مقاصد اللفظ على نية اللافظ
“Maksud lafadz
(ucapan) itu tergantung orang yang melafadzkannya (mengucapkannya)”
Misalnya :
1. Jika
seseorang mempunyai istri bernama “Thaliq” (yang dicerai), atau mempunyai budak
perempuan bernama “Hurroh” (yang merdeka) maka ketika ia memanggil istrinya “Ya
Thaliqu” (Hai perempuan yang dicerai), atau memanggil budak perempuannya “Ya
Hurrotu” (Hai budak yang merdeka), jika ketika ia memanggil bertujuan untuk
menthalaq istrinya atau memerdekakan budaknya, maka terjadilah keduanya itu,
tetapi jika hanya untuk memanggil saja maka tidaklah menjadi apa-apa.
2. Jika
seseorang mengulang-ulang lafadz thalaq sebanyak tiga kali untuk menthalaq
istrinya dengan tidak ada huruf athafnya, maka jika ia bertujuan mengulangi
lafadz itu dengan memulai dari awal, maka jatuhlah thalaqnya tiga, tetapi jika
hanya mentaukidkannya (memperkuat) saja maka thalaq nya hanya jatuh satu. 3.
Jika seseorang membaca dalam sholat dengan bacaan Al-Qur‟an dan tidak berniat
selain membacanya, maka itu hukumnya jelas, tetapi jika ia bertujuan untuk
memberikan faham kepada orang lain saja, maka batal sholatnya, tetapi jika ia
berniat dua-duanya maka sholatnya tidak batal, dan ketika seseorang
memutlakannya maka Qaul yang lebih Shahih berpendapat bahwa sholatnya itu batal
seperti firman Allah Swt dalam surat al-Hijr : 46
ادْخُلُوهَا بِسَلَامٍ
آمِنِين
"Masuklah
ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman" Dan firman Allah dalam surat
Maryam : 12
يَا يَحْيَىٰ خُذِ
الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ
"Hai
Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh."
4. Ketika
seseorang mengiringi niatnya dengan ucapan “Insya Allah” maka ketika ia berniat
untuk menggantungkannya maka batallah niatnya itu, tetapi jika untuk mengharap
berkah maka tidaklah menjadi batal, atau hanya memuthlakkannya saja (tidak
menggantungkan tidak juga mengharap berkah), maka Qaul yang lebih shahih menentukan
bahwa hukumnya batal.
Rasulullah Saw
bersabda :
إِذَا شَكَّ
أَحَدُكُمْ فِي صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَمْ أَرْبَعًا
فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ
“Jika salah
satu diantara kamu ragu dalam sholatnya dan tidak mengetahuinya apakah ia telah
sholat 3 raka‟at atau 4 raka‟at, maka sebaiknya ia meninggalkan keraguan itu
dan sebaiknya berpegang pada apa yang diyakininya.” (HR. Muslim)