Terjemah Kitab Uqudul Lijain (Syarah dari kitab Risalah ba'dh al-Nasihin)
Judul versi terjemah: Etika Berumah Tangga
Nama yang dikenal di Arab: Nawawi bin Umar bin Ali Al-Bantani atau Nawawi Al-Jawi (Ù…Øمد بن عمر بن على نووي البنتني الجاوي الإندونيسي)
Lahir: Banten, Indonesia
Meninggal: Makkah, 1316 H/ 1898 M
Kata Pengantar
Sekapur Sirih
Bab 1, Hak-hak Istri Atas Suami
Bab 3, Keutamaan Sholat Wanita Di Rumahnya
Bab 4 Larangan Melihat Lawan Jenis
Penutup
BAB IV
LARANGAN MELIHAT LAWAN JENIS
Allah Swt. berfirman: “Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan)
kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir." (QS.
Al-Ahzab: 53
Allah Ta’ala juga berfirman: “Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman,
‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Menge-
tahui apa yang mereka perbuat.’ Katakanlah kepada wanita yang beriman,
‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya (QS.
An-Nur:30-31)
Rasulullah Saw. bersabda: “Memandang itu bagaikan
panah beracun dari panah iblis. Maka siapa yang memandang karena takut kepada
Allah Ta’ala, niscaya Allah Ta’ala memberikan iman kepadanya yang dapat
dirasakan manisnya di dalam hati."
Nabi Isa a. s. bersabda, “Takutlah
memandang, karena dengan memandang itu dapat menumbuhkan syahwat dalam hati Dan
cukuplah fitnah terjadi dise
babkan pandangan itu. “
Sa’id bm Jubair berkata, “Fitnah bagi
Nabi Dawud adalah karena memandang wanita.”
Juga diriwayatkan bahwa pandangan Nabi
Dawud a.s. jatuh pada istri Uraya bin Hannan, dan hatinya condong pada wanita
itu. Dalam hal itu, Dawud tidak bedosa sama sekali. Sebab jatuhnya pandangan
pada istri Uraya itu tidak disengaja. Adapun hasil kecondongan hatinya setelah
memandang itupun tidak berdosa. Sebab, condongnya hati itu tidak dapat dikuasai.
Jadi, dituntut meninggalkan condongnya hati. Maka, setelah hatinya jatuh cinta
kepada istri Uraya, Dawud lalu minta kepada Uraya seraya berkata, “Turunlah
kamu dari istrimu dan tangguhkanlah
padaku.”
Uraya akhirnya merasa malu untuk menolak permintaan
itu, lalu istrinya diceraikan. Demikian itu di dalam syariat Nabi Dawud
diperbolehkan dan sudah merupakan adat kebiasaan umatnya tanpa merusak
kehormatan diri. Pada zaman itu, seseorang
dapat meminta kepada temannya agar ia meninggalkan dan memisahkan istrinya
untuk dikawminya jika orang itu mencintainya. Sekalipun diperbolehkan menurut
lahirnya syariat, hal itu tetap tidak pantas dilakukan, karena meninggalkannya
lebih utama.
Oleh karenanya, Allah mencerca Nabi Dawud
karena meminta istri Uraya. Kemudian Dawud meminta istri Uraya itu karena ada
rahasia yang diketahui Allah, yaitu setelah Dawud mengawini istri Uraya menurunkan
anak Nabi Sulaiman
Diriwayatkan bahwa pada suatu hari Nabi Dawud mengharapkan dapat memperoleh
kedudukan sebagaimana kedudukan bapaknya Ibrahim, Ishaq, dan Ya’kub a.s. Beliau
memohon kepada Allah untuk berkenan mengujinya sefeagaimana Allah menguji mereka
itu. Allah pun memberinya kedudukan seperti kedudukan Nabi Ibrahim, Ishaq, dan
Ya’kub a.s.
Lalu Allah Swt. memberikan wahyu
kepadanya, "Pada haritertentu kamu akan dicoba, makaberjaga-jagalah.”
Setelah sampai pada han yang ditentukan,
setan datang kepada Nabi Dawud dengan bentuk rupa burung merpati emas dengan
berbagai warna yang indah. Nabi Dawud merasa kagum karena keindahannya. Beliau
mengulurkan tangannya untuk menangkap burung itu guna diperlihatkan kepada
orang Bani Israil agar mereka melihat kekuasaan Allah Ta’ala. Burung itu
terbang tidak jauh, dan diikuti oleh Dawud, di mana ia hinggap di situ ada
seorang wanita dan Dawud mengagumi kecantikan wanita itu.
la pun menoleh karena melihat
bayang-bayang Dawud. Wanita itu terus menguraikan rambutnya hmgga menutupi
seluruh tubuhnya. Wanita itu sema-
kin bertambah cantik dengan rambut mahkota kecantikannya itu. Dawud lalu
bertanya-tanya, siapakah gerangan wanita itu. Dibentahukan kepadanya bahwa wa-
nita itu adalah istri Uraya Dawud lalu meminta agar Uraya mau menceraikan istrinya
dan akan dikawininya.
Hal ini pun diperbolehkan dalam syariat
Nabi Dawud tanpa ada yang mengingkari. Namun, karena keluhuran kedudukan Dawud
tidak pantas meminta kepada seorang lelaki untuk melepaskannya lalu beliau
menikahinya, sedangkan istrinya sendin sudah banyak Bahkan yang lebih baik bagi
Dawud adalah agar beliau dapat mengalahkan kesenangan nafsunya dan sabar
menghadapi ujian mental dan Allah Ta’ala. Dengan demikian, Allah mencercanya,
Dawud berkata kepada putranya, Sulaiman, “Hai anakku! Berjalanlah di belakang
macan dan ular besar yang hitam, tetapi jangan berjalan di belakang seorang
wanita.”
Imam Mujahid berkata, “jika ada seorang
wanita yang datang, maka duduklah iblis di kepalanya, lalu merias wanita itu
dari pandangan orang yang melihatnya Jika wanita itu, membelakang, maka iblis
duduk di pantatnya dan memperhias wanita itu terhadap orang yang memandang.”
Nabi Yahya a.s. adalah seorang yang tidak
senang kepada wanita. Lalu ditanyakan kepadanya, “Apa yang dapat menimbulkan
perbuatan zina itu?” Beliau menjawab, “Yaitu memandang wanita ”
Mengharapkan untuk berzina di dalam hati
dan zina mata itu termasuk sebesar besar dosa kecil yang dapat mendekatkan pada
dosa besar yang keji, yaitu zina faiji Orang yang tidak dapat memejamkan pandangannya
tentu tidak dapat menjaga farjinya.
Al-Fudhail bin Iyadh berkata, “Iblis
berkata bahwa memandang wanita itu merupakan gendewaku yang luas sekali dan
panahku yang tidak akan luput dari sasarannya.”
Sementara itu, ulama berkata dalam syair.
Setiap kejadian yang baru itu pada
mulanya dari pandangan, dan api yang
besar berasal dari kobaran api yang kecil.
Seorang itu selagi masih mempunyai mata
yang dibolak-balikkan dalam kornea mata, tentu terhenti pada perkara yang
dikhawatirkan.
Banyak pandangan yang berkisar di hati
orang yang memandangnya,
bagaikan aktivitas panah tanpa gendewa dan tali.
Pandangan yang membahayakan hati orang
yang memandang itu menyenangkannya, tidak enak rasanya kesenangan yang kembali
membawa bahaya. ”
Ummul Mukminin Ummu Salamah r.a. berkata bahwa
Abdullah bin Ummi Maktum, putra Suraij bin Malik bin Rabi’ah. Ummi Maktum
adalah ibu dari ayah Abdullah bernama Atikah binti Amir. Abdullah minta izin
masuk rumah Rasulullah Saw. Waktu itu saya sedang duduk bersama Maimunah. Lalu Rasululah
Saw. bersabda, “Menutup dirilah kalian berdua!’’ Kami berdua menjawab,
“Bukankah Abdullah
itu buta ya Rasulullah?” Maka beliau bersabda, “Apakah kalian berdua tidak
melihat Abdullah?”
Hadis ini menunjukkan kalau wanita tidak
boleh duduk-duduk bersama orang buta. Maka orang buta haram menyendiri bersama
wanita. Demikian sebagaimana disebutkan di dalam kitab Al-Ihya.
Ibnu Hajar menyebutkan di dalam kitab Az Zawajir,
bahwa Aisyah dan Hafshah duduk di sisi Nabi Saw. lalu datanglah Abdullah bin
Ummi Maktum yang buta itu. Maka Nabi Saw. memerintahkan keduanya untuk menutup
dirinya dari Abdullah bin Ummi Maktum. Aisyah dan Hafshah berkata, “Dia itu
buta, jelas tidak bisa melihat kami.” Nabi Saw. bersabda, “Apakah kalian berdua
buta? Apakan kalian juga tidak dapat melihatnya?" Rasulullah Saw.
bersabda, “Semoga Allah melaknat orang yang memandang dan yang dipandang.” Wanita
tidak boleh menampakkan dirinya pada
setiap orang lain, yaitu bukan suami, bukan mahram sebab nasab, susuan, atau
pernikahan.
Lelaki tidak boleh memandang wanita, dan
wanita tidak boleh memandang lelaki. Sebagaimana lelaki wajib memejamkan
matanya, yaitu memelihara
matanya dari memandang para wanita, sebagaimana disebutkan Imam Ibnu Hajar
dalam kitab Az-Zawajir .
Lelaki dan perempuan tidak boleh berjabat
tangan dan saling menyentuh antara keduanya dan yang semacamnya. Sebab, yang
haram dipandang itu juga
haram disentuh, karena menyentuh itu lebih kuat menimbulkan rasa nikmat dan
menyenangkan, dengan alasan kalau lelaki meyentuh wanita lalu mengeluarkan
sperma, maka batallah puasanya. Tetapi kalau memandang lalu mengeluarkan
sperma, maka tidak batal puasanya. Demikian disebutkan di dalam kitab Nihayah
penjelasan kitab Ghayah.
Imam Thabrani meriwayatkan dalam
kitabnya, “Mu’jamul Kabir dari Ma’qil bin Yasar sebuah hadis yang menjelaskan,
“Andaikata kepalamu ditusuk jarum dan besi adalah lebih baik daripada menyentuh
wanita yang tidak halal bagimu. ”
Rasulullah Saw. Bersabda: “Takutlah kamu
semua akan fitnah dunia dan
wanita. Karena permulaan timbulnya fitnah BaniIsrail adalah dan arah wanita. ”
Rasulullah Saw juga bersabda: “Aku tidak
meninggalkan fitnah yang lebih memba-
hayakan para lelaki daripada wanita. ”
Juga sabda Nabi Saw.: “Jauhilah bersepi-sepi
dengan wanita Demi Dzat yang jiwaku ada pada kekuasan-Nya, tiadalah lelaki yang
bersepi-sepian dengan wanita, melainkan setan masuk antara keduanya Demi Allah,
andai kata seorang laki laki mendesaki babi yang belepotan lumpur atau lempung
hitam yang bacin adalah lebih baik baginya daripada jika pundak lelaki mendesaki
pundak wanita yang tidak halal
Rasulullah Saw, berabda: “Wanita itu adalah perangkap setan. Andaikata tidak
terdapat syahwat, niscaya wanita itu tidak dapat menguasai lelaki. ”
Sementara itu ahli tafsir rnenakwilkan
ayat RABBANAA WALAA TUHAMMILNAA MAA LAA THAAQATA LANAA BIHI ( Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. —
QS. Al-Baqarah 286). Makna Apa yang tak sanggup kami memikulnya" adalah
beratnya membolak baliknya syahwat. Sementara itu, ulama berkata, “Apabila
penis lelaki itu ereksi, maka dua pertiga akalnya hilang ”
Apabila wanita akan keluar, ia wajib
menutup seluruh tubuh dan kedua tangannya dan pandangan mata orang-orang yang
memandang. Jadi, ia wajib menentang orang yang dianggapnya melihat dirinya atau
ia melihat orang lain. Jika kerabat suaminya tidak berada di rumah, maka tidak
usah bertanya siapa ini dan jangan mengulang-ulang percakapan karena
kecemburuan dirinya pada suaminya.
Demikian sebagiamana dikatakan oleh Al-Ghazali.
Nabi Muhammad Saw. bersabda: Ditetapkan
atas anak Adam apa yang menjadi
bagiannya dari zina, ia pasti menemukan hal itu; zina kedua mata adalah melihat
(yang tidak halal); zina kedua telinga adalah mencari kesenangan; zina
lisan adalah berbicara (yang tidak bermanfaat); zina kaki adalah melangkah
(pada yang maksiat); sedangkan hati itu senang dan mengharapkan perkara yang
tidak halal, lalu kemaluannya membenarkan atau mendustakan hal itu (untuk ber-
buat atau meninggalkan). ” (HR. Imam Muslim dari Abu Hurairah r.a.)
Disebutkan di dalam kitab Al-Ihya bahwa
Nabi Saw. bersabda, "Setiap anak Adam itu memperoleh bagian dari zina. Dua
mata berzina, dan zina keduanya adalah memandang. Kedua tangan berzina, dan
zina keduanya adalah menabok. Kedua kaki itu berzina, zina keduanya adalah
berjalan pada kejahatan. Mulut juga berzina, zina mulut adalah mencium.
Sedangkan hati merasa senang dan mengharapkan dapat berzina, lalu farji membenarkan
atau mendustakannya ”
Rasulullah Saw. bertanya kepada putrinya,
“Wanita yang bagaimana yang paling baik?” Jawab Fatimah, "Wanita yang
paling baik adalah wanita yang tidak
pernah melihat dan dilihat lelaki lain." Lalu Fatimah didekap Rasulullah
seraya bersabda, “Yaitu satu keturunan yang sebagiannya dari yang lain. ”
Maksudnya,
sebagian keturunan (anak) bepegang teguh pada agamanya dan sebagian yang lain
tolong menolong.Demikian sebagaimana disebutkan di dalam Tafsir Khazin. Rasulullah menilai baik ucapan Fatimah
Para sahabat Rasulullah menutupi jendela
dan lobang-lobang tembok (dinding) rumahnya agar para wanita tidak mengintai
para lelaki. Mu’adz melihat istrinya sedang mengintai di jendela, maka ia
memukulnya.
Sikap Sebagian Wanita dan Perbuatan
Bid’ah yang Dilakukannya
Ketahuilah di zaman sekarang ini banyak
para wanita yang menampakkan perhiasannya, mereka berhias diri dan bersolek
serta memperlihatkan kecantikannya kepada para lelaki Mereka hampir tidak
mempunyai rasa malu, mereka berjalan di antara para lelaki. Itulah yang
dinamakan tabarruj sebagaimana dikatakan Mujahid. Wanita-wanita sekarang
berjalan dengan bergaya lenggak-lenggok seperti yang dikemukakan Imam Mujahid
dan Qatadah dalam menjelaskan pengertian tabarruj Mereka secara terang-terangan
berjalan di hadapan para lelaki di pasar-pasar, di masjid-masjid di antara
barisan-barisan salat, terutama di siang dan di malam hari, mereka mendekati
tempat-tempat yang terang untuk memperlihatkan perhiasannya pada orang banyak.
Sementara ulama berkata, “Kalau wanita
telah melakukan tiga perkara ini, maka ia disebut qahba artinya wanita yang
menjadi penyanyi, wanita fasik dan pezina ” Ketiga perkara itu sebagai berikut'
1 Keluar di siang hari dengan bersolek
menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta berjalan di antara para lelaki
2. Memandangnya wanita kepada lelaki lain.
3. Mengeraskan suaranya hingga terdengar
lelaki lain sekalipun ia wanita salehah, karena menyerupakan dirinya dengan
wanita jelek (khabitsah).
Kata ‘jelek” di sini tidak mengandung
pengertian memaki. Karena kata khabitsah wanita jelek dijadikan seperti alam
laqab Karenanya Rasulullah bersabda: “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka
termasuk golongan mereka. ”
Maksudnya, orang yang menyerupai suatu
kaum dalam pakian dan perbuatannya, maka dia termasuk golongan mereka itu Jadi,
siapa saja yang menyerupai
orang-orang saleh, maka ia dimuliakan seperti dimuliakannya orang-orang saleh
Siapa yang menyerupai orang-orang fasik, maka tidak perlu dimuliakan Hadis
ini mengisyaratkan bahwa bangsa jin yang menyerupai ular dan menyakitkan lalu
menampakkan pada kita, boleh dibunuh.
Pada zaman kita sekarang ini, tidak boleh
memakai sorban kuning atau abu-abu kalau dirinya sebagai muslim. Hadis tersebut
diriwayatkan oleh Ibnu Ruslan
dan Abu Dawud dan Ibnu Umar dan Imam Thabrani dari Hudzaifah.
Bagi wanita yang memiliki rasa malu dan
baik agamanya tentu bersih diri dari sebutan qahbah (wanita penyanyi) Maka,
orang yang takut kepada Allah dan Rasul- Nya, serta orang-orang yang memelihara
kehormatan diri wajib melarang istri dan putri-putrinya keluar rumah dengan
menampakkan perhiasannya dan memperlihatkan kecantikannya kepada lelaki lain.
Yang dimaksud memelihara kehormatan diri adalah
adab-adab yang berhubungan dengan nafsu.
Jika seseorang dapat memelihara adab-adab
itu, maka dapat mendorong dirinya melihat budi pekerti dan adat istiadat yang
baik
Rasulullah mengizinkan para wanita keluar
dari rumah khususnya pada waktu salat hari raya.
Dibolehkan keluar bagi wanita yang dapat
memelihara diri dan diizinkan suami. Namun duduk-duduk di rumah saja akan lebih
selamat.
Wanita itu sebaiknya tidak keluar jika
tidak ada keperluan yang amat penting. Jika ia keluar sebaiknya memejamkan pandangannya
terhadap lelaki lain.
Kami tidak mengatakan kalau muka lelaki
itu aurat bagi wanita sebagaimana muka wanita bagi lelaki, tetapi muka lelaki itu
bagi wanita bagaikan muka anak
kecil yang tampan. Maka haram melihat jika takut menimbulkan fitnah. Apabila
tidak menimbulkan fitnah, maka tidak haram. Sebab sejak zaman dahulu para
lelaki itu terbuka mukanya, sedangkan para wanita tetap menutup mukanya. Kalau
muka lelaki itu merupakan aurat bagi wanita, tentu diperintah menutup mukanya,
atau dilarang keluar kecuali karena darurat.
Sebaiknya, benar-benar menjaga para
wanita, terutama pada zaman sekarang ini. Jangan sampai sembarangan menjaga
wanita, jika suami benar-benar dapat melakukannya. Suami hendaknya melarang istrinya
keluar rumah, kecuali di waktu malam bersama mahramnya yang senasab atau
lainnya, atau bersama wanita lain yang dapat dipercaya sekalipun sahaya wanita.
Jadi, tidak cukup dengan budak,
kalau tidak disertai wanita lain yang terpercaya. Sebab kepercayaan pada budak
itu jarang.
Wanita tidak boleh keluar dari batas desa
atau kota sekalipun bersama para wanita banyak yang terpercaya atau mendapat
izin suami. Tetapi suaminya harus ikut keluar, atau wanita itu disertai lelaki
mahramnya. Maka apa yang terjadi pada zaman
sekarang ini, keluarnya wanita di luar batas desa atau kota termasuk dosa yang
wajib dilarang. Mereka harus dilarang dari keluar itu.
Diceritakan dari jalur Taimillah bin
Tsalabah, ada seorang wanita berjualan samin di zaman jahiliyah. Lalu dia
didatangi Khawat bin Jubair Al-Anshari. Khawat menawar samin yang dijajakan.
Wanita itu lalu membukakan satu tempat yang penuh samin.
Khawat berkata, “Pegang saja dulu, aku akan mencari yang lain.” Khawat lalu
membuka samin di tempat satunya seraya berkata, “Ini pegang lagi.” Ketika kedua
tangan wanita penjual samin itu memegang dua botol samin dengan tangan kanan
dan kirinya, tiba-tiba Khawat mencium wanita itu hingga selesai kebutuhan birahinya.
Lalu Khawat lari. Namun akhirnya ia menyatakan masuk Islam dan mengikuti perang
Badar.
Rasulullah bertanya kepada Khawat, “Hai
Khawat, bagaimana kabarnya waktu kamu membeli samin?” Demikian tanya Rasulullah
sambil tersenyum.
Khawat menjawab, “Ya Rasulullah, Allah
telah memberikan rezeki yang baik pada saya, dan saya memohon perlindungan
kepada Allah jangan sampai berkurang setelah meningkat.”
Diceritakan, ada seorang lelaki termulia
di kalangan penduduk India membeli budak lalu dididik dan diadopsi. Setelah
besar ia sangat mencintai istri tuannya. Lalu ia memegangi tuan putri untuk
menuruti kemauannya. Tuan putri lalu menuruti kemauan budaknya. Pada suatu
hari, tuan lelaki masuk kamar, tiba-tiba ia melihat budaknya sedang berada di
atas dada istrinya. Maka sang tuan mengancam akan menyiksa budaknya. Lalu kelamin
budaknya dipotong tuannya. Setelah memotong kemaluannya sang tuan menyesal. Kemudian
budak itu dirawat dan diobati hingga sembuh. Sang budak merasa dendam dan ingin
membalas tuannya.
Kebetulan sang tuan mempunyai dua anak, yang
satu masih bayi dan satunya sudah beijalan. Kedua anaknya mungil dan lucu
bagaikan matahari dan bulan. Pada suatu hari sang tuan sedang pergi meninggalkan
rumah untuk suatu keperluan. Budak hitam itu lalu membawa dua anak tersebut ke
lantai atas. Budak itu lalu memberikan makanan dan mainan kedua anak hingga
sang tuan kembali mema-
suki rumah. Setelah melihat ke atas, ternyata melihat kedua anaknya berada di
atas loteng bersama budaknya. Ucap sang tuan, “Celaka kamu! kamu menyiapkan
kedua anakku untuk mati.” Jawab budak, “Benar. Jika engkau tidak menuruti perintahku,
maka kedua anak ini akan aku lemparkan!”
Kata sang tuan, “Apa kemauanmu,” “Aku
menghendaki agar kamu memotong
kelaminmu sendiri,” jawab sang budak. Sang tuan berkata, “Ingatlah Allah,
ingatlah Allah hai budakku, aku telah mendidik kamu!” Sahut budak, “Tinggalkan
ucapan seperti itu.” Tuannya berkali-kali mengingatkan, tetapi budaknya tidak
mau menerima. Ketika sang tuan bermaksud naik, si budak lalu membawa kedua anak
tadi di pinggir loteng dari atas. Tuannya
berkata, “Celaka kamu, sabarlah! Aku
akan menuruti perintahmu.” Kemudian sang tuan mengambil pisau dan memotong
kemaluannya sendiri dengan diperlihatkan budaknya. Setelah budak hitam itu puas
melihat tuannya memotong kemaluannya sendiri, spontan ia melemparkan kedua anak
itu dari puncak loteng dan tewas seketika.
Budak berkata, “Engkau memotong
kemaluanmu sendiri sebagai penebus dosamu memotong kemaluanku. Sedangkan aku
membunuh kedua anakmu itu sebagai tambahan.” Jika persoalan budak seperti itu,
maka sebagai budak dan orang yang mengisi gentong sebaiknya dilarang masuk di
tempat wanita, jika keduanya telah
berusia lima belas tahun. Sebab, kebanyakan fitnah itu disebabkan oleh budak
yang sudah baligh. Dan memelihara keturunan itu termasuk urusan yang paling
penting.
Imam Al-Ghazali berkata dalam Al-Ihya, bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya
aku benar-benar seorang yang cemburu, dan tiadalah seseorang yang tidak cemburu
(pada keluarganya) melainkan hatinya pasti terbalik ”
Cara yang tidak memerlukan kecemburuan
hati adalah melarang seorang lelaki masuk rumah bertemu wanita, dan wanita
hendaknya tidak keluar ke pasar.
Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya
Allah Ta’ala sangat cemburu, dan
sesunggguhnya orang mukmm itu cemburu. Adapun kecemburuan Allah adalah apabila
seorang mukmin melakukakan apa yang diharamkan oleh Allah.” (HR. Imam Ahmad,
Bukhari, Muslim, Turmudz dari Abu Hurairah)
Sayidina Ali r. a. berkata, “Apakah kamu
semua tidak malu? Apakah kamu tidak cemburu? Salah seorang dan kamu semua
membiarkan istrinya keluar di kalangan para lelaki, istri melihatnya dan para
lelaki melihat istrimu ”
Juga kata Ali r.a., “Jangan memperbanyak
kecemburuan terhadap istrimu, karena istrimu dapat dituduh jelek karena kamu.”
Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Di
antara kecemburuan itu ada yang disenangi Allah dan ada yang dibenci Allah.
Kecongkakan sebagian ada yang disenangi Allah dan ada yang dibenci Allah Adapun
kecemburuan yang dicintai Allah adalah kecemburuan pada anak perempuan tiri.
Sedangkan kecemburuan yang dibenci Allah adalah kecemburuan pada perempuan
selama anak perempuan tirinya. Kecongkakan yang dicintai Allah adalah
kecongkakan seorang lelah pada dinnya ketika berperang dan berbenturan dengan musuh.
Sedangkan congkak yang dibenci Allah adalah kecongkakan pada perkara batil.”
Pada zaman kita sekarang ini, jika ada
wanita yang keluar rumahnya, maka muncullah lelaki yang mengedipi dengan
matanya sebagai kode, ada juga lelaki yang menyentuhnya dengan ujung
jari-jannya, lalu ada lelaki yang berbicara kotor yang tidak diridhai oleh
orang yang memiliki agama terhadap keluarganya, istrinya dan pengikutnya serta
dibenci oleh wanita salehah untuk dirmya.
Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajar mengatakan
dalam kitab Igttraaul Kabair, “Jika wanita itu terpaksa harus keluar, seperti
untuk berkunjung kepada orang tuanya, maka ia diperbolehkan jika mendapat izin
suaminya sepanjang tidak menampakkan perhiasannya kepada para lelaki lain tidak
berbusana bagus, memejamkan matanya ketika berjalan, dan tidak boleh memandang
ke kanan dan ke kiri. Jika tidak demikian halnya, maka ia termasuk wanita yang
durhaka kepada Allah, Rasulnya dan suaminya.”
Diceritakan, ada seorang wanita yang
menampakkan perhiasannya di depan para lelaki, lalu dia sakit dan mati.
Kemudian keluarganya ada yang melihatnya dalam mimpi bahwa ia sedang dihadapkan
kepada Allah dengan mengenakan pakaian yang tipis-tipis lalu ada angin bertiup
membuka pakaiannya.
Akhirnya Allah tidak berkenan menghadapi
dan mengatakan, “Wahai para malaikat, peganglah wanita mi ke ruangan kiri di neraka,
karena dia termasuk memperlihatkan dirinya, perhiasannya, dan bergaya sewaktu
berjalan di dunia.”
Diriwayatkan, ketika suami seorang
waliyullah wanita Rabi’atul Adawiyah telah wafat, Imam Hasan Al-Bashri meminta
izin menjumpainya. Karena beliau sebagai pembesar ulama tabi’indan sahabatnya, Rabi'ah
memperkenankan masuk dengan memanjangkan tabir untuk dirinya lalu duduk di
belakang tabir. Hasan Al-Bashri lalu berkata, “Suamimu telah meninggal, maka
silakan Anda memilih di antara
teman-teman ahli zuhud ini.”
Jawab Rabi’ah, “Benar saya senang, saya
memuliakan dan menghormati kalian semua. Tetapi saya ingin bertanya, siapa yang
paling alim di antara kalian semua, maka dialah yang menjadi suamiku.” Hadirin
berkata, “Tentu Hasan Bashri r.a.” Rabi’ah berkata, “Jika engkau dapat menjawab
empat masalah ini, aku mau menjadi istrimu.” Al-Hasan berkata, “Silakan Anda
bertanya. Jika aku mendapat pertolongan Allah, Anda akan kujawab.”
Tanya Rabi’ah, “Bagaimana pendapatmu jika
aku mati, aku keluar dari dunia ini menjadi orang Islam atau kafir?” Al-Hasan
menjawab, “Itu adalah perkara rahasia,
tidak ada yang tahu.” Rabi’ah bertanya lagi, “Bagaimana pendapatmu jika aku
telah diletakkan di kuburku dan ditanya malaikat Mungkar dan Nakir, apa aku
dapat menjawab atau tidak?” Al-Hasan menjawab, “Persoalan ini juga persoalan
yang samar.”
Rabi’ah bertanya lagi, “Jika seluruh
manusia dihalau di tempat pemberhentian pada hari kiamat dan buku-buku amal
beterbangan dari gudang buku amal di bawah Arasy serta menempel pada leher orang
yang memiliki buku amal itu, lalu diambil para malaikat dari leher untuk
diterimakan pada pemiliknya, kemudian sebagian ada yang diberikan dan diterima
dengan tangan kanannya, yaitu orang mukmin yang taat, dan sebagian menerima
dangan tangan kirinya dari belakang punggungnya, yaitu orang kafir. Apakah aku
diberi buku amalku dari tangan kanan atau tangan kiri?”
Hasan Al-Bashri menjawab, “Perkara itu
juga termasuk hal yang gaib.” Rabi'ah bertanya, “Jika besok pada hari kiamat diserukan
bahwa sebagian golongan manusia berada surga atau ahli neraka, tahukah kamu
diriku berada di mana?”
Hasan Al-Bashri, “Itupun termasuk
persoalan gaib ”
Rabi’ahbertanya lagi, “Orang yang selalu
prihatin memikirkan empat perkara itu, apakah membutuhkan suami atau berusaha
mencari pilihan sebagai suami?”
Perhatikanlah wahai para pendengar,
begitulah pada akhirnya dialog Ra’biah yang ahli ibadah dan ahli zuhud itu. Dia
merasa takut yang tidak lain karena kejernihan hatinya dari kotoran perilaku
dan berakarnya ilmu hikmah, yaitu ilmu yang disertai amal.
Sementara itu, salihin menceritakan bahwa
Rabi’atul Adawiyah itu memiliki berbagai macam ihwal. Terkadang ia dikalahkan
dengan rasa cinta kepada Allah, terkadang dikalahkan rasa tenang untuk
menghadap Allah, dan terkadang ia dikalahkan
oleh rasa takut kepada Allah.
Suami Rabi’ah mengatakan, “Pada suatu
hari saya duduk menikmati makanan, sedangkan Rabi’ah ikut duduk di sampingku.
Dia duduk termenung mengingat-ingat kedahsyatan hari kiamat. Lalu kataku,
“Marilah kita rasakankenikmatan makan ini.” Sahutnya, “Saya dan engkau pasti
tidak akan terhenti makan sambil mengingat akhirat.” Lanjutnya, “Saya ini tidak
mencintai engkau sebagaimana cintanya suami terhadap istrinya. Tetapi aku mencintaimu
karena engkau saudara Islam.”
Jika Rabi’ah memasak, iapun berkata
kepada suaminya, “Makanlah wahai suamiku. Tubuhku tidak dapat sehat melainkan
dengan tasbih.”
Kemudian Rabi’ah berkata, “Pergilah
engkau dan kawinlah dengan tiga wanita!” Maka sayapun menikah tiga orang
wanita.
Rabi’ah pernah memberikan makanan
kepadaku berupa daging seraya berkata, “Pergilah dengan kekuatanmu kepada
istrimu.”
Dikisahkan bahwa Rabi’ah sering didatangi
jin membawakan apa saja yang dibutuhkan. Rabi’ah mempunyai beberapa keramat. Di
antaranya, pernah ada
pencuri memasuki rumahnya, sedangkan Rabi’ah sedang tidur. Lalu pencuri itu
mengumpulkan perkakas rumah dan pakaian. Ketika pencuri itu akan keluar dari
pintu ia tidak melihat pintu. Pencuri itu lalu duduk-duduk menunggu terbukanya
pintu. Tiba-tiba ada suara tanpa rupa, “Letakkanlah pakaian yang kamu bawa, dan
jangan keluar melalui pintu.” Setelah pakaian itu diletakkan, terlihatlan pintu.
Ketika melihat adanya pintu terbuka, pakaian itu akan diambil kembali, tetapi
pintu keluar tidak terlihat lagi. Pakaian itu lalu diletakkan kembali,
tiba-tiba terlihat ada pintu
terbuka. Lalu pakaian diambil kembali, ternyata pintunya sudah tidak terlihat
lagi.
Demikian terjadi hingga tiga kali lebih.
Kemudian ada suara tanpa rupa berseru, “Kalau Rabi’ah itu tidur, tetapi kekasih
Rabi’ah, yaitu Allah tidak pernah tidur dan tidak pernah kantuk.”
Akhirnya pencun tu meletakkan pakaian
yang hendak dicurinya, dan keluar melalui pintu.
Wanita salehah itujika mengalami kesalahan,
baik berupa ucapan atau perbuatan terhadap suaminya, seketika itu ia menyesal
dan memohon keridhaan suammya serta menangis karena takut siksaan Allah karena
kesalahannya, seraya mengatakan kepada suaminya yang sedang susah, “Jika kesusahanmu
karena akhirat, maka berbahagialah rumah tang-gamu. Jika kesusahanmu karena
urusan
dunia, maka aku tidak akan menuntutmu apa saja yang kamu tidak mampu
memenuhinya.”
Diceritakan Rabi’ah binti Ismail
As-Syamsiyah, istri Abui Husain Ahamad bm Abu Al-Hawari penduduk Damsyiq yang
disebut oleh Imam Al-Junaidi sebagai bunga negara Syam pernah memberikan
makanan kepada suammya berupa makanan yang enak-enak dengan aroma minyak seraya
berkata, “Pergilah dengan rasa ringan dan kekuatanmu kepada istrimu.”
Demikian ini karena Abu Al-Hawari
mempunyai tiga istri selain Rabi’ah. Dan Rabi’ah Syamsiyah ini mirip dengan Rabi’ah
Al-Adawiyah di Bashrah.
Jika Rabi’ah Syamsiyah telah selesai
salat Isya’, ia lalu mengenakan harum-haruman dan mengenakan pakaiannya
kemudian mendekat ke tempat tidur Syaikh Ahmad bin Abu Al-Hawari seraya berkata,
“Apakah engkau membutuhkan dinku atau tidak?” Jika sang suami tidak
membutuhkannya,
Rabi’ah tetap tidur di tempat Syaikh
Ahmad hingga dia ridha kalau tidak membutuhkannya Kemudian Rabi’ah melepas
pakaian indah khusus untuk mengumpul! suami itu, terus memakai pakaian untuk beribadah,
dan berdiri di tempat shalatnya hingga Pagi Rabi’ah Syamsiyah itu asalnya
meminta kepada
Abu Al-Hawari untuk menikahinya, karena Rabi’ah asalnya mempunyai suami yang
kaya raya lalu meninggal, sedangkan ia memperoleh warisan harta yang banyak.
Maksudnya, agar Ibnu Abu Al-Hawari berkenan
membelanjakan harta kekayaan Rabi’ah itu kepada orang-orang yang ahli ibadah
dan untuk kebaikan bagi orang yang memang membutuhkan Sebab, Ibnu Abu Al-Hawari
itu adalah salah seorang
yang paling cocok di dalam membelanjakan harta itu, sedangkan Rabi’ah adalah
orang yang lebih adil dalam membelanjakan harta. Karenanya, Rabi’ah memmta
Ibnu Abu Al-Hawari berkenan menikahinya. Mulanya, Syekh Ahmad, tidak mau
mengawini ketika diminta oleh Rabi’ah. Mukanya dia berkata kepada Rabi’ah,
“Aku tidak ada kepentingan kepada wanita, karena aku sibuk mengurus diriku
sendiri.”
Rabi’ah berkata, “Saya pun lebih sibuk
mengurus diriku daripada engkau. Aku tidak semata-mata menuruti syahwat. Tetapi
aku memperoleh harta dari suamiku, aku bermaksud agar engkau mau membelanjakan
harta itu kepada saudara-saudaramu, dan dengan sebab engkau aku dapat mengenal
orang-orang saleh sebagai jalanku menuju keridhaan Allah.”
Jawab Syaikh Ahmad, “Nanti dulu, aku akan
meminta izin guruku Abu Sulaiman Ad-Darani.” Beliau ternyata melarang Syaikh
Ahmad untuk kawin, seraya berkata, “Tiadalah salah seorang dari santrinya yang
kawin melainkan dia berubah.” Namun setelah Abu Sulaiman mendengar pembicaraan
Rabi’ah, beliau mengizinkannya seraya berkata, "Kawinlah dengan Rabi’ah,
karena dia adalah seorang waliyullah
wanita.”
Cerita-cerita para wanita salehah seperti
Rabi’ah pada zaman dahulu banyak sekali.
Diceritakan oleh sebagian ulama, bahwa
ada seorang lelaki tukang besi. Dia sering memasukkan tangannya pada api yang
menyala-nyala. Kemudian dia didatangi seorang lelaki untuk membuktikan berita
itu. Lelaki ini lalu menanyakan kepada tukang besi. Setelah melihat dan
menyatakan apa yang didengarnya, ia menunggu hingga selesai pekerjaan tukang
besi. Setelah tukang besi menyelesaikan pekerjaannya, tamu itu mengucapkan
salam dan tukang besi itu pun membalasnya.
Lelaki itu berkata, “Aku ingin menjadi
tamumu pada malam ini.”
Tukang besi itu berkata, “baiklah, saya
senang sekali dan saya akan menghormati.”
Kemudian lelaki itu diajak pulang ke
rumah tukang besi, ia dijamu makan sore dan bermalam berkumpul dengan tukang
besi. Ternyata dia tidak beribadah kecuali salat fardhu dan tidur hingga subuh.
Lelaki tadi berkata dalam hatinya,
“Barangkali tukang besi itu menutupi ihwalnya terhadapku pada malam ini.”
Lelaki itu bermalam lagi satu malam, ternyata tukang besi itu masih seperti
biasanya, tidak menambah ibadahnya sama sekali kecuali salat fardhu. Kata
lelaki pada tukang besi, “Hai saudaraku, aku telah mendengar bahwa engkau
diberi kemuliaan oleh Allah, dan akupun melihat sendiri kemuliaan
itu. Namun, aku merenung karena aku tidak melihat banyaknya amal yang engkau
lakukan, engkau tidak beramal selain salat fardhu, dari mana engkau memperoleh
kemuliaan seperti itu.”
Tukang besi itu menjawab, “Wahai
saudaraku, pernah kualami cerita yang aneh dan perkara yang jarang teijadi.
Ceritanya begini, saya mempunyai tetangga wanita cantik. Terus terang saya mencintainya.
Berkali-kali wanita itu saya rayu, tetapi tidak pernah berhasil. Karena dia
memagari dirinya dengan memelihara kehormatan diri. Lalu pada suatu masa,
timbul musim peceklik. Para manusia umumnya merasa
lesu. Suatu hari saya duduk di rumah. Tiba-tiba ada seorang mengetuk pintu.
Saya pun keluar sambil menanyakan siapa yang mengetuk pintu. Tiba-tiba wanita
cantik itu berdiri di pintu seraya berkata, “Wahai saudaraku, aku sangat lapar.
Apakah Anda dapat memberikan makanan padaku karena Allah?
Jawabku, “Aku tidak dapat memberikan
makanan padamu, kecuali jika engkau menyerahkan dirimu kepadaku. Apakah Anda
tidak tahu persaan apa yang ada di dalam hatiku. Apakah kamu tidak tahu kalau
aku mencintaimu?”
Sahut wanita itu, “Aku memilih mati
daripada durhaka kepada Allah.”
Wanita itu lalu kembali ke rumahnya.
Setelah dua hari, dia kembali kepadaku dan mengatakan kepadaku seperti dahulu.
Lalu saya jawab seperti yang lalu.
Kemudian wanita itu masuk dan duduk di dalam rumah dalam kondisi rusak tubuhnya
hampir mati. Setelah saya meletakkan makanan di mukanya, maka matanya mencucurkan
air mata seraya berkata, “Wahai saudaraku, aku telah berupaya tidak bisa datang
kepada selainmu. Apakah engkau dapat memberikan makanan untukku karena Allah.”
Jawabku, Tentu saja engkau kuberi makan
asal kamu mau menyerahkan dirimu kepadaku.”
Wanita itu lalu menundukkan kepalanya
sebentar terus mamasuki rumah dan duduk, kemudian saya berdiri menyalakan api
untuk memasak makanan buat wanita tadi. Setelah makanan itu saya letakkan di
hadapannya, belas kasihan Allah Ta’ala membuyarkan niatan jelekku. Saya berkata
dalam hati, Celaka engkau hai diriku ini. Wanita ini kurang akalnya, kurang
agamanya, tidak memakan yang bukan miliknya. Dia berulang kali datang di
rumahku karena kelaparan, tetapi dirimu tidak mau menghentikan perbuatan
maksiat kepada Allah Ta’ala.”
Saya lalu berdoa, “Ya Allah, aku bertobat
kepada-Mu dari perbuatan dosa yang kulakukan. Aku tidak akan mendekati wanita
itu selamanya.”
Kemudian saya menjumpai wanita itu,
tetapi ia tetap tidak mau makan. Kataku, “Makanlah, tidak usah takut-takut.
Sebab makanan ini saya berikan karena Allah.”
Setelah mendengar pengakuanku, lalu ia
mengangkat kepalanya ke langit seraya berdoa, “Ya Allah jika lelaki ini benar ucapannya,
semoga Engkau mengharamkan api buat dirinya di dunia dan akhirat.”
Lelaki itu melanjutkan ucapannya, “Wanita
itu lalu kutinggal pergi untuk memadamkan api.”
Pada waktu itu kebetulan musim penghujan.
Lalu aku menginjaki bara api, tetapi tidak merasa panas dan tidak membakar
kulitku. Kemudian aku memasuki rumah dan menjumpai wanita tadi dalam keadaan
senang, seraya kukatakan, “Bergembiralah, karena Allah mengabulkan doamu.”
Wanita tersebut seketika itu langsung
melempar suapan makanan dari tangannya kemudian bersujud syukur kepada Allah
dan berdoa, “Ya Allah, Engkau telah berkenan memperlihatkan kepadaku apa yang menjadi
maksudku kepada lelaki itu. Semoga Engkau berkenan mencabut nyawaku saat ini.”
Maka Allah mencabutnya, sedangkan ia dalam
keadaan bersujud. Inilah ceritaku, wahai saudaraku! Allah Maha Mengetahui.”
Diceritakan, ada seorang wanita keluar
dari rumahnya untuk mendengarkan sabda sabda Nabi Saw. bersama para sahabat r.
a. Lalu ada seorang lelaki muda melihat wanita itu berjalan dijalan seraya berkata,
“Wahai wanita mulia, mau ke mana?”
Sahutnya,“Tujuanku menjumpai Nabi
Muhammad Saw. Untuk duduk di sisinya dan aku akan mendengarkan sabdanya yang
mulia.”
Lelaki muda itu lalu bertanya kepadanya,
“Apakah engkau mencintai Nabi?” Jawabnya, “Benar, saya mencintainya.”
Pemuda itu berkata lagi, “Demi hak
mencintai Nabi Muhammad bagimu, bukalah tutup mukamu agar aku melihat wajahmu.”
Setelah pemuda itu menjumpainya dengan cintanya
kepada Nabi Muhammad, wanita itu terpaksa membuka tutup mukanya hingga lelaki muda
itu melihat wajahnya. Lalu wanita itu kembali pulang dan mengadukan kepada
suaminya tentang kejadiannya dengan seorang pemuda. Setelah suaminya mendengar,
pikirannya jadi berubah dan berkata dalam hatinya, “Aku harus melihat, benar
atau tidak istriku ini, biar puas hatiku, dia pasti kucoba.” Kemudian suaminya menyalakan
api tungku untuk membakar roti. Lalu ditunggu sampai api itu benar-benar menyala
dan suaminya berkata kepada istrinya, “Demi hak Nabi Muhammad Saw. masuklah
kamu pada tungku api itu.”
Setelah suaminya menyumpahi dengan hak
Nabi Muhammad Saw. sang istri itu seketika melemparkan dirinya pada tungku api
itu, ia menganggap ringan ruhnya karena benar-benar cinta kepada Nabi Muhammad
Saw.
Maka ketika suaminya melihat istrinya
jatuh di tungku api dan tenggelam di dalamnya, suaminya benar-benar merasa
susah dan percaya kalau ucapan istrinya itu benar. Kemudian suaminya datang menghadap
Nabi Muhammad Saw., lalu beliau bersabda, “Kembalilah kamu, dan bukalah tungku
api itu!”
Ketika tungku di buka sambil
menyingkirkan apinya, ternyata wanita itu benar-benar selamat, tubuhnya basah
dengan keringat bagaikan keluar dari pemandian air panas.
PENUTUP
Ya Allah, semoga Engkau berkenan
melimpahkan kebaikan segala urusan kami, semoga Engkau berkenan melimpahkan
kebaikan kepada keluarga kami, kerabat kami, anak cucu kami, dan seluruh orang
Islam dalam segala urusannya, dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Alhamdulillah, selesailah penyusunan buku
ini. Ucapan hamdalah itu sebagaimana ahli surga mengakhiri doa mereka setelah
permohonannya dikabulkan Allah. Semoga Allah melimpahkan anugerahNya yang besar
dan kenikmatan yang sempurna. Dengan sebab anugerah-Nya kita berbahagia dengan
memperoleh surga.
Rahmat dan keselamatan semoga tetap atas penghulu
seluruh penghulu, yaitu junjungan kita Nabi Muhammad Saw. beserta para
keluarganya, sahabat sahabatnya, dan istri-istrinya selama langit dan bumi
masih ada.
Segala puji bagi Allah Yang Maha Esa,
tiada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Luhur lagi
Maha Agung. Allah-lah yang mencukupi kami dan sebaik-baik Dzat untuk berserah
diri.