Daftar Isi:
Bab Mengusap Khuf (kaos kaki musim dingin)
Kitab Qadha Kitab Putus Perkara
Biografi Ibnu Hajar Al 'Asqalani
Hadits ke-1 Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.” Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-2
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya bersabda: “Tetapi aku sholat,
tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barangsiapa membenci
sunnahku, ia tidak termasuk ummatku.” Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-3
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam memerintahkan kami berkeluarga dan sangat melarang kami membujang.
Beliau bersabda: “Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang, sebab dengan
jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat.”
Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.
Hadits ke-4
Hadits itu mempunyai saksi menurut riwayat Abu Dawud, Nasa’i dan Ibnu Hibban
dari hadits Ma’qil Ibnu Yasar.
Hadits ke-5
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan,
kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan
berbahagia.” Muttafaq Alaihi dan Imam Lima.
Hadits ke-6
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bila mendoakan seseorang yang nikah, beliau bersabda: “Semoga Allah
memberkahimu dan menetapkan berkah atasmu, serta mengumpulkan engkau berdua
dalam kebaikan.” Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Tirmidzi, Ibnu
Khuzaimah dan Ibnu Hibban.
Hadits ke-7
Abdullah Ibnu Mas’ud berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
mengajari kami khutbah pada suatu hajat: (artinya = Sesungguhnya segala puji
bagi Allah, kami memuji-Nya, kami meminta pertolongan dan ampunan kepada-Nya,
kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami. Barangsiapa mendapat
hidayah Allah tak ada orang yang dapat menyesatkannya. Barangsiapa disesatkan
Allah, tak ada yang kuasa memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan utusan-Nya) dan
membaca tiga ayat. Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits hasan menurut Tirmidzi
dan Hakim.
Hadits ke-8
Dari Jabir bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila
salah seorang di antara kamu melamar perempuan, jika ia bisa memandang bagian
tubuhnya yang menarik untuk dinikahi, hendaknya ia lakukan.” Riwayat Ahmad dan
Abu Dawud dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Hadits shahih menurut
Hakim.
Hadits ke-9
Hadits itu mempunyai saksi dari hadits riwayat Tirmidzi dan Nasa’i dari
al-Mughirah.
Hadits ke-10
Begitu pula riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari hadits Muhammad Ibnu
Maslamah.
Hadits ke-11
Menurut riwayat Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
pernah bertanya kepada seseorang yang akan menikahi seorang wanita: “Apakah
engkau telah melihatnya?” Ia menjawab: Belum. Beliau bersabda: “Pergi dan
lihatlah dia.”
Hadits ke-12
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Janganlah seseorang di antara kamu melamar seseorang yang
sedang dilamar saudaranya, hingga pelamar pertama meninggalkan atau
mengizinkannya.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.
Hadits ke-13
Sahal Ibnu Sa’ad al-Sa’idy Radliyallaahu ‘anhu berkata: Ada seorang wanita
menemui Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dan berkata: Wahai Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, aku datang untuk menghibahkan diriku pada
baginda. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memandangnya dengan
penuh perhatian, kemudian beliau menganggukkan kepalanya. Ketika perempuan itu
mengerti bahwa beliau tidak menghendakinya sama sekali, ia duduk. Berdirilah
seorang shahabat dan berkata: “Wahai Rasulullah, jika baginda tidak
menginginkannya, nikahkanlah aku dengannya. Beliau bersabda: “Apakah engkau
mempunyai sesuatu?” Dia menjawab: Demi Allah tidak, wahai Rasulullah. Beliau
bersabda: “Pergilah ke keluargamu, lalu lihatlah, apakah engkau mempunyai
sesuatu.” Ia pergi, kemudian kembali dam berkata: Demi Allah, tidak, aku tidak
mempunyai sesuatu. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Carilah, walaupun hanya sebuah cincin dari besi.” Ia pergi, kemudian kembali
lagi dan berkata: Demi Allah tidak ada, wahai Rasulullah, walaupun hanya sebuah
cincin dari besi, tetapi ini kainku -Sahal berkata: Ia mempunyai selendang
-yang setengah untuknya (perempuan itu). Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Apa yang engkau akan lakukan dengan kainmu? Jika engkau
memakainya, Ia tidak kebagian apa-apa dari kain itu dan jika ia memakainya,
engkau tidak kebagian apa-apa.” Lalu orang itu duduk. Setelah duduk lama, ia
berdiri. Ketika Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melihatnya berpaling,
beliau memerintah untuk memanggilnya. Setelah ia datang, beliau bertanya:
“Apakah engkau mempunyai hafalan Qur’an?” Ia menjawab: Aku hafal surat ini dan
itu. Beliau bertanya: “Apakah engkau menghafalnya di luar
kepala?” Ia menjawab: Ya. Beliau bersabda: “Pergilah, aku telah berikan wanita
itu padamu dengan hafalan Qur’an yang engkau miliki.” Muttafaq Alaihi dan
lafadznya menurut Muslim. Dalam suatu riwayat: Beliau bersabda padanya:
“berangkatlah, aku telah nikahkan ia denganmu dan ajarilah ia al-Qur’an.”
Menurut riwayat Bukhari: “Aku serahkan ia kepadamu dengan (maskawin) al-Qur’an
yang telah engkau hafal.”
Hadits ke-14
Menurut riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu beliau
bersabda: “Surat apa yang engkau hafal?”. Ia menjawab: Surat al-Baqarah dan
sesudahnya. Beliau bersabda: “Berdirilah dan ajarkanlah ia dua puluh ayat.”
Hadits ke-15
Dari Amir Ibnu Abdullah Ibnu al-Zubair, dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sebarkanlah berita
pernikahan.” Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Hakim.
Hadits ke-16
Dari Abu Burdah Ibnu Abu Musa, dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak sah nikah kecuali
dengan wali.” Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Ibnu
al-Madiny, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban. Sebagian menilainya hadits mursal.
Hadits ke-17
Imam Ahmad meriwayatkan hadits marfu’ dari Hasan, dari Imran Ibnu al-Hushoin:
“Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi.”
Hadits ke-18
Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Perempuan yang nikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil.
Jika sang laki-laki telah mencampurinya, maka ia wajib membayar maskawin untuk
kehormatan yang telah dihalalkan darinya, dan jika mereka bertengkar maka
penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” Dikeluarkan
oleh Imam Empat kecuali Nasa’i. Hadits shahih menurut Ibnu Uwanah, Ibnu Hibban,
dan Hakim.
Hadits ke-19
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Seorang janda tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diajak
berembuk dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta
izinnya.” Mereka bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana izinnya? Beliau bersabda:
“Ia diam.” Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-20
Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Seorang
janda lebih berhak menentukan (pilihan) dirinya daripada walinya dan seorang
gadis diajak berembuk, dan tanda izinnya adalah diamnya.” Riwayat Abu Dawud dan
Nasa’i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban
Hadits ke-21
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Perempuan tidak boleh menikahkan perempuan lainnya, dan tidak
boleh pula menikahkan dirinya.” Riwayat Ibnu Majah dan Daruquthni dengan perawi-perawi
yang dapat dipercaya.
Hadits ke-22
Nafi’ dari Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam melarang perkawinan syighar. Syighar ialah seseorang menikahkan puterinya
kepada orang lain dengan syarat orang itu menikahkan puterinya kepadanya, dan
keduanya tidak menggunakan maskawin. Muttafaq Alaihi. Bukhari-Muslim dari jalan
lain bersepakat bahwa penafsiran “Syighar” di atas adalah dari ucapan Nafi’.
Hadits ke-23
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa ada seorang gadis menemui Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam lalu bercerita bahwa ayahnya menikahkannya
dengan orang yang tidak ia sukai. Maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam memberi hak kepadanya untuk memilih. Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu
Majah. Ada yang menilainya hadits mursal.
Hadits ke-24
Dari Hasan, dari Madlmarah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam bersabda: “Seorang perempuan yang dinikahkan oleh dua orang wali, ia
milik wali pertama.” Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits hasan menurut
Tirmidzi.
Hadits ke-25
Dari Jabir Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Seorang budak yang menikah tanpa izin dari tuannya atau keluarganya,
maka ia dianggap berzina.” Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi. Hadits
shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Hibban.
Hadits ke-26
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Tidak boleh dimadu antara seorang perempuan dengan saudara
perempuan ayahnya dan antara seorang perempuan dengan saudara perempuan
ibunya.” Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-27
Dari Utsman Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Orang yang sedang berihram tidak boleh menikah dan menikahkan.”
Riwayat Muslim. Dalam riwayatnya yang lain: “Dan tidak boleh melamar.” Ibnu
Hibban menambahkan: “Dan dilamar.”
Hadits ke-28
Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
menikahi Maimunah ketika beliau sedang ihram. Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-29
Menurut riwayat Muslim dari Maimunah sendiri: Bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam menikahinya ketika beliau telah lepas dari ihram.
Hadits ke-30
Dari Uqbah Ibnu Amir bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya syarat yang paling patut dipenuhi ialah syarat yang menghalalkan
kemaluan untukmu.” Muttafaq Alaihi
Hadits ke-31
Salamah Ibnu Al-Akwa’ berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah
memberi kelonggaran untuk nikah mut’ah selama tiga hari pada tahun Authas
(tahun penaklukan kota Mekkah), kemudian bleiau melarangnya. Riwayat Muslim.
Hadits ke-32
Ali Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
melarang nikah mut’ah pada waktu perang khaibar. Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-33
Dari Ali Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
melarang menikahi perempuan dengan mut’ah dan memakan keledai ngeri pada waktu
perang khaibar. Riwayat Imam Tujuh kecuali Abu Dawud.
Hadits ke-34
Dari Rabi’ Ibnu Saburah, dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Aku dahulu telah mengizinkan kalian
menikahi perempuan dengan mut’ah dan sesungguhnya Allah telah mengharamkan cara
itu hingga hari kiamat. maka barangsiapa yang masih mempunyai istri dari hasil
nikah mut’ah, hendaknya ia membebaskannya dan jangan mengambil apapun yang
telah kamu berikan padanya.” Riwayat Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah,
Ahmad, dan Ibnu Hibban.
Hadits ke-35 Ibnu
Mas’ud berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melaknat muhallil
(laki-laki yang menikahi seorang perempuan dengan tujuan agar perempuan itu
dibolehkan menikah kembali dengan suaminya) dan muhallal lah (laki-laki yang
menyuruh muhallil untuk menikahi bekas istrinya agar istri tersebut dibolehkan
untuk dinikahinya lagi).” Riwayat Ahmad, Nasa’i, Dan Tirmidzi. Hadits shahih
menurut Tirmidzi.
Hadits ke-36
Dalam masalah ini ada hadits dari Ali yang diriwayatkan oleh Imam Empat kecuali
Nasa’i.
Hadits ke-37
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Orang berzina yang telah dicambuk tidak boleh menikahi kecuali dengan wanita
yang seperti dia.” Riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan para perawi yang dapat
dipercaya.
Hadits ke-38
‘Aisyah .ra berkata: ada seseorang mentalak istrinya tiga kali, lalu wanita itu
dinikahi seorang laki-laki. Lelaki itu kemudian menceraikannya sebelum
menggaulinya. Ternyata suaminya yang pertama ingin menikahinya kembali. Maka
masalah tersebut ditanyakan kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam,
lalu beliau bersabda: “Tidak boleh, sampai suami yang terakhir merasakan
manisnya perempuan itu sebagaimana yang dirasakan oleh suami pertama.” Muttafaq
Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.
Hadits ke-39
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Bangsa Arab itu sama derajatnya satu sama lain dan kaum mawali (bekas hamba
yang telah dimerdekakan) sama derajatnya satu sama lain, kecuali tukang tenung
dan tukang bekam.” Riwayat Hakim dan dalam sanadnya ada kelemahan karena ada
seorang perawi yang tidak diketahui namanya. Hadits munkar menurut Abu Hatim.
Hadits ke-40
Hadits tersebut mempunyai hadits saksi dari riwayat al-Bazzar dari Mu’adz Ibnu
Jabal dengan sanad terputus
Hadits ke-41
Dari Fatimah Bintu Qais Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda kepadanya: “Nikahilah Usamah.” Riwayat Muslim.
Hadits ke-42
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Hai Banu Bayadlah, nikahilah Abu Hind, kawinlah dengannya.” Dan ia
adalah tukang bekam. Riwayat Abu Dawud dan Hakim dengan sanad yang baik.
Hadits ke-43
‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Barirah disuruh memilih untuk melanjutkan
kekeluargaan dengan suaminya atau tidak ketika ia merdeka. Muttafaq Alaihi
-dalam hadits yang panjang. Menurut riwayat Muslim tentang hadits Barirah:
bahwa suaminya adalah seorang budak. Menurut riwayat lain: Suaminya orang
merdeka. Namun yang pertama lebih kuat. Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu riwayat
Bukhari membenarkan bahwa ia adalah seorang budak.
Hadits ke-44
Al-Dhahhak Ibnu Fairuz al-Dailamy, dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu berkata:
Aku berkata: wahai Rasulullah, aku telah masuk Islam sedang aku mempunyai dua
istri kakak beradik. Maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Ceraikanlah salah seorang yang kau kehendaki.” Riwayat Ahmad dan Imam Empat
kecuali Nasa’i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban, Daruquthni, dan Baihaqi.
ma’lul menurut Bukhari.
Hadits ke-45
Dari Salim, dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu bahwa Ghalian Ibnu Salamah masuk
Islam dan ia memiliki sepuluh orang istri yang juga masuk Islam bersamanya.
Lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam menyuruhnya untuk memilih empat orang
istri di antara mereka. Riwayat Ahmad dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu
Hibban dan Hakim, dan ma’lul menurut Bukhari, Abu Zur’ah dan Abu Hatim.
Hadits ke-46
Ibnu Abbas berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah mengembalikan
puteri (angkat) beliau Zainab kepada Abu al-Ash Ibnu Rabi’ setelah enam tahun
dengan akad nikah pertama, dan beliau tidak menikahkan lagi. Riwayat Ahmad dan
Imam Empat kecuali Nasa’i. Hadits shahih menurut Ahmad dan Hakim.
Hadits ke-47
Dari Amar Ibnu Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu ‘anhu bahwa
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam mengembalikan puteri beliau Zainab kepada
Abu al-Ash dengan akad nikah baru. Tirmidzi berkata: Hadits Ibnu Abbas sanadnya
lebih baik, namun yang diamalkan adalah hadits Amar Ibnu Syu’aib.
Hadits ke-48
Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu berkata: Ada seorang wanita masuk Islam, lalu
kawin. Kemudian suaminya datang dan berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku
telah masuk Islam dan ia tahu keislamanku. Maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam mencabutnya dari suaminya yang kedua dan mengembalikan kepada suami
yang pertama. Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut
Ibnu Hibban dan Hakim.
Hadits ke-49
Zaid Ibnu Ka’ab dari Ujrah, dari ayahnya berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam kawin dengan Aliyah dari Banu Ghifar. Setelah ia masuk ke dalam kamar
beliau dan menanggalkan pakaiannya, beliau melihat belang putih di pinggulnya.
Lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Pakailah pakaianmu dan
pulanglah ke keluargamu.” Beliau memerintahkan agar ia diberi maskawin. Riwayat
Hakim dan dalam sanadnya ada seorang perawi yang tidak dikenal, yaitu Jamil
Ibnu Zaid. Hadits ini masih sangat dipertentangkan. Dari Said Ibnu al-Musayyab
bahwa Umar Ibnu al-Khaththab Radliyallaahu ‘anhu berkata: Laki-laki manapun
yang menikah dengan perempuan dan setelah menggaulinya ia mendapatkan perempuan
itu berkudis, gila, atau berpenyakit kusta, maka ia harus membayar maskawin
karena telah menyentuhnya dan ia berhak mendapat gantinya dari orang yang
menipunya. Riwayat Said Ibnu Manshur, Malik, dan Ibnu Abu Syaibah dengan perawi
yang dapat dipercaya. Said juga meriwayatkan hadits serupa dari Ali dengan
tambahan: Dan kemaluannya bertanduk, maka suaminya boleh menentukan pilihan,
jika ia telah menyentuhnya maka ia wajib membayar maskawin kepadanya untuk
menghalalkan kehormatannya. Dari jalan Said Ibnu al-Musayyab juga, ia berkata:
Umar Radliyallaahu ‘anhu menetapkan bahwa orang yang mati kemaluannya (impoten)
hendaknya ditunda (tidak dicerai) hingga setahun. Perawi-perawinya dapat
dipercaya.
Hadits ke-50
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Terlaknatlah orang yang menggauli istrinya di duburnya.”
Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i, dan lafadznya menurut Nasa’i. Para perawinya
dapat dipercaya namun ia dinilai mursal.
Hadits ke-51
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Allah tidak akan melihat laki-laki yang menyetubuhi seorang
laki-laki atau perempuan lewat duburnya.” Riwayat Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Hibban,
namun ia dinilai mauquf.
Hadits ke-52
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia
menyakiti tetangganya, dan hendaklah engkau sekalian melaksanakan wasiatku
untuk berbuat baik kepada para wanita. Sebab mereka itu diciptakan dari tulang
rusuk dan tulang rusuk yang paling bengkok ialah yang paling atas. Jika engkau
meluruskannya berarti engkau mematahkannya dan jika engkua membiarkannya, ia
tetap akan bengkok. Maka hendaklah kalian melaksanakan wasiatku untuk berbuat
baik kepada wanita.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari. Menurut
riwayat Muslim: “Jika engkau menikmatinya, engkau dapat kenikmatan dengannya
yang bengkok, dan jika engkau meluruskannya berarti engkau mematahkannya, dan
mematahkannya adalah memcerainya.”
Hadits ke-53
Jabir berkata: Kami pernah bersama Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dalam
suatu peperangan. Ketika kami kembali ke Madinah, kami segera untuk masuk (ke
rumah guna menemui keluarga). Maka beliau bersabda: “Bersabarlah sampai engkau
memasuki pada waktu malam -yakni waktu isya’- agar wanita-wanita yang kusut
dapat bersisir dan wanita-wanita yang ditinggal lama dapat berhias diri.”
Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Bukhari: “Apabila salah seorang di antara kamu
lama menghilang, janganlah ia mengetuk keluarganya pada waktu malam.”
Hadits ke-54
Dari Abu Said al-Khudry Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Orang yang paling jelek derajatnya di sisi Allah
pada hari kiamat ialah orang yang bersetubuh dengan istrinya, kemudian ia membuka
rahasianya.” Riwayat Muslim.
Hadits ke-55
Hakim Ibnu Muawiyah, dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku berkata:
Wahai Rasulullah, apakah kewajiban seseorang dari kami terhadap istrinya?
Beliau menjawab: “Engkau memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian
jika engkau berpakaian, jangan memukul wajah, jangan menjelek-jelekkan, dan
jangan menemani tidur kecuali di dalam rumah.” Riwayat Ahmad, Abu Dawud,
Nasa’i, dan Ibnu Majah. Sebagian hadits itu diriwayatkan Bukhari secara
mu’allaq dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Hakim.
Hadits ke-56
Jabir Ibnu Abdullah berkata: Orang Yahudi beranggapan bahwa seorang laki-laki
menyetubuhi istrinya dari duburnya sebagai kemaluannya, maka anaknya akan
bermata juling. Lalu turunlah ayat (artinya = istrimu adalah ladang milikmu,
maka datangilah ladangmu dari mana engkau suka). Muttafaq Alaihi dan lafadznya
menurut Muslim.
Hadits ke-57
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Seandainya salah seorang di antara kamu ingin menggauli
istrinya lalu membaca doa: (artinya = Dengan nama Allah, Ya Allah jauhkanlah
setan dari kami dan jauhkanlah setan dari apa yang engkau anugerahkan pada
kami), mak jika ditakdirkan dari pertemuan keduanya itu menghasilkan anak,
setan tidak akan mengganggunya selamanya.” Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-58
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur, tapi ia
menolak untuk datang, lalu sang suami marah sepanjang malam, maka para malaikat
melaknatnya (sang istri) hingga datang pagi.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya
menurut Bukhari.
Hadits ke-59
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
melaknat wanita yang memakai cemara (rambut pasangan) dan yang meminta memakai
cemara, dan wanita yang menggambar (mentatto) kulitnya dan minta digambar
kulitnya.” Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-60
Judzamah Bintu Wahab Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku pernah menyaksikan
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam di tengah orang banyak, beliau
bersabda: “Aku benar-benar ingin melarang ghilah (menyetubuhi istri pada waktu
ia hamil), tapi aku melihat di Romawi dan Parsi orang-orang melakukan ghilah
dan hal itu tidak membahayakan anak mereka sama sekali.” Kemudian mereka
bertanya kepada beliau tentang ‘azl (menumpahkan sperma di luar rahim). Maka
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Itu adalah pembunuhan
terselubung.” Riwayat Muslim.
ke-61 Dari Abu
Said Al-Khudry Radliyallaahu ‘anhu bahwa ada seseorang berkata: Wahai
Rasulullah, aku mempunyai seorang budak perempuan, aku melakukan ‘azl padanya
karena aku tidak suka ia hamil, namun aku menginginkan sebagaimana yang
diinginkan orang kebanyakan. Tapi orang Yahudi mengatakan bahwa perbuatan ‘azl
adalah pembunuhan kecil. Beliau bersabda: “Orang Yahudi bohong. Seandainya
Allah ingin menciptakan anak (dari persetubuhan itu), engkau tidak akan mampu
mengeluarkan air mani dari luar rahim.” Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i dan
Thahawy. Lafadznya menurut Abu Dawud. Para perawinya dapat dipercaya.
Hadits ke-62
Jabir berkata: Kami melakukan ‘azl pada zaman Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam dan al-Qur’an masih diturunkan, jika ia merupakan sesuatu yang
dilarang, niscaya al-Qur’an melarangnya pada kami. Muttafaq Alaihi. Menurut
riwayat Muslim: Hal itu sampai kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dan
beliau tidak melarangnya pada kami.
Hadits ke-63
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam menggilir istri-istrinya dengan sekali mandi. Riwayat Bukhari-Muslim dan
lafadznya menurut Muslim.
Hadits ke-64
Dari Anas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
memerdekakan Shafiyyah dan menjadikan kemerdekaannya sebagai maskawinnya.
Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-65
Abu Salamah Ibnu Abdurrahman Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku bertanya kepada
‘Aisyah r.a: Berapakah maskawin Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam Ia
berkata: Maskawin beliau kepada istrinya ialah dua belas uqiyyah dan nasy. Ia
bertanya: Tahukah engkau apa itu nasy? Ia berkata: Aku menjawab: Tidak. ‘Aisyah
berkata: Setengah uqiyyah, jadi semuanya lima ratus dirham. Inilah maskawin
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam kepada para istrinya. Riwayat Muslim.
Hadits ke-66
Ibnu Abbas berkata: Ketika Ali menikah dengan Fathimah, Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: “Berikanlah sesuatu kepadanya.” Ali
menjawab: Aku tidak mempunyai apa-apa. Beliau bersabda: “Mana baju besi buatan
Huthomiyyah milikmu?”. Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i. Hadits shahih menurut
Hakim.
Hadits ke-67
Dari Amar Ibnu Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Radliyallaahu ‘anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Siapapun perempuan yang
menikah dengan maskawin, atau pemberian, atau janji-janji sebelum akad nikah,
maka itu semua menjadi miliknya. Adapun pemberian setelah akad nikah, maka ia
menjadi milik orang yang diberi, dan orang yang paling layak diberi pemberian
ialah puterinya atau saudara perempuannya.” Riwayat Ahmad dan Imam Empat
kecuali Tirmidzi.
Hadits ke-68
Dari Alqamah, dari Ibnu Mas’ud: Bahwa dia pernah ditanya tentang seorang
laki-laki yang kawin dengan seorang perempuan, ia belum menentukan maskawinnya
dan belum menyetubuhinya, hingga laki-laki itu meninggal dunia. Maka Ibnu
Mas’ud berkata: Ia berhak mendapat maskawin seperti layaknya perempuan lainnya,
tidak kurang dan tidak lebih, ia wajib ber-iddah, dan memperoleh warisan.
Muncullah Ma’qil Ibnu Sinan al-Asyja’i dan berkata: Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam pernah menetapkan terhadap Bar’wa Bintu Wasyiq -salah seorang
perempuan dari kami- seperti apa yang engkau tetapkan. Maka gembiralah Ibnu
Mas’ud dengan ucapan tersebut. Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih
menurut Tirmidzi dan hasan menurut sekelompok ahli hadits.
Hadits ke-69
Dari Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Barangsiapa memberi maskawin berupa tepung atau kurma, maka
ia telah halal (dengan wanita tersebut).” Riwayat Abu Dawud dan ia memberi
isyarat bahwa mauqufnya hadits itu lebih kuat.
Hadits ke-70
Dari Abdullah Amir Ibnu Rabi’ah, dari ayahnya, Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memperbolehkan nikah dengan seorang perempuan
dengan (maskawin) dua buah sandal. Hadits shahih riwayat Tirmidzi, dan hal itu
masih dipertentangkan.
Hadits ke-71
Sahal Ibnu Saad Radliyallaahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam pernah mengawinkan seorang laki-laki dengan seorang perempuan dengan
maskawin sebuah cincin dari besi. Riwayat Hakim. Ini merupakan potongan dari
hadits panjang yang sudah lewat di permulaan bab nikah. Ali Radliyallaahu ‘anhu
berkata: Maskawin itu tidak boleh kurang dari sepuluh dirham. Hadits mauquf
riwayat Daruquthni dan sanadnya masih diperbincangkan.
Hadits ke-72
Dari Uqbah Ibnu Amir Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam bersabda: “Sebaik-baik maskawin ialah yang paling mudah.” Riwayat Abu
Dawud dan dinilai shahih oleh Hakim.
Hadits ke-73
Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Amrah Bintu al-Jaun berlindung dari
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam ketika ia dipertemukan dengan beliau
-yakni ketika beliau menikahinya-. Beliau bersabda: “Engkau telah berlindung
dengan benar.” Lalu beliau menceraikannya dan memerintahkan Usamah untuk
memberinya tiga potong pakaian. Riwayat Ibnu Majah. Dalam sanad hadits itu ada
seorang perawi yang ditinggalkan ahli hadits.
Hadits ke-74
Asal cerita tersebut dari kitab Shahih Bukhari dari hadits Abu Said al-Sa’idy.
Hadits ke-75
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam pernah melihat bekas kekuningan pada Abdurrahman Ibnu Auf. Lalu beliau
bersabda: “Apa ini?”. Ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah
menikahi seorang perempuan dengan maskawin senilai satu biji emas. Beliau
bersabda: “Semoga Allah memberkahimu, selenggarakanlah walimah walaupun hanya
dengan seekor kambing.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.
Hadits ke-76
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Apabila seorang di antara kamu diundang ke walimah, hendaknya
ia menghadirinya.” Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Muslim: “Apabila salah
seorang di antara kamu mengundang saudaranya, hendaknya ia memenuhi undangan
tersebut, baik itu walimah pengantin atau semisalnya.
Hadits ke-77
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Sejahat-jahatnya makanan ialah makanan walimah, ia ditolak
orang yang datang kepadanya dan mengundang orang yang tidak diundang. Maka
barangsiapa tidak memenuhi undangan tersebut, ia telah durhaka kepada Allah dan
Rasul-Nya.” Riwayat Muslim.
Hadits ke-78
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Apabila seorang di antara kamu diundang hendaknya ia memenuhi
undangan tersebut, jika ia sedang puasa hendaknya ia mendoakan, dan jika ia
tidak puasa hendaknya ia makan.” Riwayat Muslim.
Hadits ke-79
Muslim juga meriwayatkan hadits serupa dari hadits Jabir, beliau bersabda: “Ia
boleh makan atau tidak.”
Hadits ke-80
Dari Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Makanan walimah pada hari pertama adalah layak, pada hari
kedua adalah sunat, dan pada hari ketiga adalah sum’ah (ingin mendapat pujian
dan nama baik). Barangsiapa ingin mencari pujian dan nama baik, Allah akan
menjelekkan namanya.” Hadits gharib riwayat Tirmidzi. Para perawinya adalah perawi-perawi
kitab shahih Bukhari
Hadits ke-81
Ada hadits saksi riwayat Ibnu Majah dari Anas.
Hadits ke-82 Shafiyyah Binti Syaibah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam mengadakan walimah terhadap sebagian istrinya
dengan dua mud sya’ir. Riwayat Bukhari.
Hadits ke-83
Anas berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah berdiam selama tiga
malam di daerah antara Khaibar dan Madinah untuk bermalam bersama Shafiyyah
(istri baru). Lalu aku mengundang kaum muslimin menghadiri walimahnya. Dalam
walimah itu tak ada roti dan daging. Yang ada ialah beliau
menyuruh membentangkan tikar kulit. Lalu ia dibentangkan dan di atasnya
diletakkan buah kurma, susu kering, dan samin. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut
Bukhari.
Hadits ke-84
Salah seorang sahabat Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam berkata: Apabila dua
orang mengundang secara bersamaan, maka penuhilah orang yang paling dekat pintu
(rumah)nya. Jika salah seorang di antara mereka mengundang terlebih dahulu,
maka penuhilah undangan yang lebih dahulu. Riwayat Abu Dawud dan sanadnya
lemah.
Hadits ke-85
Dari Abu Jahnah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Aku tidak makan dengan bersandar.” Riwayat Bukhari.
Hadits ke-86
Umar Ibnu Salamah berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda
kepadaku: “Wahai anak muda, bacalah bismillah dan makanlah dengan tangan
kananmu dan apa yang ada di sekitarmu.” Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-87
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa ada seseorang datang kepada Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam membawa talam berisi roti bercampur kuah. beliau
bersabda: “Makanlah dari tepi-tepinya dan jangan makan dari tengahnya karena
berkah itu turun di tengahnya.” Riwayat Imam Empat. Lafadznya menurut Nasa’i
dan sanadnya shahih.
Hadits ke-88
Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam tidak pernah
mencela makanan sama sekali. Jika beliau menginginkan sesuatu, beliau
memakannya dan jika beliau tidak menyukainya, beliau meninggalkannya. Muttafaq
Alaihi.
Hadits ke-89
Dari Jabir Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Janganlah kalian makan dengan tangan kiri sebab setan itu makan
dengan tangan kiri.” Riwayat Muslim.
Hadits ke-90
Dari Abu Qotadah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Apabila salah seorang di antara kamu minum, janganlah ia bernafas
dalam tempat air.” Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-91
Abu Dawud meriwayatkan hadits serupa dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu dengan
tambahan: “Dan meniup di dalamnya.” Hadits shahih menurut Tirmidzi.
Hadits ke-92
‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
selalu membagi giliran terhadap para istrinya dengan adil. Beliau bersabda: “Ya
Allah, inilah pembagianku sesuai dengan yang aku miliki, maka janganlah Engkau
mencela dengan apa yang Engkau miliki dan aku tidak memiliknya.” Riwayat Imam
Empat. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim. Tirmidzi lebih menilainya
sebagai hadits mursal.
Hadits ke-93
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Barang siapa memiliki dua orang istri dan ia condong kepada salah
satunya, ia akan datang pada hari kiamat dengan tubuh miring.” Riwayat Ahmad
dan Imam Empat, dan sanadnya shahih.
Hadits ke-94
Anas Radliyallaahu ‘anhu berkata: Menurut sunnah, apabila seseorang kawin lagi
dengan seorang gadis hendaknya ia berdiam dengannya tujuh hari, kemudian
membagi giliran; dan apabila ia kawin lagi dengan seorang janda hendaknya ia
berdiam dengannya tiga hari, kemudian membagi giliran.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya
menurut Bukhari.
Hadits ke-95
Dari Ummu Salamah Radliyallaahu ‘anhu bahwa ketika Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam menikahinya, beliau berdiam dengannya selama tiga hari, dan beliau
bersabda: “Sesungguhnya engkau di depan suamimu bukanlah hina, jika engkau mau
aku akan memberimu (giliran) tujuh hari, namun jika aku memberimu tujuh hari,
aku juga harus memberi tujuh hari kepada istri-istriku.” Riwayat Muslim.
Hadits ke-96
Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Saudah Binti Zam’ah pernah memberikan
hari gilirannya kepada ‘Aisyah. Maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
memberi giliran kepada ‘Aisyah pada harinya dan pada hari Saudah. Muttafaq
Alaihi.
Hadits ke-97
Dari Urwah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
berkata: Wahai anak saudara perempuanku, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam tidak mengistimewakan sebagian kami atas sebagian yang lain dalam
pembagian giliran tinggalnya bersama kami. Pada siang hari beliau berkeliling
pada kami semua dan menghampiri setiap istri tanpa menyentuhnya hingga beliau
sampai pada istri yang menjadi gilirannya, lalu beliau bermalam padanya.
Riwayat Ahmad dan Abu Dawud, dan lafadznya menurut Abu Dawud. Hadits shahih
menurut Hakim.
Hadits ke-98
Menurut riwayat Muslim bahwa ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Apabila
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam sholat Ashar, beliau berkeliling ke
istri-istrinya, kemudian menghampiri mereka. Hadits.
Hadits ke-99 Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam pernah bertanya ketika beliau sakit yang menyebabkan
wafatnya: “Dimana giliranku besok?”. Beliau menginginkan hari giliran ‘Aisyah
dan istri-istrinya mengizinkan apa yang beliau kehendaki. Maka beliau berdiam
di tempat ‘Aisyah. Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-100
‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bila ingin bepergian, beliau mengundi antara istri-istrinya, maka siapa yang
undiannya keluar, beliau keluar bersamanya. Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-101
Dari Abdullah Ibnu Zam’ah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah seseorang di antara kamu memukul
istrinya seperti ia memukul budak.” riwayat Bukhari.
Hadits ke-102
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa istri Tsabit Ibnu Qais menghadap Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dan berkata: Wahai Rasulullah, aku tidak mencela
Tsabit Ibnu Qais, namun aku tidak suka durhaka (kepada suami) setelah masuk
Islam. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Apakah engkau
mau mengembalikan kebun kepadanya?”. Ia menjawab: Ya. Maka Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda (kepada Tsabit Ibnu Qais): “Terimalah
kebun itu dan ceraikanlah ia sekali talak.” Riwayat Bukhari. Dalam riwayatnya
yang lain: Beliau menyuruh untuk menceraikannya.
Hadits ke-103
Menurut riwayat Abu Dawud dan hadits hasan Tirmidzi: bahwa istri Tsabit Ibnu
Qais meminta cerai kepada beliau, lalu beliau menetapkan masa iddahnya satu
kali masa haid.
Hadits ke-104
Menurut riwayat Ibnu Majah dari Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, r.a:
Bahwa Tsabit Ibnu Qais itu jelek rupanya, dan istrinya berkata: Seandainya aku
tidak takut murka Allah, jika ia masuk ke kamarku, aku ludahi wajahnya.
Hadits ke-105
Menurut riwayat Ahmad dari haditsh Sahal Ibnu Abu Hatsmah: Itu adalah
permintaan cerai yang pertama dalam Islam.
Hadits ke-106
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Perbuatan halal yang paling dibenci Allah ialah cerai.”
Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim. Abu Hatim lebih
menilainya hadits mursal.
Hadits ke-107
Dari Ibnu Umar bahwa ia menceraikan istrinya ketika sedang haid pada zaman
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam Lalu Umar menanyakan hal itu kepada
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dan beliau bersabda: “Perintahkan
agar ia kembali padanya, kemudian menahannya hingga masa suci, lalu masa haid
dan suci lagi. Setelah itu bila ia menghendaki, ia boleh menahannya terus
menjadi istrinya atau menceraikannya sebelum bersetubuh dengannya. Itu adalah
masa iddahnya yang diperintahkan Allah untuk menceraikan Allah untuk menceraikan
istri.” Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-108
Menurut riwayat Muslim: “Perintahkan ia agar kembali kepadanya, kemudian
menceraikannya ketika masa suci atau hamil.”
Hadits ke-109
Menurut riwayat Bukhari yang lain: “Dan dianggap sekali talak.”
Hadits ke-110
Menurut riwayat Muslim, Ibnu Umar berkata (kepada orang yang
bertanya
kepadanya): Jika engkau mencerainya dengan sekali atau dua kali talak, maka
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam menyuruhku untuk kembali kepadanya,
kemudian aku menahannya hingga sekali masa haid lagi, lalu aku menahannya
hingga masa suci, kemudian baru menceraikannya sebelum menyetubuhinya. Jika
engkau menceraikannya dengan tiga talak, maka engkau telah durhaka kepada
Tuhanmu tentang cara menceraikan istri yang Ia perintahkan kepadamu
Hadits ke-111
Menurut suatu riwayat lain bahwa Abdullah Ibnu Umar berkata: Lalu beliau
mengembalikan kepadaku dan tidak menganggap apa=apa (talak tersebut). Beliau
bersabda: “Bila ia telah suci, ia boleh menceraikannya atau menahannya.
Hadits ke-112
Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu berkata: Pada masa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam, Abu Bakar, dan dua tahun masa khalifah Umar talak tiga kali
itu dianggap satu. Umar berkata: Sesungguhnya orang-orang tergesa-gesa dalam
satu hal yang mestinya mereka harus bersabar. Seandainya kami tetapkan hal itu
terhadap mereka, maka ia menjadi ketetapan yang berlaku atas mereka. Riwayat
Muslim.
Hadits ke-113
Mahmud Ibnu Labid Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam pernah diberi tahu tentang seseorang yang mencerai istrinya tiga
talak dengan sekali ucapan. Beliau berdiri amat marah dan bersabda: “Apakah ia
mempermainkan kitab Allah padahal aku masih berada di antara kamu?”. Sampai
seseorang berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah, apakah aku harus membunuhnya.
Riwayat Nasa’i dan para perawinya dapat dipercaya.
Hadits ke-114
Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu berkata: Abu Rakanah pernah menceraikan Ummu
Rakanah. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda padanya:
“Kembalilah pada istrimu.” Ia berkata: Aku telah menceraikannya tiga talak.
Beliau bersabda: “Aku sudah tahu, kembalilah kepadanya.” Riwayat Abu Dawud.
Hadits ke-115
Dalam suatu lafadz riwayat Ahmad: Abu Rakanah menceraikan istrinya dalam satu
tempat tiga talak, lalu ia kasihan padanya. Maka Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: “Yang demikian itu satu talak.” Dalam dua
sanadnya ada Ibnu Ishaq yang masih dipertentangkan.
Hadits ke-116
Abu Dawud meriwayatkan dari jalan lain yang lebih baik dari hadits tersebut:
Bahwa Rakanah menceraikan istrinya, Suhaimah, dengan talak putus (talak tiga).
Lalu berkata: Demi Allah, aku tidak memaksudkannya kecuali satu talak. Maka
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam mengembalikan istrinya kepadanya.
Hadits ke-117
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Tiga hal yang bila dikatakan dengan sungguh akan jadi dan
bila dikatakan dengan main-main akan jadi, yaitu: nikah, talak dan rujuk
(kembali ke istri lagi).” Riwayat Imam Empat kecuali Nasa’i. Hadits shahih
menurut Hakim.
Hadits ke-118
Menurut Hadits dha’if riwayat Ibnu ‘Adiy dari jalan lain: “Yaitu: talak, memerdekakan
budak dan nikah.”
Hadits ke-119
Menurut Hadits marfu’ riwayat Harits Ibnu Abu Usamah dari hadits Ubadah Ibnu
al-Shomit r.a: “Tidak dibolehkan main-main dengan tiga hal: talak, nikah dan
memerdekakan budak. Barangsiapa mengucapkannya maka jadilah hal-hal itu.”
Sanadnya lemah.
Hadits ke-120
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mengampuni apa-apa yang tersirat dalam hati
umatku selama mereka tidak melakukan atau mengucapkannya.” Muttafaq Alaihi
Hadits ke-121
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Sesungguhnya Allah mengampuni dari umatku kesalahan, kealpaan,
apa-apa yang mereka dipaksa melakukannya.” Riwayat Ibnu Majah dan Hakim. Abu
Hatim berkata: Hadits itu tidak sah.
Hadits ke-122
Ibnu Abbas berkata: Apabila seseorang mengharamkan istrinya, maka hal itu tidak
apa-apa. Dia berkata: Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam suri tauladan yang baik untukmu. Riwayat Bukhari.
Hadits ke-123
Menurut riwayat Muslim dari Ibnu Abbas: Apabila seseorang mengharamkan
istrinya, maka itu berarti sumpah yang harus dibayar dengan kafarat.
Hadits ke-124
Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa tatkala puteri al-Jaun dimasukkan ke
kamar (pengantin) Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dan beliau
mendekatinya, ia berkata: Aku berlindung kepada Allah darimu. Beliau bersabda:
“Engkau telah berlindung kepada Yang Mahaagung, kembalilah kepada keluargamu.” Riwayat
Bukhari.
Hadits ke-125
Dari Jabir Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Tidak ada talak kecuali setelah nikah dan tidak ada pemerdekaan
budak kecuali setelah dimiliki.” Riwayat Abu Ya’la dan dinilai shahih oleh
Hakim. Hadits ini ma’lul.
Hadits ke-126
Ibnu Majah meriwayatkan hadits serupa dari al-Miswar Ibnu Mahrahmah, sanadnya
hasan namun ia juga ma’lul.
Hadits ke-127
Dari Amar Ibnu Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu ‘anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: Tidak sah anak Adam
(manusia) bernadzar dengan apa yang bukan miliknya, memerdekakan budak dengan
budak yang bukan miliknya, dan menceraikan istri yang bukan miliknya.” Riwayat
Abu Dawud dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi. Menurut Bukhari hadits
tersebut adalah yang paling shahih dalam masalah ini.
Hadits ke-128
Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Pena diangkat dari tiga orang (malaikat tidak mencatat apa-apa dari
tiga orang), yaitu: orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia dewasa,
dan orang gila hingga ia berakal normal atau sembuh.” Riwayat Ahmad dan Imam
Empat kecuali Tirmidzi. Hadits shahih menurut Hakim. Ibnu Hibban juga
mengeluarkan hadits ini.
Hadits ke-129
Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu ‘anhu pernah ditanya tentang orang yang
bercerai kemudian rujuk lagi tanpa menghadirkan saksi. Ia berkata: Hadirkanlah
saksi untuk mentalaknya dan merujuknya. Riwayat Abu Dawud secara mauquf dan
sanadnya shahih.
Hadits ke-130
Baihaqi meriwayatkan dengan lafadz: Bahwa Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu
‘anhu ditanya tentang seseorang yang merujuk istrinya dan tidak menghadirkan
saksi. Ia berkata: Itu tidak mengikuti sunnah, hendaknya ia menghadirkan saksi
sekarang. Thabrani menambahkan dalam suatu riwayat: Dan memohon ampunan Allah.
Hadits ke-131
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa ketika ia menceraikan istrinya Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepada Umar: “Perintahkanlah dia agar
merujuknya kembali.” Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-132
‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
pernah bersumpah menjauhkan diri dari istri-istrinya dan mengharamkan berkumpul
dengan mereka. Lalu beliau menghalalkan hal yang telah diharamkan dan membayar
kafarat karena sumpahnya. Riwayat Tirmidzi dan para perawinya dapat dipercaya.
Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Jika telah lewat masa empat bulan,
berhentilah orang yang bersumpah ila’ hingga ia mentalaknya, dan talak itu
tidak akan jatuh sebelum ia sendiri yang mentalaknya. Riwayat Bukhari. Sulaiman
Ibnu Yassar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku mendapatkan belasan orang sahabat
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, mereka semua menghentikan orang yang
bersumpah dengan ila’. Riwayat syafi’i. Ibnu Abbas berkata: masa ila’ orang
jahiliyyah dahulu ialah setahun dan dua tahun, lalu Allah menentukan masanya
empat bulan, bila kurang dari empat bulan tdak termasuk ila’. Riwayat Baihaqi.
Hadits ke-133
Dari dia Radliyallaahu ‘anhu bahwa ada seseorang mengucapkan dhihar kepada
istrinya, kemudian ia bercampur dengan istrinya. Ia menghadap Nabi Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam dan berkata: Sungguh aku telah bersetubuh dengannya sebelum
membayar kafarat. Beliau bersabda: “Jangan mendekatinya hingga engkau
melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadamu.” Riwayat Imam Empat. Hadits
shahih menurut Tirmidzi dan mursal menurut tarjih Nasa’i. Al-Bazzar juga
meriwayatkannya dari jalan lain dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu dengan
tambahan di dalamnya: “Bayarlah kafarat dan jangan engkau ulangi.”
Hadits ke-134
Salamah Ibnu Shahr Radliyallaahu ‘anhu berkata: Bulan Ramadlan datang dan aku
takut berkumpul dengan istriku. Maka aku mengucapkan dhihar kepadanya. Namun
tersingkaplah bagian tubuhnya di depanku pada suatu malam, lalu aku berkumpul
dengannya. Maka bersabdalah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam kepadaku:
“Merdekakanlah seorang budak.” Aku berkata: Aku tidak memiliki kecuali seorang
budakku. Beliau bersabda: “Berpuasalah dua bulan berturut-turut.” Aku berkata:
Bukankah aku terkena denda ini hanyalah karena berpuasa?. Beliau bersabda:
“Berilah makan satu faraq (3 sho’ = 7 kg) kurma kepada enam puluh orang miskin.
Riwayat Ahmad dan Imam Empat kecuali Nasa’i. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah
dan Ibnu al-Jarud.
Hadits ke-135
Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Si fulan bertanya: Dia berkata, wahai
Rasulullah, bagaimana menurut pendapat baginda jika ada salah seorang di antara
kami mendapati istri dalam suatu kejahatan, apa yang harus diperbuat? Jika ia
menceritakan berarti ia telah menceritakan sesuatu yang besar dan jika ia diam
berarti ia telah mendiamkan sesuatu yang besar. Namun beliau tidak menjawab.
Setelah itu orang tersebut menghadap kembali dan berkata: Sesungguhnya yang
telah aku tanyakan pada baginda dahulu telah menimpaku. Lalu Allah menurunkan
ayat-ayat dalam surat an-nuur (ayat 6-9). beliau membacakan ayat-ayat tersebut
kepadanya, memberinya nasehat, mengingatkannya dan memberitahukan kepadanya
bahwa adzab dunia itu lebih ringan daripada adzab akhirat. Orang itu berkata:
Tidak, Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak berbohong.
Kemudian beliau memanggil istrinya dan menasehatinya juga. Istri itu berkata:
Tidak, Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, dia (suaminya) itu
betul-betul pembohong. Maka beliau mulai memerintahkan laki-laki itu bersumpah
empat kali dengan nama Allah, lalu menyuruh istrinya (bersumpah seperti
suaminya). Kemudian beliau menceraikan keduanya.
Hadits ke-136
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda kepada suami istri yang saling menuduh: “Perhitungan kamu
berdua terserah kepada Allah, salah seorang di antara kamu berdua ada yang
berbohong, engkau (suami) tidak berhak lagi terhadap (istri).” Sang suami
berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan hartaku (maskawin yang telah
kubayar)?. Beliau bersabda: “Jika tuduhanmu benar terhadapnya, maka ia telah
menghalalkan kehormatannya untukmu; dan jika engkau berdusta, maka maskawinmu itu
menjadi semakin jauh darimu.” Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-137
Dari Anas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Perhatikanlah dia. Jika ia melahirkan anak berkulit putih dan
berambut lurus, anak itu dari suaminya. Jika ia melahirkan anak bercelak mata
dan berambut keriting, anak itu dari orang yang dituduh suaminya.” Muttafaq
Alaihi.
Hadits ke-138
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam menyuruh seseorang untuk meletakkan tangannya di mulutnya pada kali yang
kelima dan bersabda: “Yang kelima itu yang menentukan.” Riwayat Abu Dawud dan
Nasa’i. Para perawinya dapat dipercaya.
Hadits ke-139
Dari Sahal Ibnu Saad Radliyallaahu ‘anhu tentang kisah suami-istri yang saling
menuduh. Ia berkata: Ketika keduanya telah selesai saling menuduh, sang suami
berkata: Aku bohong wahai Rasulullah jika aku menahannya. Lalu menceraikan
istrinya tiga talak sebelum diperintahkan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-140 Dari
Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa ada seorang laki-laki menemui Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dan berkata: Sesungguhnya istriku tidak menolak
tangan orang yang menyentuhnya. Beliau bersabda: “Asingkanlah dia.” Ia berkata:
Aku takut perasaanku mengikutinya. Beliau bersabda: “Bersenang-senanglah
dengannya.” Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, dan al-Bazzar. Para perawinya dapat
dipercaya. Nasa’i meriwayatkan dari jalan lain dari Ibnu Abbas Radliyallaahu
‘anhu dengan lafadz: Beliau bersabda: “Ceraikanlah dia.” Ia berkata: Aku tidak
tahan (berpisah) dengannya. Beliau bersabda: “Tahanlah dia.”
Hadits ke-141 Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa dia mendengar
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda -ketika turun ayat tentang
orang yang saling menuduh-: “Siapapun wanita yang memasukkan laki-laki yang
bukan dari golongannya, ia tidak berharga sedikitpun di sisi Allah dan tidak
akan memasukkannya dalam surga-Nya. Dan siapapun laki-laki yang tidak mengaku
anaknya -padahal ia tahu bahwa itu anaknya- Allah akan menutup rahmat darinya
dan mempermalukannya di hadapan pemimpin orang-orang terdahulu dan yang akan
datang.” Riwayat Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Ibnu
Hibban. Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Barangsiapa mengaku anaknya walaupun
sekejap mata, maka tiada hak baginya untuk mencabutnya.” Riwayat Baihaqi. Ia
hadits hasan mauquf.
Hadits ke-142
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa ada seseorang berkata: Wahai
Rasulullah, istriku telah melahirkan seorang anak yang hitam. Beliau bersabda:
“Apakah engkau mempunyai unta?”. Ia menjawab: Ya. Beliau bertanya: “Apakah
warnanya?” Ia menjawab: Kemerahan. Beliau bertanya: “Adakah yang berwarna
abu-abu?” Ia menjawab: Ya. Beliau bertanya: “Dari mana bisa begitu?” Ia menjawab:
Mungkin ditarik keturunannya. Beliau bersabda: “Barangkali anakmu ini ditarik
keturunannya dahulu.” Muttafaq Alaihi. Dalam riwayat Muslim: Dia menginginkan
tidak mengakuinya. Di akhir hadits ini dikatakan: Beliau tidak mengizinkan
orang itu mengingkari anaknya.
Hadits ke-143
Dari al-Miswar Ibnu Makhramah bahwa Subai’ah al-Aslamiyyah Radliyallaahu ‘anhu
melahirkan anak setelah kematian suaminya beberapa malam. Lalu ia menemui Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam meminta izin untuk menikah. Beliau mengizinkannya,
kemudian ia nikah. Riwayat Bukhari dan asalnya dalam shahih Bukhari-Muslim.
Dalam suatu lafadz: Dia melahirkan setelah empat puluh malam sejak kematian
suaminya. Dalam suatu lafadz riwayat Muslim bahwa Zuhry berkata: Aku
berpendapat tidak apa-apa seorang laki-laki menikahinya meskipun darah nifasnya
masih keluar, hanya saja suaminya tidak boleh menyentuhnya sebelum ia suci.
Hadits ke-144
‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Barirah diperintahkan untuk menghitung
masa iddah tiga kali haid. Riwayat Ibnu Majah dan para perawinya dapat
dipercaya, namun hadits tersebut ma’lul.
Hadits ke-145
Dari Sya’by dari Fathimah Ibnu Qais Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda -tentang perempuan yang ditalak tiga-: “Dia tidak
mendapat hak tempat tinggal dan nafkah.” Riwayat Muslim.
Hadits ke-146
Dari Ummu Athiyyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Janganlah seorang perempuan berkabung atas kematian lebih
dari tiga hari, kecuali atas kematian suaminya ia boleh berkabung empat bulan
sepuluh hari, ia tidak boleh berpakaian warna-wanri kecuali kain ‘ashob, tidak
boleh mencelak matanya, tidak menggunakan wangi-wangian, kecuali jika telah
suci, dia boleh menggunakan sedikit sund dan adhfar (dua macam wewangian yang
biasa digunakan perempuan untuk membersihkan bekas haidnya).” Muttafaq Alaihi
dan lafadhnya menurut Muslim. Menurut riwayat Abu Dawud dan Nasa’i ada
tambahan: “Tidak boleh menggunakan pacar.” Menurut riwayat Nasa’i: “Dan tidak
menyisir.”
Hadits ke-147
Ummu Salamah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku menggunakan jadam di mataku
setelah kematian Abu Salamah. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “(Jadam) itu mempercantik wajah, maka janganlah memakainya kecuali
pada malam hari dan hapuslah pada siang hari, jangan menyisir dengan minyak
atau dengan pacar rambut, karena yang demikian itu termasuk celupan (semiran).
Aku bertanya: Dengan apa aku menyisir?. Beliau bersabda: “Dengan bidara.”
Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i. Sanadnya hasan.
Hadits ke-148
Dari Ummu Salamah Radliyallaahu ‘anhu bahwa seorang perempuan bertanya: Wahai
Rasulullah, anak perempuanku telah ditinggal mati suaminya, dan matanya telah
benat-benar sakit. Bolehkah kami memberinya celak?. Beliau bersabda: “Tidak.”
Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-149
Jabir Radliyallaahu ‘anhu berkata: Saudara perempuan ibuku telah cerai dan ia
ingin memotong pohon kurmanya, namun ada seseorang melarangnya keluar rumah.
Lalu ia menemui Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dan beliau bersabda:
“Boleh, potonglah kurmamu, sebab engkau mungkin bisa bersedekah atau berbuat
kebaikan (dengan kurma itu). Riwayat Muslim.
Hadits ke-150
Dari Furai’ah Binti Malik bahwa suaminya keluar untuk mencari budak-budak
miliknya, lalu mereka membunuhnya. Kemudian aku meminta kepada Rasululah
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam agar aku boleh pulang ke keluargaku, sebab
suamiku tidak meninggalkan rumah miliknya dan nafkah untukku. Beliau bersabda:
“Ya.” Ketika aku sedang berada di dalam kamar, beliau memanggilku dan bersabda:
“Tinggallah di rumahku hingga masa iddah.” Ia berkata: Aku beriddah di dalam
rumah selama empat bulan sepuluh hari. Ia berkata: Setelah itu Utsman juga
menetapkan seperti itu. Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut
Tirmidzi, Duhaly, Ibnu Hibban, Hakim dan lain-lain
Hadits ke-151
Fathimah Binti Qais berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, suamiku telah
mentalakku dengan tiga talak, aku takut ada orang mendatangiku. Mak beliau
menyuruhnya pindah dan ia kemudian pindah. Riwayat Muslim.
Hadits ke-152
Amar Ibnul al-’Ash Radliyallaahu ‘anhu berkata: Janganlah engkau campur-baurkan
sunnah Nabi pada kita. Masa iddah Ummul Walad (budak perempuan yang memperoleh
anak dari majikannya) jika ditinggal mati suaminya ialah empat bulan sepuluh
hari. Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim dan
Daruquthni menilainya munqothi’. ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: (Arti)
quru’ itu tidak lain adalah suci. Riwayat Malik dalam suatu kisah dengan sanad
shahih.
Hadits ke-153
Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Talak budak perempuan ialah dua kali dan
masa iddahnya dua kali haid. Riwayat Daruquthni dengan marfu’ dan iapun
menilainya dha’if.
Hadits ke-154
Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah juga meriwayatkan dari hadits ‘Aisyah
Radliyallaahu ‘anhu dan dinilainya shahih oleh Hakim. Namun para ahli hadits
menentangnya dan mereka sepakat bahwa ia hadits dha’if.
Hadits ke-155
Dari Ruwaifi’ Ibnu Tsabit Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam bersabda: “Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan
hari akhir menyiramkan airnya pada tanaman orang lain.” Riwayat Abu Dawud dan
Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan hasan menurut al-Bazzar. Dari
Umar Radliyallaahu ‘anhu tentang seorang istri yang ditinggal suaminya tanpa
berita: Ia menunggu empat tahun dan menghitung iddahnya empat bulan sepuluh hari.
Riwayat Malik dan Syafi’i.
Hadits ke-156
Dari al-Mughirah Ibnu Syu’bah bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Istri yang ditinggal suaminya tanpa berita tetap menjadi istrinya
(suami yang pergi itu) hingga datang kepadanya berita.” Dikeluarkan Daruquthni
dengan sanad lemah.
Hadits ke-157
Dari Jabir Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: Janganlah sekali-kai seorang laki-laki bermalam di rumah seorang
perempuan kecuali ia kawin atau sebagai mahram.” Riwayat Muslim.
Hadits ke-158
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Jangan sekali-kali seorang laki-laki menyepi bersama seorang
perempuan kecuali bersama mahramnya.” Riwayat Bukhari.
Hadits ke-159
Dari Abu Said Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda tentang tawanan wanita Authas: “Tidak boleh bercampur dengan wanita
yang hamil hingga ia melahirkan dan wanita yang tidak hamil hingga datang
haidnya sekali.” Riwayat Abu Dawud. Hadits shahih menurut Hakim.
Hadits ke-160
Ada hadits saksi riwayat Daruquthni dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu
Hadits ke-161
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Anak itu milik tempat tidur (suami) dan bagi yang berzina dirajam.” Muttafaq
Alaihi dari haditsnya.
Hadits ke-162
Demikian juga hadits riwayat Nasa’i dari ‘Aisyah dalam suatu kisah dari Ibnu Mas’ud
dan riwayat Abu Dawud dari Utsman.
Hadits ke-163
Idem
Hadits ke-164
Idem
Hadits ke-165
Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Sekali dan dua kali isapan itu tidak mengharamkan.” Riwayat
Muslim.
Hadits ke-166
Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “(Wahai kaum wanita) lihatlah saudara-saudaramu (sepenyusuan),
sebab penyusuan itu hanyalah karena lapar.” Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-167
Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Sahlan Binti Suhail datang dan
berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya Salim, budak kecil yang telah
dimerdekakan Abu Hudzaifah, tinggal bersama kami di rumah kami, padahal ia
sudah dewasa. Beliau bersabda: “Susuilah dia agar engkau menjadi haram
dengannya.” Riwayat Muslim.
Hadits ke-168
Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa suatu ketika Aflah -saudara Abu Qu’ais-
datang meminta izin untuk bertemu dengannya setelah ada perintah hijab. ‘Aisyah
berkata: Aku tidak mengizinkannya. Ketika Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam datang aku beritahukan apa yang telah aku lakukan. Lalu beliau
menyuruhku untuk mengizinkannya seraya bersabda: “Sesungguhnya dia itu pamanmu
(sepenyusuan).” Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-169
‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Yang diharamkan al-Qur’an ialah sepuluh
penyusuan yang dikenal, kemudian di hapus dengan lima penyusuan tertentu dan
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam wafat ketika keadaan masih tetap
sebagaimana ayat al-Qur’an yang dibaca. Riwayat Muslim.
Hadits ke-170
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa dia mengizinkan agar Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam menikahi puteri Hamzah. Beliau bersabda: “Dia
itu tidak halal untukku. Dia adalah puteri saudaraku sepenyusuan dan apa yang
diharamkan karena nasab (keturunan) juga diharamkan karena penyusuan.” Muttafaq
Alaihi.
Hadits ke-171
Dari Ummu Salamah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Tidak haram karena penyusuan kecuali yang membekas di perut,
yaitu sebelum anak disapih.” Riwayat Tirmidzi. Hadits shahih menurutnya dan
Hakim.
Hadits ke-172
Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu berkata: Tidak ada penyusuan kecuali dalam dua
tahun. Hadits marfu’ dan mauquf riwayat Daruquthni dan Ibnu ‘Adiy. Namun mereka
lebih menilainya mauquf.
Hadits ke-173
Dari Ibnu Mas’udr.a bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Tidak ada penyusuan kecuali yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging.”
Riwayat Abu Dawud.
Hadits ke-174
Dari Uqbah Ibnu al-Harits bahwa ia telah menikah dengan Ummu Yahya Binti Abu
Ihab, lalu datanglah seorang perempuan dan berkata: Aku telah menyusui engkau
berdua. Kemudian ia bertanya kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dan
beliau bersabda: “Bagaimana lagi, sudah ada orang yang mengatakannya.” Lalu
Uqbah menceraikannya dan wanita itu kawin dengan laki-laki lainnya. Riwayat
Bukhari.
Hadits ke-175
Dari Ziyad al-Sahmy bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang
menyusukan kepada perempuan-perempuan bodoh. Riwayat Abu Dawud. Hadits tersebut
mursal sebab ziyad bukan termasuk sahabat.
Hadits ke-176
‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Hindun binti Utbah istri Abu Sufyan masuk
menemui Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dan berkata: Wahai
Rasulullah, sungguh Abu Sufyan adalah orang yang pelit. Ia tidak memberiku
nafkah yang cukup untukku dan anak-anakku kecuali aku mengambil dari hartanya
tanpa sepengetahuannya. Apakah yang demikian itu aku berdosa? Beliau bersabda:
“Ambillah dari hartanya yang cukup untukmu dan anak-anakmu dengan baik.”
Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-177
Thariq al-Muharib Radliyallaahu ‘anhu berkata Ketika kami datang ke Madinah
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam berdiri di atas mimbar berkhutbah di
hadapan orang-orang. Beliau bersabda: “Tangan pemberi adalah yang paling tinggi
dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu: ibumu dan ayahmu, saudara
perempuan dan laki-laki, lalu orang yang dekat denganmu dan yang lebih dekat
denganmu.” Riwayat Nasa’i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Daruquthni.
Hadits ke-178
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Hamba yang dimiliki wajib diberi makan dan pakaian, dan tidak dibebani
pekerjaan kecuali yang ia mampu.” Riwayat Muslim.
Hadits ke-179
Hakim Ibnu Muawiyah al-Qusyairy, dari ayahnya, berkata: Aku bertanya: Wahai
Rasulullah, apakah hak istri salah seorang di antara kami? Beliau menjawab:
“Engkau memberinya makan jika engkau makan dan engkau memberinya pakaian jika
engkau berpakaian.” Hadits yang telah tercantum dalam