HIJAB WANITA MUSLIMAH; RANGKUMAN RAWAI’UL BAYAN TAFSIR AYAT AHKAM

RAWAI’UL BAYAN TAFSIR AYAT AHKAM

KARYA SYAIKH MUHAMMAD ALI ASH SHOBUNI


Daftar Isi : Jilid 2


1. Had dalam Syari'at Islam

2. Menuduh Zina Wanita yang Baik-Baik itu Dosa besar

3. Li'an Antara Suami dan Istri

4. Dibalik Peristiwa Fitnah

5. Tata Krama Masuk Rumah Orang Lain

6. Ayat-Ayat tentang Hijab dan Melihat Lain Jenis

7. Anjuran Kawin dan Menghindari Melacur

8. Minta Izin Masuk Kamar Orang Tua Pada Waktu-Waktu Tertentu

9. Makan Di Rumah Keluarga

10. Taat Kepada Kedua Orang Tua

11. Pengangkatan Anak (Adopsi) di Zaman Jahiliyah dan Islam

12. Warisan Untuk Dzawil Arham

13. Talak Sebelum Disentuh

14. Beberapa Hukum tentang Perkawinan Nabi saw.

15. Di Antara Tata Krama dalam Walimah

16. Shalawat Atas Nabi

17. Hijab Wanita Muslimah

18. Hukum Patung dan Gambar

19. Kedudukan Hilah dalam Syari'at

20. Perang Dalam Islam

21. Membatalkan Amal yang Sedang dalam Pelaksanaan

22. Mencari Kebenaran Berita

23. Hukum Menyentuh Mushhaf Al Qur-an

24. Dhihar dan Kaffaratnya Dalam Islam

25. Berbicara dengan Rasulullah saw

26. Perkawinan Antar Agama

27. Shalat Jum'at dan Hukum-Hukumnya

28. Hukum-Hukum Talak

29. Hukum-Hukum Iddah

30. Membaca Al Qur-an


RANGKUMAN RAWAI’UL BAYAN TAFSIR AYAT AHKAM

KARYA SYAIKH MUHAMMAD ALI ASH SHOBUNY  (Jilid 2 nomor 17)

HIJAB WANITA MUSLIMAH (Surah Al-Ahzab Ayat 59)

 

 

 

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab: 59)

 

 

Makna perkata

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ : Hai Nabi

قُلْ: katakanlah

لِأَزْوَاجِكَ : kepada isteri-isterimu

وَبَنَاتِكَ :anak-anak perempuanmu

وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ : dan isteri-isteri orang mukmin

يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ : Hendaklah mereka mengulurkanke seluruh tubuh mereka

مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ : dari jilbabnya

ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ : Yang demikian itu supaya mereka lebih mudahuntuk dikenal

فَلَا يُؤْذَيْنَ : karena itu mereka tidak di ganggu

كَانَ اللَّهُ غَفُورًارَحِيمًا : Dan Allah adalah Maha Pengampun maha Penyayang

 

 

Penjelasan Ayat

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ

Allah SWT menyuruh Nabi Saw. agar memerintahkan wanita-wanita mukminat dan muslimat, khususnya para istri dan anak-anak perempuan beliau, supaya mengulurkan pada tubuh mereka jilbab-jilbab, apabila mereka keluar dari rumah-rumah mereka, supaya dapat dibedakan dari wanita-wanita budak.

Ali bin Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas. Katanya Allah menyuruh istri-istri kamu mukminin apabila mereka keluar dari rumah-rumah mereka untuk suatu keperluan, supaya mereka menutupi wajah mereka dari atas kepala mereka dengan jilbab-jilbab dan boleh memperlihatkan satu mata saja.

أزواج: Yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Ummahat al-Mu’minin, yakni istri-istri Rasul. Secara etimologis, lafadz زوج diperuntukkan bagi laki-laki maupun perempuan. Sementara pengucapan lafadz زوجة , dengan menggunakan ta’ ta’nits dianggap benar, namun kurang fasih. Sebab, dalam al-Qur’an tidak pernah ditemukan penggunaan lafadz tersebut dengan tambahan ta’ ta’nits.

يدنين: Dari akar kata دنا yang bermakna dekat atau turun. Lafadz يدنين muta’addi dengan bantuan huruf jerr berupa على, sebab dalam lafadz tersebut mengandung makna as-Sadl (menguraikan/membiarkan turun). Maksud يدنين dari ayat tersebut adalah menutup wajah dan tubuh mereka supaya terbedakan antara wanita-wanita yang merdeka dan budak.

جلابيبهن: Bentuk jamak dari lafadz جلباب, yakni sejenis pakaian yang lebih lebar dari pada khimar (penutup/tudung kepala wanita). Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa jilbab sama denganrida’ (sejenis selendang/penutup kepala). Pendapat ini didasarkan pada riwayat dari Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud. Namun, ada pula sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa jilbab sama dengan Qina’ (cadar/ tutup kepala wanita). Maksudnya adalah pakaian yang menutupi seluruh anggota tubuh. Dari beberapa pendapat ulama tentang definisi jilbab di atas, As-Shabuni mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan jilbab adalah setiap pakaian yang menutupi seluruh anggota badan perempuan yang menyerupaimala’ah (semacam baju kurung wanita).

Sedang dari Ummu Salamah, mengatakan setelah ayat ini turun yaitu:

يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ

Maka para wanita Ansar keluar dalam keadaan kepala mereka bagai burung-burung gagak karena tenangnya, sedang mereka mengenakan pakaian-pakaian hitam. Kesimpulannya bahwa wanita muslimah apabila keluar dari rumahnya untuk suatu keperluan, maka wajib mengulurkan pada tubuhnya pakaian-pakaiannya, sehinnga seluruh tubuh dan kepalanya tertutup tanpa memperlihatkan sesuatu pun dari bagian-bagian tubuhnya yang dapat menimbulkan fitnah seperti kepala, dada, dua lengan dan lain sebagainya.

Kemudian Allah SWT, memberi alasan hal itu dengan firman-Nya:

ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ

Menutupi tubuh seperti itu lebih memudahkan pengenalan mereka sebagai wanita terhormat, sehingga mereka tidak diganggu dan tidak menemui hal yang tidak diinginkan dari mereka yang tergoda hatinya karena mereka akan tetap menghormati.

Karena wanita yang pesolek akan menjadi sasaran keinginan laki-laki. Wanita seperti itu akan dipandang dengan pandangan yang mengejek dan memperolok-olok, sebagaimana dapat disaksikan pada setiap masa dan kota. Lebih-lebih pada masa sekarang, ketika tersebar pakaian senonoh, banyak kefasikan dan kejahatan.

 

وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Dan Tuhanmu adalah Maha Pengampun terhadap apa yang biasa terjadi akibat lalai menutupi aurat, juga banyak rahmat-Nya bagi orang-orang mematuhi perintahnya dalam bersikap kepada kaum wanita, sehingga Allah memberinya pahala yang besar dan membalasinya dengan balasan yang paling sempurna.

 

 

MAKNA GLOBAL

Allah SWT memerintahkan nabi-Nya yang mulia SAW, agar mengarahkan seruan kepada umat Islam semuanya, agar beramal dengan berpegang teguh pada adab-adab Islam, petunjuk-petunjuk-Nya yang utama, aturan-aturan-Nya yang bijaksana, yang dengannya terdapat kebaikan individu dan kebahagiaan masyarakat, dan khususnya pada masalah sosial yang umum, yang berhubungan dengan keluarga muslim, ketahuilah dan dia adalah hijab syar’i yang diwajibkan oleh Allah bagi wanita muslimah, untuk menjaga kemuliaannya, menjaga kehormatan dirinya, menjaganya dari pandangan-pandangan yang melukai, dan kalimat-kalimat yang menyakitkan, dan jiwa-jiwa yang sakit, dan niat-niat yang buruk, yang disembunyikan oleh laki-laki fasik kepada wanita-wanita yang tidak memiliki malu. Maka Allah berfirman yang maknanya:

Wahai Nabi (Muhammad), sampaikanlah perintah-perintah Allah kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin, dan mulailah dari dirimu sendiri, maka perintahkanlah istri-istrimu, ummahatul mukminin yang suci, dan anak-anakmu yang utama dan mulia agar mereka menjulurkan jilbab yang syar’i, dan agar mereka berhijab dari pandangan-pandangan laki-laki, agar mereka menjadi teladan bagi seluruh wanita dalam hal menjaga diri, menutup aurat, dan memiliki rasa malu, sehingga tidak ada orang fasik yang tamak kepada mereka, atau tidak akan ada orang fajir yang mencapai kehormatan mereka. Dan perintahkanlah seluruh istri orang mukmin agar mereka mengenakan jilbab yang lapang, yang menutupi kecantikan-kecantikan dan perhiasan mereka, dan mencegah lisan-lisan yang buruk terhadap mereka.

Dan perintahkan kepada mereka seperti itu agar mereka menutup wajah mereka dan badan mereka dengan jilbab, agar mereka dibedakan dari budak wanita, sehingga mereka tidak menjadi sasaran orang-orang yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu, dan agar mereka dijauhkan dari menyerupai orang-orang fajir, lalu tidak dihadapkan kepada mereka manusia yang buruk. Maka hal itu lebih dekat agar mereka dikenal dengan menjaga diri, maka tidak akan ada yang tamak kepadanya orang yang dalam hatinya terdapat penyakit. Dan Allah Maha Pengampun, mengampuni orang yang mengerjakan perintah-Nya, Penyayang terhadap hamba-Nya dimana Allah tidak mensyariatkan kepada mereka kecuali apa yang di dalamnya terdapat kebaikan mereka dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.

 

ASBABUN NUZUL

Para mufasir meriwayatkan mengenai asbabun nuzul ayat yang mulia ini, bahwa seorang perempuan dan budak perempuan keduanya keluar rumah pada malam hari untuk membuang hajat di kebun dan di antara pohon kurma, tanpa bisa dibedakan antara wanita merdeka dan budak. Dan di Madinah dahulu ada orang-orang fasik, mereka selalu dalam kebiasaan jahiliyah mereka untuk merintangi budak-budak wanita. Dan sering kali mereka merintangi wanita-wanita merdeka. Maka apabila dikatakan kepada mereka: kami menyangka mereka adalah budak-budak perempuan.

Lalu wanita-wanita merdeka diperintahkan untuk menyelisihi budak (berbeda penampilan dari budak) dalam berpakaian, maka mereka (wanita-wanita merdeka) menutup aurat agar membuat (orang lain) malu dan agar disegani, sehingga tidak ada orang yang hatinya berpenyakit untuk berkeinginan pada mereka. Lalu Allah menurunkan ayat ini:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ...

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu... (QS. Al-Ahzab [33]:59)

 

Ibnu al-Jauzy mengatakan: sabab nuzul ayat ini adalah bahwa orang-orang fasik dahulu mereka mengganggu para wanita apabila mereka keluar rumah pada malam hari. Maka apabila mereka melihat perempuan yang memakai cadar mereka membiarkannya (tidak mengganggunya), dan mereka mengatakan: ini adalah wanita merdeka. Dan apabila mereka melihat perempuan yang tidak memakai cadar, mereka mengatakan: ini adalah budak wanita. Lalu mereka menyakiti perempuan tersebut. Lalu turunlah ayat ini. Pendapat ini dikatakan oleh As-Sadiy.

Berangkat dari penjelasan tersebut, bisa dibuat rumusan sebagimana ijelaskan oleh Ali as-shabuni- mengenal busana muslim/ah. Pertama, Menutup aurat. Kata aurat diambil dari kata ar yang berarti onar, aib dan tercela. Ulama berbeda pendapat mengenai Batasan aurat, bagian tubuh mana. Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa laki-laki wajib menutup seluruh anggota badannya, dari pusar hingga lututnya. Pendapat lain mengemukakan bahwa aurat laki-laki itu alat kelamin dan pantatnya. Sedangkan aurat perempuan adalah seluruh badan kecuali muka dan telapak tangannya. Kedua, tidak transparan atau tembus pandang. Ketiga, tidak mencolok atau norak. Keempat, tidak ketat, pres body, tapi longgar. Orang yang berpakaian ketat, sehingga lekuk tubuhnyaNampak menonjol, dianggap sebagai orang yang berpakaian tapi hakekatnya telanjang (kasiyatun ‘ariyatun). Dengan kriteria seperti tersebut, diharapkan orang-orang yang berpakaian terhindar dari pelecehan, godaan dan penghinaan.

Seluruh ulama, baik klasik maupun kontemporer sepakat bahwa ayat di atas membicarakan tentang jilbab. Dengan demikian maka fokus kajian hukum yang terkandung dalam ayat tersebut adalah mengenai hukum mengenakan jilbab bagi wanita muslimah.

Mayoritas jumhur ulama klasik seperti Al-Qurtubi, At-Thobary, Az-Zamakhsyary, dll. sepakat atas kewajiban mengenakan jilbab bagi wanita muslimah.

Permasalahan yang kemudian muncul adalah tentang tata cara pemakaian jilbab. Ibnu Jarir at-Thabari, sebagaimana dikutip as-Shabuni, berpendapat bahwa seorang wanita selain diharuskan menutup rambut dan kepalanya, ia juga harus menutup wajahnya dan hanya boleh menampakkan mata sebelah kiri saja. Sedangkan Abu Hayyan meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Qatadah, bahwa seorang wanita harus mengulurkan jilbabnya sampai di atas dahi kemudian mengaitkannya ke hidung. Wanita boleh menampakkan kedua matanya, namun harus menutupi dada dan sebagian besar wajahnya. Setelah menampilkan beberapa pandangan ulama, Ali ash-Shabuni pun senada dengan ulama yang menyatakan bahwa kewajiban wanita tidak hanya sekedar menutup rambut dan kepala saja, namun wajah pun harus juga ditutup. Ia mendasarkan pendapatnya pada surat an-Nur: 31 yang mengharuskan seorang wanita untuk tidak menampakkan perhiasannya. Sedangkan asal dari segala bentuk perhiasan adalah wajah, maka menutupinya adalah sebuah keharusan. Di antara hadits yang dijadikan dasar oleh mereka yang mewajibkan menutup wajah adalah sebuah riwayat dari Jarir bin Abdullah yang ketika itu menanyakan tentang hukum memandang seorang wanita, maka Rasul pun menjawab“Palingkanlah pandanganmu!” dan sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa suatu hari Fadhil bin Abbas mengikuti Rasulullah di belakang. Fadhil adalah seorang yang memiliki wajah dan rambut yang indah. Kemudian datanglah seorang wanita dari suku Khats’am yang meminta fatwa kepada Rasul. Saat itu antara fadhil dan wanita tersebut saling pandang memandang. Maka Rasul pun mengalihkan pandangan Fadhil.

Sementara itu, mayoritas ulama dari kalangan Malikiyah dan Hanafiyahmenyatakan bahwa pemakaian jilbab tidak harus menutupi wajah. Mereka menyandarkan pendapatnya pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sayyidah A’isyah bahwa suatu hari Asma’ binti Abu Bakar menemui Rasulullah SAW. Ia mengenakan baju tipis, maka Rasul pun memalingkan pandangannya dan berkata “Hai Asma’! Seorang wanita yang telah baligh tidak boleh menampakkan seluruh tubuhnya kecuali ini dan ini”, beliau memberi isyarat pada wajah dan kedua telapak tangannya. Al-Qurthubi dalam al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an menambahkan argumentasi logis bahwa pengecualian wajah dan telapak tangan dalam hal ini adalah pendapat yang layak untuk dipegangi. Sebab, dalam ibadah, seperti halnya sholat maupun ihram, seorang perempuan diharuskan untuk menampakkan wajah dan kedua telapaknya. Andaikan keduanya termasuk aurat maka seharusnya dalam ibadah shalat perempuan pun diharuskan menutup keduanya. Sebab hukum menutup aurat dalam shalat adalah wajib. Senada dengan Al-Qurthubiy, Wahbah Zuhaili dalam karya monumentalnya “Fiqh Islam waAdillatuhu”, menyatakan bahwa aurat perempuan adalah seluruh anggota tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Namun, ia juga menambahkan keterangan bahwa jika seseorang memandang wajah perempuan disertai dengan syahwat maka hukumnya haram. Hal ini didasarkan pada konsep Sadd adz-Dzari’ah.

Meski di antara para ulama tersebut terjadi perbedaan pandangan tentang wajib dan tidaknya menutup wajah, namun mereka masih sepakat bahwa kewajiban berjilbab bagi wanita muslimah adalah syari’at dari Syari’ yang harus dita’ati. Jilbab tidak hanya sekedar budaya orang Arab. Syari’at jilbab berlaku umum bagi seluruh wanita muslimah di dunia. Spesifikasi kejadian pada saat turunnya Al-Ahzab:59, tidak menghalangi dilalahnya yang berlaku secara menyeluruh. Hal ini sesuai dengan kaidah ushuliyah “Al-Ibrah bi Umumil Lafdzi La bi Khushus as-Sabab”.

 

Fungsi pakaian dalam islam ini berkaitan dengan surah Al-araf (7) : 26, yaitu:

Artinya : “hai anak adam. Sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian adalah bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan merka selalu mengingat.”

Berdasarkan ayat diatas kita dapat mengerti bahwa fungsi utama pakaian adalah penutup aurat dan juga sebagai penghias diri. Penghias diri disini ialah, ketika kita berpakaian maka kita akan dipandang terhormat. Dibandingkan makhluk lain yang tidak berpakaian. Penghias diri bukanlah menghias diri supaya menarik perhatian, membuat orang lain tertarik, bahkan menimbulkan syahwat itu dilarang dalam islam.

 

Adapun fungsi pakaian adalah :

Pertama, sebagai penutup aurat. Kedua, sebagai pelindung tubuh. Ketiga, sebagai perhiasan. keempat, menghindari dari gangguan iblis dan setan. kelima, berpakaian ialah wujud ibadah kepada Allah swt.

Syarat berpakain dalam islam yang dikemukakan oleh Nahshiruddin Al Bani dalam bukunya” jilbab almar’rah al muslimah fi al khitab wa  as sunnat” sebagai berikut :

Pertama, menutup seluruh badan selain yang dikeculalikan, aurat laki-laki adalah bagian tubuh pusar sampai lutut. Wanita auratnya adalah seluruh badan, kecuali muka dan telapak tangan.

Kedua, bukan sebagai perhiasan yang membangkitkan syahwat.

Ketiga, kainya harus tebal, tidak transparan, tidak tipis dan harus panjang.

Keempat, longgar (tidak ketat)  sehingga tidak mengambarkan lekuk tubuh.

Kelima, bagi wanita pakaiannya tidak boleh menyerupai pakaian laki-laki

Keenam, lebih baik tidak memakai wangi – wangian jika memang bau badan tidak timbul fitnah dalam pergaulan, jika dikhawatirkan bau badan tersebut menimbulkan fitnah, maka boleh memakai secukupnya asalkan tidak menimbulkan bau keras dan mencolok.

Ketujuh, tidak menyerupai pakaian wanita kafir.

Kedelapan, tidak untuk mencari popularitas.

 

Komentar atau pertanyaan, silakan tulis di sini

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama