فصل
إذا نذر متتابعة لزمه والصحيح
أنه لا يجب التتابع بلا شرط وأنه لو نذر يوما لم يجز تفريق ساعاته وأنه لو عين مدة
كأسبوع وتعرض للتتابع وفاته لزمه التتابع في القضاء وإن لم يتعرض له لم يلزمه في القضاء
وإذا ذكر التتابع وشرط الخروج لعارض صح الشرط في الأظهر والزمان المصروف إليه لا يجب
تداركه إن عين المدة كهذا الشهر وإلا فيجب وينقطع التتابع بالخروج بلا عذر ولا يضر
إخراج بعض الأعضاء ولا الخروج لقضاء الحاجة ولا يجب فعلها في غير داره ولا يضر بعدها
إلا أن يفحش فيضر في الأصح ولو عاد مريضا في طريقه لم يضر ما لم يطل وقوفه أو يعدل
عن طريقه ولا ينقطع التتابع بمرض يحوج إلى الخروج ولا بحيض إن طالت مدة الاعتكاف فإن
كانت بحيث تخلو عنه انقطع في الأظهر ولا بخروج ناسيا على المذهب ولا بخروج مؤذن راتب
إلى منارة منفصلة عن المسجد للأذان في الأصح ويجب قضاء أوقات الخروج بالأعذار إلا وقت
قضاء الحاجة.
I’tikaf Nadzar
Jika dia
bernadzar (i’tikaf) dengan masa yang berturut-turut, maka (hal itu) wajib
baginya. Menurut pendapat yang shahih: tidak wajib berturut-turut jika dia tidak
mempersyaratkan (berturut-turut) ; dan seandainya dia bernadzar satu hari, maka
tidak boleh memecah-mecah waktunya; dan seandainya dia menentukan masa waktu
tertentu seperti seminggu dan
memperjelas (i’tikafnya) berturut-turut, kemudian dia meluputkannya (dari waktu
yang ditentukan), maka wajib baginya i’tikaf secara berturut-turut saat
mengqadha; jika dia tidak memperjelas berturut-turut, maka tidak wajib
berturut-turut saat mengqadha.
Apabila dia
menyebutkan berturut-turut dan mempersyaratkan akan keluar jika ada kebutuhan
(yang mubah), maka sah syarat itu menurut pendapat yang lebih jelas. Masa waktu
yang dia gunakan untuk kebutuhan itu tidak wajib disusulkan (digant) jika dia
menentukan masanya seperti “sebulan ini”; jika tidak menentukan, maka wajib
(menyusulkannya).
Keberturutan
terputus disebabkan keluar (masjid) tanpa udzur.
Tidak merusak
(keberturutan) mengeluarkan sebagian anggota badannya (dari masjid); tidak
merusak juga keluar untuk buang hajat, tidak wajib melakukan (buang hajat itu)
di (tempat lain) selain rumahnya, dan tidak membahayakan jauhnya rumah itu
(dari masjid) kecuali jika jauhnya melampaui batas, maka merusak (keberturutan)
menurut pendapat yang lebih benar.
Seandainya dia
menjenguk orang sakit dalam perjalanannya (untuk buang hajat), maka tidak
merusak (keberturutan) selama tidak lama waktu berhentnya, atau tidak
menyimpang dari jalannya.
Dan tidak
memutuskan keberturutan karena sakit yang membutuhkan untuk keluar (masjid); tidak
jugakarena haid jika masa i’tikafnya panjang; jika masa i’tikafnya bisa dilalui
tanpa terpotong masa haid, maka (haid) memutuskan (keberturutan) menurut
pendapat yang lebih jelas. (Keberturutan) juga tidak (terputus)
dengan keluar
karena lupa menurut pendapat madzhab; tidak juga dengan keluarnya muadzin rawatib
(yang sedang i’tikaf) ke menara yang terpisah dari masjid untuk adzan menurut
pendapat yang lebih benar.
Wajib mengqadha
waktu-waktu keluar (masjid) dengan udzur, kecuali waktu buang hajat.