مَا يُشْتَرَطُ التَّعَرُّضُ لَهُ جُمْلَةً وَ
لاَ يُشْتَرَطُ تَعْيِيْنُهُ تَفْصِيْلاً إِذَا عَيَّنَهُ وَأَخْطَأَ ضَرَّ
“Jika syaratnya
hanya menentukan secara global, dan tidak disyaratkan ta'yinnya (menyatakannya)
secara terperinci, maka ketika seseorang menyatakannya dan ia salah, maka hal
itu akan menjadi madharat”
Misalnya :
1. Niat menjadi
ma‟mum pada Zaid ternyata yang jadi imam adalah Umar, maka tidak sah
berjama‟ahnya karena ia telah menghilangkan niat ma‟mum kepada Umar dengan niat
menjadi ma‟mumnya Zaid, maka ketika ternyata ia menjadi ma‟mum dari Umar maka
ia tidak berniat menjadi ma‟mum. Dan dalam berjama‟ah tidak disyaratkan
menyatakan siapa imamnya, tetapi hanya disyaratkan untuk niat berjama‟ah, tidak
yang lain.
2. Niat mensholati
mayyitnya Bakar, ternyata yang disholatinya adalah mayyit Khalid, atau niat
sholat untuk mayyit laki-laki tapi ternyata mayyitnya perempuan, atau
sebaliknya, maka semua itu tidak sah. Karena dalam sholat Janazah itu tidak
wajib ta‟yin (menyatakan) siapa mayyit yang disholatinya, hanya cukup berniat
sholat terhadap mayyit saja. 3. Barang siapa melaksanakan sholat untuk mayyit
yang jumlahnya banyak, maka dalam sholat ini tidak diwajibkan melakukan ta‟yin
(menyatakan) jumlah dari mayyit-mayyit itu, maka ketika beri‟tiqad bahwa jumlah
mayyitnya 10 orang tapi ternyata lebih banyak, maka sholatnya mesti diulangi
(i‟adah).
4. Tidak
disyaratkan ta‟yin (menyatakan) bilangan raka‟at, maka ketika seseorang niat
sholat dzuhur lima raka‟at atau tiga raka‟at, maka sholatnya tidak sah.
5. Jika
seseorang telah menyatakan mengeluarkan zakat untuk hartanya yang ghaib (tidak
ada disampingnya) dan ternyata harta yang ghaib itu telah rusak/hilang, maka
zakat untuk harta yang ghaib itu tidak bisa dijadikan sebagai zakat harta
yang masih ada.