الاصل فى الابضاع التحريم
“Asalnya berjima‟ itu hukumnya haram”
Misalnya:
1. Ketika
seorang perempuan muhrim (yang haram dinikahi) yang tidak
diketahuikeberadaannya, ada bersama dengan perempuan-perempuan yang jumlahnya
dapat dihitung (jumlah sedikit) dan berada pada satu kampung, maka dilarang
bagi orang itu untuk berijtihad (memilih salah satunya untuk dijadikan istri)
karena syarat ijtihad dalam menentukan sesuatu itu asal hukumnya harus mubah
(boleh), tetapi diperbolehkan memilih salah satu dari perempuan-perempuan itu,
jika jumlahnya amat banyak, karena rukhshoh (keringanan) agar tidak tertutupnya
pintu nikah dan terbukanya pintu zina.
2. Jika
seseorang mewakilkan kepada orang lain dalam membeli jariyah (budak perempuan)
dan memberikan keterangan tentang sifat-sifatnya, dan ketika siwakil membeli
jariyah itu dengan sifat-sifat yang sama tetapi ia meninggal sebelum
menyerahkannya pada orang yang mewakilkannya, maka hukumnya si jariyah tadi
tidak boleh di jima‟ oleh orang yang mewakilkannya itu, karena dikhawatirkan
siwakil membeli jariyah itu untuk dirinya sendiri, walaupun siwakil membeli
jariyah itu dengan sifat yang telah disebutkan tadi itu jelas dalam
kehalalannya, karena asalnya jima‟ itu haram sampai diyakini sebab-sebab yang menghalalkannya.
3. Tidak
dihalalkan menjima‟ perempuan yang menjadi boyongan (tawanan) perang kecuali
sudah menjadi bagian dari ghanimah yang dibagi oleh imam yang membaginya dengan
baik dengan tidak ada rasa ragu dan takut.
Allah Swt
berfirman dalam surat al-A‟raf : 199
خُذِ الْعَفْوَ
وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ ...
"Jadilah
Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah
dari pada orang-orang yang bodoh."