SHOLAT JENAZAH
فصل (في الصلاة على الميت)
وشرعت بالمدينة. وقيل هي من خصائص هذه الامة. (صلاة الميت) أي الميت المسلم غير الشهيد
(فرض كفاية) للاجماع والاخبار، (كغسله، ولو غريقا) لانا مأمورون بغسله، فلا يسقط الفرض
عنا إلا بفعلنا، وإن شاهدنا الملائكة تغسله. ويكفي غسل كافر، ويحصل أقله (بتعميم بدنه
بالماء) مرة حتى ما تحت قلفة الاقلف - على الاصح - صبيا كان الاقلف أو بالغا. قال العبادي
وبعض الحنفية: لا يجب غسل ما تحتها. فعلى المرجح لو تعذر غسل ما تحت القلفة بأنها لا
تتقلص إلا بجرح، يمم عما تحتها. كما قاله شيخنا، وأقره غيره. وأكمله: تثليثه، وأن يكون
في خلوة، وقميص، وعلى مرتفع بماء بارد - إلا لحاجة كوسخ وبرد، فالمسخن حينئذ أولى.
والمالح أولى من العذب. ويبادر بغسله إذا تيقن موته، ومتى شك في موته وجب تأخيره إلى
اليقين، بتغير ريح ونحوه. فذكرهم العلامات الكثيرة له إنما تفيد، حيث لم يكن هناك شك.
ولو خرج منه بعد الغسل نجس لم ينقض الطهر، بل تجب إزالته فقط إن خرج قبل التكفين، لا
بعده. ومن تعذر غسله - لفقد ماء أو لغيره: كاحتراق، ولو غسل تهرى - يمم وجوبا.
PASAL TENTANG SHOLAT JENAZAH
Sholat terhadap mayat disyariatkan
di Madinah. Ada yang mengatakan, bahwa sholat ini adalah termasuk kekhususan
umat Islam.
Sholat Jenazah orang Islam yang
bukan mati syahid, hukumnya adalah fardu kifayah, berdasarkan ijmak ulama dan
beberapa hadis, sebagaimana memandikannya, sekalipun akibat tenggelam di dalam
air, . sebab kita diperintah memandikannya. Dengan demikian, perintah
memandikan belum gugur, sebelum kita sendiri yang memandikan, sekalipun kita
sendiri menyaksikan, bahwa ada malaikat yang memandikan mayat itu.
Telah cukup sebagai memenuhi
kewajiban, dengan adanya seorang kafir yang memandikannya. Paling tidak,
memandikan mayat itu bisa terwujud dengan Cara sekali menyiramkan air yang
dapat meratai badannya, sampai bagian di bawah kulit kepala zakar (glans penis)
bagi mayat yang zakarnya masih berkulit kepala, menurut pendapat Al-Ashah, baik
itu anak kecil atau sudah balig.
Imam Al-‘Ubadi dan sebagian ulama
Hanafiyah berpendapat: Membasuh bagian di bawah kulit kepala zakar tersebut,
hukumnya tidak wajib. Berpijak dengan pendapat yang rajih di atas (wajib),
apabila dirasakan sulit membasuh bagian bawah kulit kepala zakar tersebut,
sebagaimana kulit itu tidak bisa dibuka kecuali dengan melukainya, maka bagian
itu wajib ditayamumi, Demikianlah menurut pendapat Guru kami, yang kemudian
ditetapkan oleh lainnya.
Yang paling sempurna, adalah
menyiramkan air tersebut diulang sebanyak tiga kali. Dalam memandikan mayat,
hendaknya di tempat yang sepi dan berbaju kurung: di tempat yang lebih tinggi,
dengan air dingin, kecuali ada keperluan, misalnya menghilangkan kotoran atau
suasana dingin: Maka dalam keadaan seperti ini, menggunakan air panas adalah
lebih utama. Sedang menggunakan air yang asin, adalah lebih utama daripada yang
tawar.
(Sunah) segera memandikannya, jika
telah diyakini sudah mati. Apabila masih diragukan akan kematiannya, maka wajib
menundanya sampai benarbenar diyakini kematiannya, misalnya bau mayat berubah
atau lainnya. Karena itu, para fukaha menuturkan tanda-tanda kematian seseorang
yang banyak sekali, adalah berguna bagi yang .matinya sudah tidak diragukan
lagi
Apabila setelah dimandikan, mayat
mengerluarkan benda najis, maka kesuciannya tidak rusak, tapi hanya wajib
dihilangkan saja, jika keluarnya sebelum dibungkus kafan, tidak wajib
menghilangkannya, jika keluarnya setelah dibungkus kafan. Mayat yang tidak bisa
dimandikan karena tidak ada air atau lainnya, misalnya akan rontok, maka wajib
ditayamumi.
فرع) الرجل أولى بغسل الرجل، والمرأة أولى بغسل
المرأة، وله غسل حليلة، ولزوجة لا أمة غسل زوجها، ولو نكحت غيره، بلا مس، بل بلف خرقة
على يد. فإن خالف صح الغسل. فإن لم يحضر إلا أجنبي في المرأة أو أجنبية في الرجل، يمم
الميت. نعم، لهما غسل من لا يشتهى من صبي أو صبية، لحل نظر كل ومسه. وأولى الرجال به
أولاهم بالصلاة - كما يأتي. (وتكفينه بساتر عورة) مختلفة بالذكورة والانوثة، دون الرق
والحرية، فيجب في المرأة - ولو أمة - ما يستر غير الوجه والكفين. وفي الرجل ما يستر
ما بين السرة والركبة. والاكتفاء بساتر العورة هو ما صححه النووي في أكثر كتبه، ونقله
عن الاكثرين، لانه حق لله تعالى. وقال آخرون: يجب ستر جميع البدن - ولو رجلا -. وللغريم
منع الزائد على ساتر كل البدن، لا الزائد على ساتر العورة، لتأكد أمره، وكونه حقا للميت
بالنسبة للغرماء، وأكمله للذكر ثلاثة يعم كل منها البدن، وجاز أن يزاد تحتها قميص وعمامة،
وللانثى إزار، فقميص، فخمار فلفافتان. ويكفن الميت بما له لبسه حيا، فيجوز حرير ومزعفر
للمرأة والصبي، مع الكراهة. ومحل تجهيزه: التركة، إلا زوجة وخادمها: فعلى زوج غني عليه
نفقتهما، فإن لم يكن له تركة فعلى من عليه نفقته، من قريب، وسيد، فعلى بيت المال، فعلى
مياسير المسلمين.
ويحرم التكفين في جلد إن
وجد غيره، وكذا الطين، والحشيش، فإن لم يوجد ثوب وجب جلد، ثم حشيش، ثم طين - فيما استظهره
شيخنا -. ويحرم كتابة شئ من القرآن واسماء الله تعالى على الكفن. ولا بأس بكتابته بالريق،
لانه لا يثبت. وأفتى ابن الصلاح بحرمة ستر الجنازة بحرير - ولو امرأة - كما يحرم تزيين
بيتها بحرير. وخالفه الجلال البلقيني، فجوز الحرير فيها وفي الطفل، واعتمده جمع، مع
أن القياس الاول. (ودفنه في حفرة تمنع) بعد طمها (رائحة) أي ظهورها، (وسبعا) أي نبشه
لها، فيأكل الميت. وخرج بحفرة: وضعه بوجه الارض ويبنى عليه ما يمنع ذينك، حيث لم يتعذر
الحفر. نعم، من مات بسفينة وتعذر البر جاز إلقاؤه في البحر، وتثقيله ليرسب، وإلا فلا.
وبتمنع ذينك ما يمنع أحدهما - كأن اعتادت سباع ذلك المحل الحفر عن موتاه - فيجب بناء
القبر، بحيث يمنع وصولها إليه. وأكمله قبر واسع عمق أربعة أذرع ونصف بذراع اليد. ويجب
اضطجاعه للقبلة. ويندب الافضاء بخده الايمن - بعد تنحية الكفن عنه - إلى نحو تراب،
مبالغة في الاستكانة والذل، ورفع رأسه بنحو لبنة.
وكره صندوق - إلا لنحو نداوة فيجب - ويحرم دفنه
بلا شئ يمنع وقوع التراب عليه ويحرم دفن اثنين من جنسين بقبر، إن لم يكن بينهما محرمية،
أو زوجية، ومع أحدهما كره - كجمع متحدي جنس فيه بلا حاجة. ويحرم أيضا: إدخال ميت على
آخر، وإن اتحدا جنسا، قبل بلاء جميعه، ويرجع فيه لاهل الخبرة بالارض. ولو وجد بعض عظمه
قبل تمام الحفر وجب رد ترابه، أو بعده فلا. ويجوز الدفن معه، ولا يكره الدفن ليلا
- خلافا للحسن البصري - والنهار أفضل للدفن منه، ويرفع القبر قدر شبر ندبا، وتسطيحه
أولى من تسنيمه. ويندب لمن على شفير القبر أن يحثي ثلاث حثيات بيديه قائلا مع الاولى:
* (منها خلقناكم) *. ومع الثانية: * (وفيها نعيدكم) *. ومع الثالثة: * (ومنها نخرجكم
تارة أخرى) *.
Cabang:
Orang laki-laki berhak untuk
memandikan mayat laki-laki, dan perempuan lebih berhak untuk memandikan mayat
perempuan.
Orang laki-laki boleh memandikan
mayat yang merupakan halilnya (istri atau wanita amat): sang istri -bukan
amat-, boleh memandikan suaminya, sekalipun ia telah menikah dengan “laki-laki
lain (misalnya istri melahirkan setelah suami mati, lantas dia kawin lagi
sebelum ‘ suaminya dimandikan -pen), tanpa menyentuh mayat itu, akan tetapi
tangannya (yang sunah) dibungkus dengan gombal (kain). Jika menyalahi aturan
tersebut, maka mandinya tetap sah.
Apabila untuk mayat wanita hanya ada
laki-laki lain atau untuk laki-laki hanya ada wanita lain, maka mayat cukup
ditayamumi saja. Memang, tapi laki-laki atau wanita boleh memandikan mayat yang
tidak menimbulkan syahwat, baik itu berupa anak laki-laki atau perempuan,
lantaran mereka halal memandang juga menyentuhnya. Laki-laki yang lebih utama
memandikan mayat, adalah laki-laki yang lebih berhak menyalatinya, sebagaimana
akan diterangkan nanti.
Hukumnya juga fardu kifayah,
membungkus mayat dengan kafan yang dapat menutup auratnya, dengan berbeda :
batas-batas aurat antara lakilaki dan perempuan, dan tidak usah dibedakan
antara mayat “budak dengan yang merdeka. Karena itu, wajib untuk mayat wanita
-sekalipun budak-, kafan . yang dapat menutup seluruh tubuh selain wajah dan
kedua tapak tangannya, dan untuk mayat laki-laki adalah kafan yang dapat
menutupi antara pusat dan lutut. Menjalankan sekadar cukup dengan kafan yang
dapat menutup aurat, adalah yang dibenarkan oleh Imam An-Nawawi di dalam
kebanyakan kitabnya, di mana beliau menukilkannya dari mayoritas ulama, sebab
yang demikian tersebut, adalah merupakan hak Allah swt.
Ulama-ulama lain berkata: Wajib
menutup seluruh tubuh mayat, sekalipun laki-laki.
Bagi pemiutang, boleh melarang
pemakaian kafan yang melebihi penutupan seluruh tubuh mayat -dia tidak boleh
melarang penutupan yang melebihi menutup aurat-, sebab perintah untuk menutup
melebihi penutupan aurat dan karena merupakan hak si mayat jika dinisbahkan
kepada para pemiutang. Yang paling sempurna, kafan untuk laki-laki adalah tiga
lapis, yang masing-masing menutup seluruh tubuh, dan masih boleh ditambah di
dalamnya dengan baju kurung dan serban, untuk wanita adalah kebaya, baju
kurung, penutup kepala dan dua lapis kafan.
Kafan mayat adalah sesuai dengan
jenis kain yang boleh dipakai di waktu hidup, Kareng itu, boleh bagi wanita
atau anak kecil dikafani dengan kain sutera dan yang dicelup dengan za’faran,
namun hukumnya adalah makruh. Biaya perawatan mayat (upah memandikan, harga
air, kafan, ongkos penggalian kubur dan memikulnya), adalah diambilkan dari
harta peninggalan mayat (jika harta tersebut tidak berhubungan dengan hak
lazim, misalnya rahn atau zakat: jika ada hubungan semacam ini, maka yang didahulukan
adalah hak tersebut -pen). Kecuali yang mati itu istri atau pelayannya, maka
pembiayaan ditanggung oleh suami yang kaya, yang wajib memberi nafkah kepada
mereka.
Jika si mayat tidak meninggalkan
harta, maka pembiayaan- nya dibebankan kepada penanggung nafkah, baik itu
kerabat atau sayitnya, jika Mayat tidak ada penanggung nafkahnya, maka
pembiayaan dipikul oleh baitulmal, kemudian jika baitulmal tidak ada, Maka
orang-orang kaya dari Solongan muslimin harus Menanggungnya.
Haram membungkus (mengafani) mayat
dengan kulit, bila masih ada yang lainnya, Begitu juga haram memakai lumpur
atau rumput. Jika tidak ada pakaian, rnaka wajib membungkus dengan kulit, kalau
tidak ada, maka memakai rumput, kalau tidak ada, maka memakai lumpur, demikian
menurut pendapat yang dijelaskan oleh Guru kami.
Haram menuliskan lafal-lafal
Algur-an atau Asma-asma Allah swt. dratas kafan mayat. Kalau ditulis
menggunakan air ludah, maka tidaklah menjadi masalah, sebab hal ini tidak akan
membekas. Imam Ibnush Shalah memberi fatwa, bahwa menutup mayat dengan kain
sutera, sekalipun mayat wanita, adalah haram, sebagaimana halnya seorang wanita
menghiasi rumahnya dengan sutera.
Pendapat tersebut ditentang oleh
Imam Al-Jalalul Bulgini, di mana dia memperbolehkan hal itu untuk jenazah wanita
dan kanak-kanak. Pendapat ini lantas dibuat pegangan oleh segolongan ulama,
Mestinya, yang bisa dikiaskan (dengan masalah menghiasi rumah) adalah yang
pertama (haram).
(Fardu kifayah) menanam mayat di
dalam lubang yang setelah ditimbuni tanah kembali, sehingga bau mayat tidak
tampak, serta aman dari binatang buas yang akan. memakannya.
Tidak masuk dalam ketentuan “di
dalam lubang”, jika mayat diletakkan di atas tanah, kemudian dibangun
sedemikian rupa di atasnya, sehingga bau mayat tidak tampak lagi dan aman dari
pembongkaran binatang buas, selagi penggalian lubang tidak mendapat kesulitan.
Memang, tapi orang yang mati di atas
perahu dan sulit didapatkan daratan, maka boleh melemparkan ke laut dan diberi
beban, agar dapat tenggelam. Jika untuk mendapat kendaraan tidak sukar, Maka
mayat tidak boleh dilemparkan ke laut.
Tidak termasuk ketentuan “yang dapat
menghilangkan bau mayat serta mengamankan dari gangguan binatang buas”, jika
lubang tersebut hanya berfungsi salah satunya, misalnya binatang buas di tempat
tersebut pada kebiasaannya dapat membongkar mayat-mayat yang tertanam. Dalam
keadaan seperti itu, maka wajib membangun kubur, sehingga binatang buas tidak
mungkin dapat membongkar mayat-mayat tersebut. Lubang kubur yang paling
sempurna, adalah yang luas dan dalamnya 41/2 dzira’ tangan.
Wajib membaringkan mayat dengan
menghadap kiblat. Sunah menempelkan pipi mayat yang kanan pada tanah, setelah
kafan dibuka, untuk menunjukkan betapa rendah dan hinanya, dan sunah membantali
kepalanya dengan semacam batu.
Makruh meletakkan mayat dalam peti,
kecuali karena memandang, bahwa tanah pekuburan mudah longsor, maka hukumnya
menjadi wajib.
Haram menanam mayat tanpa sesuatu
yang dapat mencegah longsor tanah.
Haram menanam dua mayat yang
berlainan jenis kelamin, dalam satu lubang kubur, jika antara keduanya ” tiada
hubungan mahram atau perjodohan, jika masih ada hubungan mahram atau
suami-istri, maka hukumnya adalah makruh, sebagaimana halnya dengan
mengumpulkan dua mayat yang tunggal jenis, tanpa ada hajat yang mengharuskan.
Haram juga menanam mayat pada lubang
kubur yang sudah ditempati mayat lain, sekalipun tunggal jenisnya, selama mayat
lama belum punah. Untuk mengetahui kepunahannya, adalah diserahkan kepada orang
yang ahli tentang tanah.
Jika ada sepotong tulang mayat yang
lama ditemukan sebelum selesai penggalian kubur untuk mayat baru, maka wajib
menimbunkan tanah kembali: jika penemuannya setelah selesai penggalian, maka
tidak wajib menimbunkan kembali, dan tulang tersebut boleh ditanam bersama
dengan mayat baru itu. Tidaklah makruh menanam . mayat di malam hari, lain .
halnya dengan pendapat Imam. Al-Hasan Al-Bashri. Sedang di siang hari, adalah
lebih utama daripada malam hari.
Sunah timbunan kuburan ditinggikan
kira-kira satu jengkal, – sedangkan membuat timbunan tanah, adalah lebih utama
daripada membangun tembok di atasnya.
Sunah bagi orang (yang waktu
penanaman mayat) berada di pinggir kubur, agar menaburkan debu sebanyak tiga
kali. Untuk yang pertama mengucapkan: ومنهاخلقناكم taburan kedua membaca: وفيهانعيدكم dan untuk ketiga kali mengucapkan: ومنهانخرجكم تارة اخرى
مهمة) يسن وضع جريدة خضراء على القبر، للاتباع،
ولانه يخفف عنه ببركة تسبيحها. وقيس بها ما اعتيد من طرح نحو الريحان الرطب. ويحرم
أخذ شئ منهما ما لم ييبسا لما في أخذ الاولى من تفويت حظ الميت المأثور عنه (ص)، وفي
الثانية من تفويت حق الميت بارتياح الملائكة النازلين لذلك. قاله شيخانا ابن حجر وزياد.
(وكره بناء له) أي للقبر، (أو عليه) لصحة النهي عنه بلا حاجة، كخوف نبش، أو حفر سبع
أو هدم سيل. ومحل كراهة البناء، إذا كان بملكه، فإن كان بناء نفس القبر بغير حاجة مما
مر، أو نحو قبة عليه بمسبلة، وهي ما اعتاد أهل البلد الدفن فيها، عرف أصلها ومسبلها
أم لا، أو موقوفة، حرم، وهدم وجوبا، لانه يتأبد بعد انمحاق الميت، ففيه تضييق على المسلمين
بما لا غرض فيه.
Baca juga: Pasal Tentang Salat Berjamaah
Penting:
Sunah hukumnya, meletakkan pelepah kurma
yang masih segar -sebagai tindak ittiba’, karena berkat tasbih pelepah
tersebut, siksa orang yang berada dalam kubur diperingan. , Mengenai apa yang
dibiasakan, yaitu menaburkan semacam bunga yang segar, adalah dikiaskan dengan
pelepah kurma.
Haram mengambil pelepah: kurma atau
bunga seperti yang tersebut di atas, sebelum kering, karena pengambilan :
pelepah kurma, adalah memutuskan bagian mayat (yaitu diringankan siksanya)
sebagaimana yang telah sampai dari: Nabi saw., sedang mengambil bunga yang masih
basah adalah memutuskan hak mayat yang timbul sebab kepergian para malaikat
yang turun untuk mencium bunga tersebut. Demikianlah yang dikatakan oleh Guru
kami, Ibnu hajar dan Ibnu Ziyad.
Makruh membangun tembok, baik untuk
liang kubur atau di sekelilingnya -karena ada hadis sahih yang melarangnya-,
tanpa ada hajat semisal khawatir terbongkar, penggalian binatang buas atau
hanyut oleh air.
Makruh seperti itu, jika pembangunan
kubur di miliknya sendiri.
Apabila membangun tembok liang kubur
tanpa keperluan seperti di atas atau membangun semacam kubah di atas kubur di
tanah milik pen“ duduk daerah yang memang disediakan untuk penguburan mayat,
baik pemilik semula diketahui atau tidak, atau dilakukan di atas kuburan wakaf,
maka hukumnya adalah haram dan wajib dibongkar.
Sebab, bangunan yang seperti itu
akan menjadi permanen setelah mayat membusuk, yang demikian akan menyempitkan
orang-orang Islam tanpa ada tujuan syarak.
تنبيه) وإذا هدم، ترد الحجارة المخرجة إلى أهلها
إن عرفوا، أو يخلى بينهما، وإلا فمال ضائع، وحكمه معروف - كما قاله بعض أصحابنا - وقال
شيخنا الزمزمي: إذا بلي الميت وأعرض ورثته عن الحجارة، جاز الدفن مع بقائها، إذا جرت
العادة بالاعراض عنها، كما في السنابل. (و) كره (وطئ عليه) أي على قبر مسلم، ولو مهدرا
قبل بلاء (إلا لضرورة)، كأن لم يصل لقبر ميته بدونه، وكذا ما يريد زيارته ولو غير قريب.
وجزم شرح مسلم - كآخرين - بحرمة القعود عليه والوطئ، لخبر فيه يرده أن المراد بالجلوس
عليه جلوسه لقضاء الحاجة، كما بينته رواية أخرى. (ونبش) وجوبا قبر من دفن بلا طهارة
(لغسل) أو تيمم. نعم، إن تغير ولو بنتن، حرم. ولاجل مال غير، كأن دفن في ثوب مغصوب،
أو أرض مغصوبة، إن طلب المالك، ووجد ما يكفن أو يدفن فيه، وإلا لم يجز النبش أو سقط
فيه متمول وإن لم يطلبه مالكه، لا للتكفين إن دفن بلا كفن، ولا للصلاة بعد إهالة التراب
عليه
ولا تدفن امرأة) ماتت (في
بطنها جنين حتى يتحقق موته)، أي الجنين. ويجب شق جوفها والنبش له إن رجي حياته بقول
القوابل، لبلوغه ستة أشهر فأكثر، فإن لم يرج حياته حرم الشق، لكن يؤخر الدفن حتى يموت
- كما ذكر - وما قيل إنه يوضع على بطنها شئ ليموت غلط فاحش. (ووري) أي ستر بخرقة (سقط
ودفن) وجوبا، كطفل كافر نطق بالشهادتين، ولا يجب غسلهما، بل يجوز. وخرج بالسقط العلقة
والمضغة، فيدفنان ندبا من غير ستر. ولو انفصل بعد أربعة أشهر غسل، وكفن، ودفن وجوبا.
(فإن اختلج) أو استهل بعد انفصاله (صلي عليه) وجوبا.
Peringatan:
Jika bangunan tersebut dibongkar,
maka batu-batunya harus dikembalikan kepada ahli waris, jika bisa diketahui,
atau tidak dikembalikan kepada mereka. Jika ahli warisnya tidak diketahui, maka
batu-batu tersebut dihukumi sebagai malun dhai’, tentang status hukumnya adalah
maklum, demikianlah menurut pendapat sebagian Ashhabusy Syafi’i.
Guru kami, Az-Zamzami berkata: Jika
mayat (dalam kasus di atas) telah busuk, serta ahli ‘ warisnya membiarkan
batubatu itu, maka boleh menanam mayat lain beserta batubatunya, jika memang
sudah berlaku adat-istiadat tidak mempedulikan batu-batu. seperti itu, hal ini
sama halnya masalah mengambil sisa-sisa – padi yang tertinggal di sawah.
Makruh menginjak makam orang muslim
-sekalipun mayat itu tadi adalah orang yang halal dibunuh sebelum mayat
membusuk, kecuali karena darurat, misalnya kalau tidak menginjaknya, maka
seseorang tidak bisa mengubur mayat yang lain: begitu juga bagi peziarah,
sekalipun bukan kerabatnya.
Mengenai penguatan yang ada dalam
kitab Syarah Muslim (tulisan Imam Nawawi), sebagaimana pendapat fukaha yang
lain, bahwa duduk di atas kubur hukumnya adalah haram, dengan dalih hadis yang
menerangkan semacam ini, bahwa yang dimaksud dengan “duduk di atasnya”, adalah
duduk untuk berak atau kencing, sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat lain.
Mayat yang ditanam dalam keadaan
belum suci, makawajib : dibongkar guna dimandikan atau ditayamumi. Namun, jika
mayat tersebut sudah berbau busuk, maka hukumnya haram membongkarnya.
(Demikian juga wajib dibongkar)
karena ada harta orang lain yang ikut tertanam, misalnya mayat dibungkus dengan
pakaian hasil ghasab, atau mayat ditanam di tanah ghasab, jika kedua pemilik
menuntutnya, juga masih ada pakaian untuk membungkus dan tanah untuk menanam
nya, jika tidak sedemikian rupa, maka pembongkaran tidak boleh dilakukan.
Contohnya lagi: Ada harta berharga yang jatuh ke dalam kubur, sekalipun pemilik
tidak menuntutnya.
Tidak boleh dibongkar lagi untuk
sekadar membungkus mayat, jika mayat ditanam sebelum dibungkus, dan tidak boleh
dibongkar untuk menyalatinya, setelah ditimbun tanah.
Mayat wanita yang hamil tidak boleh
ditanam, sehingga benarbenar telah jelas, bahwa anak yang ada dalam
kandungannya telah mati. Wajib melakukan pembedahan -: kandungan dan
pembongkaran kubur, jika menurut ahli kandungan, bayi tersebut bisa diharapkan
untuk hidup, karena telah berumur 6 bulan. Jika sudah tidak bisa diharapkan
akan hidupnya, maka pembedahan itu: hukumnya haram. Namun penguburan harus
ditunda sampai nyata kandungan telah mati, seperti dijelaskan di atas.
Tentang pendapat yang mengatakan,
bahwa agar dibebankan sesuatu pada perut mayat wanita yang hamil, supaya
bayinya mati, adalah pendapat yang benar-benar salah.
Bayi yang gugur dalam kandungan
sebelum masanya (kluron: Jawa -pen) adalah wajib dibungkus memakai kain dan
ditanam, sebagaimana halnya dengan anak orang kafir yang telah mengucapkan dua
Syahadat, keduanya tidak wajib dimandikan, namun boleh dilakukan. Tidak
termasuk pengertian “siqth”, jika yang keluar berupa gumpalan darah atau
daging: untuk masalah ini sunah dikubur tanpa dibungkus.
Jika bayi seperti yang tersebutkan
di atas lahir setelah kandungan berumur 4 bulan, maka wajib dimandikan,
dibungkus dan dikubur. Apabila setelah lahir, bayi itu bisa bergerak-gerak atau
bersuara, maka wajib pula disholati.
Rukun-rukun Sholat Jenazah
(وأركانها) أي الصلاة على الميت، سبعة:
أحدهما: (نية) كغيرها، ومن
ثم وجب فيها ما يجب في نية سائر الفروض، من نحو اقترانها بالتحرم، والتعرض للفرضية،
وإن لم يقل فرض كفاية، ولا يجب تعيين الميت، ولا معرفته، بل الواجب أدنى مميز، فيكفي
أصلي الفرض على هذا الميت. قال جمع: يجب تعيين الميت الغائب بنحو اسمه.
(و) ثانيها: (قيام) لقادر عليه، فالعاجز يقعد، ثم يضطجع.
و) ثالثها: (أربع تكبيرات)
مع تكبيرة التحرم - للاتباع، فإن خمس، لم تبطل صلاته. ويسن رفع يديه في التكبيرات حذو
منكبيه، ووضعهما تحت صدره بين كل تكبيرتين. (و) رابعها: (فاتحة)، فبدلها، فوقوق بقدرها.
والمعتمد أنها تجزئ بعد غير الاولى - خلافا للحاوي، كالمحرر - وإن لزم عليه جمع ركنين
في تكبيرة وخلو الاولى عن ذكر. ويسن إسرار بغير التكبيرات، والسلام، وتعوذ، وترك افتتاح،
وسورة، إلا على غائب أو قبر.
(و) خامسها: (صلاة على النبي) (ص) (بعد تكبيرة ثانية)
أي عقبها، فلا تجزئ في غيرها. ويندب ضم السلام للصلاة، والدعاء للمؤمنين والمؤمنات
عقبها، والحمد قبلها. (و) سادسها: (دعاء لميت) بخصوصه ولو طفلا، بنحو: اللهم اغفر له
وارحمه، (بعد ثالثة)، فلا يجزئ بعد غيرها قطعا. ويسن أن يكثر من الدعاء له، ومأثوره
أفضل، وأولاه ما رواه مسلم عنه (ص) وهو: اللهم اغفر له وارحمه، واعف عنه وعافه، وأكرم
نزله، ووسع مدخله، واغسله بالماء والثلج والبرد، ونقه من الخطايا كما ينقى الثوب الابيض
من الدنس، وأبدله دارا خيرا من داره، وأهلا خيرا من أهله، وزوجا خيرا من زوجه، وأدخله
الجنة، وأعذه من عذاب القبر وفتنته ومن عذاب النار. ويزيد عليه، ندبا: اللهم اغفر لحينا
وميتنا إلى آخره.
ويقول في الطفل مع هذا: اللهم اجعله فرطا لابويه،
وسلفا وذخرا وعظة واعتبارا وشفيعا، وثقل به موازينهما، وأفرغ الصبر على قلوبهما، ولا
تفتنهما بعده، ولا تحرمهما أجره. قال شيخنا: وليس قوله: اللهم اجعله فرطا - إلى آخره
- مغنيا عن الدعاء له، لانه دعاء باللازم، وهو لا يكفي، لانه إذا لم يكف الدعاء له
بالعموم الشامل كل فرد، فأولى هذا. ويؤنث الضمائر في الانثى، ويجوز تذكيرها بإرادة
الميت أو الشخص، ويقول في ولد الزنا: اللهم اجعله فرطا لامه. والمراد بالابدال في الاهل
والزوجة، إبدال الاوصاف لا الذوات، لقوله تعالى: * (ألحقنا بهم ذريتهم) * ولخبر الطبراني
وغيره: إن نساء الجنة من نساء الدنيا أفضل من الحور العين. انتهى.
(و) سابعها: (سلام) كغيرها
(بعد رابعة)، ولا يجب في هذه ذكر غير السلام، لكن يسن: اللهم لا تحرمنا أجره - أي أجر
الصلاة عليه، أو أجر المصيبة - ولا تفتنا بعده - أي بارتكاب المعاصي - واغفر لنا وله.
ولو تخلف عن إمامه بلا عذر بتكبيرة حتى شرع إمامه في أخرى بطلت صلاته. ولو كبر إمامه
تكبيرة أخرى قبل قراءة المسبوق الفاتحة تابعه في تكبيره، وسقطت القراءة عنه. وإذا سلم
الامام تدارك المسبوق ما بقي عليه مع الاذكار. ويقدم في الامامة في صلاة الميت - ولو
امرأة -: أب، أو نائبه، فأبوه، ثم ابن فابنه، ثم أخ لابوين فلاب، ثم ابنهما، ثم العم
كذلك، ثم سائر العصبات، ثم معتق، ثم ذو رحم، ثم زوج
Rukun-rukun Sholat Jenazah Rukun
sholat Jenazah ada 7:
Niat, sebagaimana pada sholat-sholat lainnya.
Dari sini dapat diketahui, bahwa
segala yang wajib dilakukan pada niat sholat-sholat fardu, adalah wajib
dilakukan di sini, misalnya niat bersamaan dengan takbiratul ihram dan
menyatakan kefarduannya, sekalipun tidak harus mengucapkan fardu kifayah.
Tidak wajib menentukan mayat yang disholati
dan tidak wajib mengetahuinya, tapi yang wajib adalah batas minimum yang dapat
membedakan. Karena itu, cukuplah jika seseorang mengucapkan: اصلى فرض على هذاالمية (Saya sholat fardu atas mayat ini).
Segolongan ulama berpendapat: Wajib
menentukan mayat gaib, misalnya dengan menyebut namanya. Berdiri bagi orang
yang mampu berdiri. Orang yang tidak mampu berdiri, boleh sholat dengan duduk,
kalau tidak bisa duduk, boleh sholat dengan tidur miring/bersipinggang.
Takbir 4 kali termasuk takbiratul
ihram, sebagain tindak ittiba’, jika dikerjakan dengan 5 kali takbir, maka sholat
tetap sah. Sunah mengangkat kedua tangan setinggi. pundak di waktu membaca
takbir dan meletakkannya di bawah dada “(bersedekap) di antara dua takbir.
Membaca surah Al-Fatihah. Jika tidak bisa, maka boleh mengganti dengan yang
lainnya, kalau tidak bisa, maka boleh diam seukuran bacaan Al-Fatihah.
Menurut pendapat yang Muktamad:
Pembacaan Al-Fatihah boleh dikerjakan setelah takbir yang bukan pertama, hal
ini berbeda dengan yang ada dalam kitab Al-Hawi, seperti juga Al-Muharrar,
sekalipun masalah di atas mengharuskan akan terjadi dua rukun berkumpul pada
satu takbir dan setelah takbir pertama tidak ada zikir apa-apa.
Sunah membaca dengan suara rendah,
kecuali ketika takbir dan salam, dan sunah membaca Ta’awudz, meninggalkan
bacaan doa Iftitah dan surah, kecuali jika menyalati mayat yang gaib atau sudah
ditanam. Membaca salawat kepada Nabi saw. sesudah takbir yang kedua. Karena
itu, tidaklah cukup jika dibaca setelah takbir yang lan.
Sunah mengumpulkan salawat kepada
Nabi saw. serta doa salamnya, Sunah berdoa untuk orang-orang mukmin dan
mukminat setelah membaca salawat dan membaca hamda: lah sebelumnya. Berdoa
khusus untuk mayat, sekalipun mayatnya adalah kanak-kanak.Misalnya
mengucapkan:. اللهم اغفرله وارحمه
(Ya, Allah, ampunilah dan berilah
rahmat mayat ini), yang dilakukan setelah takbir yang ketiga. Secara pasti, doa
ini tidak mencukupi jika dibaca setelah takbir lainnya.
Sunah memperbanyak doa untuk mayat.
Doa yang ma’tsur dari Nabi, adalah lebih utama. : Sedangkan yang lebih utama
adalah doa riwayat Imam Muslim, yaitu: Allahummaghfir lahu…. (Ya, Allah,
ampunilah dosanya, berilah dia rahmat, sejahterakan dirinya, muliakan
tempatnya, luaskan jalan masuknya, mandikanlah dia dengan air, salju dan embun,
bersihkanlah kesalahan-kesalahannya, sebagaimana pakaian putih yang dibersihkan
dari kotoran: gantikanlah untuknya rumah yang lebih baik daripada rumahnya,
ahli yang lebih bagus daripada ahlinya, jodoh yang lebih bagus daripada
jodohnya: masukkanlah dia ke surga, dan selamatkanlah dia dari siksa kubur,
fitnahnya serta dari siksa api neraka).
Sunah doa tersebut ditambah:
Allahummaghfir…. dan seterusnya. (Ya, Allah, ampunilah orang yang masih hidup
dan yang sudah mati dalam golongan kami… dan seterusnya). Untuk mayat
kanak-kanak, disamping doa tersebut, (sunah) ditambahkan: Allahummaj’alhu… (Ya,
Allah, jadikanlah anak ini sebagai persediaan untuk bapak-ibunya simpanan,
nasihat, ibarat dan penolong bagi kedua orangtuanya: beratkanlah timbangan amal
mereka, limpahkanlah kesabaran dalam hati mereka: jangan Engkau turunkan fitnah
pada mereka: dan janganlah Engkau halangi pahala mereka).
Guru kami berkata: Doa
Allahummaj’alhu… dan seterusnya, adalah tidak cukup hanya itu saja sebagai doa
khusus untuk mayat. Sebab, doa tersebut berisi permohonan sesuatu yang lazim
terjadinya, di mana belum cukup sebagai syarat doa untuk mayat dalam sholat
Jenazah. Sebab, doa yang bersifat umum dan mencakup setiap individu saja, tidak
Cukup sebagai doa untuk Mayat, maka lebih-lebih doa yang permohonannya lazim
terjadi.
Untuk mayat wanita, dhamir yang ada
dalam ctoa di atas, diganti dengan dhamir Muannats. Namun, juga boleh tetap
mudzakkar seperti di atas, dengan menghendaki kembalinya dhamir pada lafal
Al-Mayyit atau Asy-Syahsh.,
Untuk mayat kanak-kanak hasil zina,
doanya diganti dengan ucapan:. اللهم اجعله فرطالا مّه (Ya, Allah, jadikanlah anak ini sebagai persediaan untuk
ibunya). Yang dimaksud dengan “penggantian ahli dan jodoh” adalah penggantian
dalam segi sifatsifatnya, bukan zatnya, Berdasarkan firman Allah yang artinya:
“… dan Kamt temukan pada mereka keturunannya”, dan hadis yang diriwayatkan olch
Imam Ath-Thabranj dan lain» nya: Bahwa wanin-wanita surga yang berasal dari
wanita dunia, adalah lebih utama daripada bidadari surga.”-Habis-.
Salam -sebagaimana halnya dengan sholat-sholat
lainsetelah takbir yang keempat. Sesudah takbrr ini, tidak ada zikir yang wajib
selain salam.Tetapi (sebelum salam) sunah berdoa: Allahumma …. dan seterusnya.
(Ya, Allah, janganlah Engkau menutup kami dari pahalanya -maksudnya adalah
pahala menyalatinya atau pahala musibahdan janganlah Engkau turunkan fitnah
setelahnya -maksudnya setelah melakukan maksiat-, dan ampumilah dosa kami dan
dosanya).
Apabila dalam sholat Jenazah ini,
seorang tertinggal dari imam satu takbir tanpa ada uzur, sampai sang imam
memulai takbir lainnya, maka batallah sholat makmum tersebut.
Apabila sang imam telah memulai
takbir berikutnya, sedang makmum masbuk belum sempat membaca Fatihah, maka
harus mengikuti bertakbir, dan Fatihab gugur baginya. Setelah imamnya salam,
maka bagi makmum masbuk tersebut harus menambah takbir-takbir yang belum ia
kerjakan beserta zikirzikirnya.
Di dalam sholat Jenazah -sekalipun
mayatnya seorang wanitayang didahulukan untuk menjadi imam adalah dengan urutan
sebagai berikut: Ayah atau gantinya -kakek dari garis laki-lakianak laki-laki
mayat, cucu laki-laki dari garis lakilaki, saudara laki-laki sekandung, saudara
laki-laki seayah, keponakan laki-laki dari kedua mereka, paman seayah, waris
ashabah lainnya, orang yang memerdekakan mayat dwazil arham, kemudian suami.
Syarat-syarat Sholat Jenazah
وشرط لها) أي للصلاة على
الميت - مع شروط سائر الصلوات - (تقدم طهره) - أي الميت - بماء فتراب، فإن وقع بحفرة أو بحر وتعذر إخراجه وطهره لم يصل
عليه - على المعتمد (وأن لا يتقدم) المصلى (عليه) - أي الميت -، إن كان حاضرا، ولو
في قبر، أما الميت الغائب فلا يضر فيه كونه وراء المصلي. ويسن جعل صفوفهم ثلاثة فأكثر،
للخبر الصحيح: من صلى عليه ثلاثة صفوف فقد أوجب - أي غفر له - ولا يندب تأخيرها لزيادة
المصلين، إلا لولي. واختار بعض المحققين أنه إذا لم يخش تغيره، ينبغي انتظاره مائة
أو أربعين رجي حضورهم قريبا، للحديث. وفي مسلم: ما من مسلم يصلي عليه أمة من المسلمين
يبلغون مائة كلهم يشفعون له، إلا شفعوا فيه ولو صلي عليه فحضر من لم يصل، ندب له الصلاة
عليه، وتقع فرضا، فينويه، ويثاب ثوابه. والافضل له فعلها بعد الدفن، للاتباع.
ولا يندب لمن صلاها - ولو
منفردا - إعادتها مع جماعة. فإن أعادها وقعت نفلا. وقال بعضهم: الاعادة خلاف الاولى.
(وتصح) الصلاة (على) ميت (غائب) عن بلد، بأن يكون الميت بمحل بعيد عن البلد بحيث لا
ينسب إليها عرفا، أخذا من قول الزركشي: إن خارج السور القريب منه كداخله. (لا) على
غائب عن مجلسه (فيها) وإن كبرت. نعم، لو تعذر الحضور لها بنحو حبس أو مرض: جازت حينئذ
- على الاوجه - (و) تصح على حاضر (مدفون) - ولو بعد بلائه (غير نبي) فلا تصح على قبر
نبي، لخبر الشيخين. (من أهل فرضها وقت موته) فلا تصح من كافر وحائض يومئذ، كمن بلغ
أو أفاق بعد الموت، ولو قبل الغسل، كما اقتضاه كلام الشيخين.
وسقط الفرض) فيها (بذكر)
ولو صبيا مميزا، ولو مع وجود بالغ، وإن لم يحفظ الفاتحة، ولا غيرها، بل وقف بقدرها،
ولو مع وجود من يحفظها، لا بأنثى مع وجوده. وتجوز على جنائز صلاة واحدة، فينوي الصلاة
عليهم إجمالا. وحرم تأخيرها عن الدفن، بل يسقط الفرض بالصلاة على القبر. (وتحرم صلاة)
على كافر، لحرمة الدعاء له بالمغفرة. قال تعالى: * (ولا تصل على أحد منهم مات أبدا)
*. ومنهم أطفال الكفار، سواء أنطقوا بالشهادتين أم لا، فتحرم الصلاة عليهم. و (على
شهيد) وهو بوزن فعيل، بمعنى مفعول، لانه مشهود له بالجنة، أو فاعل، لان روحه تشهد الجنة
قبل غيره. ويطلق لفظ الشهيد على من قاتل لتكون كلمة الله هي العليا، فهو شهيد الدنيا
والآخرة. وعلى من قاتل لنحو حمية، فهو شهيد الدنيا. وعلى مقتول ظلما وغريق، وحريق،
ومبطون - أي من قتله بطنه - كاستسقاء أو إسهال. فهم الشهداء في الآخرة فقط. (كغسله)
أي الشهيد، ولو جنبا، لانه (ص) لم يغسل قتلى أحد.
ويحرم إزالة دم شهيد. (وهو
من مات في قتال كفار) أو كافر واحد، قبل انقضائه، وإن قتل مدبرا (بسببه) أي القتال،
كأن أصابه سلاح مسلم آخر خطأ، أو قتله مسلم استعانوا به، أو تردى ببئر حال قتال، أو
جهل ما مات به، وإن لم يكن به أثر دم (لا أسير قتل صبرا) فإنه ليس بشهيد على الاصح،
لان قتله ليس بمقاتلة. ولا من مات بعد انقضائه، وقد بقي فيه حياة مستقرة، إن قطع بموته
بعد من جرح به. أما من حركته حركة مذبوح عند انقضائه فشهيد جزما. والحياة المستقرة
ما تجوز أن يبقى يوما أو يومين - على ما قاله النووي والعمراني -. ولا من وقع بين كفار
فهرب منهم فقتلوه، لان ذلك ليس بقتال - كما أفتى به شيخنا ابن زياد رحمه الله تعالى
-. ولا من قتله اغتيالا حربي دخل بيننا. نعم، إن قتله عن مقاتلة كان شهيدا - كما نقله
السيد السمهودي عن الخادم -
وكفن) ندبا (شهيد في ثيابه)
الي مات فيها، والملطخة بالدم أولى، للاتباع، ولو لم تكفه بأن لم تستر كل بدنه تممت
وجوبا، (لا) في (حرير) لبسه لضرورة الحرب، فينزع وجوبا. (ويندب) أن يلقن محتضر - ولو
مميزا على الاوجه - الشهادة: أي لا إله إلا الله، فقط - لخبر مسلم: لقنوا موتاكم -
أي من حضره الموت - لا إله إلا الله مع الخبر الصحيح: من كان آخر كلامه لا إله إلا
الله، دخل الجنة، أي مع الفائزين. وإلا فكل مسلم - ولو فاسقا - يدخلها، ولو بعد عذاب،
وإن طال. وقول جمع: يلقن محمد رسول الله أيضا، لان القصد موته على الاسلام، ولا يسمى
مسلما إلا بهما مردود بأنه مسلم، وإنما القصد ختم كلامه بلا إله إلا الله ليحصل له
ذلك الثواب. وبحث تلقينه الرفيق الاعلى، لانه آخر ما تكلم به رسول الله (ص)، مردود
بأن ذلك لسبب لم يوجد في غيره، وهو أن الله خيره فاختاره. وأما الكافر فيلقنهما قطعا،
مع لفظ أشهد، لوجوبه أيضا - على ما سيأتي فيه - إذ لا يصير مسلما إلا بهما.
وأن يقف جماعة بعد الدفن عند القبر ساعة يسألون
له التثبيت ويستغفرون له، و (تلقين بالغ، ولو شهيدا) كما اقتضاه إطلاقهم - خلافا للزركشي
- (بعد) تمام (دفن) فيقعد رجل قبالة وجهه ويقول: يا عبد الله ابن أمة الله: اذكر العهد
الذي خرجت عليه من الدنيا: شهادة أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأن محمدا رسول
الله، وأن الجنة حق، وأن النار حق، وأن البعث حق، وأن الساعة آتية لا ريب فيها، وأن
الله يبعث من في القبور، وأنك رضيت بالله ربا، وبالاسلام دينا، وبمحمد (ص) نبيا، وبالقرآن
إماما، وبالكعبة قبلة، وبالمؤمنين إخوانا. ربي الله، لا إله إلا هو، عليه توكلت، وهو
رب العرش العظيم. قال شيخنا: ويسن تكراره ثلاثا، والاولى للحاضرين الوقوف، وللملقن
القعود. ونداؤه بالام فيه - أي إن عرفت، وإلا فبحواء - لا ينافي دعاء الناس يوم القيامة
بآبائهم، لان كليهما توقيف، لا مجال للرأي فيه. والظاهر أنه يبدل العبد بالامة في الانثى،
ويؤنث الضمائر. انتهى.
(و) يندب (زيارة قبور لرجل)
لا لانثى، فتكره لها. نعم، يسن لها زيارة قبر النبي (ص). قال بعضهم: وكذا سائر الانبياء،
والعلماء، والاولياء. ويسن - كما نص عليه - أن يقرأ من القرآن ما تيسر على القبر، فيدعو
له مستقبلا للقبلة. (وسلام) لزائر على أهل المقبرة عموما، ثم خصوصا، فيقول: السلام
عليكم دار قوم مؤمنين - عند أول المقبرة -.
ويقول عند قبر أبيه - مثلا
-: السلام عليك يا والدي. فإن أراد الاقتصار على أحدهما أتى بالثانية، لانه أخص بمقصوده،
وذلك لخبر مسلم: أنه (ص) قال: السلام عليكم دار قوم مؤمنين، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون.
والاستثناء للتبرك، أو للدفن بتلك البقعة، أو للموت على الاسلام.
Syarat-syarat Sholat Jenazah
Disyaratkan untuk sholat kepada
mayat, di samping syarat-syarat lain yang ada dalam selain sholat Jenazah:
Mayat disucikan terlebih dahulu, baik dengan air atau debu (jika tidak ada
air). Karena itu, jika ada sescorang jatuh ke dalam jurang atau tenggelam dalam
lautan yang sulit diambil dan disucikan, maka menurut pendapat Muktamad orang
itu tidak wajib disholati. Orang yang menyalati tidak berada di depan mayatnya,
jika mayat hadir, sekalipun berada dalam kubur. Jika mayatnya gaib, maka boleh
saja keberaYaannya di belakang orang yang menyalati.
Sunah barisan dalam sholat Jenazah
dijadikan tiga baris atau lebih, berdasarkan hadis sahih, yang artinya:
“Jenazah yang disholati oleh tiga baris, sungguh diampuni dosanya”. Tidak sunah
menunda sholat Jenazah, lantaran menunggu orang yang menyalati agar banyak,
kecuali menunggu walinya. Sebagian ulama Muhaqqiqin memilih, bahwa selagi tidak
dikhawatirkan mayatnya berbau, maka seyogianya menunggu 100 atau 40 orang yang
bisa diharapkan kehadirannya, berdasarkan sebuah hadis yang menerangkan seperti
ini.
Dalam kitab Hadis Muslim
tersebutkan: “Mayat muslim yang disholati oleh golongan muslim yang jumlahnya
mencapai 100 orang dan mereka memintakan syafaat, maka syafaatnya diterima.
Apabila ada mayat yang sudah disholati,
lantas datang seseorang yang belum ikut sholat, maka baginya sunah
mengerjakannya, dan sholat tersebut sah menjadi fardu kifayah. Karena itu,
hendaknya ia berniat fardu pula, serta mendapatkan pahala sholat. Sedangkan
yang lebih utama, adalah mengerjakan sholat sesudah mayat ditanam, karena
mengikuti tindak Nabi saw.
Tidak sunah bagi orang yang telah menyalatinya
sekalipun munfariduntuk mengulangi sholatnya dengan berjamaah. Kalau terpaksa
mengulanginya, maka sholatnya menjadi sholat sunah. (Bahkan) sebagian ulama
berkomentar: Mengulangi sholat Jenazah adalah khilaful aula hukumnya.
Sah hukumnya, menyalati mayat yang
gaib dari daerah yang bersangkutan, sebagaimana mayat berada jauh dari daerah
seseorang, yang menurut penilaian umum tidak bisa dikatakan masih daerahnya:
berdasarkan perkataan Imam Az-Zarkasyi: Tempat di luar batas sebuah daerah,
adalah seperti yang berada di dalamnya.
Tidak sah menyalati mayat yang tidak
berada di tempat sholat dan masih dalam lingkungan balad itu, sekalipun luas.
Memang, jika dirasa sulit untuk hadit ke tempat di mana mayat berada, misalnya
karena ditahan atau sakit, maka boleh sholat yang dalam keadaan seperti ini,
menurut beberapa tinjauan pendapat.
Sah menyalati mayat yang hadir dan
sudah dikubur -walaupun sudah punah (tapi dengan syarat tidak berada di depan
mayat, seperti yang telah diterangkan di atas -pen) selain Nabi. Karena itu,
tidaklah sah sholat Jenazah atas Nabi yang sudah berada dalam makamnya, berdasarkan
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari-Muslim.
Sah seperti ini, jika dilakukan oleh
orang-orang yang memenuhi syarat untuk melakukan fardu tersebut, di waktu
kematian mayat. Karena itu, sholat tidaklah dilakukan oleh orang kafir dan orang
yang haid di saat kematian mayat tersebut, sebagaimana halnya dengan anak yang
baru balig atau orang yang baru sembuh setelah kematian mayat, sekalipun belum
dimandikannya. Demikianlah yang sesuai dengan perkataan Imam Rafi’i-Nawawi.
Hukum fardu-menyalati mayat menjadi
gugur, karena sudah dikerjakan oleh seorang lakilaki, kanak-kanak yang
mumayyiz, sekalipun ada orang yang balig, yang tidak hafal AlFatihah dan
lainnya -bahkan dengan diam seukuran Fatihah dan sekalipun di situ ada orang
yang hafal. Belum gugur fardu sholat Jenazah sebab dikerjakan oleh wanita,
padahal di situ ada laki-laki.
Hukumnya boleh menyalati mayat yang
banyak dengan satu kali sholat, yang berarti harus niat menyalati mereka semua.
Haram menunda menyalati mayat sampai setelah penguburannya. Bahkan penundaan
semacam itu akan menggugurkan kefarduan sholat di atas kubur.Haram menyalati
jenazah orang kafir, sebab berdoa memintakan ampunan kepadanya adalah haram.
(Beradasarkan) firman Allah swt.
yang artinya: Janganlah engkau menyalati seseorang dari mereka untuk selama-lamanya.” Termasuk mereka di
sini adalah anak-anak kecil orang kafir, baik mereka telah mengucapkan dua
kalimat syahadat atau belum: Karena itu, menyalati mereka hukumnya haram (sebab
mereka bisa dihukumi Islam setelah balig -pen).
Haram menyalati jenazah orang yang
mati syahid. Lafal شَهِيْدٌ ikut wazan فَعِيْلٌ yang bermakna: مَفْعُوْلٌ karena ia akan disaksikan masuk surga,
atau ikut wazan: فَاعِلٌ karenanyawanya
menyaksikan surga sebelum nyawa orang lain. Lafal شهيد bisa . diterapkan pada orang yang berperang menjunjung tinggi
agama Allah: dan orang ini disebut syahid dunia-akhirat, juga dapat diterapkan
pada orang yang berperang bukan untuk membela agama Allah (tapi untuk tujuan
lain), dan orang ini disebut syahid dunia.
Juga bisa diterapkan untuk orang
yang terbunuh akibat suatu kezaliman yang menimpanya, orang yang mati sebab
tenggelam, terbakar dan akibat penyakit perut, misalnya muntah atau diare, dan
orangorang. seperti ini dinamakan “syahid akhirat”. – Begitu juga hukum
memandikan orang yang mati syahid, adalah haram, sekalipun masih dalam keadaan
junub, sebab Nabi saw. tiuak memandikan orang-orang yang mati dalan, Perang
Uhud.
Haram mencuci darah orang yang mati
syahid. Yaitu orang yang gugur di medan perang melawan orang-orang kafir atau
seorang saja sebelum peperangan selesai -sekalipun terbunuh waktu mundur dari
musuh-, yang matinya sebab peperangan tersebut. Misalnya terkena senjata
temannya yang muslim, dibunuh oleh muslim dengan permintaan orangorang kafir,
jatuh masuk ke sumur waktu berperang, atau tidak diketahui sebab kematiannya,
sekalipun tidak terdapat bekas darahnya. Menurut pendapat yang Ashah: Tawanan
yang dibunuh setelah selesai peperangan, adalah tidak termasuk mati syahid,
sebab dibunuhnya bukan karena berperang.
Demikian pula, orang yang mati
setelah perang berakhir dan masih mengalami hidup mustagirah (masih ada gerak
yang disadari dengan beberapa alamat), sekalipun dapat dipastikan ja akan mati
Setelah itu akibat luka yang diderita. Mengenai orang yang setelah perang masih
dapat bergerak seperti gerak hewan yang disembelih, adalah dengan pasti
dihukumi syahid. Hayat Mustagirah menurut pendapat Imam An-Nawawi dan
Al-Umrani, adalah keadaan orang itu yang masih dimungkinkan untuk hidup barang
satu atau dua hari.
Tidak termasuk syahid pula, orang
yang tertangkap oleh orang-orang kafir, kemudian melarikan diri dan akhirnya
dibunuh. Sebab kematiannya bukan karena berperang, sebagaimana fatwa yang
dikeluarkan oleg Guru kami Ibnu Ziyad rahimahullah Ta’ala.Begitu juga orang
yang dibunuh akibat bujukan orang kafir Harbi yang menelusup di tengah-tengah
kita.
Memang begitu, jika terbunuhnya
akibat mengadakan pertempuran, maka menurut pendapat As-Sayid As-Samhudi yang
dinukil dari kitab Al-Khadim, orang seperti itu adalah Syahid. Orang yang mati
syahid, sunah dibungkus dengan pakaian yang dipakai waktu mati, sedangkan yang
berlumuran darah adalah lebih utama, karena ittiba’ dengan Nabi saw. Jika
pakaiannya tidak mencukupi, misalnya belum menutup seluruh badannya, maka wajib
menyempurnakan dengan menambah yang lain. Tidak boleh dikafani memakai pakaian
dari sutera yang dipakai karena terpaksa waktu perang, karena itu, sutera yang
dipakainya harus dilepas.
Sunah menalqin orang yang sedang
sakit kerassekalipun baru mumayyiz, menurut beberapa tinjauan-, yaitu dengan
bacaan: لاإله إلاّالله saja. Hal ini berdasarkan hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim, yang artinya: “Tuntunlah orang yang sedang sakit
keras di antara kalian, dengan ucapan:
Berdasarkan hadis sahih juga (yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud),
yang artinya: “Barangsiapa yang di akhir ucapannya berupa لاإله إلاّالله maka ia masuk bersarma-sama orang-orang
yang beruntung. Jika tidak diartikan seperti ini, maka toh setiap orang yang
muslim pasti masuk surga, sekalipun fasik, dan meskipun terlebih dahulu disiksa
lama sekali.
Tentang perkataan segolongan Ulama:
Talqin mayat adalah kalimat محمدرسول الله pula, hal ini
dimaksudkan supaya mati dalam keadaan Islam, sedang ia belum dikatakan muslim,
jika belum mengucapkan dua kalimat tersebut, pernyataan ulama di atas adalah
ditolak, sebab orang yang ditalgin itu sendiri sudah muslim. Sebetulnya, talgin
itu bertujuan untuk mengakhiri ucapannya dengan kalimat: لاإله إلاّالله supaya mendapatkan pahala.
Mengenai pembahasan tentang menalqin
mayat memakai “Ar-Rafiqul A’la” (derajat tertinggi), sebab kalimat tersebut
adalah kalimat yang diucapkan oleh Nabi saw. Pembahasan tersebut adalah
ditolak, sebab akhir perkataan Nabi tersebut merupakan suatu perkara yang tidak
ditemukan pada selain beliau, yaitu Allah swt. menyuruh Nabi memilih, lalu
belidu ihemilih Rafiqul A’la.
Adapun orang kafir, secara pasti
ditalqin memakai dua kalimat di atas,yang diawali memakai lafal: أشهد (saya bersaksi), sebab kata ini harus
diucapkan seperti keterangan yang akan datang. Sebab, seseorang tidak bisa
dikatakan muslim, kecuali dengan dua kalimat tersebut. Sunah sesudah mayat
dimakamkan, segolongan peziarah berdiri sejenak di sekitar kubur untuk
memohonkan ketetapan iman dan ampunan dosa.
Sesudah sempurna pemakaman, hukumnya
sunah menalgin mayat yang sudah balig, sekalipun mati syahid, sebagaimana
menurut ketetapan ulama, yang diselisihi Imam Az-Zarkasyi.
(Dalam praktiknya), seseorang di
antara. peziarah duduk berhadapan dengan wajah mayat dan berkata: Ya, Abdallah
………….. dan seterusnya (Wahai, putra hamba wanita! Ingatlah janjimu yang engkau
bawa dari alam dunia, yaitu persaksian tiada Tuhan selain Allah, yang tiada
menyekuti-Nya, Nabi Muhammad adalah Rasul-Nya, sungguh surga itu hak adanya,
neraka adalah hak, kebangkitan dari kubur adalah hak, hari kiama: pasti akan .
tiba yang tiada keraguan lagi, dan Allah akan membangkitkan orangorang yang
berada dalam kubur.
Sesungguhnya engkau telah rela Allah
swt. menjadi Tuhanmu, Islam sebagai agamamu, Nabi Muhammad say. sebagai Nabimu,
Alqur-an sebagai anutanmu, Ka’bah sebagai kiblatmu, orangorang mukmin sebagai
saudaramu, Tuhanku adalah Allah swt. Tiada Tuhan selain Allah, kepada-Nya saya
berserah diri, dan Dia Penguasa ‘Arsy Yang Agung).
Guru kami berkata: Sunah mengulang
talgin sebanyak tiga kali. Yang lebih utama adalah peziarah-peziarah berdiri,
sedangkan orang yang menalgin duduk. Memanggil si mayat dalam talgin dengan
menyebut nama ibunya -jika ibunya diketahui, jika tidak, maka dengan menyebut
nama Hawaadalah tidak menafikan panggilan manusia di hari kiamat yang memakai
nama ayahnya. Sebab keduanya merupakan pelajaran (ketentuan) dari syarak yang
tidak dapat dimasuki penalaran pikiran.
Yang lahir, lafal العبد dalam menalgin mayat wanita diganti dengan
lafal أمه begitu juga dhamir-dhamirnya
diganti.dengan muannats. -Selesai-. Sunah bagi laki-laki untuk berziarah kubur,
lain halnya wanita, ziarah kubur baginya hukumnya adalah makruh. Memang! Bagi
wanita tetap disunahkan berziarah ke makam Nabi saw, sebagian ulama menambah:
Demikian juga berziarah ke makam nabi. nabi yang lain, ulama dan para aulia.
Sunah -sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh Imam Syaff’imembaca sebagian Algur-an yang terasa mudah di atas
makam, lalu dengan menghadap kiblat dan berdoa untuk si mayat. Bagi orang yang
berziarah, sunah mengucapkan salam untuk ahli kubur secara umum, lalu khusus
yang dimaksudkan. Yaitu begitu masuk membaca: السلام عليكم دارقوم مؤمنين dan setelah sampai pada makam ayahnya misalnya, membaca: السلام عليك ياوالد Apabila ingin mencukupkan dengan salah
satunya, maka yang dibaca adalah kalimat yang kedua tersebut, karena inilah
yang lebih khusus pada tujuannya. Hal itu berdasarkan sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Nabi saw. berucap: Assalamu’alaikum … dan
seterusnya. (Semoga keselamatan buat kalian semua, wahar kaum mukmin. Dan insya
Allah kami semua akan menyusul kalian).
Istitsna’ (ucapan insya Allah) di
sini bertujuan mencari berkah, atau dimakamkan di tempat itu (insya Allah kami
akan menyusul kalian dengan dimakamkan ditempat itu), atau mati dalam keadaan
Islam.
فائدة) ورد أن من مات يوم الجمعة أو ليلتها أمن
من عذاب القبر وفتنته. وورد أيضا: من قرأ قل هو الله أحد، في مرض موته مائة مرة، لم
يفتن في قبره، وأمن من ضغطة القبر، وجاوز الصراط على أكف الملائكة. وورد أيضا: من قال:
لا إله إلا أنت سبحانك إني كنت من الظالمين - أربعين مرة - في مرضه فمات فيه، أعطي
أجر شهيد، وإن برئ برئ مغفورا له. غفر الله لنا، وأعاذنا من عذاب القبر وفتنته.
Faedah:
Tersebut dalam hadis, bahwa orang
yang mati di hari atau malam Jumat, adalah diselamatkan dari siksa dan fitnah
kubur. Tersebut juga: Barangsiapa membaca surah Ikhlash (Qulhu .. dan
seterusnya) 100 kali ketika sakit yang mengantarkan kematiannya, maka di dalam
kubur akan diselamatkan dari siksa kubur, dan melintasi Shiratal Mustagim dalam
telapak malaikat.
Tersebut dalam hadis lagi, bahwa
barangsiapa mau: membaca: “Laa Ilaahailla anta … dan seterusnya. (Tiada Tuhan
selain Engkau, Maha Suci Engkau, sungguh kami masuk golongan orang-orang yang
zalim) sebanyak 40 kali di waktu sakit, lalu mati, maka ia akan mendapatkan
sebagaimana orang yang mati syahid. Kalau ia sembuh, maka diampunilah dosanya.
Semoga Allah swt. berkenan
mengampuni dosa kita, dan melindungi kita sekalian dari siksa dan fitnah kubur.
Amin