RAWAI’UL BAYAN TAFSIR AYAT AHKAM
KARYA SYAIKH MUHAMMAD ALI ASH SHOBUNI
Daftar Isi : Jilid 2
1. Had dalam Syari'at Islam
2. Menuduh Zina Wanita yang Baik-Baik itu Dosa besar
3. Li'an Antara Suami dan Istri
4. Dibalik Peristiwa Fitnah
5. Tata Krama Masuk Rumah Orang Lain
6. Ayat-Ayat tentang Hijab dan Melihat Lain Jenis
7. Anjuran Kawin dan Menghindari Melacur
8. Minta Izin Masuk Kamar Orang Tua Pada Waktu-Waktu Tertentu
9. Makan Di Rumah Keluarga
10. Taat Kepada Kedua Orang Tua
11. Pengangkatan Anak (Adopsi) di Zaman Jahiliyah dan Islam
12. Warisan Untuk Dzawil Arham
13. Talak Sebelum Disentuh
14. Beberapa Hukum tentang Perkawinan Nabi saw.
15. Di Antara Tata Krama dalam Walimah
19. Kedudukan Hilah dalam Syari'at
20. Perang Dalam Islam
21. Membatalkan Amal yang Sedang dalam Pelaksanaan
23. Hukum Menyentuh Mushhaf Al Qur-an
24. Dhihar dan Kaffaratnya Dalam Islam
25. Berbicara dengan Rasulullah saw
26. Perkawinan Antar Agama
27. Shalat Jum'at dan Hukum-Hukumnya
28. Hukum-Hukum Talak
29. Hukum-Hukum Iddah
30. Membaca Al Qur-an
RANGKUMAN RAWAI’UL BAYAN TAFSIR AYAT
AHKAM
KARYA SYAIKH MUHAMMAD ALI ASH SHOBUNY
ETIKA BERTAMU (Jilid 2 nomor 5)
Pembahasan Ayat
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا
عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (27) فَإِنْ
لَمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلا تَدْخُلُوهَا حَتَّى يُؤْذَنَ لَكُمْ وَإِنْ
قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ أَزْكَى لَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ (28) لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَدْخُلُوا بُيُوتًا
غَيْرَ مَسْكُونَةٍ فِيهَا مَتَاعٌ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا
تَكْتُمُونَ (29(
Artinya:
“(27) Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan
memberi salam kepada penghuninya, yang demikian itu lebih baik bagimu, agar
kamu (selalu) ingat.
(28) Jika kamu tidak menemui seorangpun
di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika
dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)-lah”, maka hendaklah kamu kembali. Itu
lebih bersih bagimu. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.
(29)
Tidak ada dosa
atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di
dalamnya ada keperluanmu. Dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa
yang kamu sembunyikan.”
(QS. al- Nūr [24]: 27-29)
Intisari Tafsir
Pertama, al-Ṣābūnī mengatakan di dalam
kitab Rawā´i’u al-Bayān bahwa dimulainya seruan dengan kata “iman”
(hai orang-orang yang beriman) adalah untuk mengisyaratkan ketinggian kedudukan
orang Mukmin dalam pandangan Allah SWT. Dengan demikian, seorang Mukmin adalah
insan yang layak dibebani (kewajiban) dan disapa oleh Allah, sementara orang
kafir adalah seperti hewan yang tidak berhak dimuliakan atau disapa. Maha
Benarlah Allah dengan firman-Nya:
اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ
اَضَلُّ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ
Artinya: “Mereka itu sebagai binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.” (QS. al-A’rāf [7]: 179 )
Inilah
rahasianya mengapa Allah
SWT memanggil orang-orang
Mukmin dengan sapaan, “Hai
orang-orang yang beriman!”
“‘Rumah- rumah’ dalam ayat tersebut
dibatasi dengan ‘yang bukan rumahmu sendiri’. Ungkapan ini menyalahi kebiasaan yang
lazim. Sebab yang
lazim adalah masuk
rumah sendiri yang memang seseorang memilikinya, sedang
kata dalam bentuk ‘nakirah’, yaitu ‘buyūtan’ menunjukkan arti umum dan
menyeluruh.”
Ketiga, firman Allah “Ḥattā tasta´nisū
[sehingga kamu minta izin (QS. al-Nūr [24]: 27)]” mengandung makna yang lembut
sekali. Sebab, yang dimaksud bukan semata-mata minta izin, tetapi juga
mengetahui kerelaan: apakah dengan senang hati tuan rumah mengizinkan si
pengunjung masuk dalam rumahnya atau tidak?
“Orang sering
keliru mengartikan kata
‘isti´nās’ semata-mata ‘isti´żān’
yang artinya sama-sama minta
izin. Padahal yang benar antara dua kata tersebut – ‘isti´nās dan ‘isti´żān’
– mempunyai perbedaan arti yang tipis. Kata ‘isti´nās’ lebih umum dan lebih
mencakup daripada kata ‘isti´żān’. Jadi, makna ayat tersebut menjadi, “sehingga
kamu mengetahui kerelaan dan kesenangan hati si penghuni rumah akan keinginanmu
masuk rumahnya
Tafsir Ayat
Kelompok ayat ini berbicara tentang etika
atau tata cara bertamu menurut Islam, yang berkaitan dengan pergaulan sesama
manusia. Allah melarang seorang muslim memasuki rumah yang bukan rumahnya,
tanpa ada izin dari pemilik sah rumah tersebut.
Tata cara meminta izin di dalam Islam
dijelaskan oleh sambungan ayat ini, yaitu dengan memberi salam. Dalam ayat ini
memang tidak merinci berapa kali kita untuk memberi salam atau meminta izin.
Namun, beberapa hadis menjelaskan akan hal ini. Rasulullah SAW bersabda: “Jika
salah seorang diantara kamu telah meminta izin tiga kali tetapi belum mendapat
izin, hendaklah dia kembali saja.”(H.R. Bukhari)
Kemudian apabila si pemilik rumah tidak
dapat untuk menemuinya, atau dengan mengatakan kembalilah. Maka kita tidak
boleh memaksakannya atau menunggunya di depan pintu. Lebih baik kata Allah kita
kembali, karena lebih suci menurut Allah.
Bahkan Rasulullah SAW bersabda:
“Seandainya seorang berusaha melihatmu pada saat engkau enggan dilihat (dalam
situasi privasi kamu) lalu engkau melemparnya dengan batu dan membutakan
matanya, tidaklah engkau berdosa.”
Kemudian
dalam ayat ke-29
terdapat pengecualian. Yakni
apabila rumah tidak berpenghuni,
atau tempat-tempat umum, yang di dalamnya ada keperluan kita. Maka hal itu
dibolehkan. Melihat aurat orang lain tidak terjadi jika di tempat itu tidak
dihuni orang lain, maka dari itu Islam memperbolehkan masuk ke dalamnya tanpa
meminta izin terlebih dahulu.
Asbabun Nuzul
Ayat-ayat Al Quran yang diturunkan kepada
Rasulullah SAW itu ada yang ada sebab-sebab turunnya, dan ada juga yang tanpa
ada sebabnya. Ayat 27,28,29 surat Al Nur ini termasuk ayat Al Quran yang
memiliki Asbabun Nuzul. Dalam buku Asbabun Nuzul karya Mujab Tahali menyebutkan
tentang ababun nuzul ayat ini.
“Pada suatu waktu seorang wanita Anshar
datang mengadu kepada Rasulullah SAW.,
“wahai Rasulullah, apabila
aku berada di
rumahku dalam keadaan seorang diri, tidak ingin dilihat
orang lain, tetapi selalu saja ada lelaki dan familiku masuk ke dalam rumah.
Apakah yang harus aku lakukan?” sehubungan dengan itu, maka Allah SWT
menurunkan ayat ke-27 dan ke-28.”
Ada seorang laki-laki bertanya
kepada Rasulullah SAW,
“Apakah saya harus
meminta izin kepada
ibuku?” Rasulullah menjawab, “Ya.”
Laki laki itu
bertanya kembali. “sesungguhnya
dia (ibuku) tidak mempunyai
pembantu selainku, apakah
aku harus meminta
izin kepadanya setiap aku masuk? Beliau menjawab, “Apakah kamu senang
melihatnya dalam keadaan telanjang?”
dia menjawab, “Tidak.”
Rasulullah berkata, “maka mintalah izin kepadanya”.
Kemudian dalam Mujib juga dikatakan,
ketika turun ayat ke-27 ini, Abu Bakar sahabat Nabi bertanya kepada Nabi, “ya
Rasulullah, bagaimana pedagang-pedagang Quraisy yang hilir mudik ke Madinah dan
Syam yang mereka mempunyai rumah- rumah tertentu di jalan. Apakah mereka mesti
meminta izin dan memberi salam, padahal tidak ada penghuninya?”. Maka turunlah
ayat ke-29 surat Al Nur ini.
Pokok Kandungan Ayat
Pokok-pokok kandungan ayat-ayat di atas
ada tiga:
Pertama, keharusan untuk meminta izin
jika memasuki rumah yang bukan rumahnya kepada pemiliknya.
Kedua, apabila si pemilik rumah tidak
berkenan untuk menemui tamunya,
maka dianjurkan untuk
kembali dan tidak
menunggunya di depan rumahnya.
Ketiga, pengecualian terhadap
tempat-tempat tidak berpenghuni, atau tempat-tempat umum, yang di dalamnya
terdapat keperluan atau kepentingan kita.
Munasabah Ayat
Hubungan ayat ini dengan ayat-ayat
sebelumnya bahwa apa yang dilakukan penyebar isu itu pada hakikatnya adalah
prasangka buruk yang ditanamkan iblis dalam hati mereka terhadap orang- orang
beriman. Untuk itu Allah memerintahkan melalui ayat-ayat ini untuk menutup
salah satu pintu masuknya setan dengan jalan memerintahkan kaum muslimin untuk menghindari tempat
dan sebab-sebab yang
dapat menimbulkan kecurigaan
dan prasangka buruk. Karena itu, dalam ayat-ayat ini diperintahkan untuk
meminta izin sebelum masuk rumah yang bukan rumahnya.
Pelajaran Ayat
Pada ayat ke-27 Q.S. Al Nur menerangkan
perihal untuk tidak memasuki rumah seseorang yang bukan rumah kita. Namun,
diperintahkan untuk meminta izin terlebih dahulu dan mengucapkan salam kepada
pemiliknya. Hal ini penting, karena berbahayanya memasuki rumah orang lain
tanpa ada izin dari pemilik sah.
Pada ayat ke-28 Q.S Al Nur menjelaskan
lebih tegas agar kita umat muslim tidak
memasuki rumah orang
lain tanpa adanya
izin dari pemilik
sah. Dan juga anjuran kepada kita (tamu) apabila
dikatakan oleh pemilik rumah untuk kita kembali, maka kita harus kembali.
Karena mungkin si pemilik rumah merasa tidak nyaman dengan kedatangan kita, dan
karena hal itu lebih suci menurut Allah Swt.
Kemudian pada ayat ke-29 menerangkan
tentang pengecualian untuk dapat memasuki rumah yang bukan rumah kita. Yakni,
jika rumah tersebut tidak berpenghuni, atau tempat-tempat umum seperti
penginapan, dll. Yang di dalamnya terdapat kepentingan kita. Namun, tetap tidak
boleh seenaknya menggunakan pengecualian ini. Karena, Allah maha mengetahui apa
yang kita sembunyikan dan apa yang kita tampakkan.