian engkau memohon ampun kepadaku,
niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika
engkau datang kepadaku dengan dosa-dosa sepenuh bumi dan kamu menemuiKu dalam
keadaan tidak menyekutukanKu dengan sesuatu pun, niscaya Aku datangkan untukmu
ampunan sepenuh bumi (pula). " (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits ini
hasan),
Dalam hadits di atas disebutkan tiga sebab mendapatkan
ampunan :
•Berdo'a dengan penuh harap.
•Beristighfar, yaitumemohon ampu"an kepadaAllah.
•Merealisasikan tauhid, dan memurnikannya dari berbagai
bentuk syirik, bid'ah dan kemaksiatan. Hadits di atas juga menunjukkan luasnya
rahmat Allah, ampunan, kebaikan dan anugerah-Nya yang banyak.
SYARAT-SYARAT TAUBAT
Taubat dari segala dosa hukumnya adalah wajib. Jika
maksiat itu terjadi antara hamba dengan Allah, tidak berkaitan dengan hak
manusia maka ada tiga syarat taubat :
•Hendaknya ia meninggalkan maksiat tersebut.
•Menyesali perbuatannya.
•Berniat teguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut
selama-lamanya.
Apabila salah satu syarat ini tidak terpenuhi, maka
taubatnya tidak sah.
Adapun jika maksiat itu berkaitan dengan hak manusia maka
taubat itu diterima dengan empat syarat. Yakni ketiga syarat di muka, dan yang
keempat hendaknya ia menyelesaikan hak yang bersangkutan.
oJika berupa harta atau sejenisnya maka ia harus
mengembalikannya.
oJika berupa had (hukuman) atas tuduhan atau sejenisnya
maka hendaknya had itu ditunaikan atau ia meminta maaf darinya.
oJika berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus memohon
maaf.
Ia wajib meminta ampun kepada Allah dari segala dosa.
Jika ia bertaubat dari sebagian dosa, maka taubat itu diterima di sisi Allah,
dan dosa-dosanya yang lain masih tetap ada. Banyak sekali dalil-dalil dari
Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma' yang menunjukkan wajibnya melakukan taubat.
Dalil-dalil yang dimaksud telah kita uraikan di muka. Allah menyeru kita untuk
bertaubat dan ber-istighfar, Ia menjanjikan untuk mengampuni dan menerima
taubat kita, merahmati kita manakala kita bertaubat kepada-Nya serta mengampuni
dosa-dosa kita, dan sungguh Allah tidak mengingkari janji-Nya.
Ya Allah, terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Amin.
BERPISAH DENGAN RAMADHAN
Disebutkan dalam Shahihain sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa puasa bulan Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
"
Dan dalam Musnad Imam Ahmad dengan sanad hasan
disebutkan: "Dan (dosanya) yang Kemudian. "
"Barangsiapa mendirikan shalat pada malam Lailatul
Qadar, karena iman dan mengharap pahala dari Allah niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan
Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu." An-Nasa'i menambahkan: "Diampuni
dosanya, baik yang telah lalu maupun yang datang belakangan. "
Ibnu Hibban dan A1Baihaqi meriwayatkan dari Abu Sa'id,
bahwa Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan
mengetahui batas-batasnya (ketentuan -ketentuannya) serta memelihara hal-hal
yang harus dijaga, maka dihapus dosanya yang telah lalu. "
Ampunan dosa tergantung pada terjaganya sesuatu yang
harus dijaga seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan segala
yang haram. Mayoritas ulama berpendapat bahwa ampunan dosa tersebut hanya
berlaku pada dosa-dosa kecil, hal itu berdasarkan hadits riwayat Muslim, bahwasanya
Nabi shallallahu 'alihi wasallam bersabda:
"Shalat lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at
berikutnya dan Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang
terjadi di antara waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "
Hadits ini memiliki dua konotasi :
oPertama : Bahwasanya penghapusan dosa itu terjadi dengan
syarat menghindari dan menjauhi dosa-dosa besar.
oKedua : Hal itu dimaksudkan bahwa kewajiban-kewajiban
tersebut hanya menghapus dosa-dosa kecil. Sedangkan jumhur ulama berpendapat,
bahwa hal itu harus disertai dengan taubat nashuha (taubat yang
semurni-murninya).
Hadits Abu Hurairah di atas menunjukkan bahwa tiga faktor
ini yakni puasa, shalat malam di bulan Ramadhan dan shalat pada malam Lailatul
Qadar, masing-masing dapat menghapus dosa yang telah lampau, dengan syarat
meninggalkan segala bentuk dosa besar.
Dosa besar adalah sesuatu yang mengandung hukuman
tertentu di dunia atau ancaman keras di akhirat; seperti zina, mencuri, minum
arak, melakukan praktek riba, durhaka terhadap orang tua, memutuskan tali
keluarga dan memakan harta anak yatim secara zhalim dan semena-mena.
Dalam firman-Nya, Allah Ta 'ala menjamin orang-orang yang
menjauhi dosa besar akan diampuni semua dosa kecil mereka:
"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara
dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus
kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosa kecilmu) dan Kami memasukkanmu ke tempat yang
mulia (Surga). "(An-Nisaa': 31).
Barangsiapa melaksanakan puasa dan amal kebajikan lainnya
secara sempurna, maka ia termasuk hamba pilihan. Barangsiapa yang curang dalam
pelaksanaannya, maka Neraka Wail pantas untuknya. Jika Neraka Wail
diperuntukkan bagi orang yang mengurangi takaran di dunia, bagaimana halnya
dengan mengurangi takaran agama.
Ketahuilah bahwa para salafus shalih sangat
bersungguh-sungguh dalam mengoptimalkan semua pekerjaannya, lantas
memperhatikan dan mementingkan diterimanya amal tersebut dan sangat khawatir
jika ditolak. Mereka itulah orang-orang yang diganjar sesuai dengan perbuatan
mereka sedangkan hatinya selalu gemetar (karena takut siksa Tuhannya).
Mereka lebih mementingkan aspek diterimanya amal daripada
bentuk amal itu sendiri, mengenai hal ini Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari
orang-orang yang bertaqwa. " (Al-Maa'idah:27).
Oleh karena itu mereka berdo'a (memohon kepada Allah)
selama 6 (enam) bulan agar dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan, kemudian
berdo'a lagi selama 6 (enam) bulan berikutnya agar semua amalnya diterima.
Banyak sekali sebat-sebab didapatnya ampunan di bulan
Ramadhan oleh karena itu barangsiapa yang tidak mendapatkan ampunan tersebut,
maka sangatlah merugi. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Jibril mendatangiku seraya berkata; 'Barangsiapa
yang mendapati bulan Ramadhan, lantas tidak mendapatkan ampunan, kemudian mati,
maka ia masuk Neraka serta dijauhkan Allah (dari rahmat-Nya). 'Jibril berkata
lagi;'Ucapkan amin' maka kuucapkan, 'Amin.' " (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu
Khuzaimah)
Ketahuilah saudaraku, bahwasanya
puasa di bulan Ramadhan, melaksanakan shalat di malam harinya dan pada malam
Lailatul Qadar, bersedekah, membaca Al-Qur'an, banyak berdzikir dan berdo'a
serta mohon ampunan dalam bulan mulia ini merupakan sebab diberikannya ampunan,
jika tidak ada sesuatu yang menjadi penghalang, seperti meninggalkan kewajiban
ataupun melanggar sesuatu yang diharamkan. Apabila seorang
muslim melakukan berbagai faktor yang membuatnya mendapat ampunan dan tiada
sesuatu pun yang menjadi penghalang baginya, maka optimislah untuk mendapatkan
ampunan. Allah Ta 'ala berfirman :
" Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang
yang bertaubat, beriman dan beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar.
" (Thaaha : 82).
Yakni terus melakukan hal-hal yang menjadi sebab
didapatnya ampunan hingga dia mati. Yaitu keimanan yang benar, amal shalih yang
dilakukan semata-mata karena Allah, sesuai dengan tuntunan As-Sunnah dan
senantiasa dalam keadaan demikian hingga mati. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu apa
yang diyakini (ajal)." (AI-Hijr: 99).
Di sini Allah tidak menjadikan batasan waktu bagi amalan
seorang mukmin selain kematian.
Jika keberadaan ampunan dan pembebasan dari api neraka
itu tergantung kepada puasa Ramadhan dan pelaksanaan shalat di dalamnya, maka
di kala hari raya tiba, Allah memerintahkan hamba-Nya agar bertakbir dan
bersyukur atas segala nikmat yang telah dianugerahkan kepada mereka, seperti
kemudahan dalam pelaksanaan ibadah puasa, shalat di malam larinya, pertolongan-Nya
terhadap mereka dalam nelaksanakan puasa tersebut, ampunan atas segala dosa dan
pembebasan dari api Neraka. Maka sudah selayaknya bagi mereka untuk
memperbanyak dzikir, takbir dan bersyukur kepada Tuhannya serta selalu ,
bertaqwa kepada-Nya dengan sebenar-benar ; ketaqwaan. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan hendaklah kama mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu
supaya kamu bersyukur. "(Al-Baqarah: 185).
Wahai para pendosa –demikian halnya kita semua, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah, karena perbuatan-perbuatan jelekmu.
Alangkah banyak orang sepertimu yangdibebaskan dari Neraka dalam bulan ini,
berprasangka baiklah terhadap Tuhanmu dan bertaubatlah atas segala dosamu,
karena sesungguhnya Allah tidak akan membinasakan seseorang pun melainkan
karena ia membinasakan dirinya sendiri. Allah Ta 'ala berfirman:
"Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui
batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kama berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang
Maha Pengampun lagri Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53).
Sebaiknya puasa Ramadhan diakhiri dengan istighfar
(permohonan ampun), karena istighfar merupakan penutup segala amal kebajikan;
seperti shalat, haji dan shalat malam. Demikian pula dengan majlis-majlis,
sebaiknya ditutup dengannya. Jika majlis tersebut merupakan tempat berdzikir
maka istighfar adalah pengukuh baginya, namun jika majlis tersebut tempat
permainan maka istighfar berfungsi sebagai pelebur dan penghapus dosa. (Lihat
kitab Lathaaiful-Ma'aarif; oleh Ibnu Rajab, hlm. 220-228)
PERINGATAN
Sebagian orang apabila datang bulan Ramadhan, mereka
bertaubat, mendirikan shalat dan melaksanakan badah puasa. Namun jika Ramadhan
lewat mereka kembali meninggalkan shalat dan melakukan perbuatan maksiat.
Mereka inilah seburuk-buruk manusia, karena mereka tidak mengenal Allah kecuali
di bulan Ramadhan saja. Tidakkah mereka tahu bahwa pemilik bulan-bulan itu
adalah Satu, berbagai bentuk kemaksiatan adalah haram di setiap waktu dan Allah
Maha Mengetahui setiap gerak-gerik mereka di mana saja dan kapan saja. Maka
sebaiknya mereka cepat-cepat bertaubat nashuha, yakni dengan meninggalkan
berbagai bentuk kemaksiatan, menyesalinya dan bertekad untuk tidak
mengulanginya di masa mendatang, sehingga taubatnya diterima Allah dan diampuni
segala dosanya. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orangyang beriman supaya kamu beruntung. (An-Nuur: 31).
Dan dalam ayat yang lain Allah Ta 'ala berfirman :
" Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada
Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan
menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai " (At-Tahrim:8).
Barangsiapa mohon ampunan kepada
Allah dengan lisannya, namun hatinya tetap terpaut dengan kemaksiatan dan
bertekad untuk kembali melakukannya selepas Ramadhan, lalu dia benar-benar
melaksanakan niatnya tersebut, maka puasanya tertolak dan tidak diterima.
Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya,
Dzat yang tiada Tuhan yang haq kecuali Dia, Yang Maha hidup dan Berdiri
Sendiri. Tuhanku, ampunilah dosaku dan terimalah taubatku karena sesungguhnya
hanya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang. Ya Allah aku
telah berbuat banyak kezhaliman terhadap diriku sendiri dan tiada yang dapat
mengampuni dosa melainkan Engkau, maka ampunilah aku dengan ampunan dari
sisi-Mu dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha
Penyayang. Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad,
segenap keluarga dan para sahabat beliau.
CATATAN PENTING
1. Pada bulan Ramadhan tidak sedikit orang yang membuat
berbagai variasi pada menu makanan dan minuman mereka. Walaupun hal itu
diperbolehkan, tetapi tidak dibenarkan israf (erlebih-lebihan) dan melampaui
batas. Justeru seharusnya adalah menyederhanakan makanan dan minuman. Allah Ta
'ala berfirman :
"Makan dan minumlah dan janganlah kalian berbuat
israf (berlebih-lebihan), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat israf. " (Al-A'raaf: 31),
Ayat ini termasuk pangkal ilmu kedokteran. Sebagian salaf
berkomentar: "Allah mengklasifikasikan seluruh ilmu kedokteran hanya dalam
setengah ayat," lantas membacakan ayat ini. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir
2/210.)
Ayat ini menganjurkan makan dan minum yang merupakan
penopang utama bagi kelangsungan hidup seseorang, kemudian melarang
berlebih-lebihan dalam hal tersebut karena dapat membahayakan tubuh. Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Makanlah, minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah
tanpa disertai dengan berlebih-lebihan dan kesombongan. " (HR. Abu Daud
dan Ahmad, Al-Bukhari meriwayatkannya secara mu'allaq)
Nabi shallallahu halaihi wasallam bersabda lagi :
'Tiada tempat yang lebih buruk, yang dipenuhi anak Adam
daripada perutnya, cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat menopang
tulang punggungnya (penyambung hidupnya) jika hal itu tidak bisa dihindari maka
masing-masing sepertiga bagian untuk makanannya, minumnya dan nafasnya. "
(HR. Ahmad, An-Nasaa'i, Ibnu Majah dan At-Tfrmidzi, beliau berkomentar: Hadits
ini Hasan, dan hadits ini merupakan dasar utama bagi semua dasar ilmu
kedokteran). (Lihat Al Majmu'atul Jalilah, hlm. 452.)
Malik bin Dinar radhiallahu'anhu berkata: "Tidak
pantas bagi seorang mukmin menjadikan perutnya sebagai tujuan utama, dan nafsu
syahwat mengendalikan dirinya."
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata: "Jika Anda
menghendaki badan sehat dan tidur sedikit, maka makanlah sedikit saja."
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh, di antara yang paling aku khawatirkan
menimpa kamu sekalian adalah nafsu yang menyesatkan dalam perut dan kemaluanmu
serta hal-hal yang dapat menyesatkan hawa nafsu. " (HR.Ahmad).
Ketahuilah, bahwa dampak teringan akibat berlebih-lebihan
dalam makan dan minum adalah banyak tidur dan malas melaksanakan shalat tarawih
serta membaca Al-Qur'an, baik di waktu malam atau di siang hari. Barangsiapa
yang banyak makan dan minumnya, maka akan banyak tidurnya sehingga tidak
sedikit kerugian yang menimpanya.
Karena ia telah menyia-nyiakan detik-detik Ramadhan yang
mulia dan sangat berharga yang tidak dapat digantikan dengan waktu lain serta
tidak ada yang menyamainya. Ketahuilah bahwa waktumu terbatas dan detak nafasmu
terkalkulasi rapi, sedangkan dirimu nanti akan dimintai pertanggungjawaban atas
waktumu, dan kamu akan diganjar atas perbuatan yang kamu lakukan di dalamnya.
Maka janganlah sekali-kali kamu menyia-nyiakannya tanpa amal perbuatan dan
jangan kamu biarkan umurmu pergi percuma, terutama pada bulan dan musim yang
mulia dan agung ini.
2. Jika diperhatikan, banyak manusia
yang menghabiskan siang hari di bulan Ramadhan hanya untuk tidur mendengkur,
sementara malamnya mereka habiskan untuk mengobrol dan bermain-main, sehingga
mereka tidak merasakan puasa sedikit pun bahkan tidak sedikit yang meninggalkan
shalat berjamaah -semoga Allah menunjukinya. Hal ini mengandung bahaya dan
kerugian yang sangat besar bagi mereka, karena Ramadhan adalah musim segala
ibadah seperti melaksanakan shalat, puasa, membaca Al-Qur'an, dzikir, berdo'a
dan mohon ampunan.
Ramadhan merupakan bilangan hari,
yang berlalu dengan cepat dan menjadi saksi ketaatan bagi orang-orang yang
taat, sekaligus sebagai saksi bagi para tukang maksiat atas semua perbuatan
maksiatnya.
Seyogyanya setiap muslim selalu
memanfaatkan waktunya dalam hal-hal yang berguna, janganlah memperbanyak makan
di malam hari dan tidur di slang hari, jangan pula menyia-nyiakan sedikit pun
waktunya tanpa berbuat amal shalih atau mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri
rahimahullah, bahwasanya ia berkata: "Sesungguhnya Allah Ta'ala menjadikan
bulan Ramadhan sebagai saat untuk berlomba-lomba dalam amal kebajikan dan
bersaing dalam melakukan amal shalih. Maka satu kaum mendahului lainnya
dan mereka menang, sedangkan yang lain terlambat dan mereka pun kecewa."
Ketahuilah bahwa siang dan malam hari itu merupakan
gudang bagi manusia yang sarat dengan simpanan amal baik atau buruknya. Kelak
pada hari Kiamat akan dibuka gudang ini untuk (diperlihatkan dan diserahkan
kepada) pemiliknya. Orang-orang yang bertakwa akan mendapati simpanan mereka
berupa penghargaan dan kemuliaan, sedangkan orang-orang pendosa yang
menyia-nyiakan waktunya akan mendapatkan kerugian dan penyesalan.
3. Sebagian orang malah begadang sepanjang malam, yang
hal tersebut hanya membawa dampak negatif, baik berupa obrolan kosong,
permainan yang tidak ada manfaatnya ataupun keluyuran di jalanan.
Mereka makan sahur di pertengahan malam dan tertidur
sehingga tidak melaksanakan shalat Shubuh berjamaah. Dalam hal inl banyak
hal-hal yang dilarang, di antaranya adalah:
a.Begadang tanpa manfaat, padahal Nabi shallallahu
'alaihi wasallam sangat membenci tidur sebelum shalat Isya' dan berbicara
sesudahnya, kecuali dalam hal-hal yang baik, sebagaimana disebutkan dalam
hadits riwayat Ibnu Mas'ud :
"Tidak diperkenankan bercakap-cakap di malam hari
kecuali bagi orang yang sedang mengerjakan shalat atau sedang bepergian. "
(HR. Ahmad, As-Suyuti menandainya sebagai hadits hasan).
b.Tersia-siakannya waktu yang amat mahal di bulan
Ramadhan dengan percuma, padahal manusia akan merugi sekali dari setiap
waktunya yang berlalu tanpa diisi dengan dzikir sedikit pun kepada Allah.
c.Mendahulukan sahur sebelum saat yang dianjurkan dan
disunnahkan yakni di akhir malam sebelum fajar.
d.Dan musibah terbesar adalah ia tertidur hingga
meninggalkan shalat Shubuh tepat pada waktunya dengan berjamaah, padahal
pahalanya sebanding dengan melaksanakan shalat separuh malam bahkan semalam
suntuk, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Utsman radhiallahu 'anhu
bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa mendirikan shalat Isya' dengan
berjamaah; maka ia bagaikan melaksanakan shalat separuh malam; dan barangsiapa
shalat shubuh berjamaah maka ia bagaikan shalat semalam suntuk. " (HR.
Muslim).
Oleh karena itu, mereka yang selalu
mengakhirkan shalat dan bermalas-malasan dalam melaksanakannya serta
menghalangi dirinya sendiri dari keutamaan dan pahala shalat berjamaah yang
agung berarti memiliki sifat-sifat orang munafik.
Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah,
dan Allah akan membalas tipuan mereka; Dan apabila mereka mendirikan shalat
mereka mendirikannya dengan malas." ( An-Nisaa': 142).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya shalat yang terberat bagi orang-orang
munafik adalah shalat Isya' dan Shubuh, jika mereka mengetahui pahalanya,
niscaya mereka mendatanginya kendatipun dengan merangkak." (HR. Al-Bukhari
dan Muslim).
Maka sudah selayaknya -terutama di bulan Ramadhan- setiap
muslim segera tidur setelah melaksanakan shalat tarawih, dan secepatnya bangun
di akhir malam, kemudian shalat malam dan menyibukkan diri dengan dzikir, do'a,
istighfar dan taubat sebelum dan seusai sahur hingga shalat fajar.
Tetapi lebih utama lagi jika ia
habiskan malam harinya dengan membaca dan mempelajari Al-Qur'an, sebagaimana
yang telah dilakukan Nabi shallallahu a'alaihi wasallam bersama Jibril 'alaihis
salam.
Allah Ta'ala memuji dan menyanjung orang-orang yang
memohon ampunan di akhir malam, sebagaimana dalam firman-Nya :
"Mereka sedikit sekali ridur di malam hari, dan di
akhir-akhir malam mereka memohon ampunan kepada Allah). "
(Adz-Dzaariyaat:17-l8).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah Ta'ala turun ke langit dunia setiap malam
sewaktu malam tinggal sepertiga bagian akhir, lantas berfirman, 'Barangsiapa
berdo'a akan Aku kabulkan. Barangsiapa yang memohon pasti Aku perkenankan.
Barangsiapa minta ampun niscaya Aku mengampuninya, hingga terbit fajar. "
(HR. Muslim)
Maka sudah sepantasnya bagi setiap muslim yang selalu
berharap rahmat Tuhannya dan takut terhadap siksaNya- memanfaatkan kesempatan
penting ini, dengan berdo'a dan mohon ampun kepada Allah untuk dirinya, kedua
orang tuanya, anak-anaknya, segenap kaum muslimin dan para penguasanya. Memohon
ampun dan bertaubat kepada Allah di setiap malam bulan Ramadhan dan di setiap
saat dari umurnya yang terbatas sebelum maut menjemput, amal perbuatan terputus
dan penyesalan berkepanjangan. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan bertaubatlah kalian semua orang-orang yang
beuiman supaya kalian beruntung." (An-Nuur: 31),
Ya Allah terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penerima taubat dan Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan ke haribaan
Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.
Baca juga: PANDUAN I'TIKAF RAMADHAN
FATWA-FATWA PENTING
A. FATWA RASULULLAH SHALLALLAHU
‘ALAIHI WASALLAM SEKITAR PUASA:
Seorang sahabat bertanya kepada beliau: "Wahai
Rasulullah, Saya lupa sehingga makan dan minum, padahal saya sedang
berpuasa." Beliau menjawab :
"Allah telah memberimu makan dan minum" (HR.
Abu Daud). Dan dalam riwayat Ad-Daruquthni dengan sanad shahih disebutkan
"Sempurnakan puasamu dan kamu tidak wajib
mengqadhanya, sesungguhnya Allah telah memberimu makan dan minum"
peristiwa itu terjadi pada hari pertama di bulan Ramadhan.
Pernah juga beliau ditanya tentang benang putih dan
hitam, jawab beliau :
"Yaitu terangnya siang dan gelapnya malam."
(HR. An-Nasa 'i).
"Seorang sahabat bertanya: "Saya mendapati
shalat shubuh dalam keadaan junub, lain saya berpuasa -bagaimana hukumnya-?
Jawab beliau :
"Aku juga pernah mendapati Shubuh dalam keadaan
junub, lantas aku berpuasa. "Ia berkata: "Engkau tidak seperti kami
wahai Rasulullah, karena Allah telah mengampuni semua dosamu baik yang lalu
ataupun yang belakangan. Nabi shallallahu halaihi wasallam menjawab :
"Demi Allah, sungguh aku berharap agar aku menjadi orang yang paling takut
kepada Allah dan paling tahu akan sesuatu yang bisa dijadikan alat bertakwa.
"(HR. Muslim).
Beliau pernah ditanya tentang puasa di perjalanan, maka
beliau menjawab :
"Terserah Kamu, boleh berpuasa boleh pula berbuka
"(HR. Muslim).
Hamzah bin 'Amr pernah bertanya: "Wahai Rasulullah,
saya mampu berpuasa dalam perjalanan, apakah saya berdosa?" Beliau
menjawab :
"Ia adalah rukhshah (keringanan) dari Allah,
barangsiapa mengambilnya baik baginya dan barangsiapa lebih suka berpuasa maka
ia tidak berdosa. " (HR. Muslim).
Sewaktu ditanya tentang meng-qadha' puasa dengan tidak
berturut-turut, beliau menjawab :
"Hal itu kembali kepada dirimu (tergantung
kemampuanmu), bagaimana pendapatmu jika salah seorang di antara kamu mempunyai
tanggungan hutang lalu mencicilnya dengan satu dirham dua dirham, tidakkah itu
merupakan bentuk pelunasan? Allah Maha Pemaaf dan Pengampun. " (HR.
Ad-DaYuquthni, isnadnya hasan).
Ketika ditanya oleh seorang wanita: "Wahai
Rasulullah, ibu saya telah meninggal sedangkan ia berhutang puasa nadzar,
bolehkah saya berpuasa untuknya? Beliau menjawab :
"Bagaimana pendapatmu jika ibumu memiliki tanggungan
hutang lantas kamu lunasi, bukankah itu membuat lunas hutangnya? la berkata,
'Benar'. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Puasalah untuk ibumu.'
Hadits Muttafaq 'Alaih) (Lihat I'laarnul Muwaqqii'in 'An Rabbil 'Aalamiin, oleh
Ibnul Qayyim, 4/266-267)
B. SEBAGIAN FATWA IBNU TAIMIYAH
Beliau ditanya tentang hukum berkumur dan memasukkan air
ke rongga hidung (istinsyaq), bersiwak, mencicipi makanan, muntah, keluar darah
meminyaki rambut dan memakai celak bagi seseorang yang sedang berpuasa;
Jawaban beliau : "Adapun berkumur dan memasukkan air
ke rongga hidung adalah disyari'atkan, hal ini sesuai dengan kesepakatan para
ulama. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya juga melakukan hal
itu, tetapi beliau berkata kepada Al-Laqiit bin Shabirah :
"Berlebih-lebihanlah kamu dalam menghirup air ke
hidung kecuali jika kamu sedang berpuasa. " (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi,
An-Nasaa'i dan Ibnu Maajah serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak melarang
istinsyaq bagi orang yang berpuasa, tetapi hanya melarang berlebih-lebihan
dalam pelaksanaannya saja.
Sedangkan bersiwak adalah boleh, tetapi setelah zawal
(matahari condong ke barat) kadar makruhnya diperselisihkan, ada dua pendapat
dalam masalah ini dan keduanya diriwayatkan dari Imam Ahmad, namun belum ada
dalil syar'i yang menunjukkan makruhnya, yang dapat menggugurkan keumuman dalil
bolehnya bersiwak.
Mencicipi makanan hukumnya makruh jika tanpa keperluan
yang memaksa, tapi tidak membatalkan puasa. Adapun jika memang sangat perlu,
maka hal itu bagaikan berkumur, dan boleh hukumnya.
Adapun mengenai hukum muntah-muntah, jika memang
disengaja dan dibikin-bikin maka batal puasanya, tetapi jika datang dengan
sendirinya tidak membatalkan. Sedangkan memakai minyak rambut jelas tidak
membatalkan puasa.
Mengenai hukum keluar darah yang tak dapat dihindari
seperti darah istihadhah, luka-luka, mimisan (keluar darah dari hidung) dan
lain sebagainya adalah tidak membatalkan puasa, tetapi keluarnya darah haid dan
nifas membatalkan puasa sesuai dengan kesepakatan para ulama.
Adapun mengenakan celak (sipat mata) yang tembus sampai
ke otak, maka Imam Ahmad dan Malik berpendapat: Hal itu membatalkan puasa,
tetapi Imam Abu Hanifah dan Syafi'i berpendapat: hal itu tidak membatalkan.
(Lihat Majmu' Fataawaa, oleh Ibnu Taimiyah, 25/266-267. Wallahu A 'lam.
Ibnu Taimiyah menambahkan dalam "Al-Ikhtiyaaraat":
"Puasa seseorang tidak batal sebab mengenakan celak, injeksi (suntik), zat
cair yang diteteskan di saluran air kencing, mengobati luka-luka yang tembus
sampai ke otak dan luka tikaman yang tembus ke dalam rongga tubuh. Ini adalah pendapat
sebagian ulama. (Lihat Al Ikhtiyaraatul Fiqhiyah, hlm. 108) Wallahu A 'lam ':
C. SEBAGIAN FATWA SYAIKH
ABDURRAHIMAN NASIR ASSA'DI
Beliau ditanya tentang orang yang meninggal sebelum
melunasi puasa wajibnya, bagaimana hukumnya?
Jawaban beliau: "Jika ia meninggal sebelum membayar
puasa wajibnya, seperti orang yang meninggal dalam keadaan berhutang puasa
Ramadhan, kemudian diberikan kepadanya kesehatan, namun dia belum sempat
menunaikannya, maka waijb baginya memberi makan kepada satu orang miskin setiap
hari sesuai dengan jumlah puasa yang ia tinggalkan. Menurut Ibnu Taimiyah, jika
puasanya diwakili maka sah hukumnya, hal ini kuat sumber hukumnya.
Kondisi kedua: Ia meninggal sebelum dapat nenunaikan
tanggungan hutangnya seperti sakit di bulan Ramadhan dan mati di
pertengahannya, sedangkan ia tidak berpuasa karena sakit tersebut atau bahkan
sakitnya berlangsung terus hingga ajalnya tiba. Hal ini tidak menjadikannya
wajib membayar kaffarah meskipun kematiannya setelah rentang waktu yang cukup
lama, karena ia tidak gegabah dan melalaikannya, demikian pula ia tidak
meninggalkannya kecuali adanya udzur syar'i. (Lihat Al Irsyaadu Ilaa Ma'rifatil
Ahkaam, hlm. 85-86.)
Dari Aisyah radhiallahu 'anha, bahwasanya Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa meninggal dunia sedangkan in punya
ranggungan puasa, maka walinya boleh berpuasa menggantikannya. "(Muttafaq
'Alaih).
Hadits ini menunjukkan anjuran berpuasa kepada orang yang
masih hidup untuk si mayit, dan bahwasanya jika seseorang meninggal dalam
keadaan memiliki hutang puasa, maka boleh digantikan oleh walinya."
Imam Nawawi berkomentar: "Para ulama berbeda
pendapat tentang mayit yang memiliki tanggungan puasa wajib; seperti puasa
Ramadhan, qadha' dan nadzar ataupun yang lain. Apakah wajib diqadha untuknya?
Dalam masalah ini Imam Syafi'i memiliki dua pendapat,
yang terpopuler adalah, Tidak wajib diganti puasanya, sebab puasa pengganti
untuk si mayit pada asalnya tidak sah. Adapun pendapat kedua, 'Disunnahkan bagi
walinya untuk berpuasa sebagai pengganti bagi si mayit, hingga si mayit
terbebas dari tanggungannya dan tidak usah membayar kaffarah (memberi makan
orang miskin sesuai dengan bilangan puasa yang ditinggalkannya). Pendapat
inilah yang benar dan terbaik menurut keyakinan kami. Dan pendapat inipun dibenarkan
oleh para penelaah madzhab kami -yang menghimpun dan menyatukan disiplin ilmu
fiqh dan hadits- berdasarkan hadits-hadits shahih diatas. (Lihat Al Majmu'atul
Jalilah, hlm. 158.) Wallahu A 'lam. "
D. BEBERAPA FATWA ULAMA NEJED (ARAB
SAUDI)
Syaikh Abdullah bin Syaikh Muhammad ditanya mengenai
mulai kapan seorang anak yang menginjak dewasa diperintah melakukan ibadah
puasa?
Beliau menjawab: "Anak yang belum dewasa jika ia
mampu berpuasa maka pantas diperintah melaksanakannya, dan bila meninggalkannya
diberi hukuman.
Syaikh Hamd bin Atiq ditanya tentang seorang wanita yang
mendapati darah sebelum terbenam matahari, apakah puasanya dinyatakan sah?
Beliau menj awab : "Puasanya tidak sempurna pada
hari itu."
Syaikh Abdulah bin Syaikh Muhammad ditanya mengenai orang
yang makan (berbuka) di bulan Ramadhan, bagaimana hukumnya?
Beliau menjawab : "Orang yang makan di siang hari
bulan Ramadhan atau minum harus diberi pelajaran (dengan hukuman) supaya
jera."
Syaikh Abdullah Ababathin ditanya tentang orang yang
berpuasa mendapatkan aroma sesuatu, bagaimana hukumnya?
Beliau menjawab : "Semua aroma yang tercium oleh
orang yang sedang menunaikan ibadah puasa tidak membatalkan puasanya kecuali
bau rokok, jika ia menciumnya dengan sengaja maka batallah puasanya.
Tetapi jika asap rokok masuk ke hidungnya tanpa disengaja
tidak membatalkan, sebab amat sulit untuk menghindarinya. Wallahu A'lam"
Semoga sbalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, segenap keluarga dan sababatnya,
amin.
ZAKAT FITRAH
Diantara dalil yang menganjurkan untuk menunaikan zakat
fitrah adalah :
1. Firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan
diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat"
(Al-A'la: 14-15)
2. Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhu, ia berkata :
" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah
mewajibkan zakat fitrah bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan
perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan
agar (zakat fituah tersebut) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat
'Id (hari Raya) " (Muttafaq 'Alaih)
Setiap muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya
dan orang yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha' (+- 3 kg) dari bahan
makanan yang berlaku umum di daerahnya. Zakat tersebut wajib baginya jika masih
memiliki sisa makanan untuk diri dan keluarganya selama sehari semalam.
Zakat tersebut lebih diutamakan dari sesuatu yang lebih
bermanfaat bagi fakir miskin.
Adapun waktu pengeluarannya yang paling utama adalah
sebelum shalat 'Id, boleh juga sehari atau dua lari sebelumnya, dan tidak boleh
mengakhirkan mengeluaran zakat fitrah setelah hari Raya. Dari Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhu :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah
mewajibkan zakat fihrah sebagai penyuci orang yang berpuasa dari kesia-siaan
dan ucapan kotor, dan sebagai pemberian makan kepada fakir miskin.
"Barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum shalat
'Id, maka zakatnya diterima, dan barang siapa yang membayarkannya setelah
shalat 'Id maka ia adalah sedekah biasa. "(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
(Dan diriwayatkan pula Al Hakim, beliau berkata : shahih
menurut kriteria Imam Al-Bukhari.)
Zakat fitrah tidak boleh diganti dengan nilai nominalnya(*),(*)'''
Berdasarkan hadits Abu Said Al Khudhri yang menyatakan bahwa zakat fithrah
adalah dari limajenis makanan pokok (Muttafaq 'Alaih). Dan inilah pendapat
jumhur ulama. Selanjutnya sebagian ulama menyatakan bahwa yang dimaksud adalah
makanan pokok masing-masing negeri. Pendapat yang melarang mengeluarkan zakat
fithrah dengan uang ini dikuatkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu alaihi
wasallam juga terdapat nilai tukar (uang), dan seandainya dibolehkan tentu
beliau memerintahkan mengeluarkan zakat dengan nilai makanan tersebut, tetapi
beliau tidak melakukannya. Adapun yang membolehkan zakat fithrah dengan nilai
tukar adalah Madzhab Hanafi.
Karena hal itu tidak sesuai dengan ajaran Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam. Dan diperbolehkan bagi jamaah (sekelompok
manusia) memberikan jatah seseorang, demikian pula seseorang boleh memberikan
jatah orang banyak.
Zakat fitrah tidak boleh diberikan kecuali hanya kepada
fakir miskin atau wakilnya. Zakat ini wajib dibayarkan ketika terbenamnya
matahari pada malam 'Id. Barangsiapa meninggal atau mendapat kesulitan (tidak
memiliki sisa makanan bagi diri dan keluarganya, pen.) sebelum terbenamnya
matahari, maka dia tidak wajib membayar zakat fitrah. Tetapi jika ia
mengalaminya seusai terbenam matahari, maka ia wajib membayarkannya (sebab ia
belum terlepas dari tanggungan membayar fitrah).
HIKMAH DISYARIATKANNYA
ZAKAT FITRAH
Di antara hikmah disyari'atkannya
zakat fitrah adalah :
a. Zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana Allah
memberikan umur panjang baginya sehingga ia bertahan dengan nikmat-l\lya.
b. Zakat fitrah juga merupakan bentuk pertolongan kepada
umat Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh
untuk beribadah kepada Allah Ta'ala dan bersukacita dengan segala anugerah nikmat-Nya.
c. Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur orang
yang berpuasa kepada Allah atas nikmat ibadah puasa. (Lihat Al Irsyaad Ila
Ma'rifatil Ahkaam, oleh Syaikh Abd. Rahman bin Nashir As Sa'di, hlm. 37. )
d. Di antara hikmahnya adalah sebagaimana yang terkandung
dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma di atas, yaitu puasa merupakan
pembersih bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan perkataan buruk, demikian
pula sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin.
Ya Allah terimalah shalat• kami, zakat dan puasa kami
serta segala bentuk ibadah kami sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala
sesuatu.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan selalu kepada Nabi
Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya. Amin.
HARI RAYA
Hari raya adalah saat berbahagia dan bersuka cita.
Kebahagiaan dan kegembiraan kaum mukminin di dunia adalah karena Tuhannya,
yaitu apabila mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala
amalnya dengan kepercayaan terhadap janji-Nya kepada mereka untuk mendapatkan
anugerah dan ampunan-Nya. Allah Ta 'ala berfirman :
"Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan
rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.
Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari
apa yang mereka kumpulkan. " (Yunus: 58).
Sebagian orang bijak berujar: "Tiada seorang pun
yang bergembira dengan selain Allah kecuali karena kelalaiannya terhadap Allah,
sebab orang yang lalai selalu bergembira dengan permainan dan hawa nafsunya,
sedangkan orang yang berakal merasa Senang dengan Tuhannya."
Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam tiba di Madinah,
kaum Anshar memiliki dua hari istimewa, mereka bermain-main di dalamnya, maka
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang
jauh lebih baik, (yaitu) 'Idul fitri dan 'Idul Adha (HR. Abu Daud dan An-Nasa'i
dengan sanad hasan).
Hadits ini menunjukkan bahwa menampakkan rasa suka cita
di hari Raya adalah sunnah dan disyari'atkan. Maka diperkenankan memperluas
hari Raya tersebut secara menyeluruh kepada segenap kerabat dengan berbagai hal
yang tidak diharamkan yang bisa mendatangkan kesegaran badan dan melegakan
jiwa, tetapi tidak menjadikannya lupa untuk ta'at kepada Allah.
Adapun yang dilakukan kebanyakan
orang di saat hari Raya dengan berduyun-duyun pergi memenuhi berbagai tempat
hiburan dan permainan adalah tidak dibenarkan, karena hal itu tidak sesuai
dengan yang disyari'atkan bagi mereka seperti melakukan dzikir kepada Allah. Hari
Raya tidak identik dengan hiburan, permainan dan penghambur-hamburan (harta),
tetapi hari Raya adalah untuk berdzikir kepada Allah dan bersungguh-sungguh
dalam beribadah. Makanya Allah gantikan bagi umat ini dua buah hari Raya yang
sarat dengan hiburan dan permainan dengan dua buah Hari Raya yang penuh dzikir,
syukur dan ampunan.
Di dunia ini kaum mukminin mempunyai tiga hari Raya: hari
Raya yang selalu datang setiap minggu dan dua hari Raya yang masing-masing
datang sekali dalam setiap tahun.
Adapun hari Raya yang selalu datang tiap minggu adalah
hari Jum'at, ia merupakan hari Raya mingguan, terselenggara sebagai pelengkap
(penyempurna) bagi shalat wajib lima kali yang merupakan rukun utama agama
islam setelah dua kalimat syahadat.
Sedangkan dua hari Raya yang tidak berulang dalam waktu
setahun kecuali sekali adalah:
1. 'Idul Fitri setelah puasa Ramadhan, hari raya ini
terselenggara sebagai pelengkap puasa Ramadhan yang merupakan rukun dan asas
Islam keempat. Apabila kaum muslimin merampungkan puasa wajibnya, maka mereka
berhak mendapatkan ampunan dari Allah dan terbebas dari api Neraka, sebab puasa
Ramadhan mendatangkan ampunan atas dosa yang lain dan pada akhirnya terbebas
dari Neraka.
Sebagian manusia dibebaskan dari Neraka padahal dengan
berbagai dosanya ia semestinya masuk Neraka, maka Allah mensyari'atkan bagi
mereka hari Raya setelah menyempurnakan puasanya, untuk bersyukur kepada Allah,
berdzikir dan bertakbir atas petunjuk dan syari'at-Nya berupa shalat dan
sedekah pada hari Raya tersebut.
Hari Raya ini merupakan hari pembagian hadiah, orang-orang
yang berpuasa diberi ganjaran
puasanya, dan setelah hari Raya tersebut mereka
mendapatkan ampunan.
2. 'Idul Adha Oiari Raya Kurban), ia lebih agung dan
utama daripada 'Idul Fitri. Hari Raya ini terselenggara sebagai penyempurna
ibadah haji yang merupakan rukun Islam kelima, bila kaum muslimin merampungkan
ibadah hajinya, niscaya diampuni dosanya.
Inilah macam-macam hari Raya kaum muslimin di dunia,
semuanya dilaksanakan saat rampungnya ketakwaan kepada Yang Maha Menguasai dan
Yang Maha Pemberi, di saat mereka berhasil memperoleh apa yang dijanjikan-Nya
berupa ganjaran dan pahala. (Lihat Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm.
255-258)
PETUNJUK NABI DI HARI RAYA
Pada saat hari Raya 'Idul Fitri, Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam mengenakan pakaian terbaiknya dan makan kurma -dengan bilangan ganjil
tiga, lima atau tujuh- sebelum pergi melaksanakan shalat 'Id. Tetapi pada 'Idul
Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau pulang, setelah itu baru
memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
Beliau mengakhirkan shalat 'Idul Fitri agar kaum muslimin
memiliki kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya, dan mempercepat
pelaksanaan shalat 'Idul Adha supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih
binatang kurbannya.
Mengenai hal tersebut, Allah Ta 'ala berfirman :
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan
berkorbanlah " (Al Kautsar: 2).
Ibnu Umar sungguh-sungguh dalam mengikuti sunnah Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat 'Id kecuali setelah
terbit matahari, dan dari rumah sampai ke tempat shalat beliau senantiasa
bertakbir.
Nabi shallallahu blaihi wasallam
melaksanakan shalat' Id terlebihdahulu baru berkhutbah, dan beliau shalat
duaraka'at• Pada rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut dengan
Takbiratul Ihram, dan berhenti sebentar di antara tiap takbir. Beliau tidak
mengajarkan dzikir tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari
Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, ia berkata: "Dia membaca hamdalah dan
memuji Allah Ta 'ala serta membaca shalawat.
Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua
tangannya pada setiap bertakbir.
Sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam setelah
bertakbir membaca surat Al-Fatihah dan "Qaf" pada raka'at pertama
serta surat "Al-Qamar" di raka'at kedua.
Kadang-kadang beliau membaca surat "Al-A'la"
pada raka'at pertama dan "Al-Ghasyiyah" pada raka'at kedua. Kemudian
beliau bertakbir lalu ruku' dilanjutkan takbir 5 kali pada raka'at kedua lain
membaca Al-Fatihah dan surat. Setelah selesai beliau menghadap ke arah jamaah,
sedang mereka tetap duduk di shaf masing-masing, lalu beliau menyampaikan
khutbah yang berisi wejangan, anjuran dan larangan.
Beliau selalu melalui jalan yang berbeda ketika yang
terkenal sangat bersungguh-mengikuti sunnah Nabi shallallahu berangkat dan pulang
(dari shalat) 'Id.' Beliau selalu mandi sebelum shalat 'Id.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa memulai
setiap khutbahnya dengan hamdalah, dan bersabda :
"Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah,
maka ia terputus (dari berkah). " (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
menunaikan shalat 'Id dua raka'at tanpa disertai shalat yang lain baik
sebelumnya ataupun sesudahnya. " (HR. Al Bukhari dan Muslim dan yang
lain).
Hadits ini menunjukkan bahwa shalat 'Id itu hanya dua
raka'at, demikian pula mengisyaratkan tidak disyari'atkan shalat sunnah yang
lain, baik sebelum atau sesudahnya. Allah Mahatahu segala sesuatu, shalawat
serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, seluruh anggota
keluarga dan segenap sahabatnya.
KEUTAMAAN PUASA ENAM HARI
DI BULAN SYAWAL
Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu
menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya)
seperti ia berpuasa selama satu tahun . (HR. Muslim).
Imam Ahmad dan An-Nasa'i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi
shallallahu 'alaihi wasalllam bersabda:
"Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan
(puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya)
sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan berpuasa selama
setahun penuh." ( Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam "Shahih"
mereka.)
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa berpuasa Ramadham lantas disambung
dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa selama
setahun. " (HR. Al-Bazzar) (Al Mundziri berkata: "Salah satu sanad
yang befiau miliki adalah shahih.")
Pahala puasa Ramadhan yang
dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal menyamai pahala puasa satu
tahun penuh, karena setiap hasanah (tebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya,
sebagaimana telah disinggung dalam hadits Tsauban di muka.
Membiasakan puasa setelah Ramadhan memiliki banyak
manfaat, di antaranya :
1. Puasa enam hari di buian Syawal setelah Ramadhan,
merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
2. Puasa Syawal dan Sya'ban bagaikan shalat sunnah
rawatib, berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat
nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan
perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang
dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidak sempurnaan, maka hal
itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya.
3. Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan
diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila Allah Ta'ala menerima amal seorang
hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya.
Sebagian orang bijak mengatakan: "Pahala'amal kebaikan adalah kebaikan yang
ada sesudahnya." Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian
melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas
terkabulnya amal pertama.
Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu
kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu merupakan tanda
tertolaknya amal yang pertama.
4. Puasa Ramadhan -sebagaimana disebutkan di muka- dapat
mendatangkan maghfirah atas dosa-dosa masa lain. Orang yang berpuasa Ramadhan
akan mendapatkan pahalanya pada hari Raya'ldul Fitri yang merupakan hari
pembagian hadiah, maka membiasakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bentuk
rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari
pengampunan dosa-dosa.
Oleh karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa syukur
seorang hamba atas pertolongan dan ampunan yang telah dianugerahkan kepadanya
adalah dengan berpuasa setelah Ramadhan. Tetapi jika ia malah menggantinya
dengan perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang membalas
kenikmatan dengan kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan puasa untuk
kembali melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul, ia bagaikan
orang yang membangun sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya kembali.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang
menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai
kembali "(An-Nahl: 92)
5. Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan Syawal
adalah amal-amal yang dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada
Tuhannya pada bulan Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia ini,
selama ia masih hidup.
Orang yang setelah Ramadhan berpuasa bagaikan orang yang
cepat-cepat kembali dari pelariannya, yakni orang yang baru lari dari
peperangan fi sabilillah lantas kembali lagi. Sebab tidak sedikit manusia yang
berbahagia dengan berlalunya Ramadhan sebab mereka merasa berat, jenuh dan lama
berpuasa Ramadhan.
Barangsiapa merasa demikian maka
sulit baginya untuk bersegera kembali melaksanakan puasa, padahal orang yang
bersegera kembali melaksanakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bukti
kecintaannya terhadap ibadah puasa, ia tidak merasa bosam dan berat apalagi
benci.
Seorang Ulama salaf ditanya tentang
kaum yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya pada bulan Ramadhan tetapi jika
Ramadhan berlalu mereka tidak bersungguh-sungguh lagi, beliau berkomentar:
"Seburuk-buruk kaum adalah yang
tidak mengenal Allah secara benar kecuali di bulan Ramadhan saja, padahal orang
shalih adalah yang beribadah dengan sungguh-sunggguh di sepanjang tahun."
Oleh karena itu sebaiknya orang yang
memiliki hutang puasa Ramadhan memulai membayarnya di bulan Syawal, karena hal
itu mempercepat proses pembebasan dirinya dari tanggungan hutangnya. Kemudian
dilanjutkan dengan enam hari puasa Syawal, dengan demikian ia telah melakukan
puasa Ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal.
Ketahuilah, amal perbuatan seorang mukmin itu tidak ada
batasnya hingga maut menjemputnya. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang
diyakini (ajal) " (Al-Hijr: 99)
Dan perlu diingat pula bahwa shalat-shalat dan puasa
sunnah serta sedekah yang dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri
kepada Allah Ta'ala pada bulan Ramadhan adalah disyari'atkan sepanjang tahun,
karena hal itu mengandung berbagai macam manfaat, di antaranya; ia sebagai
pelengkap dari kekurangan yang terdapat pada fardhu, merupakan salah satu
faktor yang mendatangkan mahabbah (kecintaan) Allah kepada hamba-Nya, sebab
terkabulnya doa, demikian pula sebagai sebab dihapusnya dosa dan
dilipatgandakannya pahala kebaikan dan ditinggikannya kedudukan.
Hanya kepada Allah tempat memohon pertolongan, shalawat
dan salam semoga tercurahkan selalu ke haribaan Nabi, segenap keluarga dan
sahabatnya.
RAHASIA PUASA
Sebagai muslim yang sejati, kedatangan dan kehadiran
Ramadhan yang mulia pada tahun ini merupakan sesuatu yang amat membahagiakan
kita. Betapa tidak, dengan menunaikan ibadah Ramadhan, amat banyak keuntungan
yang akan kita peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak.
Disinilah letak pentingnya bagi kita untuk membuka tabir
rahasia puasa sebagai salah satu bagian terpenting dari ibadah Ramadhan.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Al
Ibadah Fil Islam mengungkapkan ada lima rahasia puasa yang bisa kita buka untuk
selanjutnya bisa kita rasakan kenikmatannya dalam ibadah Ramadhan.
a.Menguatkan Jiwa.
Dalam hidup hidup, tak sedikit kita
dapati manusia yang didominasi oleh hawa nafsunya, lalu manusia itu menuruti
apapun yang menjadi keinginannya meskipun keinginan itu merupakan sesuatu yang
bathil dan mengganggu serta merugikan orang lain. Karenanya, di dalam Islam ada
perintah untuk memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha untuk bisa
mengendalikannya, bukan membunuh nafsu yang membuat kita tidak mempunyai
keinginan terhadap sesuatu yang bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini
manusia mengalami kekalahan, malapetaka besar akan terjadi karena manusia yang
kalah dalam perang melawan hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada
Allah Swt sebagai Tuhan yang benar kepada hawa nafsu yang cenderung mengarahkan
manusia pada kesesatan. Allah memerintahkan kita memperhatikan masalah ini
dalam firman-Nya yang artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat
berdasarkan ilmu-Nya (QS 45:23).
Dengan ibadah puasa, maka manusia
akan berhasil mengendalikan hawa nafsunya yang membuat jiwanya menjadi kuat,
bahkan dengan demikian, manusia akan memperoleh derajat yang tinggi seperti
layaknya malaikat yang suci dan ini akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka
pintu-pintu langit hingga segala do’anya dikabulkan oleh Allah Swt, Rasulullah
Saw bersabda yang artinya:
Ada tiga golongan orang yang tidak ditolak do’a mereka: orang
yang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil dan do’a orang yang dizalimi
(HR. Tirmidzi).
b.Mendidik Kemauan.
Puasa mendidik seseorang untuk memiliki kemauan yang
sungguh-sungguh dalam kebaikan, meskipun untuk melaksanakan kebaikan itu
terhalang oleh berbagai kendala. Puasa yang baik akan membuat seseorang terus
mempertahankan keinginannya yang baik, meskipun peluang untuk menyimpang begitu
besar.
Karena itu, Rasulullah Saw menyatakan: Puasa itu setengah
dari kesabaran. Dalam kaitan ini, maka puasa akan membuat kekuatan rohani
seorang muslim semakin prima. Kekuatan rohani yang prima akan membuat seseorang
tidak akan lupa diri meskipun telah mencapai keberhasilan atau kenikmatan
duniawi yang sangat besar, dan kekuatan rohani juga akan membuat seorang muslim
tidak akan berputus asa meskipun penderitaan yang dialami sangat sulit.
c.Menyehatkan Badan.
Disamping kesehatan dan kekuatan rohani, puasa yang baik
dan benar juga akan memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani. Hal
ini tidak hanya dinyatakan oleh Rasulullah Saw, tetapi juga sudah dibuktikan
oleh para dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita tidak perlu
meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat tertentu, perut
memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang masuk
sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi perut
kita memang harus dibagi menjadi tiga, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk
air dan sepertiga untuk udara.
d.. Mengenal Nilai Kenikmatan.
Dalam hidup ini, sebenarnya sudah begitu banyak
kenikmatan yang Allah berikan kepada manusia, tapi banyak pula manusia yang
tidak pandai mensyukurinya. Dapat satu tidak terasa nikmat karena menginginkan
dua, dapat dua tidak terasa nikmat karena menginginkan tiga dan begitulah
seterusnya. Padahal kalau manusia mau memperhatikan dan merenungi, apa yang
diperolehnya sebenarnya sudah sangat menyenangkan karena begitu banyak orang
yang memperoleh sesuatu tidak lebih banyak atau tidak lebih mudah dari apa yang
kita peroleh.
Maka dengan puasa, manusia bukan
hanya disuruh memperhatikan dan merenungi tentang kenikmatan yang sudah
diperolehnya, tapi juga disuruh merasakan langsung betapa besar sebenarnya
nikmat yang Allah berikan kepada kita. Hal ini karena baru beberapa jam saja
kita tidak makan dan minum sudah terasa betul penderitaan yang kita alami, dan
pada saat kita berbuka puasa, terasa betul besarnya nikmat dari Allah meskipun
hanya berupa sebiji kurma atau seteguk air. Disinilah letak pentingnya ibadah
puasa guna mendidik kita untuk menyadari tinggi nilai kenikmatan yang Allah
berikan agar kita selanjutnya menjadi orang yang pandai bersyukur dan tidak
mengecilkan arti kenikmatan dari Allah meskipun dari segi jumlah memang sedikit
dan kecil.
Rasa syukur memang akan membuat
nikmat itu bertambah banyak, baik dari segi jumlah atau paling tidak dari segi
rasanya, Allah berfirman yang artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasati Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih (QS 14:7).
e.Mengingat dan Merasakan
Penderitaan Orang Lain.
Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman
kepada kita bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Sebab
pengalaman lapar dan haus yang kita rasakan akan segera berakhir hanya dengan
beberapa jam, sementara penderitaan orang lain entah kapan akan berakhir. Dari
sini, semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita kepada
kaum muslimin lainnya yang mengalami penderitaan yang hingga kini masih belum
teratasi, seperti penderitaan saudara-saudara kita di Ambon atau Maluku, Aceh
dan di berbagai wilayah lain di Tanah Air serta yang terjadi di berbagai
belahan dunia lainnya seperti di Chechnya, Kosovo, Irak, Palestina dan
sebagainya.
Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas
itu, sebelum Ramadhan berakhir, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat agar
dengan demikian setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan-persoalan
umat yang menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yang
miskin dan menderita, tapi juga bagi kita yang mengeluarkannya agar dengan
demikian, hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan dengan harta seperti gila
harta, kikir dan sebagainya. Allah berfirman yang artinya: Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka
dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS 9:103).
SAMBUT DENGAN GEMBIRA.
Karena rahasia puasa merupakan
sesuatu yang amat penting bagi kita, maka sudah sepantasnyalah kalau kita harus
menyambut kedatangan Ramadhan tahun ini dengan penuh rasa gembira sehingga kegembiraan
kita ini akan membuat kita bisa melaksanakan ibadah Ramadhan nanti dengan
ringan meskipun sebenarnya ibadah Ramadhan itu berat.
Kegembiraan kita terhadap datangnya
bulan Ramadhan harus kita tunjukkan dengan berupaya semaksimal mungkin
memanfaatkan Ramadhan tahun sebagai momentum untuk mentarbiyyah (mendidik)
diri, keluarga dan masyarakat kearah pengokohan atau pemantapan taqwa kepada
Allah Swt, sesuatu yang memang amat kita perlukan bagi upaya meraih keberkahan
dari Allah Swt bagi bangsa kita yang hingga kini masih menghadapi berbagai
macam persoalan besar. Kita tentu harus prihatin akan kondisi bangsa kita yang
sedang mengalami krisis, krisis yang seharusnya diatasi dengan memantapkan iman
dan taqwa, tapi malah dengan menggunakan cara sendiri-sendiri yang akhirnya
malah memicu pertentangan dan perpecahan yang justeru menjauhkan kita dari
rahmat dan keberkahan dari Allah Swt.