Terjemah Kitab Ta'lim Muta'allim (Taklim Al-Muta'allim)
Judul kitab asal: Ta'limul Muta'allim Tariq Al-Ta'allum ( تعليم المتعلم طريق التعلم)
Pengarang: Burhanul Islam Al-Zarnuji
Daftar Isi Terjemah Kitab Ta'lim Muta'alim (Taklim Al-Muta'allim)
BERTAWAKAL
فصل فى التوكل
ثم لا بد لطالب العلم من التوكل فى طالب العلم ولا يهتم لأمر الرزق
ولا يشغل قلبه بذلك. روى أبو حنيفة رحمه الله عن عبد الله بن الحارث الزبيدى صاحب
رسل الله صلى الله عليه و سلم: من تفقه فى دين الله كفى همه الله تعالى ورزقه من
حيث لا يحتسب.
فإن من اشتغل قلبه بأمر الرزق من القوت والكسوة قل ما يتفرغ لتحصيل
مكارم الأخلاق ومعالى الأمور.
قيل: دع المكـــــارم لا ترحل لبغيتها واقعد فإنك انت الطاعم الكاسى
قال رجل [لابن] منصور الحلاج : أوصنى, فقال [ابن] المنصور : هي نفسك,
إن لم تشغلها شغلتك.
فينبغى لكل أحد أن يشغل نفسه بأعمال الخير حتى لا يشغل نفسه بهواها
ولا يهتم العاقل لأمر الدنيا لأن الهم والحزن لا يرد المصيبة, ولا
ينفع بل يضر بالقلب والعقل, ويخل بأعمال الخير, ويهتم لأمر الآخرة لأنه ينفع. وأما
قوله عليه الصلاة والسلام : إن من الذنوب ذنوبا لا يكفرها إلا هم المعيشة فالمراد
منه قدر هم لا يخل بأعمال الخير ولا يشغل القلب شغلا يخل بإحضار القلب فى الصلاة,
فإن ذالك القدر من الهم والقصد من أعمال الآخرة.
ولا بد لطالب العلم من تقليل العلائق الدنيوية بقدر الوسع فلهذا
اختاروا الغربة.
ولا بد من تحمل النصب والمشقة فى سفر التعلم, كما قال موسى صلوات الله
على نبينا وعليه فى سفر التعلم ولم ينقل عنه ذلك فى غيره من الأسافر [ لقد لقينا
من سفرنا هذا نصبا]. ليعلم أن سفر العلم لا يخلو عن التعب، لأن طلب العلم أمر عظيم
وهو أفضل من الغزاة عند أكثر العلماء، والأجر على قدر التعب والنصب
فمن صبر على ذلك التعب وجد لذة العلم تفوق [لذات الدنيا]. ولهذا كان
محمد بن الحسن إذا سهر الليالى وانحلت له المشكلات يقول: أين أبناء الملوك من هذه
اللذات؟.
وينبغى [لطالب العلم] ألا يشتغل بشيئ [أخر غير العلم] ولا يعرض عن
الفقه. قال محمد بن الحسن رحمه الله: صناعتنا هذه من المهد إلى اللحد فمن أراد أن
يترك علمنا هذا ساعة فليتركه الساعة
ودخل فقيه، وهو إبراهيم بن الجراح، على أبى يوسف يعوده فى مرض موته
وهو يجود بنفسه، فقال أبو يوسف: رمي الجمار راكبا أفضل أم راجلا؟ فلم يعرف الجواب،
فأجاب بنفسه
وهكذا ينبغى للفقيه أن يشتغل به فى جميع أوقاته [فحينئذ] يجد لذة
عظيمة فى ذلك. وقيل: رؤي محمد [بن الحسن] فى المنام بعد وفاته فقيل له: كيف كنت فى
حال النزع؟ فقال: كنت متأملا فى مسألة من مسائل المكاتب، فلم أشعر بخروج روحى .
وقيل إنه قال فى آخر عمره: شغلتنى مسائل المكاتب عن الإستعداد لهذا اليوم، وإنما
قال ذلك تواضعا.
FASAL 7 BERTAWAKAL
A. Pengaruh Rizki
Pelajar harus bertawakal dalam menuntut
ilmu. Jangan goncang karena masalah rizki, dan hatinya pun jangan terbawa
kesana. Abu Hanifah meriwayatkan dari Abdullah Ibnul Hasan Az-Zubaidiy sahabat
Rasulullah saw : “Barangsiapa mempelajari agama Allah, maka Allah akan
mencukupi kebutuhannya dan memberinya rizki dari jalan yang tidak di kira
sebelumnya.”
Karena orang yang hatinya telah
terpengaruh urusan rizki baik makanan atau pakaian, maka jarang sekali yang
dapat menghapus pengaruh tersebut untuk mencapai budi luhur dan perkara-perkara
yang mulya. Syi’ir menyebutkan :
Tinggalkan kemulyaan, jangan kau mencari
Duduklah dengan tenang, kau akan disuapi
dan dipakaiani
Ada seorang lelaki berkata kepada Manshur
Al-Hallaj: “Berilah aku wasiat!” iapun berkata: “Wasiatku adalah hawa nafsumu.
Kalau tidak kau tundukkan, engkaulah yang dikalahkan.”
Bagi setiap orang, hendaknya membuat
kesibukan dirinya dengan berbuat kebaikan, dan jangan terpengaruh oleh bujukan
hawa nafsunya.
B. Pengaruh Urusan Duniawi
Bagi yang mengunakan akal, hendaknya
jangan tergelisahkan oleh urusan dunia, karena merasa gelisah dan sedih di sini
tidak akan bisa mengelakan musibah, bergunapun tidak. Malahan akan membahayakan
hati, akal dan badan serta dapat merusakan perbuatan-perbuatan yang baik. Tapi
yang harus diperhatikan adalah urusan-urusan akhirat, sebab hanya urusan inilah
yang akan membawa manfaat.
Mengenai sabda Nabi saw. “Sesungguhnya
ada diantara dosa yang tidak akan bisa dilebur kecuali dengan cara
memperhatikan ma’isyah,” maksudnya adalah “perhatian” yang dalam batas-batas
tidak merusak amal kebaikan dan tidak mempengaruhi konsentrasi dan khusu,
sewaktu shalat. Perhatian dan maksud dalam batas-batas tersebut, adalah
termasuk kebagusan sendiri.
Seorang pelajar tidak boleh tidak dengan
sekuat tenaga yang ada menyedikitkan kesibukan duniawinya. Dan karena itulah,
maka banyak pelajar-pelajar yang lebih suka belajar di rantau orang.
C. Hidup Dengan Prihatin
Juga harus sanggup hidup susah dan sulit
di waktu kepergiannya menuntut ilmu. Sebagaimana Nabi Musa as. Waktu pergi
belajar pernah berkata : “Benar-benar kuhadapi kesulitan dalam kelanaku ini”
padahal selain kepergiannya tersebut tiada pernah ia katakan yang seperti itu.
Hendaknya pula menyadari bahwa perjalanan menuntut itu tidak akan lepas dari
kesusahan. Yang demikian itu, karena belajar adalah salah satu perbuatan yang
menurut sebagian besar ulama lebih mulya dari pada berperang. Besar kecil
pahala adalah berbanding seberapa besar letih dan kesusahan dalam usahanya.
Siapa bersabar dalam menghadapi segala
kesulitan di atas, maka akan mendapat kelezatan ilmu yang melibihi segala
kelezatan yang ada di dunia. Hal ini terbukti dengan ucapan Muhammad Ibnul Hasan
setelah tidak tidur bermalam-malam lalu terpecahkan segala kesulitan yang
dihadapinya, sebagai berikut: “dimanakah letak kelezatan putra-putra raja, bila
dibandingkan dengan kelezatan yang saya alami kali ini.”
D. Menggunakan Seluruh Waktu Buat Ilmu
Hendaknya pula pelajar tidak terlena
dengan segala apapun selain ilmu pengetahuan, dan tidak berpaling dari fiqh.
Muhammad berkata: “Sesungguhnya perbuatan seperti ini, adalah dilakukan sejak
masih di buaian hingga masuk liang kubur. Barangsiapa meninggalkan ilmu kami
ini sesaat saja, akan habislah zaman hidupnya.”
Ada seorang Ahli Fiqh yaitu Ibrahim Ibnul
Jarrah, ia sempat menjenguk Abu Yusuf yang tengah sakit keras hampir wafat.
Lalu atas kemurahan hati Abu Yusuf sendiri, berkatalah ia kepada Ibrahim: Manakah
yang lebih utama, melempar jumrah dengan berkendaran atau dengan berjalan kaki?
Ibrahim pun tidak bisa menjawab, maka ia jawab sendiri : “Sesungguhnya melempar
dengan berjalan kaki itu lebih disukai oleh orang dahulu.”
Demikian pula, hendaknya sebagai Ahli
Fiqh kapan saja selalu fokus dengan fiqhnya. Dengan cara begitulah ia
memperoleh kelezatan yang amat besar. Ada dikatakan, bahwa Muhammad setelah
wafat pernah ditemukan dalam mimpi, lalu kepadanya diajukan pertanyaan :
“bagaimana keadaan tuan waktu nyawa dicabut?” jawabnya: “Di kala itu saya
tengah mengangan-angan masalah budak mukatab, sehingga tak kurasakan nyawaku
telah terlepas. “Ada dikatakan pula bahwa di akhir hayatnya Muhammad sempat
berkata : “Masalah-masalah mukatab menyibukan diriku, hingga tidak sempat
menyiapkan diri dalam menghadapi hari ini. “Beliau mengucap seperti ini, karena
tawadlu'”