Terjemah Kitab Nashaihul Ibad (kumpulan
nasihat pilihan bagi para hamba)
BAB IV
NASEHAT TENTANG LIMA PERKARA
1. Jangan Merendahkan Lima Perkara
Diriwayatkan dari Nabi saw.:
“Barangsiapa yang meremehkan lima
perkara, maka dia rugi lima perkara, yaitu barangsiapa yang meremehkan para
ulama, maka rugi agamanya: Barangsiapa yang meremehkan umara (para pemimpin)
maka rugi dunianya, barangsiapa yang meremehkan tetangga-tetangga, maka rugi
manfaat-manfaatnya, barangsiapa yang meremehkan kerabat-kerabatnya, maka rugi
kecintaannya, dan barangsiapa yang meremehkan ahlinya, maka rugi kemanisan
hidupnya.”
Mengabaikan ulama dapat mengakibatkan
kerugian agama, sebab para ulama adalah sumber pengetahuan agama. Sedang
mengabaikan pejabat (penguasa) dapat mengakibatkan rugi dunia, sebab di tangan
merekalah urusan dunia dan kendali menanganinya.
Tentang mengabaikan tetangga, Nabi
bersabda:
“Demi Zat yang jiwaku berada dalam
kekuasaan-Nya. Tidak beriman seorang hamba, sehingga ia menyukai tetangganya,
seperti dia menyukai dirinya sendiri.” (H.R. Muslim).
Dalam hadis lain Nabi bersabda:
“Seungguhnya menyukai orang yang
mempunyai tetangga jahat dan karena Allah ia tetap bersabar menghadapi gangguan
kejahatannya itu, sehingga Allah beri imbalan secukupnya, dengan tetap hidup
atau mematikannya.”
Barangsiapa yang meremehkan saudara atau
famili, maka merusak kecintaan mereka. Barangsiapa yang meremehkan istrinya,
maka rugi kemanisan hidupnya.
2. Mencintai Lima dan Melupakan Lima
Nabi saw. bersabda:
“Bakal datang suatu masa di mana umatku
menyukai lima hal dan melupakan lima lainnya: Mereka suka dunia dan lupa
akhirat, suka rumah dan melupakan kubur, suka harta dan melupakan
perhitungannya, suka keluarga serumah dan lupa bidadari surga, suka dirinya
sendiri dan lupa Allah, mereka adalah orang-orang yang berlepas diri dariku dan
aku pun berlepas diri dari mereka.”
Maksud hadis di atas, jika orang-orang
telah mencintai lima hal dan melupakan lima perkara sebagai bandingannya, maka
mereka adalah orang-orang yang jauh dari Nabi saw., dan Nabi saw. pun jauh dari
mereka. Lima hal yang dimaksud yaitu:
Sibuk dengan dunia dan melupakan amal
untuk bekal di akhirat.
Menghias rumah-rumah dan meninggalkan
amal yang akan digunakan untuk menerangi kuburnya.
Sibuk mengumpulkan harta benda dan
melupakan perhitungan Allah swt. untuk harta benda mereka. Sesungguhnya dari
harta benda itu, yang halal akan dihisab dan yang haram akan menjadi siksa.
Mencintai istri dan anak-anaknya, melupakan
pahala yang ada di surga.
Mengikuti kehendak dirinya sendiri dan
meninggalkan perintahperintah Allah swt.
3. Allah Menganugerahkan Lima Hal dan
Mempersiapkan Lima Hal yang Lain
Nabi saw. bersabda:
“Allah tidak memberikan lima kepada
seseorang, melainkan telah mempersiapkan lima hal yang lain, yaitu Dia tidak
memberikan syukur kepadanya, melainkan telah menyediakan untuknya tambahan, Dia
tidak memberikan doa kepadanya, melainkan telah menyediakan untuknya ijabah,
Dia tidak memberikan kepadanya istigfar, melainkan telah menyediakan untuknya
ampunan, Dia tidak memberikan untuknya tobat, melainkan telah menyediakan
penerimaan tobat, dan Dia tidak memberikan kepadanya sedekah, melainkan Dia
telah menyediakan untuknya menerima (sedekah itu).”
Allah telah mempersiapkan tambahan
kenikmatan sebelum seseorang berbuat syukur, seperti dalam firman Allah:
“…. jika kalian bersyukur, niscaya aku
menambah (nikmat) untuk kalian ….”
Tentang ijabah doa, Allah berfirman:
“Berdoalah kalian kepada-Ku, maka Aku
berkenan mengabulkan doa kalian.”
Dalam suatu hadis Nabi berdoa:
“Ya, Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu
jiwa yang tenang serta mengimankan terjadinya perjumpaan dengan Engkau, rela
menerima keputusan-Mu dan qanaah pada pemberian-Mu.” (H.R. Ath-Thabrani).
Tentang ampunan yang telah disediakan
sebelum istigfar dipanjatkan, Allah berfirman:
“Bacalah istigfar kepada Tuhanmu,
Sesungguhnya Dia Maha. Pemberi Ampun.”
Dalam sebuah hadis Nabi bersabua.
“Andaikata kamu membuat kesalahan hingga
kesalahan-kesalahanmu itu mencapai langit, kemudian kamu bertobat, niscaya
Allah menerima tobatmu.” — (H.R. Ibnu Majah).
Tentang diterimanya tobat, Nabi bersabda:
“Sebelum dunia diciptakan empat ribu
tahun lagi, di sekeliling Arasy ditulis: ‘Sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi
orang yang bertobat, beriman dan beramal saleh, kemudian dia mendapatkan
petunjuki’.” (H.R. Ad-Dailami).
Tentang diterimanya sedekah, Nabi
bersabda:
“Setiap orang berada di bawah naungan
sedekahnya, hingga hisab antara sesama manusia selesai.” . (H.R. Imam Ahmad).
Selain itu dalam hadis lain diriwayatkan,
bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda:
“Tidaklah seseorang yang bersedekah
dengan suatu sedekah semaramata mengharapkan rida Allah, melamkan Allah
berfirman pada hari Kiamat: Har, hamba-Ku! Kamu mengharapkan pahala-Ku, maka
Aku tidak akan merendahkanmu, Aku mengharamkan neraka atas tubuhmu dan masuklah
kamu ke surga dari pintu mana saja yang kamu inginkan.” (H.R. Ibnu Laal).
4. Lima Kegelapan dan Lima Penerang
Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.:
“Gelap ada lima dan lampu penerangnya pun
ada lima, yaitu cinta pada dunia adalah gelap, lampunya adalah takwa, dosa
adalah gelap, lampunya adalah tobat: kubur adalah gelap, lampunya adalah
bacaan: ‘Laa ilaaha illallaah Muhammadur rasuulullaah’, akhirat adalah gelap,
lampunya adalah amal saleh: jembatan di atas neraka adalah gelap, lampunya
adalah yakin.”
Cinta dunia menjadi kegelapan, karena
kecintaan di sini dapat menjebak pada hal-hal subhat (diragukan
halal-haramnya), perkaraperkara makruh, kemudian ke perkara-perkara haram.
Nabi saw. bersabda:
“Cinta pada dunia adalah pangkal semua
kesalahan.” (H.R. Al-Baihaqi dari Hasan Basri).
Sehubungan dengan hal ini Imam Al-Ghazali
berkomentar: Kalau cinta pada dunia menjadi pangkal segala kesalahan, maka
benci pada dunia menjadi pangkal segala kebajikan. Takwa, yaitu menjaga diri
dari siksaan Allah dengan taat kepada-Nya, dalam sebuah hadis diriwayatkan,
bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya kamu tidaklah meninggalkan
sesuatu karena takut kepada Allah -Azza wa Jalla-, melainkan Dia memberikan
kepadamu sesuatu yang lebih baik daripadanya.” (H.R. Imam Ahmad dan An-Nasai).
Tentang tobat berfungsi sebagai lampu penerang
terhadap kegelapan dosa, sebagaimana Nabi bersabda:
“Sesungguhnya seorang hamba apabila telah
berbuat suatu dosa, maka diukirkan setitik noda hitam di dalam hatinya, apabila
dia menghentikannya dan beristigfar serta bertobat, maka hatinya jernih. Tetapi
apabila dia kembali pada dosa, maka ditambah noda hitam di dalam hatinya,
hingga noda-noda hitam itu menentukan hatinya dan nodanoda itulah yang oleh
Allah dalam firman-Nya: ‘Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu
mereka usahakan itu menutup hati mereka’.” (Q.S. Al-Muthaffifin: 14) (H.R. Imam
Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, An-Nasai, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
Tentang kalimat ‘Laa ilaaha illallah’
berfungsi sebagai lampu penerang bagi kegelapan kubur, sebagaimana sahda Nabi:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan
pada neraka orang yang mengucapkan ‘Laa ilaaha illaallah’ semata-mata
mengharapkan rida Allah swt.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Selain itu, diriwayatkan bahwa
sesungguhnya beliau saw. juga bersabda:
“Barangsiapa yang mengucap ‘Laa Ilaaha
Illallaah’ dengan ikhlas, maka dia masuk surga. Para sahabar bertanya: ‘Ya,
Rasulullah, bagaimanakah ikhlasnya itu?’ Beliau saw. bersabda: “Bila kalimat
iru mencegahmu dari setiap perkara yang diharamkan Allah kepadamu’.” (H.R.
Al-Khathib).
Ada yang mengatakan: “Tujuh perkara yang
akan menerangi kubur, – yaitu ikhlas dalam ibadah, berbuat baik kepada kedua
orangtua, silaturahmi, tidak menyia-nyiakan umurnya dengan melakukan maksiat,
tidak menuruti hawa nafsunya, bersungguh-sungguh menaati segala perintah Allah
dan banyak zikir kepada Allah.”
Adapun amal saleh berfungsi sebagai lampu
penerang terhadap kegelapan akhirat, sebagaimana sabda Nabi saw.:
“Sesungguhnya Allah mencintai, jika
kemurahan-kemurahan-Nya diambil sebagaimana jika fardu-fardunya dilaksanakan.
SesungguhnyaAllah mengutusku untuk menyampaikan agama yang lurus lagi murah,
yaitu agama Ibrahim.” (H.R. Ibnu Asaakir).
Dalam hadis lain Nabi bersabda:
“Kerjakanlah hal-hal yang fardu,
terimalah kemurahan-kemurahanNya dan biarkanlah orang-orang, maka sungguh kamu
dipelihara dari gangguan mereka.” (H.R. Al-Khathib).
Diriwayatkan juga, bahwa sesungguhnya
Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang tidak menerima
kemurahan Allah, maka berat dosa yang ditanggungnya, seperti gunung-gunung di
Arafah.” (H.R. Ahmad).
Yakin yang berfungsi sebagai lampu
penerang kegelapan jembatan di atas neraka, ialah mempercayai hal yang gaib
dengan menghilangkan keragu-raguan.
5. Lima Orang Penghuni Surga
Umar r.a. berkata:
“Seandainya tiada kekhawatiran dituduh
mengetahui hal yang gaib, niscaya aku bersaksi bahwa golongan berikut adalah
penghuni surga, yaitu fakir yang mempunyai keluarga, istri yang diridai
suaminya dan istri yang menyedekahkan mahar kepada suaminya, orang yang diridai
kedua orangtuanya dan orang yang bertobat dari dosa.”
Hadis di atas adalah hadis mauguf. Hadis
mauquf adalah hadis yang diriwayatkan sahabat, namun tidak sampai kepada
Rasulullah saw., sedang hadis marfu’ adalah hadis yang diberitakan oleh para
sahabat dari sabda Rasulullah saw.
Tentang tobat dosa, Nabi saw. bersabda:
“Orang yang bertobat dari dosa, seperti
orang yang tidak mempunyai dosa.” (H.R. Al-Baihaqi).
Pada hadis lain diriwayatkan, bahwa
sesungguhnya Nabi saw. bersabda:
“Setiap anak Adam banyak berbuat dosa dan
sebaik-baik orang yang berbuat dosa, adalah orang-orang yang bertobat.” (H.R.
Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).
Dalam hadis lain Nabi juga bersabda:
“Sungguh Allah lebih gembira dengan tobat
seseorang daripada gembiranya orang yang sangat haus datang ke tempat air,
orang mandul yang beranak dan orang sesat di perjalanan yang bisa menemukan
jalan yang benar. Dan barangsiapa yang bertobat kepada Allah dengan tobat
Nasuha, maka Allah menjadikan para malaikat pencatat amal, anggota badannya dan
tempat-tempat yang digunakan berbuat dosa lupa akan kesalahan-kesalahan dan
dosa-dosanya.” (H.R. Abul Abbas).
6. Tanda Orang yang Bertakwa Ada Lima
Dari Utsman r.a.:
“Lima tanda orang yang bertakwa, yaitu
pertama, tidak duduk bersama selain dengan orang yang menjadi baik agamanya
bila bersama orang tersebut dan bisa menahan kemaluan dan ucapannya: kedua,
apabila – ditimpa sesuatu yang berat di dunianya, dia melihat akan bahayanya:
ketiga, apabila ditimpa sedikit saja dari agamanya, dia menjadikan hal itu
sebagai sesuatu yang menguntungkan: keempat, tidak memenuhi perutnya dengan
barang halal karena takut bercampur dengan barang haram, kelima, memandang
bahwa orang lain selamat dan memandang dirinya sendiri celaka.”
Menurut Utsman, ada lima tanda orang yang
bertakwa:
Berteman dengan orang yang saleh dan
menjaga dirinya dari kebinalan nafsu seks dan ucapannya.
Jika ditimpa musibah mengenai dunia, maka
dia melihat akibat buruknya,
Jika ditimpa sedikit mengenai akhirat,
maka dia berkeyakinan bahwa hal itu suatu keuntungan yang besar.
Perutnya tidak dipenuhi dengan perkara
yang halal karena takut dicampuri yang haram.
Melihat bahwa orang lain selamat dari
kecelakaan karena mereka beribadah kepada Allah swt. dengan baik, namun dia
melihat dirinya sendiri berada dalam kecelakaan karena dosa yang timbul dari
kejelekan ibadahnya kepada Allah swr. Diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi
saw. bersabda:
“Seorang hamba tidak dapat mencapai
tingkat orang-orang takwa sampai ia mau meninggalkan sesuatu yang tidak
berbahaya bagi dirinya, karena khawatir jangan-jangan berbahaya.” (H.R.
At-Tirmidzi dan Al-Hakim).
7. Lima Perkara yang Menjadi Kendala Bagi
Terbentuk Pribadi yang Saleh
Dari Ali r.a.:
“Andaikan tiada lima perkara, niscaya
seluruh manusia itu saleh, yaitu puas dengan kebodohannya, rakus terhadap
dunia, kikir memberikan kelebihan yang ada, riya. dalam beramal dan
membanggakan kehebatan akalnya.”
Kebodohan di sini, adalah kebodohan dalam
pengetahuan agama. Tentang puas menjadi orang bodoh, Nabi bersabda:
“Allah murka terhadap setiap ilmuwan
dunia, tetapi bodoh ilmu-ilmu akhirat.” (H.R. Al-Hakim).
Dalam hadis lain Nabi bersabda:
“Dosa orang alim satu, tapi dosa orang
bodoh terhitung dua.” (H.R, Ad-Dailami).
Tentang rakus terhadap dunia, Nabi saw.
bersabda:.
“Zuhud terhadap dunia akan menjadikan
hati dan badan enak,: sedang cinta padanya akan menjadikan hati dan badan
lelah.”
Diriwayatkan, bahwa sesungguhnya beliau
saw. juga bersabda:
“Alangkah baiknya dunia bagi orang yang
menjadikannya bekal untuk akhiratnya, hingga dia diridai Tuhannya dan alangkah
jeleknya dunia bagi orang yang dihalangi olehnya dari akhiratnya dan dicegah
dari rida Tuhannya.” (H.R. Al-Hakim).
Yang dimaksud dengan riya dalam beramal,
ialah berbuat yang tanpa didasari ikhlas, atau berbuat karena mengharapkan
sesuatu dari selain Allah Ta’ala. Dalam hai ini Nabi saw. bersabda:
“Orang yang paling dahsyat siksanya di
hari Kiamat, ialah orang yang memberitahukan kepada orang, bahwa dalam dirinya
ada kebaikan, padahal tidak ada.” (H.R. Ad-Dailami).
Pada hadis lain diriwayatkan, bahwa
sesungguhnya Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang pamer diri kepada orang
lain tentang ketakwaan lebih dari yang ada pada dirinya, maka dia adalah orang
yang munafik.” (H.R. Bukhari)
Diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi
saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan surga
bagi semua orang yang riya.” (H.R. Abu Nu’aim).
8. Lima Kemuliaan Nabi saw.
Dari jumhur ulama -semoga rahmat Allah dilimpahkan
kepada mereka-:
“Sesungguhnya Allah memuliakan Nabi-Nya,
yaitu Muhammad saw. dengan lima kemuliaan, yaitu Dia memuliakannya dengan nama,
jasmani, pemberian, kesalahan dan keridaan. Kemuliaan dengan nama, ialah Dia
menyerunya dengan sebutan Rasul, tidak dengan namanya, sebagaimana Dia menyeru
nabi yang lain, seperti Adam, Nuh, Ibrahim dan lain-lainnya. Kemuliaan dengan
jasmani, ialah apabila Nabi memohon sesuatu, maka Dia mengabulkannya secara
langsung dan hal itu tidak Dia lakukan kepada para nabi lain. Kemuliaan dengan
pemberian, ialah Dia memberi kepadanya tanpa permintaan darinya. Kemuliaan
dengan kesalahan, ialah Dia telah memaafkannya sebelum berbuat dosa. Dan
kemuliaan dengan keridaan, ialah Dia tidak menolak fidyah, sedekah dan
nafkahnya, sebagaimana Dia menolak hal itu dari nabi lain.”
Para nabi selain Muhammad, selalu
dipanggil dengan menyebut namanya, semacam Nabi Adam, Nuh, Ibrahim dan lainnya.
Tapi Muhammad tidak pernah dipanggil namanya, melainkan dengan sebutan Rasul,
sebagaimana dalam ayat:
“Wahai, Rasul, tabligkanlah apa-apa yang
diturunkan kepadamu.”
Demikian dalam saat turun wahyu. Datam
waktu perjuangan pernah beliau dipanggil dengan sebutan namanya, yaitu di kala
Mikraj, Allah berfirman:
“Wahai, Muhammad, mintalah engkau pasti akan
diberi.”
Kemuliaan dengan jasmani, ialah apabila
Nabi saw. memohon sesuatu, maka Allah swt. menjawabnya dengan Zat-Nya dan itu
tidak Dia lakukan terhadap para nabi lain, seperti Nabi saw. mengembalikan mata
Qatadah setelah matanya itu jatuh ke pipinya, Nabi memohon kepada Allah swt.
agar mata Qatadah yang jatuh ke pipinya dikembalikan lagi seperti semula, dan
Allah mengabulkan permintaannya itu.
Kemuliaan dengan pemberian, ialah Nabi
dikarunia anugerah tanpa memintanya, sebagaimana Allah swt. berfirman:
“Sesungguhnya Kami memberi kepadamu
anugerah yang besar.” (Q.S. Al-Kautsar: 1). .
Dalam firman-Nya yang lain:
“Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan
karunia-Nya kepadamu, lalu hatimu menjadi puas.” : (Q.S. Adh-Dhuha: 5).
Kemuliaan dengan kesalahan, ialah Allah
swt. telah memaafkannya sebelum berbuat dosa. Allah telah memaafkan segala
sesuatu yang terjadi padanya, yaitu meninggalkan yang lebih utama dan lebih
pantas dan bukan dosa seperti yang kita lakukan.-Allah berfirman:
“Allah mengampuni kesalahan darimu. “
Tentang tidak bakal ditolaknya fidyah
maupun sedekah dan nafkah Nabi, sebagaimana terbukti pada binatang kurban yang
beliau keluarkan atas nama segenap umatnya, juga pernah membayar kafarat untuk
umatnya, karena bersetubuh pada siang hari di bulan Ramadan.
9. Lima Bekal Untuk Meraih Kebahagiaan
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ashr.a.:
“Lima hal, jika dimiliki seseorang, maka
ia berbahagia di dunia dan di akhirat, yaitu pertama, menyebut ‘Laa Ilaaha
Illallaah Muhammadur Rasuulullaah’ dari waktu ke waktu: kedua, jika diterima
bencana, menyebut: ‘Innaa lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun, wa laa haula wa
laa guwwata illaa billaa hil ‘aliyyil ‘azhiim: ketiga, jika dianugerahi nikmat,
menyebut: ‘Alhamdu lillaahi Rabbil ‘aalamiin’ sebagai mensyukuri nikmat
tersebut: keempat, bila memulai sesuatu, mengucap: ‘Bismillaahir rahmaanir
rahiim’: dan kelima, jika terlanjur berbuat dosa, mengucap ‘Astaghfirullaahal
‘azhiim wa atuubu ilaih’.”
Tentang kalimat:
“Tiada Tuhan melamkan Allah Muhammad
adalah utusan Allah”,
adalah sebagaimana sabda Nabi saw.:
“Perbanyaklah zikir kepada Allah -Azza wa
Jallapada setiap keadaan, karena tidak ada amal yang paling disukai oleh Allah
dan lebih dapat menyelematkan hamba dari kejelekan di dunia dan akhirat, selam
zikir kepada Allah.” (H.R. Ibnu
Sharshari).
Tentang kalimat:
“Sesungguhnya kita semua milik Allah dan kepadanya
kita akan kembali: Tiada daya upaya dan tiada kekuatan, melainkan dengan
pertolongan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung”,
adalah sebagaimana sabda Nabi saw.:
“Janganlah memperbanyak ucapan. selain
zikir kepada Allah, karena sesungguhnya banyak ucapan yang bukan zikir kepada
Allah itu akan menjadikan hati keras dan sesungguhnya orang yang paling jauh
dari Allah adalah orang yang hatinya keras.” (H.R. At-Tirmidzi). .
Tentang kalimat:
“Segala puji bagi Aliah Tuhan semesta
alam”, . sebagaimana dinyatakan dalam hadis Nabi saw.:
“Ucapan yang paling disukai Allah ada
empat, yaitu: ‘Subhaanallaah’, ‘walhamdu lillaah’, ‘wa laa ilaaha illallaah’,
‘wallaahu akbar’ dan boleh saja kamu mulai membacanya dari mana pun.” (H.R.
Muslim dan An-Nasai).
Dalam hadis lain Nabi bersabda:
“Ucapkanlah ‘Laa ilaaha illallaah
wallaahu akbar’, ucapkanlah:. ‘Subhaanallaah walhamdu lillaah’ dan ucapkanlah
“Tabaarakallaah’.
Maka sesungguhnya kelima kalimat ini
tiada sesuatu pun yang menandinginya.” (H.R. Ibnu Sharshari).
Adapun mengucapkan “Bismillaahir
rahmaanir rahiim” apabila memulai sesuatu perbuatan, Abu Hurairah r.a. berkata,
Rasulullah saw. bersabda:
“Setiap perkara yang mempunyai tingkah
yang baik, jika tidak dimulai dengan menyebut asma Allah, maka perkara itu
terputus (tidak membawa berkah).” (H.R. Ibnu Hibban). ‘
Adapun mengucapkan ‘Astaghfirullaahal
‘azhiim wa atuubu ilaihi’, apabila terlanjur berbuat dosa. Anas bin Malik r.a.
berkata, Rasulullah saw. bersabda:
“Apakah aku perlu memberitakan kepadamu
penyakitmu dan obat ‘ untukmu? Sesungguhnya penyakitmu adalah dosa-dosa, dan
obat untukmu adalah istigfar.” | (H.R. Ad-Dailami).
Pada hadis lain, Ibnu Abbas r.a.
menyatakan, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa yang membiasakan istigfar,
maka Allah menjadikan baginya keluar dari setiap kesempitan, terbuka dari
setiap kesusahan, dan Dia memberi rezeki kepadanya dengan tidak
disangka-sangka.” (H.R. Imam Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Dari Abu Bakar r.a. juga, dari Nabi saw.,
beliau bersabda:
“Kamu harus selalu membaca ‘Laa ilaaha
illallaah’ dan istigfar, perbanyaklah itu, karena sesungguhnya iblis berkata:
Aku telah merusak manusia dengan dosa-dosa, namun mereka telah merusakku dengan
‘Laa ilaaha illallaah’ dan istigfar, ketika aku melihat hal itu, maka aku
merusak mereka dengan keinginan-keinginan nafsunya, dan mereka menduga bahwa
mereka mendapatkan petunjuk.” (H.R: Imam Ahmad dan Abu Ya’!a).
Al-Faqiih Abu Laits berkata: “Barangsiapa
yang memelihara tujuh kalimat, maka di sisi Allah dan para malaikat-Nya, dia
adalah orang yang mulia, dan Allah mengampuni dosa-dosanya, walaupun keadaan
dosa itu laksana buih lautan, dia akan menemukan manisnya taat, dan keadaan
hidup serta matinya menjadi kebaikan.” Kalimat tersebut adalah:
1.Ketika memulai sesuatu dia membaca
Basmalah.
2.Ketika selesai melakukan sesuatu, dia
membaca Hamdalah.
3.Ketika terlanjur mengucapkan perkataan
yang tidak berguna, dia membaca Astaghfirullah.
4.Jika dia ingin melakukan sesuatu, dia
mengucapkan insya Allah.
Jika dia ditimpa suatu perbuatan yang
tidak disukai, dia mengucapkan ‘Laa haula wa laa quwwata illaa billaahil
‘aliyyil ‘azhiim’.
Manakala terkena musibah, dia mengucapkan
‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’.
Pada waktu malam dan siang, lisannya
senantiasa membaca kalimat ‘Laa ilaaha illallaah Muhammadur rasuulullaah’.
10. Lima Nasihat dari Kitab Taurat
Dari Al-Hasan Al-Bashri -semoga Allah
memberi rahmat kepadanya-, dia berkata:
“Ditulis dalam kitab Taurat lima huruf,
yaitu sesungguhnya kecukupan berada dalam qanaah, sesungguhnya keselamatan
berada dalam ‘Uzlah, sesungguhnya kehormatan berada dalam meninggalkan syahwat,
sesungguhnya kenikmatan berada dalam hari-hari yang panjang, dan sesungguhnya
kesabaran berada dalam hari-hari yang sedikit.”
Qanaah, ialah puas dengan bagian dari Allah,
dan tetap seperti itu jika tidak mendapat sesuatu yang diharapkan. Uzlah, ialah
sengajz mengasingkan diri dari pergaulan manusia. Sedangkan sabar di sini,
ialah ketabahan dalam menanggung beban selagi menunaikan perintah agama,
dirundung musibah dan beban selagi menghindari larangan agama.
11. Jaga Lima Sebelum Datang Lima
Dari Nabi saw., beliau bersabda:
“Ambillah kesempatan yang lima, sebelum
(datang) yang lima: Masa mudamu sebelum datang masa tuamu: Sehatmu sebelum
sakitmu, Kayamu sebelum fakirmu, Hidupmu sebelum matimu: Dan masa senggangmu
sebelum kesibukanmu.” (H.R. Al-Hakim dan Al-Baihaqi).
Hadis di atas menerangkan lima kesempatan
yang baik, yang harus kita pergunakan sebelum datangnya lima perkara, yaitu:
Masa muda sebelum masa tua, yaitu kita
harus taat ketika kita masih kuat sebelum datang masa tua kita.
Sehat sebelum sakit, yaitu kita
rnelakukan amal saleh ketika kita sehat, sebelum datang sakit.
Kaya sebelum fakir, yaitu kita melakukan
sedekah dengan perkara yang selebihnya dari keperluan orang yang harus kita
beri nafkah,
sebelum datang musibah yang merusak harta
kita, maka jika kita tidak bersedekah dengan hal itu, niscaya kita menjadi
orang yang fakir di dunia dan akhirat.
Hidup sebelum datang kematian, yaitu kita
harus menjadikan sesuatu yang bermanfaat setelah kita mati, karena sesungguhnya
orang yang telah mati itu terputus segala amalnya.
Waktu senggang sebelum datang kesibukan,
yakni jadikanlah keuntungan masa libur kita di dunia ini, sebelum kita sibuk
dengan ketakutan-ketakutan pada hari Kiamat yang tempat pertamanya adalah
kubur.
12. Lima Dampak Buruk dari Kenyang
Dari Yahya bin Mu’adz Ar-Raazi -semoga
Allah memberi rahmat kepadanya-:
“Barangsiapa yang banyak kenyangnya, maka
banyak dagingnya, barangsiapa yang banyak dagingnya, maka besar syahwatnya:
barangsiapa yang besar syahwatnya, maka banyak dosanya: barangsiapa yang banyak
dosanya, maka keras hatinya: dan barangsiapa yang keras hatinya, maka dia
tenggelam dalam bahaya-bahaya dunia dan hiasannya.”
Barangsiapa yang banyak kenyangnya, maka
banyak dagingnya. Berbeda dengan orang yang banyak makan sebab ketajaman zikir.
Hal ini tidak akan membahayakan, karena sebagian dari para wali, tarekatriya
adalah banyak makan, karena cepat tercernanya makanan dengan panasnya bekas
zikir. Sesungguhnya bekas zikir itu laksana api, berbeda dengan bekas salawat
kepada Nabi, yaitu sejuk.
Siapa saja yang banyak dagingnya, maka
besar syahwatnya. Sedang perkara yang dapat memadamkan syahwat adalah lapar.
Orang yang banyak syahwatnya, maka banyak dosanya, karena syahwat dapat
menghalanginya dari Allah swt. Orang yang banyak dosanya, pasti keras hatinya,
sehingga tidak dapat menerima nasihat-nasihat. Barangsiapa yang keras hatinya,
maka dia tenggelam ke dalam bahaya dunia dan hiasannya.
13. Lima Pilihan Orang Fakir dan Orang
Kaya
Sufyan Ats-Tsauri berkata:
“Orang-orang yang fakir memilih lima dan
orang-orang yang kaya memilih lima. Orang-orang fakir memilih ketenteraman
jiwa, kesenggangan hati, mengabdi kepada Tuhan, ringan hisab, dan derajat yang tinggi.
Sedangkan orang-orang yang kaya memilih lelah jiwa, sibuk hati, penghambaan
pada dunia, beratnya hisab dan derajat yang rendah.”
Tentang kesenggangan jiwa dan hati, Nabi
bersabda:
“Ya, Allah, sesungguhnya aku memohon
kepada Engkau kehidupan yang mulia dan hati yang tenteram.”
Orang hartawan selalu resah dan gelisah,
karena selalu mengurus dan memikir hartanya, karena itu, ia telah mengabdi pada
dunia. Hisabnya juga akan berat, terutama yang menyangkut harta bendanya. Dia
akan dimintai pertanggungjawaban secara mendetail sampai hal-hal yang
sekecil-kecilnya, karena itu, ia akan merasa tersiksa karena menghadapi hisab
tersebut.
Orang hartawan memilih derajat yang hina,
sebab derajat keduniaan akan tidak berarti jika dibanding derajat akhirat.
14. Lima Obat Hati .
Dari Abdullah Al-Anthaki -semoga Allah
merahmatinya katanya:
Lima macam obat hati, yaitu: Bergaul
dengan orang-arang saleh, membaca Alqur-an, melaparkan perut, salat di malam
hari, dan bersembah sujud di waktu menjelang Subuh.”
Lima perkara termasuk obat hati ketika
hati keras, yang lima diambil dari perkataan Sayid Jallil Ibrahim Al-Khawas,
sebagaimana yang telah dikemukakan An-Nawawi dalam kitab At-Tibyan. Sebagian
ulama menambah yang lima ini dengan perkara-perkara yang banyak, tetapi sebagian
dari perkara-perkara tersebut dimasukkan pada yang lainnya. Lima perkara itu
adalah:
Bergaul dengan orang-orang yang saleh,
yaitu dengan cara menghadiri majelis-majelis dan cerita orang-orang saleh, juga
di dalamnya termasuk diam dan menjauhi orang-orang yang tenggelam dalam
kesalahan (kebatilan).
Membaca Alqur-an disertai menafsirkan
maknanya dalam kehidupan sehari-hari.
Mengosongkan perut dengan cara mengambil
sedikit saja dari yang halal, karena sesungguhnya makan yang halal itu
merupakan pokok segalanya, sehingga akan menyinari hati, maka cermin mata hati
akan menjadi bersih dari karat yang menyebabkan hati menjadi keras. Dalam
sebuah hadis marfu’ dikatakan
“Tiga perkara akan menjadikan hati
menjadi keras, yaitu suka makan, suka tidur dan suka istirahat.”
Salat malam, yaitu salat sunah setelah
bangun tidur di malam hari.
Bersembah sujud di waktu menjelang Subuh,
karena dalam waktu ini terdapat ketenangan dan di sinilah waktu diturunkan
rahmat dari Allah swt.
15. Lima Sasaran Pemikiran
Dari jumhur ulama:
“Sesungguhnya pemikiran itu pada lima
sasaran: Berpikir tentang bukribukti kebesaran Allah, hal ini dapat menimbulkan
tauhid dan yakin, Berpikir tentang anugerah-anugerah Allah, hal ini dapat
menimbulkan mahabbah dan syukur: Berpikir tentang janji-janji Allah, hal ini
menimbulkan kecintaan hari Akhirat: Berpikir tentang ancaman Allah, hal ini
menimbulkan rasa gentar bermaksiat, Dan berpikir tentang . kekurangan diri
sendiri dalam mengabdi, padahal terlalu banyak Allah telah memberi kebaikan,
hal ini akan membuahkan rasa malu terhadap Allah. “
Sayidina Ali -kartamallaahu
wajhahuberkata: “Tidak ada ibadah (yang lebih sempurna) seperti berpikir.”
Sebagian orang yang makrifat mengatakan:
“Bertafakur itu lampu hati, jika dia hilang, maka hatinya tidak bersinar.”
Dalaim “sebuah ‘hadis dikatakan:
“Berpikir satu jam, lebih baik daripada
ibadah enam puluh tahun.”
Syekh Al-Hafni berkata: “Berpikir
mengenai perkara-perkara yang diciptakan Allah, sakratulmaut, siksa kubur dan
ketakutan-ketakutan pada hari Kiamat, itu lebih baik daripada banyak beribadah,
karena dengan cara itu kebaikan akan menjadi teratur.”
Khalik Ar-Rasyidi berkata: “Tafakur
(berpikir) tidak akan berhasil, selain dengan senantiasa berzikir dengan ucapan
yang disertai hati, sehingga zikir tetap berada dalam hatinya. Keberhasilan
kedudukan ini menunggu kemakrifatannya, karena jika tidak makrifat kepada
Allah, bagaimana zikirnya itu akan bisa tetap berada dalam hati dan lisannya.”
Makrifat, sebagaimana yang telah
dikemukakan oleh Ibrahim, ialah kenaikan, yakni menetapkan Yang Maha Benar di
atas segala yang dikuasainya serta Dia itu berbeda dengan segala yang
dipahamkan. Objekobjek tafakur itu banyak, berbagai bukti kebesaran Allah
adalah merupakan sasaran (objek) pemikiran yang paling mulia. Dimaksudkan di
sini, adalah berpikir tentang berbagai keajaiban dalam titah-titah Allah,
bukti-bukti kekuasaan Allah, baik batiniah maupun lahiriah dalam segala benda
yang tersebar di jagad raya ini, juga berpikir tentang berbagai keistimewaan
yang ada dalam diri kita masing-masing. Allah berfirman:
“Perhatikanlah apa yang ada di langit dan
bumi.” (Q.S. Yunus: 101).
Allah swt. juga berfirman:
“Dan di bumi terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri.
Maka apakah kamu tada memperhatikan?” . (Q.S. Adz-Dzaariyat: 20-21).
Dengan bertafakur pada ayat-ayat Allah,
maka akan melahirkan tauhid dan yakin. Tafakur semacam ini akan menambah
kemakrifatan kepada Zat Allah, sifat-sifat dan nama-nama-Nya. Allah swt. berfirman:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka
tanda-tanda (kekuasaan) Kami di setiap penjuru dan pada diri mereka sendiri,
sehingga jelas bagi mereka bahwa Alqur-an itubenar.” ”—(.S. Fushshilat: 53).
Selanjutnya, yakin yang merupakan buah
pemikiran itu sendiri akan menghasilkan kegunaan lagi, antara lain: Tenteram
dalam mengharapkan janji Allah, mantap terhadap jaminan Allah, menghadapkan
seluruh minat dirinya kepada Allah dengan menghindari segala sesuatu yang dapat
memalingkannya dari Allah dan kembali kepada Allah dalam segala halnya, dan
akhirnya mencurahkan segala kemampuan untuk mencapai rida Allah.
Adapun berpikir tentang anugerah-anugerah
Allah, adalah sebagaimana ditunjukkan oleh ayat-ayat berikut:
“… maka ingatkan nikmat-nikmat Allah,
agar kalian beruntung.” (Q.S. Al-A’raf: 69).
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah,
tidaklah kamu dapat menghitungnya.” | (Q.S. Ibrahim: 34).
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu maka
dari Allah-lah (datangnya).” (Q.S. An-Nahl: 53).
Dengan berpikir semacam ini, maka cinta
dan syukur, yaitu buah . dari tafakur ini akan menimbulkan kecintaan kepada
Allah dan bersyukur kepada-Nya lahir-batin, sebagaimana Dia mencintai dan
meridai kita.
Berpikir tentang janji-janji Allah,
maksudnya ialah janji-janji-Nya yang berhubungan dengan berbagai amal perbuatan
yang menjadi kegemaran para kekasih Allah, juga berbagai amal perbuatan yang
dijanjikan sebagai sumber kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dalam hal ini Allah
berfirman:
“Maka, apakah orang-orang yang beriman
seperti orang yang fasik (kafir)? Mereka tidak sama.” (Q.S. As aidah 18).
“Adapun orang yang memberikan (hartanya
di jalan Allah) dan bertakwa serta membenarkan adanya pahala yang terbaik (
surga), maka kelak Kami akan menyiapkan baginya yang mudah.” . (Q.S. Al-Lail:
5-7)
“Dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang beramal saleh,
bahwa Dia sungguhsungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana
Dia
)telah menjadikan orang-orang sebelum
mereka berkuasa.” -:. (Q.S. An-Nuur: 55):
Juga Allah swt. berfirman:
“Sesungguhnya mereka yang banyak
berbakti, benarbenar berada di dalam surga yang penuh nikmat.” (Q.S.
Al-Infithar: 13).
Berpikir seperti ini, maka akan
menimbulkan cinta pada akhirat. Buah tafakur ini, adalah mencintai orang-orang
bahagia, beramal seperti amalamal mereka, dan berakhlak seperti akhlak-akhlak
mereka.
Berpikir tentang ancaman-ancaman Allah
swt. dengan jalan menjauhi akhlak-akhlak yang disifati oleh Allah kepada
musuh-musuh-Nya dan perkara-perkara yang telah disiapkan oleh-Nya untuk mereka,
yaitu siksa dan bencana Allah SWT, berfirman:
“Pan sesungguhnya orang-otang yang
durhaka, benar-benar berada dalam neraka.” (Q.S. Al-Infithar: 14).
Allah swt. juga berfirman:
“Maka, masing-masing (mereka itu) Kami siksa
disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya
hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang
mengguntur dan di antara mereka ada yang kami benamkan ke dalam bumi, dan di
antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak
menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Q.S.
Al-Ankabut: 40).
Berpikir seperti ini akan melahirkan
takut berbuat maksiat kepada Allah swt.
Tentang berpikir mengenai kekurangan diri
sendiri dalam taat kepada Allah, padahal Dia telah banyak memberikan anugerah,
maka ditunjuk-. kan oleh firman Allah:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 56).
Allah swt. juga berfirman:
“Maka, apakah kamu mengira, bahwa
sesungguhnya Kami, menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kalian
tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Q.S. Al-Mukminun: 115).
Berpikir dalam sasaran tersebut akan
melahirkan rasa malu, maksudnya akan menambah rasa takut kepada Allah swt.,
sehingga menyalahkan diri sendiri dan mencacinya, menjauhi kelalaian dan
menggiatkan ibadah.
Selain itu, sebagian dari objek berpikir
itu adalah berpikir tentang ilmu dan pandangan Allah. Allah swt. berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat
kepadanya daripada urat lehernya.” —(Q.S. Qaaf: 16).
Pada ayat lainnya Allah swt. berfirman:
“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu
berada. Dan Allah Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Hadiid: 4).
Selain itu Allah swt. berfirman: –
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa
sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi?
Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang
keempatnya.” (Q.S. Al-Mujaadilah: 7).
Buah dari berpikir ini ialah melahirkan
perasan malu dilihat oleh Allah, jika melakukan perkara yang dilarang-Nya. Di
antara objek berpikir adalah berpikir mengenai dunia ini, kesibukan-kesibukannya
dan hilangnya kesibukan-kesibukan tersebut. Selain itu, juga berpikir mengenai
akhirat, kenikmatan dan kekekalannya. Allah swt. berfirman:
“Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu, supaya kamu berpikir, tentang dunia dan akhirat.” (Q.S.
Al-Bagarah: 219-220).
Pada ayat lain terdapat firman Allah
Swt.:
“Tetapi kalian (orang-orang kafir)
memilih kehidupan duniawi, padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih
kekal.” — (QS. Al-A’la: 16-17).
Selain itu Allah swt. juga berfirman:
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini,
melamkan senda gurau dan mainmain. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang
sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (Q.S. Al-Ankabut: 64).
Sasaran pemikiran lain lagi, ialah
memperhatikan saat datang kematian, terjadi kerugian dan penyesalan jika tidak
semaksimal mungkin dalam memanfaatkan kesempatan hidup. Sasaran ini dapat
membuahkan berkurang lamunan yang bukan-bukan, untuk selanjutnya memperbanyak
amal saleh dan lebih gigih lagi dalam menghimpun bekal menuju akhirat. Dalam
masalah kematian ini, Allah berfirman:
“Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang
kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu,
kematian kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui yang gaib dan yang
nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan’.” (Q.S.
Al-Jumuah: 8),
“Hai, orang-orang yang beriman, janganlah
harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa
yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Q.S.
Al-Munafiqun: 9).
Di dalam ayat 11 surah yang sama,
disebutkan:
“Dan Allah sekali-kali tidak akan
menangguhkan (kematian) seseorang, apabila telah datang waktu kematiannya…”
Dalam pelaksanaan pemikiran-pemikiran
pada kerangka sasaran di atas, hendaklah mencanangkan juga petunjuk-petunjuk
ayat, hadis maupun atsar.
Supaya disingkiri adanya pemikiran yang
menyangkut Zat dan sifat Allah, juga pemikiran tentang proses terjadinya
hakikat yang seperti itu. Dalam suatu hadis, Nabi bersabda:
“Berpikirlah kalian tentang tanda-tanda
kebesaran Allah, dan jangan berpikir tentang Zat Allah, karena kalian tidak
akan mampu mengetahui kedudukan yang sebenarnya.”
16. Lima Jenjang untuk Menggapai
Ketakwaan yang Sempurna
Dari sebagian bukama rahimakumullah:
“Di hadapan takwa ada lima jenjang, siapa
yang berhasil melintasi seluruhnya, maka dia memperoleh ketakwaan yang
sempurna, yaitu: Pertama memilih kesukaran atas kenikmatan: Kedua memilih
kesungguhan atas kebebasan, Ketiga memilih kelemahan atas keperkasaan, Keempat memilih
diam atas bicara yang tidak berguna, Kelima memilih maut atas kehidupan.”
Di hadapan takwa terbentang lima jenjang,
seperti jalan-jalan di atas bukit. Barangsiapa yang dapat melewati jenjang
tersebut, maka dia memperoleh ketakwaan yang sempurna, yaitu dengan cara
meninggalkan perbuatan yang dikehendaki nafsu dan menjauhi larangan Allah swt.:
Memilih kesukaran atas kenikmatan, yaitu
dengan cara memilih beban ibadah untuk meninggalkan segala sesuatu yang
menyenangkan.
Memilih kesungguhan atas kebebasan,
maksudnya kesungguhan dalam beribadah dengan cara meninggalkan kesenangan
dunia.
Memilih kelemahan atas keperkasaan, yaitu
bersikap tawadhu’.
Memilih diam atas kelebihan bicara, yaitu
meninggalkan ucapan yang di dalamnya tidak mengandung kebaikan.
Memilih maut atas kehidupan.
Menurut pandangan ahli Allah, maut adalah
mengekang keinginan nafsu. Barangsiapa keinginan nafsunya mati, maka dia hidup.
Maut terbagi empat bagian:
Maut merah, yaitu menentang ajakan hawa
nafsu.
Kematian putih, yaitu perut lapar, karena
lapar itu dapat menerangi batin dan memutihkan hati nurani: Barangsiapa tidak
pernah kenyang, maka hiduplah kecerdasannya.
Kemarian hyau, yaitu memakai pakaian
usang penuh tambalan yang telah afkir dan tidak berharga, demi memenuhi sikap
zuhud dan qanaah.
4. Kemauan hitam, yaitu memikul
penderitaan dari perbuatan orang lain yang disebut Fanaa billah (merasa lenyap
dirinya, karena tenggelam kepada Allah), yaitu menyadari penderitaan itu pada
hakikatnya berasal dari Allah swt., sebab melihat lenyapnya semua perbuatan
tenggelam dalam perbuatan yang sangat dicintainya.
17. Lima Pelindung dari Lima Perkara
Dari Nabi saw.:
“Munajat dapat melindungi
rahasia-rahasia, sedekah dapat melindungi harta, ikhlas dapat melindungi amal
perbuatan, kejujuran dapat melindungi ucapan, dan musyawarah dapat melindungi
pendapatpendapat.”
Munajat dapat melindungi rahasia-rahasia,
sedang menyimpan rahasia itu menjadi sebab terpenting untuk mencapai
kesuksesan. Dalam sebuah hadis Nabi saw. bersabda:
“Mainta bantuanlah dengan merahasiakan
untuk meraih keperluan-keperluan, karena sesungguhnya bagi setiap orang yang
memperoleh kenikmatan, ada orang yang hasud.”
Tentang sedekah dapat melindungi harta,
seperti riwayat dari Abu Darda’ dan Nabi saw., sabdanya:
“Tiada hari yang telah terbenam
mataharinya, melainkan ada dua malaikat yang menyeru atau mendoakan: ‘Ya,
Allah, berilah pengganti bagi orang yang menginfakkan dan berilah kerugian
kepada orang yang menahan’.
Sehubungan dengan hal itu telah
diturunkan ayat Alqur-an: ‘Adapun orang yang memberikan hartanya di jalan
Allah, bertakwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami
akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. (Q.S. Al-Lail: 5-7)’.”
Tentang ayat ini, Ibnu Abbas r.a.
berkata: Siapa yang memberikan sedekah sesuai dengan yang diperintahkan dan
bertakwa dalam menangani apa yang ada, serta membenarkan adanya pengganti dari
apa yang telah diberikannya itu, maka Allah akan mempersiapkannya menuju tempat
yang penuh dengan kesenangan.
Adapun keikhlasan sebagai pelindung amal
perbuatan, maka perlulah kiranya diketahui tingkat-tingkat keikhlasan tersebut:
Tingkat tertinggi, yaitu memurnikan amal
perbuatan dari campuran makhluk, dalam arti melakukan ibadah semata-mata dengan
menjunjung tinggi perintah Allah dan memenuhi hak pengabdian, tanpa ada maksud
mencari jasa dari sesama manusia, baik berupa simpati, pujian, sumbangan
materiil maupun yang lain.
Tingkat menengah, yaitu melakukan sesuatu
karena Allah, dengan maksud agar memperoleh imbalan di akhirat, misalnya
dijauhkan dari neraka, dimasukkan surga dan menerima berbagai kenikmatan di
surga.
Tingkat terendah, yaitu melakukan sesuatu
karena Allah, dengan maksud agar memperoleh imbalan duniawi, semacam lapang
rezekinya, tertolaknya berbagai mara bahaya dan sebagainya.
Kejujuran dapat melindungi ucapan, karena
orang yang berdusta tidak dapat diterima ucapannya, baik oleh Allah maupun di
depan manusia. Dalam hal ini Ibnu Abbas mengatakan mengenai firman Allah swt.:
“Dan jaganlah kamu. mencampuradukkan yang
hak dengan y yang baca.” (Q.S. Al-Baqarah: 42).
Maksudnya, tidak mencampuradukkan ucapan
yang benar dengan yang bohong. Sagian hukuma mengatakan!
“Membasi lebih baik daripada dusta dan
kejujuran lisan itu awal dari kebahagiaan.”
Sebagian pujangga mengatakan:
“Orang yang jujur dilindungi dan disukai,
sedangkan orang yang bohong ucapannya direndahkan dan dihinakan”
Tentang musyawarah, Nabi bersabda:
“Musyawarah itu benteng penangkal
penyesalan, juga pengaman dari cercaan.”
“Sebaik-baik gotong royong adalah
musyawarah, dan seburuk-buruk persiapan adalah kesewenang-wenangan.”
18. Lima Perkara Tercela dan Lima Perkara
Terpuji Sehubungan dengan Harta
Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya terdapat lima perkara
tercela dalam kegiatan pengumpulan harta, yaitu sengsara dalam mengumpulkan,
terlupa mengingat Allah dalam mengelola harta, khawatir perampokan dan
pencurian, karena harta, maka seseorang dapat disebut kikir dan demi harta,
maka seseorang dapat berpisah dari orang-orang saleh. Dan terdapat lima perkara
terpuji dalam melepas harta, yaitu kesenggangan diri dari kesibukan mencarinya,
karena tidak mengelola harta, maka banyak kesempatan untuk mengingat Allah,
aman dari perampokan dan pencurian, karena melepas harta, maka seseorang dapat
disebut orang mulia dan karenanya pula, maka orang dapat bersahabat dengan
orang-orang saleh,” .
Segolongan orang-orang fasih berkata:
“Kemurahan seseorang itu dapat membuatnya
dikasihi oleh lawanlawannya, sedang kekikiran seseorang dapat membuatnya
dibenci oleh putra-putrinya.”
Kata mereka pula:
“Sebaik-baik harta adalah yang dapat
membuat orang merdeka dikuasainya dan sebaik-baik amal adalah yang berhak
disyukuri.”
19. Tiada Harta Tanpa Dibarengi Lima Hal
Tercela Dari
Sufyan Ats-Tsauri r.a.:
“Pada zaman ini, tiada harta pada
seseorang, melainkan dibarengi oleh lima hal tercela, yaitu: Lamunan melantur,
tamak yang menguasainya, kikir yang sangat, menipisnya wira’i, dan lupa
akhirat.”
Dalam mengumpulkan harta pada zaman ini,
terdapat lima sifat yang tercela, yaitu:
Menantikan perkara yang sulit diperolehnya.
Dikuasai oleh sifat tamak. Orang yang
mencintai dunia dicela, sedangkan orang yang mencari kelebihannya dikritik.
Mencintai dunia dikhususkan pada segala hal yang melewati batas keperluan,
sedangkan kelebihan dunia ialah merasa gembira dengan segala hal yang melebihi
ukuran keperluannya. Nabi saw. bersabda:
“Tidak termasuk yang lebih baik di antara
kamu, orang yang meninggalkan dunia karena akhirat saja, begitu pula orang yang
meninggalkan akhirat karena dunia saja. Tetapi yang lebih baik di antara kamu
adalah orang yang mengambil ini dunia dan ini akhirat (pertengahan).”
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa
sesungguhnya beliau bersabda:
“Sebaik-baik tunggangan adalah dunia,
maka naikilah ia, ia akan menyampaikan kamu ke akhirat.”
Ali bin Abi Thalib “karramallahu
wajhahu-mengatakan:
“Dunia itu tempat kebenaran bagi orang
yang membenarkannya, tempat keselamatan bagi orang yang memahaminya dan tempat
kecukupan bagi orang yang menjadikannya sebagai bekal.”
Dikuasai oleh kekikiran.
Hilang sifat waraknya. Warak ialah
menjauhi perkara-perkara ydng subhat, karena takut jatuh ke dalam
perkara-perkara yang haram. Menurut pendapat lain, warak ialah selalu melakukan
amal yang baik.
Lupa pada akhirat. Seorang penyair
menyatakan:
Wahai, peminang dunia untuk diri sendiri
sungguh menjadi kekasihnya di setiap
hari. Dunia minta agar suami segera menikahi
dan sebenarnya ia telah digauli.
Di tempat lain ia punya ganti suami
Aduhai, dunia pun menerima para
peminangnya,
tiada lain untuk membunuh mereka
dan mereka pun terbunuh semua
Sungguh aku telah tertipu
dan sungguh petaka menjebak diriku
sedikit demi sedikit
Himpunlah bekal untuk mari
bekal, sungguh bekal!
Karena pengundang telah menyeru
Berangkarlah, ayo berangkat
20. Tergesa-tergesa adalah Dari Setan,
Kecuali dalam Lima Perkara
Dari Hatim Al-Asham r.a., dia berkata:
“Terpesa-gesa itu dari setan, selain
dalam lima tempat, maka sesungguhnya tergesa-gesa dalam hal itu termasuk sunah
Rasulullah saw., yaitu: Memberi makan kepada tamu, jika menginap, mengurusi
mayat orang yang mati, mengawinkan anak perempuan jika telah balig: membayar
utang jika telah jatuh tempo pembayarannya, dan tobat dari dosa jika terlanjur
mengerjakannya.”
Bergegas-gegas dalam segala perkara itu
timbul dari setan, namun tergesa-gesa dalam lima tempat termasuk sunah
Rasulullah saw., yaitu:
Memberi makan kepada tamu dengan makanan
seadanya, jika tamu telah datang. Abu Hurairah r.a. mengatakan, bahwa
sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa yang memberi makan kepada
saudaranya yang muslim dengan makanan seleranya, maka Allah swt. mengharamkan
dia ke neraka.”
Pada hadis lain diriwayatkan dari
Abdullah bin Amr bin Al-Ash r.a., bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa yang memberi roti saudaranya
yang muslim hingga merasa kenyang dan memberi air hingga merasa segar, maka
dijauhkan dari neraka -yang jarak antara keduanyatujuh parit, jarak tiap parit
ke parit yang lain adalah perjalanan tujuh ratus tahun.”
(H.R. An-Nasai, Ath-Thabrani, Al-Hakim
dan Al-Baihagi).
Mengurusi mayat, yaitu memandikan,
mengafani, menyalati dan menguburkan jika yakin telah mati. Diriwayatkan, bahwa
sesungguhnya Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya imbalan orang mukmin yang
diberikan pertama kali setalah ia mati, ialah diampuninya dosa seluruh orang
yang mengantarkan jenazahnya.” (H.R. Al-Baihaqi).
Pada hadis lain diriwayatkan, bahwa
sesungguhnya Nabi saw. bersabda:
“Apabila seorahg warga surga meninggal
dunia, maka Allah merasa malu menyiksa orang yang memikul jenazahnya, orang
yang mengantarkan jenazahnya dan orang yang menyalatinya.”
(H.R. Ad-Dailami).
Tergesa-gesa mengawinkan anak perempuan
jika telah balig.
Dari Aisyah r.a., bahwa sesungguhnya
Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa mengawinkan anak
perempuannya, maka Allah memakaikan mahkota kepadanya dengan mahkota
raja-raja.” (H.R. Ibnu Syahin).
Membayar utang jika telah datang waktu
untuk membayarnya.
5, Bertobat, didapat dari riwayat Ibnu
Umar r.a., yang menyatakan bahwa la sempat menghitung, Rasulullah saw. dalam
satu majelis mengucap. kan seratus kali sebagai berikut:
“Wahai, Tuhanku, ampunilah aku dan
terimalah tobatku, sesungguhnya Engkau Tuhan Yang Maha Menerima tobat dan Maha
Pengampun.” (H.R. Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Abu Dawud).
21. Lima Perkara Penyebab Iblis Celaka
dan Lima Hal Penyebab Adam a.s. Bahagia
Muhammad bin Dauri
-rahimahullah-berkata-:
“Iblis celaka sebab lima perkara, yaitu
tidak mengakui dosa, tidak bersedih, tidak mencela dirinya sendiri, tidak
mengazam berniat tobat, dan putus asa dari rahmat Allah. Sedangkan Adam a.s.
bahagia karena lima perkara, yaitu mengakui dosa, menyesali atas dosanya,
menyalahkan dirinya sendiri, segera bertobat dan tidak putus asa dari rahmat
Allah.”
Nabi Adam a.s. bahagia karena mengakui
dosanya, sebagaimana dalam pengakuan beliau termuat dalam sebuah ayat Alqur-an:
“Wahai, Tuhan kami, kamu telah berbuat
zalim serhadap dm kami sendiri, jika Engkau tidak mengampuni kami, dan tidak
memberi rahmat kepada kami, niscaya kamu termasuk orang-orang yang merugi.”
Dari Aisy r.a.: 250
“Sesungguhnya hamba, jika mau mengakui
dosanya kemudian bertobat, maka Allah berkenan menerima tobatnya.” (H.R.
Al-Bukhari dan Muslim).
Dari riwayat Abdullah bin Mas’ud,
mengatakan: Nabi saw. “bersabda:
“Barangsiapa berbuat kesalahan atau
berbuat dosa, kemudian menyesalinya perbuatan itu, maka penyesalan itulah
tebusannya.” . (H.R. Al-Baihaqi).
22. Lima Pegangan yang Harus Dipatuhi
Dari guru Syekh Hatim Al-Asham, yaitu
Syaqiq Al-Balkhi mengatakan:
“Laksanakanlah lima perkara ini:
beribadalah kepada Allah sebanyak apa yang kamu perlukan dari-Nya: berdosalah
kepada Allah sejauh kamu mampu memikul siksa-Nya: Himpunlah bekal di dunia
sebanyak usiamu di dunia, dan berbuatlah derni surga, seukur kedudukan surga
yang kamu kehendaki.”
Warga surga itu bertingkat-tingkat,
sesuai dengan banyak-sedikit amal kebajikannya. Untuk yang tertinggi
kebajikannya, maka tingkatan surganya juga paling tinggi.
Dalam kesempatan lain Syaqiq Al-Balkhi
mengatakan: “Saya mencari lima hal, kemudian saya temukan pada lima perkara,
yaitu: Saya mencari kesanggupan meninggalkan dosa, lalu saya temukan pada salat
Dhuha: saya mencari pancaran sinar dalam kubur, lalu saya temukan pada salat
Lail (salat malam): saya mencari jawaban terhadap Mungkar dan Nakir, kemudian
saya temukan pada pembacaan Alqur-an, saya mencari kemampuan melintasi titian,
lalu saya temukan pada puasa dan sedekah: dan saya mencari teduhan Arasy,
ternyata saya temukan dalam mengasingkan diri.
Syaqiq Al-Balkhi ialah anak seorang
hartawan. Dalam suatu perjalanan siaganya ke Turki, sempat memasuki sebuah
rumah penyembahan berhala. Di samping banyak terdapat berhala, diketahui juga
banyak pendeta yang berkepala gundul dan tidak berjenggot. Kepada seorang
pelayan di situ Syagig berkata: “Anda diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Hidup,
Maha Mengetahui dan Maha Kuasa. Sembahlah kepada-Nya, tidak perlu lagi
menyembah pada berhala-berhala yang tidak berbahaya juga tidak berguna!” Dengan
diplomatis pelayan itu menjawab: “Jika benar, apa yang kamu katakan, bahwa
Tuhan Maha Kuasa memberi rezeki kepadamu di negerimu sendiri, mengapa Tuan
dengan susah payah datang kemari untuk berniaga?” Maka terketuklah hati Syagig
dan untuk selanjutnya menempuh kehidupan Zuhud.
Kisah lain tentang kezuhudan Syagig,
menuturkan jalan cerita yang berbeda. Bermula dia melihat seorang hamba
bermain-main, sementara kehidupan perekonomian mengalami paceklik, yang melanda
manusia secara merata. Kepada hamba itu Syaqiq bertanya: “Apakah kerja Anda,
bukankah Anda tahu orang-orang sedang menderita karena paceklik?” Si hamba itu
menjawab: “Saya tidak mengalami paceklik, karena majikanku memiliki
perkampungan subur yang hasilnya mencukupi keperluan kami.” Di sinilah Syaqiq
mulai terketuk hatinya dan berkata: “Jika hamba tersebut tidak memikirkan
rezeki karena majikannya memiliki . perkampungan yang subur, toh si majikan itu
sendiri adalah makhluk yang melarat, maka bagaimana bisa patut jika orang
muslim memikirkan rezekinya, sedang Tuhannya Maha Kaya?”
23. Lima Hal Lebih Utama
Umar r.a. berkata:
“Aku melihat semua teman karib, maka aku
tidak melihat teman karib yang lebih utama daripada memelihara ucapan: aku
melihat semua pakaian, maka aku tidak melihat pakaian yang utama daripada wira,
aku melihat semua harta benda, maka aku tidak melihat harta benda yang lebih
utama daripada qanaah, aku melihat semua kebaikan, maka aku tidak melihat
kebaikan yang lebih utama daripada nasihat: dan aku melihat semua makanan, maka
aku tidak melihat makanan yang lebih lezat daripada sabar.”
Maksud dari perkataan Umar r.a. adalah:
Teman karib yang lebih utama adalah memeliharan lisan. Banyak perbedaan antara
orang yang diam karena menjaga ucapan bohong dan mengumpat dengan orang yang
diam agar diberi kehormatan oleh raja.
Pakaian yang lebih utama adalah takwa.
Menurut Ibrahim bin Adham, warak ialah meninggalkan setiap yang subhat,
sedangkan meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat disebut meninggalkan
kelebihan-kelebihan.
Rasullah saw. bersabda kepada Abi
Hurairah:
“Lakukanlah wira’i, maka anda menjadi
orang yang paling tinggi ibadahnya.”
Kekayaan paling utama adalah qanaah.
Qanaah adalah tidak melihat perkara yang tidak ada dan merasa cukup dengan
perkara yang ada dijelaskan oleh sabda Rasulullah saw.:
“Tadilah kamu orang yang warak, niscaya
menjadi orang yang palmg beribadah: jadilah kamu orang yang qanaah, niscaya kamu
menjadi orang yang bersyukur, cmtailah untuk orang lam apa-apa yang kamu Cintai
untuk dirimu sendiri, niscaya kamu menjadi orang mukmin yang paling sempurna,
berbuat baiklah dalam bertetangga dengan orang yang menjadi sempurna, berbuat
baiklah dalam bertetangga dengan orang yang menjadi tetanggamu, niscaya kamu
menjadi orang muslim yang sempurna: dan sedikitlah dalam tertawa, karena banyak
tertawa itu akan menjadikan hati mati.”
Kebaikan yang utama adalah
nasihat-nasihat, yaitu benar dalam perbuatan. Kebaikan terdiri atas dua macam,
yaitu pemberian dan makruf (kebajikan). Pemberian adalah berderma dengan
mengorbankan harta di jalan yang terpuji tanpa ada maksud agar diganti.
Rasulullih saw. bersabda:
“Hati tertarik karena cinta kepada orang
yang telah berbuat baik kepadanya dan membenci kepada orang yang telah berbuat
jelek kepadanya. “
Dengan “demikian, di dalam kebaikan itu
terdapat kerelaan manusia dan di dalam takwa terdapat kerelaan Allah swt.
Barangsiapa yang telah mengumpulkan keduanya, maka kebahagiaanya telah sempurna
dan nikmatnya telah meliputi.
Makruf (kebajikan) terdiri atas dua
macam, yaitu ucapan (manis ucapannya dan baik pribadinya) dan perbuatan
(memberikan penghormatan dan menolong orang yang tertimpa bencana).
Makanan yang paling lezat adalah sabar.
Sabar terdiri atas tiga rukun, yaitu menahan nafsu dan benci pada Qadha
(ketentuan), menahan ucapan dari ucapan yang jelek dan menahan anggota badan
dari ” menempeleng, merobek-robek saku, menjerit-jerit, mencoreng-coreng muka
dan meletakkan tanah di atas kepala.
Barangsiapa yang melakukan tiang-tiang
ini, maka dia memperoleh keutamaan Sabar, sedangkan sabar merupakan setengah
dari iman dan bencananya merupakan pemberian kebaikan semata. Sabar terdiri
atas beberapa bagian, yaitu sabar terhadap perkara yang diusahakan, sabar
terhadap perintah Allah swt. dan sabar terhadap larangan-Nya. Sabar terhadap
perkara yang tidak diusahakan dan menanggung takdir Allah.
24. Lima Perkara Terpuji yang Dikandung
oleh Zuhud
Dari segolongan hukama, katanya:
“Di dalam zuhud terdapat lima perkara
terpuji: Percaya penuh kepada Allah, terbebas diri dari sesama makhluk, tulus
ikhas dalam berbuat, kesanggupan memikul kezaliman dan kecukupan diri dengan
apa yang ada di tangan.”
Menurut sebagian hukama, zuhud itu mengandung
lima perkara terpuji, yaitu:
Berpegang teguh kepada Allah serta cinta
fakir. Seperti yang dikatakan Abdullah bin Al-Mubarak, Syagig Al-Balkhi dan
Yusuf bin Asbath: Salah satu tanda zuhud, yaitu tidak akan kuat zuhudnya selain
dengan berpegang teguh kepada Allah swt.
Terbebas diri dari sesama makhluk,
sebagaimana dikatakan oleh Abu Sulaiman Ad-Darani: Zuhud ialah meninggalkan
apa-apa yang melalaikan dari Allah swt.
Tulus ikhas dalam berbuat, sebagaimana
dikatakan oleh Yahya bin Muadz: Seseorang tidak akan sampai pada hakikat zuhud,
hingga padanya ada tiga perkara, yaitu amal tanpa iming-iming, ucapan tanpa
disertai perasaan tamak dan kemuliaan ‘tanpa kepangkatan.
Kesanggupan memikul kezaliman,
sebagaimana dipahami dari sabda Nabi saw.:
“Zuhud di dunia itu bukanlah mengharamkan
perkara yang halal dan bukan menyia-nyiakan harta, tetapi kezuhudan di dunia
itu janganlah kamu lebih berpegang teguh pada apa-apa yang ada di tanganmu dari
apa-apa yang ada di tangan Allah dan jika kamu ditimpa musibah, maka kamu lebih
suka andaikan musibah itu tetap ditimpakan kepadamu, karena memandang
pahalanya.” (H.R. At-Tirmidzi dan Ibnu
Majah).
Kecukupan diri dengan apa yang ada di
tangan, dikatakan oleh AlJunaidi, “Zuhud ialah mengosongkan hati dari perkara
yang tiada di tanganmu.”
Sufyan Ats-Tsauri berkata: “Zuhud di
dunia ialah pendek anganangan, bukan dengan makan yang kasar dan bukan pula
dengan memakai pakaian yang sejenis mantel, inilah yang termasuk dari
tanda-tanda zuhud dan sebab-sebab yang membangkitkannya. Jadi, orang yang zuhud
ialah orang yang tidak bergembira atas dunia atau harta yang dimilikinya dan
tidak berduka atas dunia atau harta yang tidak dimilikinya.”
25. Lima Perkara yang Menyesatkan
Sebagian ahli ibadah mengatakan dalam
munajatnya:
“Oh, Tuhanku, lamunan yang melantur telah
menipu aku, kecintaan terhadap duniawi telah merusak diriku, setan juga
menyesatkan jalanku, hawa nafsu pendorong kejahatan itu telah
menghalang-halangi aku dari kebenaran, dan teman yang jahat telah membantu aku
melakukan maksiat, maka tolonglah aku, wahai, Tuhan, penolong terhadap mereka
yang mohon pertolongan dan jika Engkau tidak memberiku rahmat, maka siapa lagi
selain Engkau yang dapat merahmati aku.”
Lima hal yang dikemukakan oleh sebagian
ahli ibadah kepada Allah SWT., yaitu:
Lamunan yang melantur telah menipunya,
Allah swt. mencela dengan firman-Nya: “
“Biarkanlah mereka di dunia mi makan dan
bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka
akan mengetahui akibat perbuatan mereka.” (Q.S. Al-Hjjr: 3).
Kecintaan terhadap duniawi telah
menjerumuskannya ke dalam kecelakaan. Diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi
saw. bersabda: ‘
“Barangsiapa hatinya diracuni kecintaan
dunia, maka melekat padanya tiga perkara: Sengsara yang tiada akhir deritanya,
tamak yang tidak berkepuasan dan lamunan yang berkepanjangan tanpa arah
tujuannya.” (H.R. Ath-Thabrani).
Setan telah menyesatkannya ke jalan yang
menyimpang. Hawa nafsu pendorong kejahatan telah menghalang-halanginya dari
kebenaran. Ali r.a. berkata: Aku merasa khawatir terhadap kamu dengari dua
perkara, yaitu mengikuti keinginan nafsu dan panjang angan-angan. Sesungguhnya
mengikuti keinginan nafsu akan menghalangi dari yang hak (benar) dan panjang
angan-angan akan menjadikan lupa akhirat.
Sulaiman Ad-Darani berkata: Amal yang
utama adalah menyalahi keinginan nafsu.
Teman yang jahat telah membantunya
melakukan maksiat, Adi bin Zaid mengatakan dalam syairnya dari Bahar Thawil:
Janganlah bertanya tentang kelakukan
seseorang,
namun bertanyalah tentang kelakuan temannya
Karena setiap manusia
mengikuti kepada yang menemaninya.
Apabila kamu berada dalam suatu kaum,
maka bertemanlah kamu dengan orang-orang
pilihan mereka
Janganlah kamu berteman dengan orang yang
celaka,
karena engkau akan menjadi celaka
bersamanya.
26. Di Akhir Zaman Orang Akan Mencintai
Lima Hal dan Melupa kan Lima yang Lain
Nabi saw. bersabda:
“Akan datang saatnya, di mana umatku
menggemari lima hal dan melupakan lima yang lain: Menggemari duniawi dan
melupakan ukhrawi, menggemari hidup dan lupa mati, menggemari gedung-gedung
bermahligai dan lupa kubur, menggemari harta benda dan melupakan hisab dan
mereka mencintai makhluk dan melupakan Khalik, Allah swt.”
Di akhir zaman, umat akan mencintai lima
perkara dan melupakan lima perkara, yaitu:
Mencintai dunia dan melupakan akhirat. ‘
.
Menggemari hidup dan melupakan mati. Dari
Aisyah, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa yang membaca ‘Allahamma
baarik lii fii mauti wa fiimaa ba’dal maut’ (ya, Allah, berkatilah saya dalam
kematian dan sesudahnya) setiap hari dua puluh lima kali, kemudian dia mati di
atas tempat tidurnya, maka Allah memberikan kepadanya pahala orang yang mati
syahid.” (H.R. Ath-Thabrani).
Mencintai gedung-gedung, yakni
rumah-rumah yang dibentengi dan melupakan kubur dan kesusahan-kesusahannya.
Menggemari harta benda dan melupakan
hisab. Diriwayatkan, sesungguhnya Nabi « saw. bersabda:
“Zuhud ialah kamu mencintai apa-apa yang
dicintai Penciptamu dan kamu benci terhadap apa-apa yang dibenci Penciptamu,
kamu keluar dari dunia yang halal seperti kamu keluar dari dunia yang haram,
karena halalnya menjadi hisaban, dan yang haramnya menjadi siksaan, kamu harus
menyayangi orang-orang muslim, seperti kamu menyayangi . dirimu sendiri, kamu
harus mencegah dari perkataan yang tidak bermanfaat bagimu, seperti kamu
mencegah dari perkara yang haram, kamu harus mencegah dari makan yang banyak,
seperti kamu mencegah dari harta duniawi dan hiasannya, seperti kamu mencegah
dari api dan kamu harus memendekkan angan-anganmu tentang dunia, maka inilah
zuhud di dunia.” (H.R. Ad-Dailami).
Mencintai makhluk dan melupakan Khalik,
Allah swt. Apabila seseorang berangan-angan, dia lupa akan mati,
kesusahan-kesusahan di akhirat, cinta pada dunia dan bergaul dengan makhluk,
hatinya menjadi keras, sehingga meninggalkan kewajiban, bermalas-malasan untuk
mencari bekal di akhirat dan memperlambat berbuat tobat. Rasulullah saw.
melewati suatu majelis yang di dalamnya terdengar suara terbahak-bahak, beliau
bersabda:
“Kamu harus mencampurkan
majelis-majelismu dengan perkara yang mengeruhkan kelezatan-kelezatan.” Mereka
bertanya: “Apakah yang mengeruhkan kelezatan-kelezatan itu?” Beliau bersabda:
“Maut.”
27. Lima Keindahan yang Ditopang oleh
Lima Perkara
Yahya bin Mu’adz Ar-Razi berkata dalam
munajatnya:
“Oh, Tuhanku, tiada indah suatu malam,
kecuali dengan bermunajat kepada-Mu: tiada indah suatu sinar, kecuali berbuat
taat kepada-Mu: tiada indah suatu siang, kecuali berbuat taat kepada-Mu: tiada
indah dunia ini, kecuali dengan menyebut (berzikir) kepada-Mu, tiada indah akhirat,
kecuali bersamaan ampunan-Mu, dan tiada surga, melainkan dengan melihat
wajah-Mu.”
Tentang keindahan duniawi, secara
gamblang dapat dipahami dari Nabi saw.:
“Sesungguhnya dunia itu terlaknat, dan
terlaknat pula seluruh isinya, kecuali perbuatan mengingat/zikir Allah dan yang
sepadan dengannya serta orang alim dan orang belajar.” (H.R. An-Nasai).
Dalam hadis lain Nabi saw. bersabda:
“Setelah Allah’menurunkan Nabi Adam dari
surga ke arcapada (bumi), maka susahlah segala sesuatu yang semula
mendampinginya, kecuali emas dan perak: kemudian Allah berfirman pada benda
tersebut: ‘Aku mendampingkan engkau pada hamba-Ku, kemudian hamba itu Aku lepas
dari sampingmu dan semua pihak yang semula mendampinginya, merasa susah
karenanya kecuali engkau berdua.’ Dua benda itu pun menjawab: “Tuhan kami,
Engkau Maha Mengetahui, bahwa Justru membuat kami berdua berdampingan dengannya
selagi ia menaatiMu, dan setelah itu ia pun durhaka kepada-Mu, maka kami tidak
merasa susah atas nasib selanjutnya.’ Lalu Allah berfirman kepada keduanya:
‘Demi ketinggian-Ku dan Keagungan-Ku, niscaya aku akan .membuat-Mu berharga,
sehingga tidak dapat diperoleh segala sesuatu melainkan denganmu berdua’.”
(H.R. Ad-Dailami).
Ali -karramallahu wajhahu wa
radhiyallaahu ‘anhumengatakan dalam munajatnya, dalam syair dari Bahar Waafir:
.
Oh……….
Bukankah dengan anugerah-Mu itu
Engkau telah meridengar doa seorang hamba
yang lemah dan dirundung petaka
Yang tenggelam di dalam lautan kesusahan
karena sedih yang tertawan oleh dosa-dosa dan kesalahan
Aku menyeru setiap hari dengan rendah
hati seraya mengagungkan nama-Mu dalam menyanjung dan berdoa kepada-Mu
Sesungguhnya bumi seluruhnya terasa
sempit olehku dan seluruh penduduk bumi juga tidak mengetahui obat untukku
Tolonglah daku
Sesungguhnya aku memohon ampun kepada
Engkau
Wahai, Zat Yang Maha Agung
Wahai, Zat Yang aku harapkan!
Aku datang kepada Engkau sambil menangis
kasihanilah tangisku
maluku kepada Engkau lebih banyak
daripada kesalahanku
Aku mempunyai kesusahan hanya Engkau-lah
yang mampu membuka kesusahanku
Aku mempunyai penyakit hanya Engkau-lah
obat penyakitku
Aku tergugah oleh harapanku maka
kukatakan, wahai, Tuhanku! Harapanku, semoga Engkau mewujudkan harapanku .
Balasan kepadaku adalah siksaan yang
Engkau timpakan kepadaku ‘tetapi aku tetap berlindung dengan kebaikan
anugerah-Mu
Wahai, Zat, yang aku harapkan ampunilah
aku, wahai, Tuhanku, karena cekaman bencana tengah menimpaku