Terjemah Kitab Minhajut Thalibin; Posisi Imam dan Makmum

 


فصل

لا يتقدم على إمامه في الموقف فإن تقدم بطلت في الجديد ولا تضر مساواته ويندب تخلفه قليلا والإعتبار بالعقب ويستديرون في المسجد الحرام حول الكعبة ولا يضر كونهم أقرب إلى الكعبة في غير جهة الإمام في الأصح وكذا لو وقفا في الكعبة واختلف جهتاهما ويقف الذكر عن يمينه فإن حضر آخر أحرم عن يساره ثم يتقدم الإمام أو يتأخران وهو أفضل ولو حضر رجلان أو رجل وصب صفا خلفه وكذا امرأة أو نسوة ويقف خلفه الرجال ثم الصبيان ثم النساء وتقف إمامتهن وسطهن ويكره وقوف المأموم فردا بل يدخل الصف إن وجد سعة وإلا فليجر شخصا بعد الإحرام وليساعده المجرور ويشترط علمه بانتقالات الإمام بأن يراه أو بعض صف أو يسمعه أو مبلغا وإذا جمعهما مسجد صح الإقتداء وإن بعدت المسافة وحالت أبنية ولو كانا بفضاء شرط أن لا يزيد ما بينهما على ثلاثمائة ذراع تقريبا وقيل: تحديدا فإن تلاحق شخصان أو صفان اعتبرت المسافة بين الأخير والأول وسواء الفضاء المملوك والوقف والمبعض ولا يضر الشارع المطروق والنهر المحوج إلى سباحة على الصحيح فإن كانا في بناءين كصحن وصفة أو بيت فطريقان أصحهما إن كان بناء المأموم يمينا أو شمالا وجب اتصال صف من أحد البناءين بالآخر ولا تضر فرجه لاتسع واقفا في الأصح وإن كان خلف بناء الإمام فالصحيح صحة القدوة بشرط أن لا يكون بين الصفين أكثر من ثلاثة أذرع والطريق الثاني لا يشترط إلا القرب كالفضاء إن لم يكن حائل أو حال باب نافذ فإن حال ما يمنع المرور لا الرؤية فوجهان أو جدار بطلت باتفاق الطريقين.

 

قلت: الطريق الثاني أصح والله أعلم وإذا صح اقتداؤه في بناء آخر صح اقتداء من خلفه وإن حال جدار بينه وبين الإمام ولو وقف في علو وإمامه في أسفل أو عكسه شرط محاذاة بعض بدنه بعض بدنه ولو وقف في موات وإمامه في مسجد فإن لم يحل شيء فالشرط التقارب معتبرا من آخر المسجد وقيل: من آخر صف وإن حال جدار أو باب مغلق منع وكذا الباب المردود والشباك في الأصح.

قلت: يكره ارتفاع المأموم على إمامه وعكسه إلا لحاجة فيستحب ولا يقوم حتى يفرغ المؤذن من الإقامة ولا يبتدىء نفلا بعد شروعه فيها فإن كان فيها أئمة إن لم يخش فوت الجماعة. والله أعلم.

 

Posisi Imam dan Makmum

Posisinya tidak di depan imam; jika di depan imam, maka batal shalatnya menurut qaul jadid. Tidak batal apabila sama dengan imam; dan disunnahkan sedikit di belakang imam. Ukuran dalam hal ini adalah tumit. Di masjidil haram posisi mereka mengelilingi ka’bah; tidak batal shalat meskipun posisinya lebih dekat ke ka’bah daripada imam apabila dia ada di arah yang berbeda dengan imam menurut pendapat yang lebih benar; demikian juga apabila imam dan makmum berdiri di dalam ka’bah selama berbeda arah keduanya. Seorang laki-laki berdiri di samping kanan imam; apabila datang seorang laki-laki lain, maka dia bertakbiratul ihram di samping kiri imam, kemudian imam maju; atau dua makmum itu mundur, inilah yang lebih utama. Seandainya datang dua laki-laki, atau seorang laki-laki dan seorang anak, maka keduanya berbaris di belakang imam; demikian juga seorang perempuan atau banyak perempuan.

Berdiri di belakang imam adalah para laki-laki, kemudian anak-anak, kemudian para perempuan.

Imam perempuan berdiri di tengah-tengah para makmum perempuan. Makruh makmum berdiri sendirian; akan tetapi hendaknya masuk ke barisan/shaf jika masih ada tempat; jika tidak ada tempat, hendaknya menarik satu orang setelah bertakbiratul ihram; orang yang ditarik hendaknya menolong yang menarik.

 

Disyaratkan makmum mengetahui pergerakan imam, dengan melihat imam langsung atau melihat sebagian shaf, atau mendengar imam atau muballigh (yang menyampaikan suara imam). Apabila imam dan makmum berkumpul dalam satu masjid, sah makmum mengikut imam meskipun jarak posisinya jauh dan terhalang bangunan. Seandainya imam dan makmum ada di tanah lapang, maka disyaratkan jarak imam dan makmum tidak lebih dari tiga ratus dzira’0 kira-kira; dan dikatakan: batas maksimal. Jika berturut-turut dua orang atau dua shaf, maka jaraknya diukur dari yang awal ke yang terakhir. Sama saja apakah tanah lapang itu milik orang atau wakaf atau sebagian dimiliki dan sebagian wakaf. Tidak membatalkan adanya jalan yang biasa dilewat dan sungai yang butuh direnangi menurut pendapat yang shahih. Jika imam dan makmum berada di dua bangunan, seperti bagian tengah (rumah) dengan serambi (rumah) atau dalam rumah; maka ada dua thariq: Pertama, pendapat yang lebih benar: jika bangunan makmum ada di samping kanan atau kiri, wajib tersambung shaf dari satu bangunan ke bangunan lain. Tidak membatalkan ketersambungan adanya celah yang tidak cukup ditempat satu orang menurut pendapat yang lebih benar. Jika bangunan makmum ada di belakang bangunan imam, maka menurut pendapat yang shahih: sah bermakmum dengan syarat jarak antara dua baris tidak lebih dari tiga dzira’.

Kedua, tidak ada syarat selain kedekatan jarak sebagaimana di tanah lapang jika tidak ada penghalang atau ada penghalang yang punya pintu yang tembus (bisa dilewat). Jika ada penghalang yang tidak memungkinkan orang lewat tiapi masih bisa melihat, maka ada dua wajah/pendapat. Atau terhalang tembok, maka batal berdasarkan kesepakatan dua thariq tersebut. Pendapatku: thariq yang kedua itulah yang lebih benar, wallahu a’lam.

Jika sah makmumnya seseorang di bangunan lain, maka sah makmumnya orang yang di belakangnya meskipun antara dia dengan imam terhalang tembok. Seandainya dia berdiri di tempat yang tnggi dan imam di tempat yang rendah atau sebaliknya, disyaratkan sebagian badannya menghadap sebagian badan imam.

Seandainya dia berdiri di tanah kosong, sedangkan imamnya di dalam masjid; jika tidak terhalang sesuatu, maka syaratnya adalah kedekatan jarak diukur dari ujung akhir masjid; dan dikatakan: dari ujung shafterakhir. Jika terhalang tembok atau pintu yang tertutup, maka tidak boleh, demikian juga pintu yang tidak bisa dilewat dan jendela menurut pendapat yang lebih benar. Pendapatku: makruh posisi makmum lebih tnggi dari imam atau sebaliknya; kecuali jika memang dibutuhkan. maka menjadi sunnah. (Sunnah) tidak berdiri sampai muadzin selesai iqamah. Tidak memulai shalat sunnah setelah muadzin memulai iqamah0; jika dia sudah dalam keadaan shalat sunnah, maka dia sempurnakan shalatnya jika tidak takut luput shalat jama’ah. Wallahu a’lam.

 

Daftar isi terjemah Kitab Minhajut Thalibin


Komentar atau pertanyaan, silakan tulis di sini

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama