Terjemah Kitab Nashaihul Ibad (kumpulan
nasihat pilihan bagi para hamba)
BAB VIII
NASEHAT TENTANG SEMBILAN PERKARA
1. Sembilan hal sebagai induk segala
kesalahan
Nabi saw bersabda: Allah telah memberikan
hayau kepada musa bin imran di dalam taurat
Sungguh pokok segala kesalahan ada tiga,
yaitu satu sombing , dua hasud dan tiga rakus. Dari yang tiga itu muncullah
enam macam yang lainnya, sebiggga menjadi sembilan , yaitu kenyang, tidur,
bersang sengan mencintai harta, mencintai pujian dan cinta jabatan
Mengenai sikap sombong itu menolak kebenaran dan meremekan orang
lain
Barang siapa merasa dirinya agung dan
meilhat orang lain rendah maka ia terbilang orang yang sombong
Tentang hasud muawiyah berkata
“Tidak ada kejahatan yang lebih parah
daripada dengki. Orang yang dengki dapat membunuh sebelum dia sampai orang yang
dia dengki.” Rakus dalam menghadapi dunia, Malik bin Dinar r.a. berkata: “Jika
badan sakit, maka tidak berguna makanan, minuman, hidup dan kesenangan. Begitu
pula jika hati sudah mencintai dunia, maka tidak akan berguna nasihat.”
Mencintai harta. Sayid Abdullah Al-Haddad
berkata:
“Engkau harus mengeluarkan dari hatimu
rasa cinta terhadap emas dan perak, sehingga dua benda itu engkau pandang
seperti batu dan tanah.”
Demikian pula rasa cinta terhadap pujian,
hendaknya dapat dihilangkan sesempurna mungkin, sehingga dipuji atau dicela
dapat dirasakan sama saja.
Akan halnya cinta kekuasaan atau pangkat
dan jabatan, hendaknya dapat dihilangkan secara total, sehingga rasanya sama
saja antara menjadi perhatian orang atau diabaikan orang. Cinta pangkat atau
jabatan itu lebih berbahaya dibanding cinta harta, walaupun kedua-duanya
menunjukkan adanya indikasi kecintaan terhadap duniawi. Pangkal kecintaan
pangkat atau jabatan adalah cinta keagungan, padahal keagungan itu salah satu
sifat Allah. Sedang pangkal cinta harta adalah kegemaran hidup penuh nikmat, di
mana kegemaran seperti ini adalah sifat binatang.
2. Sembilan Tanda bagi Orang yang
Beribadah
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata:
“Mereka yang beribadah ada tiga golongan,
masing-masing mempunyai tanda-tanda untuk dapat diketahui: Golongan pertama,
beribadah kepada Allah dalam kerangka takut kepada-Nya. golongan kedua,
beribadah kepada Allah dalam kerangka mengharap anugerah-Nya. Golongan ketiga,
beribadah kepada Allah dalam kerangka cinta kepadaNya. Golongan pertama ditandai
tiga hal: Melihat dirinya hina, merasa kebajikannya sedikit dan merasa
kejelekannya banyak. Golongan kedua, ditandai tiga hal: Ia mengikuti semua hal
ihwal manusia, ia dermawan kepada orang lain dan zuhud terhadap dunia dan ia
berbaik sangka kepada Allah dalam menghadapi semua makhluk. Dan golongan ketiga
juga ditandai dengan tiga hal: Ia memberikan sesuatu yang disenangi dan tidak
peduli setelah Tuhannya rida, mengerjakan bekerjaan yang membuat benci nafsunya
dan: tidak melayaninya sesudah dia beroleh rida Tuhannya, dan di dalam segala
hal ihwal hidupnya selalu bersesuaian dengan Tuhannya, baik mengenai perintah
maupun apa yang dilarang-Nya.”
Orang yang beribadah kepada Allah dalam
kerangka cinta kepadaNya, ialah sampai tingkat bahwa Allah merupakan Zat yang
paling ia cintai, bahkan tiada kekasih baginya melainkan Allah Ta’ala. Adapun
timbul cinta itu sendiri, dapat disebabkan oleh dua hal, jika ditinjau dari
pihak yang dicintai:
Karena ia sempurna. Bagi orang yang
tertarik mencintai sesuatu karena kesempurnaannya, maka kesempurnaan pada
makhluk atau juga mungkin mahligai keindahan yang menampak darinya, maka .
sesungguhnya Allah saja yang memberinya kesempurnaan dan keindahan itu, karena
Dia pulalah yang mewujudkannya.
Karena telah berhasil diperoleh jasa
darinya. Bagi orang yang mencintai sesuatu karena keberhasilannya memperoleh
jasa dari sesuatu tersebut, hendaknya melihat juga bahwa tiada pemberian
kebaikan, penghormatan, tiada pula pemberian nikmat kepadanya dan kepada
orang-orang lain, melainkan Allah selalu Maha Pemurah dan mencurahkan semuanya
itu sekadar karena pancaran sifat kemurahan-Nya.
Sehubungan dengan ini pula, ketahuilah
bahwa manusia ada tiga macam:
Seorang manusia yang sering bergaul,
baginya harus banyak mempunyai rasa takut, agar menjauhi berbagai kemaksiatan,
kecuali ketika hendak meninggal dunia, sebaiknya harapannya harus lebih banyak
daripada rasa takutnya, Nabi saw. bersabda:
“Jangan sampai salah satu dari kalian
mati, melainkan dalam keadaan berbaik
sangka kepada Allah. “
Orang yang belum mampu mengamankan
dirinya sendiri, karena masih banyak meninggalkan perintah-perintah agama dan
tenang-tenang saja dalam menggeluti larangannya. Bagi orang seperti ini,
seyogianya mempunyai rasa takut yang sebanding dengan harapannya. Nabi saw. bersabda:
“Kalau ditimbang Khauf orang mukmin dan
harapannya, maka keduanya akan seimbang.”
Ini adalah sikap kebanyakan orang mukmin.
Seorang hamba yang kembali kepada
Tuhannya, tenteram jiwanya dan hilang kegelapan syahwatnya, karena terbit
cahaya taqarubnya (pendekatan diri kepada Allah). Tidak ada kelezatan baginya,
melainkan bermunajat kepada-Nya dan tidak ada kesenangan, melainkan hanya
beribadah kepada-Nya, maka harapannya itu menjadi kerinduan dan kecintaan serta
rasa takutnya berbentuk penghormatan dan kepatuhan.
Hal tersebut di atas dijelaskan oleh
Sayid Syekh Abdullah bin Alawi Al-Haddad r.a.
Mengenai kesanggupan memberikan sesuatu
yang dicintai oleh diri sendiri, Allah berfirman:
“Kamu tidak akan mendapatkan kebaikan,
hingga kamu menafkahkan harta yang menjadi kesenangan kalian.” ”(Q.S: Aali
Imran: 92).
Orang yang beribadah karena cinta, di
antara tandanya’dia mengamalkan suatu pekerjaan yang membuat benci nafsunya,
seperti berbagai amal kebaikan.
Kebaikan adalah sumber rida Allah, karena
itu maka merupakan sesuatu yang dibenci oleh setan. Disebut dalam hadis:
“Aku berlindung kepada Allah dari
bayahnya ujian, kecuali ujian yang membawa kemuliaan di sisi Allah.”
3. Sembilan Anak Iblis
Umar r.a. berkata:
“Sesungguhnya keturunan setan ada
sembilan: Zallaitoun, Watsin, Laqous, A’wan, Haffaf, Murrah, Masouth, Dasim dan
Walhan. Si Zallaitoun bertugas mengelola penggodaan pasar-pasar, di sinilah ia
mengibarkan panji-panji. Si Watsin bertugas mengelola penggodaan pada bencana
(musibah). Si A’wan-bertugas menggoda pejabat. Si Haffaf bertugas menggoda pada
pemabuk. Si Murrah bertugas menggoda pada permainan seruling. Si Lagous
bertugas menggoda orang Majusi. Si Masouth bertugas mengelola pengacauan pada
berita-berita, sehingga para penerima berita tidak tahu lagi dari mana
sumbernya. Si Dasim bertugas mengelola penggodaan rumah-rumah, sehingga jika
suami datang tidak memberikan salam serta tidak pula menyebut Asma Allah, lalu
ia kobarkan api pertengkaran sampai akhirnya terjadi talak, khuluk, atau
tamparan oleh suami itu kepada istrinya. Dan si Walhan. bertugas menimbulkan
was-was dalam wudu, salat, dan ibadah-ibadah lain.”
Dimaksud setan di sini adalah iblis, dan
anak iblis disebut Izazil. Karena Izazil ada yang bernama Murrah, seperti
keterangan yang akan diuraikan di sini, maka iblis juga bergelar Abu Murrah.
Zallatoun dipanggil juga Zallanbour,
dalam melaksanakan tugasnya menggoda para pedagang di pasar, agar gemar omong,
sumpah palsu, memuji dagangan sendiri, berbohong terhadap takaran dan
timbangan. Di dalam sebuah kamus disebutkan, bahwa tugas Zallatoun atau
Zallanbour ini adalah memisahkan antara suami dan istrinya dan membeber aib
seorang wanita kepada suaminya.
Watsin, selaku pengelola bencana, dalam
menunaikan tugasnya ia menggoda agar si korban suka berteriak-teriak,
memukul-mukul diri sendiri dan sebagainya. Ada yang mengatakan, bahwa setan
bencana adalah Tabar.
Sedang si A’wan, dalam menunaikan
tugasnya bisa saja dengan mempengaruhi pejabat, agar berbuat aniaya. Dan si
Affaf maupun si Murrah, juga bertugas seefektif mungkin.
Laqous dipanggil juga Lagis. Ada yang
mengatakan bahwa Lagis dan Walhan bersama-sama bertugas melakukan godaan pada
thaharah (bersuci) dan salat. Di sini mereka berusaha menimbulkan was-was.
Sebagian ulama menyebutkan pengganti Lagous, Murrah dan Haffaf dengan tiga anak
iblis lagi, yaitu:
A’war, ia bertugas pada perzinahan. Ia
meniup kemaluan laki-laki dan pantat wanita.
Wasnan, ia bertugas menggoda orang tidur.
Ia membebani kepala dan menarik pelupuk mata, agar tetap tidur dan tidak bangun
untuk mengerjakan salat dan yang lainnya. Tapi ia suka membangunkan orang tidur
untuk diajak melakukan perbuatan jelek, seperti zina dan yang lainnya.
Abyadh, ia bertugas menggoda para nabi
dan wali. Adapun para nabi, mereka selamat daripada godaannya. Sedang para
wali, selalu berjuang dalam menghadapi godaannya. Siapa yang diselamat-kan
Allah, maka selamatlah. Dan siapa yang tidak diselamatkan, maka terperangkap
dalam jaring godaannya.
Masouth, dipanggil juga Mathoun. ‘
Dasim, dalam menunaikan tugasnya, ia
mengobar-ngobarkan api pertikaian antara suami-istri, agar terjadi perceraian
di antara keduanya. Pendapat lain mengatakan, Dasim adalah nama untuk setan
yang bertugas menggoda pada makanan. Ia masuk rumah dan makan bersama orang
yang digoda, jika tidak menyebut Asma Allah di kala masuk rumah dan di kala
akan makan. Ia juga tidur bersama, jika alas tidur dan pakaian tidak dilipat
rapi dengan dibacakan Basmalah.
Adapun Walhan, dalam melaksanakan
tugasnya, dia suka mengganggu wudu, salat dan ibadah lainnya. Ada yang
mengatakan Walhan adalah yang suka mengganggu ketika bersuci, dia suka
menanamkan rasa was-was pada manusia, sehingga dalam bersuci memperbanyak
pemakaian air. Dari Ali r.a., dari Rasulullah saw., beliau bersabda:
“Dalam berwudu terdapat setan yang
menggoda, ia bernama Walhan, maka peliharalah dirimu, atau beliau berkata:
Berhati-hatilah kamu.”
Adapun setan yang mengganggu dalam salat
bernama Khanzab, seperti dijelaskan dalam kamus.
4. Sembilan Kemuliaan bagi Orang yang
Memelihara Salatnya
Utsman r.a. berkata:
“Barangsiapa memelihara salat yang lima
pada waktunya, dan kontinu dalam melaksanakannya, maka Allah memuliakannya
dengan sembilan kemuliaan, yaitu dicintai Allah, badan selalu sehat, dijaga
oleh malaikat, turun berkah pada rumahnya, akan tampak pada wajahnya tanda
orang yang saleh, Allah akan melembutkan hatinya, akan melewari shirath
(titian) secepat kilat, akan diselamatkan oleh Allah dari api neraka, dan Allah
akan menempatkannya beserta orang-orang yang tidak takut dan tidak sedih.”
Yang dimaksud dengan mereka yang tidak
takut dan tidak sedih di sini, ialah para wali yang besar.
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Lima salat, barangsiapa yang
memeliharanya, maka ia memperoleh nur dan burhan (bukti kebenaran diri), juga
keselamatan di hari Kiamat. Barangsiapa yang tidak memeliharanya, maka tidak
akan mempunyai nur (cahaya), burhan dan tidak memperoleh keselamatan. Pada hari
Kiamat dia beserta Firaun, Oarun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” | (H.R. Ibnu
Nashr).
Menangis dan Keutamaannya
Dari Ali r.a.:
“Ada tiga latar belakang menangis:
Pertama, menangis karena takur terkena siksa Allah. Kedua, menangis karena
takut terkena murka Altah. Ketiga, takut diputuskan dari rahmat-Nya. Menangis
yang pertama dapat melebur dosa-dosa, menangis kedua dapat membersihkan
berbagai aib, dan adapun menangis ketiga adalah menjadi wali atau kekasih Allah
dan beroleh rida yang dikasihi (Allah)…”
Komentar selanjutnya:
“Peleburan dosa membuahkan keselamatan
dari siksa, dan bersih dari berbagai aib membuahkan kenikamatan yang abadi dan
derajat yang tinggi (di surga). Kedudukan wali dan rida Allah akan membuahkan
kegembiraan yang memuncak dari Allah dengan limpahan rida-Nya, serta beroleh
kesempatan melihat langsung Zat Allah, mendapat kunjungan para-malaikat dan
bertambah keutamaan.”
Menurut Ali r.a., menangis yang baik ada
tiga sebab, yaitu:
Sebab takut terhadap siksa Allah.
Sebab takut dari murka Allah swt.
Sebab takut diputuskan, yakni takut jauh
dari.Allah dan Allah berpaling darinya.
Faedah dari yang pertama, untuk menutupi
berbagai dosa, yang kedua untuk membersihkan berbagai noda, yang ketiga untuk
berdiri di sisi Tuhannya serta mendapat keridaan yang dicintai, yaitu Allah
swt.
Adapun buah tertutupi dosa, adalah
keselamatan dari siksa di akhirat. Buah membersihkan noda adalah kesenangan
yang tetap dan terusmenerus, dan mendapatkan derajat yang tinggi di dalam
surga. Buah mendapat keridaan-Nya adalah melihat Zat Allah swt. dan malaikat
berkunjung kepadanya serta bertambah keutamaan, yakni kebaikan.