الخروج من الخلاف مستحبٌّ
“Keluar
dari khilafiyah hukumnya sunnah”
Misalnya :
1. Disunnahkan menggosok-gosok dalam bersuci/berwudhu dan meratakan usapan pada
kepala, karena keluar dari khilafiyah Imam Malik yang mewajibkannya.
2. Disunnahkan
mencuci mani (sperma), karena Imam Malik mewajibkannya.
3.
Disunnahkannya Sholat Qashr dalam perjalanan yang menempuh jarak 3 marhalah ( +
16 farsakh = 88,5 km ) karena keluar dari khilafiyah Imam Abu Hanifah yang
mewajibkannya.
4. Menjauhi
menghadap dan membelakangi kiblat (bagi yang sedang buang air besar atau kecil)
dengan menggunakan penutup, hukumnya adalah sunnah, karena keluar dari
khilafiyah Imam Shofyan Tsauri yang menghukumi wajib menjauhinya secara
muthlak.
5. Makruhnya
sholat munfarid (sendirian) dibelakang barisan ma‟mum yang ada, karena keluar
dari khilafiyah Imam Ahmad yang membatalkannya.
6. Makruhnya mufarraqah (berpisah) dengan imam tanpa udzur, karena keluar dari
khilafiyah Imam Daud Dzahiri yang membatalkannya.
PERHATIAN (تنبيه)
Untuk menjaga
khilafiyah terdapat beberapa syarat :
1. Menjaga
khilafiyah itu tidak berada pada tempat khilafiyah yang lain, untuk itu
memfashal (memisah) sholat witir itu lebih afdhol dari mewasholnya
(menyambungnya) dengan tidak menjaga khilafiyah imam Abu hanifah karena
sesungguhnya sebagian dari ulama itu tidak membolehkan untuk menyambungkannya.
2. Khilafiyah
itu tidak berbeda dengan sunnah yang ditetapkan, untuk itu disunnahkan
mengangkat kedua telapak tangan dalam sholat dengan tidak memperdulikan
pendapat imam Abu Hanifah yang membatalkannya, karena mengangkat kedua telapak
tangan itu sudah ditetapkan dari hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh 50
orang sahabat.
3. Landasan
hukum khilafiyah itu telah kuat dengan tidak tergesa-gesa dalam menentukannya,
untuk itu berpuasa bagi orang yang bepergian itu lebih utama, dengan tidak
memperdulikan pendapat sebagian ahli dzahir yang menyatakan bahwa puasanya itu
tidak sah.
وليس كل خلاف جاء معتبرا إلا خلاف له حظ من
النظر
“Dan tidak ada
pada setiap khilafiyah itu datang dengan i‟tibar, kecuali khilafiyah yang
terdapat di dalamnya bagian-bagian dari pemikiran.”
Allah Swt.
Berfirman dalam surat al-Baqarah : 173
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ
بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ
".....Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa
baginya....."