الرضى بالشيء رضى بما يتولد منه
“Ridha
terhadap sesuatu itu ridha dengan apa yang terlahir darinya”
Misalnya :
1. Ridhonya suami istri terhadap „aib (cacat) salah satunya, walaupun kemudian
bertambah cacatnya itu, maka tidaklah ada khiyar, menurut pendapat Qaul Shahih.
2. Murtahin
(orang yang menggadaikan) yang telah memberikan izin kepada Rahin (orang yang
menggadai) dalam memukul hamba sahaya yang digadaikan, walaupun sampai rusak
karena dipukul, tidaklah mendapatkan hukuman mengganti, karena itu merupakan
dampak/akibat dari izinnya murtahin.
3. Jika
seseorang berkata : Potonglah tangan saya, maka kemudian dipotong tetapi
selanjutnya tangannya terputus-putus akibat dari pemotongan itu, maka
biarkanlah menurut Qaul Adzhar.
4. Memakai
wewangian pada waktu sebelum Ihram, kemudian wewangian itu terus menerus sampai
melakukan ihram, maka tidaklah wajib membayar fidyah.
5. Beristinja‟
dengan batu itu diampuni walaupun ketika berkeringat kotorannya itu menjadi
basah, maka hukum asalnya tetap diampuni.
6. Jika
seseorang yang sedang berpuasa terlanjur meminum air ketika madlmadlah dan
istinsyaq padahal ia tidaklah mubalaghah dalam melakukannya, maka ia tidaklah
batal puasanya menurut Qaul Ashoh, berbeda hukumnya (batal puasanya) bagi yang
melakukannya dengan mubalaghoh, karena terlanjur meminum air itu disebabkan
melakukan yang dicegah (mubalaghah bagi orang yang berpuasa).
Seiring dengan
kaidah diatas, yaitu kaidah :
المتولد من مأذون لا اثر له
“Yang
muncul/terlahir dari yang telah diizini maka tidaklah ada masalah”
Nabi Saw
bersabda :
ÙƒُÙ„ُّ Ù…ُسْÙƒِرٍ Ø®َÙ…ْرٌ ÙˆَÙƒُÙ„ُّ Ù…ُسْÙƒِرٍ
Øَرَامٌ
“Setiap yang
memabukkan itu khamr, dan setiap khamr itu haram” (HR. Muslim)