RAWAI’UL BAYAN TAFSIR AYAT AHKAM
KARYA SYAIKH MUHAMMAD ALI ASH SHOBUNI
Daftar Isi : Jilid 1
Muqaddimah
2. Pandangan Syari'at tentang sihir
3. Nasakh dalam Al Qur-an
4. Menghadap ke ka'bah dalam shalat
6. Hukum Menyembunyikan Ilmu Agama
7. Makanan yang Halal dan yang Haram
8. Hukum Qishash mengandung Kehidupan
9. Kewajiban Puasa bagi Kaum Muslimin
10. Perang dalam Islam
11. Menyempurnakan Haji dan Umrah
12. Perang di Bulan-bulan Haram
14. Mengawini wanita musyrikin
15. Menjauhi Istri pada Waktu Haidh
17. Syari'at Talak dalam Islam
18. Penyusuan
19. 'Iddatul Wafat
21. Bahaya Riba bagi Kehidupan Sosial
22. Larangan Mengangkat Pemimpin Orang Kafir
23. Wajib Haji
26. Perempuan-perempuan yang Haram Dikawini
27. cara-cara Mengatasi Syiqaq
28. Larangan Shalat Bagi Orang yang Sedang Mabuk dan Junub
29. Tindak Kriminal Pembunuhan dan Hukumnya Menurut Islam
30. Shalat Khauf (Shalat dalam Suasana Bahaya)
32. Beberapa Hukum tentang Wudhu' dan Tayamum
33. Hukuman Pencuri dan Penyamun
34. Denda Pembatalan Sumpah dan Haramnya Arak dan Judi
35. Kemakmuran Masjid
36. Orang Musyrik Dilarang Masuk Masjidil Haram
37. Hukum Pembagian Ghanimah Dalam islam
38. Lari dari Peperangan
39. Teknis Pembagian Ghanimah
40. Menyembelih Qurban Untuk Taqarrub kepada Allah
Rangkuman Rawa’i Al-Bayan Fi Tafsir Ayat Al-Ahkam min Al-Quran
Sihir Dalam Islam
وَلَمَّا
جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيقٌ
مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ كِتَابَ اللَّهِ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ
كَأَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (101)
وَاتَّبَعُوا
مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ
وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ
عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ
أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ
مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ
بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا
يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ
خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (102)
وَلَوْ أَنَّهُمْ آمَنُوا وَاتَّقَوْا
لَمَثُوبَةٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ خَيْرٌ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (103)
101. Dan
setelah datang kepada mereka seorang Rasul (Muhammad) dari Allah yang
membenarkan apa yang ada pada mereka, sebagian dari orang-orang yang diberi
Kitab (Taurat) melemparkan Kitab Allah itu ke belakang (punggung), seakan-akan
mereka tidak tahu.
102. Dan
mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman.
Sulaiman itu tidak kafir tetapi setan-setan itulah yang kafir, mereka mengajarkan
sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri
Babilonia yaitu Harut dan Marut. Padahal keduanya tidak mengajarkan sesuatu
kepada seseorang sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanyalah cobaan
(bagimu), sebab itu janganlah kafir.” Maka mereka mempelajari dari keduanya
(malaikat itu) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan
istrinya. Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya
kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan, dan
tidak memberi manfaat kepada mereka. Dan sungguh, mereka sudah tahu,
barangsiapa membeli (menggunakan sihir) itu, niscaya tidak akan mendapat
keuntungan di akhirat. Dan sungguh, sangatlah buruk perbuatan mereka yang
menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka tahu.
103. Dan jika
mereka beriman dan bertakwa, pahala dari Allah pasti lebih baik, sekiranya
mereka tahu.
Arti
keseluruhan:
Allah Ta’ala
menginformasikan bahwa para rabi dan ulama Yahudi menolak Kitab-Nya yang Dia
turunkan kepada hamba dan Rasul-Nya (Musa) alaihissalam yaitu Taurat,
sebagaimana keturunan mereka yang menolak kitab yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW yaitu Al-Qur'an, padahal Rasulullah datang membenarkan apa yang
ada di tangan mereka, Taurat. Tidak mengherankan jika mereka seperti halnya
kakek-kakek mereka yang berada dalam kesombongan dan keras kepala.
Mereka telah
mengabaikan Kitab dari Allah Ta’ala seolah-olah mereka tidak tahu bahwa itu
adalah Kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, mereka menggunakan metode
sihir yang digunakan setan untuk berkomunikasi dengan mereka selama masa Raja
Sulaiman. Bukanlah Nabi Sulaiman alaihissalam seorang penyihir, bukan juga
seorang yang mengajarkan sihir, akan tetapi para setanlah yang berbisik kepada
manusia dan menipu mereka dengan mengatakan bahwa mereka mengetahui yang gaib,
dan yang mengajari mereka sihir hingga hal ini menyebar di kalangan manusia.
Sebagaimana
para pemimpin Yahudi mengikuti sihir, mereka juga mengikuti apa yang diturunkan
kepada dua orang yang saleh atau dua malaikat: (Harut) dan (Marut) di Kerajaan
Babel. Allah Ta’ala mengirim mereka ke bumi untuk mengajarkan sihir sebagai
ujian dari Allah Ta’ala kepada manusia.
Mereka tidaklah mengajarkan sihir semata, tetapi untuk menghapuskan sihir
tersebut dan untuk menunjukkan kepada orang-orang perbedaan antara mukjizat dan
sihir. Allah menguji hambaNya dengan sesuatu
yang dikehendakiNya, sebagaimana diujinya kaum Thalut dengan sungai. Ilmu sihir
sihir banyak digunakan pada waktu itu, para ahli sihir menunjukkan hal-hal aneh
yang karenanya timbul keraguan akan adanya kenabian, sehingga Allah Ta’ala
mengutus dua malaikat itu untuk mengajari dan memberitahu hal-hal yang termasuk sihir, sehingga menjadi jelaslah hal-hal yang
masih remang-remang.
Meskipun
demikian, kedua malaikat tersebut memperingatkan orang-orang agar tidak
mempelajari sihir dan menggunakannya untuk menyakiti dan membahayakan orang
lain, jika mereka mengajari seseorang, mereka akan mengatakan: “Ini hanyalah
ujian dari Allah Ta’ala, sehingga janganlah kamu kafir karenanya, takutlah
kepada Allah Ta’ala dan janganlah kamu gunakan untuk membahayakan orang lain.
Barang siapa yang mempelajarinya untuk menghindarkan diri dari gangguan orang
lain, maka dia telah selamat dan tetap dalam keadaaan iman, dan barangsiapa
menggunakannya dengan keyakinan bisa mencelakai manusia, maka ia telah tersesat
dan kekafiran.”
Manusia
terbagi menjadi dua golongan: golongan yang mempelajarinya dengan niat baik
untuk mencegah bahayanya dari manusia, dan kelompok yang mempelajarinya dengan
niat jahat untuk memisahkan seorang suami dari keluarganya, memisahkan seorang
teman dari sahabatnya, menggunakannya untuk menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara orang-orang, dan mereka telah kehilangan dunia mereka dan
akhirat, karena mereka tahu bahwa siapa pun yang mengabdikan dirinya untuk
hal-hal berbahaya ini tidak akan mendapat bagian di akhirat, dan betapa
sengsaranya mereka menjual diri mereka padahal mereka memiliki pemahaman dan
kesadaran.
Dan jika
orang-orang yang mempelajari ilmu sihir beriman kepada Allah dan takut akan
azab-Nya, niscaya Allah akan membalas perbuatan mereka dengan balasan yang
lebih baik dari apa yang mereka kerjakan dari hal-hal yang merugikan yang tidak
kembali kepada mereka kecuali dengan kesengsaraan, kerugian dan kehancuran.
Sebab
diturunkannya ayat:
Ibnul Jauzi
rahimahullah berkata: Alasan turunnya ayat ini ada dua:
Pertama: bahwa
orang-orang Yahudi tidak bertanya kepada Nabi Saw tentang apapun dari Taurat,
kecuali dijawab oleh Nabi Saw. Kemudian mereka bertanya tentang sihir akan
tetapi mereka kemudian berselisih paham, maka turunlah ayat ini, hal ini
dikatakan oleh Abu ‘Aliyah
Kedua: bahwa ketika
nama Nabi Sulaiman disebutkan di dalam Al Qur'an, orang-orang Yahudi di Madinah
berkata: Apakah kamu tidak heran kepada Muhammad yang menganggap (putra
Dawud:Sulaiman) adalah seorang nabi? Demi Allah, dia adalah seorang penyihir,
maka diturunkanlah ayat ini: {Dan Sulaiman tidak kafir, tetapi setan-setan itu
yang kafir…(ayat)} hal ini sebagaimana disebutkan oleh Ibn Ishaq.
Hukum-hukum syariah:
Hukum pertama:
Apakah sihir benar-benar nyata dan memiliki efek?
Para ulama
berbeda pendapat dalam hal (sihir) apakah itu nyata atau sekadar imajinasi dan
ilusi?
Mayoritas
ulama dari ahlus sunnah wal jama’ah mengetakan bahwa sihir adalah nyata dan
memiliki efek.
Mu'tazilah dan
sebagian Sunni berkata: bahwa sihir tidak memiliki realitas dalam kenyataan,
melainkan itu adalah penipuan, penyamaran, menyesatkan dan itu adalah salah
satu pintu ilusi.
Hukum kedua:
Apakah boleh mempelajari dan mengajarkan sihir?
Beberapa ulama
mengatakan bahwa belajar sihir dibolehkan, dengan bukti adanya malaikat yang
mengajarkan sihir kepada orang-orang sebagaimana yang diceritakan Al-Qur'an
tentang mereka. Diantara yang berpendapat tentang ini adalah (Al Fakhrurrozi),
salah satu ulama ahlus sunnah.
Mayoritas
ulama berpendapat tentang larangan mempelajari atau mengajarkan sihir, karena Al-Qur'an menyebutkannya dalam
konteks fitnah dan menunjukkan bahwa yang dilakukan dua malaikat adalah bentuk
penistaan, jadi bagaimana mungkin mempelari atau mengajarkannya menjadi halal?
Rasulullah Saw
menjadikan sihir termasuk ke dalam dosa-dosa besar sebagaimana dalam hadits:
"Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan". Para sahabat bertanya:
"Wahai Rasulullah, apakah itu? Beliau bersabda: "Syirik kepada Allah,
sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan
riba, makan harta anak yatim, kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang
wanita mu'min yang suci berbuat zina"
Hukum ketiga: Apakah penyihir (boleh)
dibunuh?
Abu Bakar
al-Jassas berkata: Para ulama salaf sepakat bahwa penyihir harus dibunuh, dan
beberapa diantara ulama menyatakan bahwa penyihir adalah kafir karena sabdanya
Saw: “Barang siapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun lalu ia membenarkan
ucapannya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW.”
Para ulama
amshar (ulama yang tinggal di pusat-pusat kawasan Islam) berbeda pendapat
tentang hukum hal ini:
Diriwayatkan
dari Imam Abu Hanifah bahwa beliau berkata: Penyihir dibunuh jika diketahui
bahwa dia adalah seorang penyihir dan tidak bertobat, dan tidak diterima
perkataan seseorang yang mengatakan bahwa dia telah meninggalkan sihir darinya,
jika dia mengaku bahwa dia adalah seorang penyihir, maka halal darahnya.
Demikian juga seorang muslim yang
mengaku bahwa dia adalah penyihir, maka halal darahnya. Inilah yang dikatakan
oleh Abu Hanifah.
Ibn Shuja'
berkata: Penyihir laki-laki dan penyihir perempuan dihukumi murtad, keluar dari
Islam, dan beliau berkata -mengutip dari Abu Hanifah- bahwa penyihir
menggabungkan antara kekafiran dengan melakukan kerusakan di muka bumi
sekaligus. Seseorang yang melakukan kerusakan di muka bumi, jika dia membunuh
maka balasannya adalah dibunuh.
Diriwayatkan
dari Imam Malik bahwa jika seorang muslim melakukan perbuatan sihir, maka dia
boleh dibunuh dan tidak diterima tobatnya, karena seorang muslim jika bertobat
secara batin, tidak diketahui tobatnya karena dia menunjukkan keislamannya.
Akan tetapi menurut Imam Malik, jika penyihir itu adalah ahli kitab maka
tidaklah dibunuh kecuali membahayakan orang-orang Islam.
Imam
Al-Syafi'i berkata: Dia tidak kafir dengan sihirnya jika membunuh dengan
sihirnya dengan maksud untuk membunuh seorang penjahat.
Dan Imam Ahmad
berkata: Dia diampuni sihirnya yang dengannya dia terbunuh atau tidak, dan
apakah tobatnya diterima? Menurut dua riwayat, adapun ahli sihir Ahli Kitab,
dia tidak boleh dibunuh kecuali dia menyakiti kaum Muslim.
Kesimpulan:
Abu Hanifah
menghujat penyihir, mengizinkan membunuhnya. Imam al-Syafi'i
mengatakan: Dia bukan orang kafir dan dia tidak boleh dibunuh kecuali dia dengan sengaja membunuh. Imam Malik
menyetujui penyihir muslim untuk dibunuh.
Petunjuk yang didapat dari ayat-ayat ini:
1.Taurat adalah kitab Allah yang Dia turunkan kepada Musa as, dan
Al-Qur'an menjadi pembenar adanya Taurat.
2.Orang-orang Yahudi menolak (Taurat) dan tidak
bertindak sesuai dengannya sebagaimana penerus mereka yang
menolak Al-Qur'an.
3.Nabi Sulaiman alaihissalam adalah seorang nabi dan raja. Dia bukan pesulap.
4.Setan telah memperindah orang dengan sihir dan
membuat mereka tertipu seakan-akan
mengetahui yang
gaib.
5.Sihir memiliki realitas dan efek pada jiwa, sehingga
seseorang dapat membedakan antara seorang pria dan keluarganya.
6.Alah azza wa jalla menguji hamba-hambaNya dengan
masalah apapun yang Dia kehendaki.