فصل
طويل السفر ثمانية وأربعون
ميلاها شمية.
قلت: وهي مرحلتان بسير الأثقال
والبحر كالبر فلو قطع الأميال فيه في ساعة قصر والله أعلم ويشترط قصد موضع معين أولا
فلا قصر للهائم وإن طال تردده ولا طالب غريم وآبق يرجع متى وجده ولا يعلم موضعه ولو
كان لمقصده طريقان طويل وقصير فسلك الطويل لغرض كسهولة أو أمن قصر وإلا فلا في الأظهر ولو اتبع
العبد أو الزوجة أو الجندي مالك أمره في السفر ولا يعرف مقصده فلا قصر فلو نووا مسافة
القصر قصر الجندي دونهما ومن قصد سفرا طويلا فسار ثم نوى رجوعا انقطع فإن سار فسفر
جديد ولا يترخص العاصي بسفره كآبق وناشزة فلو أنشأ مباحا ثم جعله معصية فلا ترخص في
الأصح ولو أنشأه عاصيا ثم تاب فمشا السفر من حين التوبة ولو اقتدى بمتم لحظة لزمه الإتمام
ولو رعف الإمام المسافر واستخلف متما أتم المقتدون وكذا الوعاد الإمام واقتدى به ولو
لزم الإتمام مقتديا ففسدت صلاته أو صلاة إمامه أو بان أمامه محدثا أتم ولو اقتدى بمن
ظنه مسافرا فبان مقيما أو بمن جهل سفره أتم ولو علمه مسافرا وشك في نيته قصر ولو شك
فيها فقال إن قصر قصرت وإلا أتممت قصر في الأصح ويشترط للقصر نيته في الإحرام والتحرز
عن منافيها دواما ولو أحرم قاصرا ثم تردد في أنه يقصر أو يتم أو في أنه نوى القصر أو
قام إمامه لثالثة فشك هل هو متم أم ساه أتم ولو قام القاصر لثالثة عمدا بلا موجب للإتمام
بطلت صلاته وإن كان سهوا عاد وسجد له وسلم فإن أراد أن يتم عاد ثم نهض متما ويشترط
كونه مسافرا في جمع صلاته فلو نوى الإقامة فيها أو بلغت سفينته دار إقامته أتم وأقصر
أفضل من الإتمام على المشهور إذا بلغ ثلاث مراحل والصوم أفضل من الفطر إن لم يتضرر
به.
Syarat Qashar
Jarak safar:
empat puluh delapan mil hasyimiyah.
Pendapatku:
yaitu dua marhalah dengan perjalanan membawa beban; jarak laut sama dengan
jarak darat. Seandainya telah pasti jarak mil dalam safarnya pada suatu waktu,
maka dia menqashar, wallahu a’lam. Disayaratkan dia bermaksud menuju ke tempat
tertentu saat memulai perjalanan; maka tidak ada qashar bagi orang yang bingung
(tidak jelas tempat tujuannya) meskipun jauh jarak mondar-mandirnya; tidak (ada
qashar) juga bagi orang yang mencari orang yang berhutang atau pelarian, di
mana dia akan kembali ketika sudah menemukannya sedangkan dia tidak tahu tempat
persembunyiannya.
Seandainya
untuk menuju tempat tujuan ada dua jalan: jauh dan dekat, kemudian dia memilih
jalan yang jauh dengan maksud tertentu seperti kemudahan dan keamanan, maka dia
mengqashar; jika tidak, maka tidak mengqashar menurut pendapat yang lebih jelas.
Seandainya seorang budak atau istri atau prajurit mengikut pemilik urusannya
dalam safar, sedangkan dia (budak dsb) tidak mengetahui tempat tujuannya, maka
dia tidak mengqashar; jika mereka berniat (safar) dengan jarak (yang
mebolehkan) qashar, maka prajurit tadi mengqashar, sedangkan budak dan istri
tidak.
Barangsiapa
bermaksud bepergian jauh, kemudian berjalan, kemudian berniat untuk kembali,
maka terputus masa safarnya; kemudian jika dia berjalan lagi, maka itu adalah
safar baru. Tidak diberi rukhshah/keringanan bagi orang yang bermaksiat dengan
safarnya, seperti melarikan diri atau wanita durhaka. Seandainya dia memulai
safar mubah, kemudian dia jadikan sebagai safar maksiat, maka tidak ada rukhshah
menurut pendapat yang lebih benar. Seandainya dia memulai safar maksiat,
kemudian bertaubat, maka permulaan safarnya adalah saat dia bertaubat.
Seandainya dia (musafir) bermakmum kepada imam yang menyempurnakan shalat (tidak
mengqashar) sesaat saja, maka wajib baginya shalat sempurna. Seandainya seorang
musafir imam shalat hidungnya berdarah, kemudian digantikan oleh orang yang
shalat sempurna, maka seluruh makmum ikut shalat sempurna; demikian juga
seandainya imam tadi kembali dan ikut bermakmum.
Seandainya dia
telah wajib shalat sempurna karena bermakmum, kemudian shalatnya batal, atau
shalat imamnya batal, atau ketahuan bahwa imamnya berhadats, maka dia tetiap
shalat sempurna.
Seandainya dia
bermakmum kepada imam yang dia sangka musafir, ternyata jelas bahwa imam itu
muqim (bukan musafIr), atau bermakmum kepada imam yang tidak dia ketahui musafir
(atau bukan), maka dia (wajib) shalat sempurna. Seandainya dia mengetahui bahwa
imamnya itu musafir, tetapi dia ragu tentang niatnya imam, maka dia (berniat)
qashar. Seandainya dia ragu tentang niat imam kemudian mengatakan: “Jika imam
mengqashar, maka aku mengqashar. Jika tidak, maka aku shalat sempurna.”, maka
dia mengqashar menurut pendapat yang lebih benar.
Disyaratkan
untuk mengqashar, berniat qashar pada saat takbiratul ihram, dan menjaga diri
dari hal yang menghilangkannya selama (shalat). Seandainya dia berniat qashar
pada saat takbiratul ihram, kemudian ragu-ragu apakah dia tadi berniat qashar
atau sempurna; atau dia ragu-ragu apakah tadi sudah berniat qashar; atau
imamnya bangkit pada rokaat ketiga, kemudian dia ragu apakah imam bangkit
karena shalat sempurna atau karena lupa; maka dia shalat sempurna.
Seandainya
orang yang shalat qashar berdiri pada rokaat ketiga dengan sengaja tanpa ada
hal yang mewajibkan shalat sempurna, maka batal shalatnya. Jika hal itu karena
lupa, maka dia kembali duduk dan dia sujud sahwi atas lupanya itu kemudian
bersalam. Jika dia (berubah) ingin shalat sempurna, dia kembali duduk dulu
kemudian baru bangkit untuk melanjutkan shalat sempurna.
Disyaratkan dia
dalam keadaan safar pada keseluruhan shalatnya. Seandainya di dalam shalat dia
berniat menetiap, atau kapalnya telah sampai di tempat menetiap/tnggalnya, maka
dia shalat sempurna.
Qashar itu
lebih utama daripada shalat sempurna menurut pendapat yang masyhur jika telah
sampai tiga marhalah. Puasa lebih utama dari berbuka jika puasa itu tidak
membahayakannya.
Daftar isi terjemah Kitab Minhajut Thalibin