Terjemah Kitab Nashaihul Ibad (kumpulan
nasihat pilihan bagi para hamba)
Judul kitab asal: Nashaih Al-Ibad fi Bayani Munabbihat li Yaumil Ma'ad li Ibn Hajar Al-Asqalani ( نصائح العباد في بيان ألفاظ منبهات على الاستعداد ليوم المعاد لابن حجر العسقلاني)
Pengarang: Nawawi bin Umar al-Bantani Al-Jawi Al-Indunisi (محمد نووي بن عمر بن عربي بن علي الجاوي البنتني الإندونيسي)
Nama yang dikenal di Arab: محمد نووي بن عمر الجاوي
Kelahiran: 1813 Masehi; 1230 H, Tanara, Banten, Indonesia
Meninggal: 1897 M; 1316 H, Pemakaman Ma'la Makkah Al-Mukarramah, w. 672 H /22 Februari 1274 M
Guru beliau antara lain: Khatib asy-Syambasi, Abdul Ghani Bima, Ahmad Dimyati, Zaini Dahlan, Muhammad Khatib, KH. Sahal al-Bantani, Sayyid Ahmad Nahrawi, Zainuddin Aceh
Murid beliau antara lain: KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Khalil Bangkalan, KH. Asnawi Kudus, KH. Mas Abdurrahman, KH. Hasan Genggong, Sayid Ali bin Ali al-Habsy
BAB VII
NASEHAT TENTANG DELAPAN PERKARA
1. Delapan Perkara yang Tidak Pernah
Merasa Kenyang dari Delapan Hal .
Nabi saw. bersabda:
“Delapan perkara yang tidak pernah merasa
kenyang dari delapan hal, yaitu: Mata tidak pernah kenyang dengan melihat, bumi
tidak pernah kenyang dari curah hujan, wanita tidak pernah kenyang dari
laki-laki, orang alim tidak pernah kenyang dengan ilmu, peminta tidak pernah
kenyang dengan permintaan, orang rakus tidak pernah kenyang dengan penumpukan
harta, laut tidak pernah kenyang dengan air, dan api tidak pernah kenyang
dengan kayu bakar.”
Dalam hubungannya dengan pernyataan,
bahwa orang alim tidak pernah merasa kenyang dengan ilmu yang dimilikinya,
berarti selalu ingin memperoleh ilmu lebih lanjut. Syarat yang dapat menyempurnakan
ilmu, yang perlu diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu agar sukses
citacitanya:
Akalnya berkemauan untuk menyingkap
hakikat permasalahan.
Kecerdasannya mampu mengilustrasikan
detail ilmu pengetahuan.
Daya ingatan yang kuat untuk menghafal
segala sesuatu yang pernah tergores dalam benaknya dan yang dapat dipahami dari
ilmunya.
Antusias yang mengabadikan semangat
belajar dan tidak merasa bosan.
Membatasi diri pada bahan yang tidak
terlalu berat untuk dipelajari.
Memperoleh kesempatan yang memungkinkan
dicapai intensifikasi belajar dan kuantitas yang sebanyak-banyaknya.
Terhindar dari rintangan-rintangan yang
membuat kendornya belajar, baik berupa keresahan maupun penyakit.
Panjang umur dengan tempo belajar yang
luas, sedemikian rupa agar dapat belajar sebanyak-banyaknya untuk mencapai
tingkat yang sesempurna mungkin.
Beruntung dapat memperoleh guru alim yang
murah hati dengan ilmunya, lagi pula telaten dalam memberikan pelajaran.
Apabila sembilan syarat ini sempurna atau
terpenuhi, maka dia adalah siswa yang paling sukses. Syekh Iskandar berkomentar
dalam hal ini:
“Orang yang menuntut ilmu itu membutuhkan
empat perkara, yaitu: Waktu, kesungguhan, akal dan minat. Untuk lebih
sempurnanya ditambah satu lagi, yaitu guru yang bijaksana.”
Tentang kegemaran meminta-minta, Nabi
saw. bersama:
“Barangsiapa membuka permintaan, maka
Allah akan membuka pintu kefakiran baginya di dunia dan akhirat. Barangsiapa
yang membuka pintu pemberian karena mencari rida Allah, maka Allah akan
memberikan kepadanya kebaikan di dunia dan di akhirat.” (H.R. Ibnu Jarir).
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Tiada seseorang yang membuka pintu
permintaan untuk dirinya sendiri di mana ia meminta sesuatu kepada manusia,
melainkan Allah membukakan pintu kefakiran buatnya, karena perbuatan menahan
diri dari meminta itu lebih bagus.” (H.R. Ibnu Jarir).
Orang rakus tidak pernah kenyang dengan
tumpukan harta. Perlulah diketahui, bahwa dunia terdiri atas tiga macam, yaitu:
Dunia yang mengandung pahala, dunia yang mengandung hisab dan dunia yang
mengandung siksa. Dunia yang mengandung pahala, ialah dunia yang menjadi
perantara untuk menyampaikan kebaikan dan menyelamatkan dari kejahatan. Dunia
semacam itu, adalah pemberian untuk orang mukmin dan merupakan ladang untuk
akhirat, itulah dunia yang halal yang mencukupinya. Dunia yang mengandung hisab
adalah dunia yang menyibukkan dari melaksanakan perintah Allah, pada waktu
mencarinya tidak bercampur dengan perkara yang dilarang. Dunia yang mengandung
siksa, adalah dunia yang dapat memutuskan dari melaksanakan perintah Allah, dan
menyeret pada pelanggaran larangan-larangan Allah swt.
Ketahuilah, bahwa banyak orang yang
mencari dunia dengan bermacam-macam cara, antara lain yaitu:
Orang mencari dunia (harta) dengan niat
menggunakannya nanti untuk menyambungkan tali kerabat dan menyumbang mereka
yang kekurangan. Orang terbilang dermawan, ia mendapat pahala jika kenyataan
perbuatannya sesuai dengan niat tersebut. Tetapi tidak ada hikmah baginya,
karena orang yang bijak bestari itu tidak pernah mencari sesuatu yang belum
jelas apa yang terjadi di kala sesuatu tersebut telah diperoleh.
Orang yang mencari dunia (harta) dengan
niat memenuhi kehendak seleranya, dan bermewah-mewah dengan berbagai kelezatan.
Orang ini terbilang kelompok binatang.
Orang mencari harta dengan niat
gagah-gagahan dan persaingan serta kesombongan, maka orang seperti ini dianggap
orang yang dungu, yang teperdaya, bahkan orang yang celaka.
2. Delapan Perhiasan
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata:
“Tidak meminta-minta adalah hiasan kefakiran,
bersyukur adalah perhiasan nikmat, sabar adalah perhiasan bencana, tawaduk
adalah perhiasan leluhur: sikap penyantun menjadi hiasan ilmu, rendah hati
menjadi hiasan penuntut ilmu: meninggalkan pemberian adalah perhiasan kebaikan:
dan khusyuk adalah perhiasan salat.”
Menurut Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., ada
delapan perhiasan bagi delapan perkara:
Pertama, tidak meminta-minta adalah
perhiasan kefakiran. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Bingkisan orang mukmin di dunia adalah
kefakiran.” “ (H.R. Ad-Dailami). :
Kedua, syukur adalah perhiasan nikmat.
Bersyukur penyebab kekalnya berbagai nikmat yang telah ada dan perantara untuk
mendapatkan nikmat yang belum ada.
Ketiga, sabar adalah perhiasan bencana.
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Sabar itu menjadi penutup berbagai
kebingungan dan menolong berbagai urusan.” Ali bin Abi Thalib r.a. berkata:
“Kesabaran adalah kendaraan yang tidak
pernah terjerembab. Dan qanaah adalah pedang yang tidak pernah tumpul.”
Keempat, sopan santun adalah hiasan
leluhur, yaitu segala sesuatu yang menjadi kebanggan manusia, baik berupa
nasab, agama, harta benda, kemurahan hati maupun keberaniannya. Di antara
tanda-tanda tawaduk (sopan santun), adalah suka merendahkan diri dan menerima
kebenaran dari mana pun-datangnya, baik dari atasan maupun bawahan.
Kelima, sikap penyantun, sebagaimana
dijelaskan dalam hadis Nabi saw. sebagai berikut:
“Bahwa seorang perempuan dari tawanan
berbicara kepada Nabi saw., kemudian Nabi saw. bertanya kepadanya: ‘Siapa
kamu?” Dia menjawab: ‘Anak seorang laki-laki yang pemu ‘ah, yaitu Hatim.’
Kemudian Nabi saw: berkata: ‘Kasihanilah kaum yarg mulia, kemudian diajatuh
hma, kasihanilah orang yang kaya, kemudi
ia fakir, kasihanilah orang alim yang terlantar di tengah-tengah orang
bodoh.”
Keenam, rendah hati adalah perhiasan
orang yang menuntut ilmu. Mengenai kemuliaan penuntut ilmu, Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang keluar untuk mencari
ilmu, maka Allah akan membukakan kepadanya pintu ke surga, dan malaikat
merentangkan sayapnya, dan untuknya pula para malaikat penghuni langit serta
ikanikan di laut memohonkan rahmat kepada Allah.” (H.R. Abu Ya’la).
Ketujuh, tidak menerima pemberian adalah
perhiasan kebaikan, yakni perbuatan yang baik.
Kedelapan, khusyuk adalah perhiasan
salat, yaitu rasa takut yang terusmenerus di dalam hati.
3. Delapan Anugerah
Umar r.a. berkata:
“Barangsiapa yang menyingkiri
berlebih-lebih dalam bicara, maka dianugerahi hikmah. Siapa yang menyingkiri
berlebih-lebihan dalam melihat, niscaya dianugerahi hati yang khusyuk. Barangsiapa
yang menyingkiri berlebih-lebih dalam makan, niscaya dianugerahi kelezatan
ibadah. Barangsiapa menghindari berlebih-lebihan dalam tertawa, maka
dianugerahi kewibawaan. Barangsiapa meninggalkan bergurau, niscaya dianugerahi
wibawa yang anggun. Barangsiapa menyingkiri cinta dunia, maka dianugerahi
kecintaan akhirat. Barangsiapa meninggalkan kesibukan meneliti aib orang lain,
niscaya dianugerahi perbaikan aib dirinya sendiri. Dan barangsiapa meninggalkan
mengintai-intai keadaan Allah swt., maka dia akan dianugerahi kebebasan dari
kemunafikan.”
Tentang berbicara terlalu banyak, Nabi
saw. bersabda:
“Manisnya iman tidak akan masuk ke dalam
hati seseorang, hingga dia meninggalkan sebagian pembicaraan karena
dikhawatirkan berdusta, walaupun pembicaraannya itu benar, dan meninggalkan
sebagian perbuatan yang terlihat, walaupun perbuatan itu benar.” (H.R.
Ad-Dailami).
Masalah hati yang khusyuk, di antara
gejalanya adalah: Jika seseorang tetap dapat menerima dengan rela bila
dimarahi, ditentang atau ditolak.
Mengenai meninggalkan makan terlalu
banyak, Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa menahan diri dari makanan
yang sangat berlebihan – dengan kesabaran yang baik, maka Allah akan
menempatkannya di dalam surga Firdaus, sesuai dengan kehendak-Nya.” (H R. Abu
Syekh). Nabi saw. bersabda lagi:
“Siapa saja yang menginginkan syahwatnya,
kemudian dia mengekangnya dan melupakan keinginan dirinya, maka dia diampuni
dosanya.” (H.R. Darughutni).
Tertawa dalam hubungannya dengan
kewibawaan, Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya seseorang yang melontarkan
kata-kata hanya membuat orang lain tertawa, adalah ia akan menukik lebih jauh
dibanding jarak antara langit dan bumi, dan niscaya terpeleset lisan itu lebih
dahsyat daripada terpeleset kedua kaki.”
Tentang bergurau, Nabi saw, bersabda:
“Diam itu menjadi pemuka/rajanya budi
pekerti, barangsiapa bergurau maka dha akam diremehkan orang.” (H.R.
Ad-Dailami).
Jika terpaksa harus bergurau, maka bagi
orang yang berakal selalu berpangkal pada dua hal:
Merindukan orang berteman dan kasih sayang
kepada teman bergaul.
Untuk menghilangkan kebosanan dan
menghilangkan kebingurigan berbicara. Juga tidak menggunakan hal-hal yang
jorok.
Tentang kecintaan terhadap dunia atau
akhirat, perlulah diketahui, bahwa sesungguhnya dunia dan akhirat itu saling mencari
dan dicari. Orang yang selalu mencari dunia, ia pun selalu dikejar akhirat
sampai kemarian tiba dan mencekik lehernya.
Tentang kegemaran menilai noda orang
lain, Nabi saw. tera
“Enam perkara dapat membatalkan berbagai
amal: Sibuk dengan noda orang lain, mencintai dunia, sedikit malu, panjang
angan-angan dan zalim yang tidak henti-hentinya.” . (H.R, Ad-Dailami).
4. Delapan Tanda Orang yang Makrifat
Dari Utsman r.a. ia berkata:
“Tanda-tanda orang yang inakrifat ada
delapan: Hatinya , penuh rasa takut tapi penuh harapan, lisannya penuh puji dan
puja, kedua matanya penuh dengan rasa malu dan tangis, kehendaknya disertai
dengan tidak berkehendak sendiri dan senang meninggalkan dunia, dan mencari
keridaan Tuhannya.”
Rasa takut itu berpangkal pada makrifat
hati terhadap keagungan Allah swt., keperkasaan dan kekayaan-Nya dari semua
makhluk-Nya dan yang keras siksa-Nya kepada orang yang bermaksiat. Dari
pengenalan seperti ini, maka timbullah suatu kondisi mental yang kemudian
disebut dengan sikap khauf (takut). Buah yang dikehendaki oleh khauf ini ialah
kesanggupan seseorang meninggalkan segala per-buatan maksiat. Sedang rojak
(harapan), berpangkal pada pengenalan hati terhadap luas rahmat Allah, agung
anugerah dan indah janji Allah, semua itu akan diberikan kepada orang yang taat
kepada-Nya. Dari pengenalan ini, maka timbullah suatu kondisi mental gembira,
yang kemudian disebut harapan. Sedang buah yang diharapkan ialah semangat untuk
melakukan kebajikan.
Dalam sebuah hadis diriwayatkan, bahwa
Nabi saw. bersabda:
“Tiada terkumpul harapan dan rasa takut
dalam hati seorang mukmin, melainkan Allah Yang Maha Mulia dan Maha. Agung
mengaruniai apa yang diharapkan dan mengamankannya dari ketakutan.” (H.R.
Ath-Thabrani).
Mengenai tangis penyesalan, Nabi saw.
bersabda:
“Kalau saja tangis Nabi Dawud dan tangis
penduduk bumi dibandingkan dengan tangis Nabi Adam, maka tidak akan
membandinginya.” (H.R. Ibnu Asakir).
5. Delapan Kebaikan Tidak Dinilai Baik
Jika Tidak Disertai Delapan Perkara
Dari Sayidina Ali -karramallaahu wajhahu,
dia berkata:
“Tiada kebaikan dalam salat tanpa
khusyuk, tiada kebaikan dalam berpuasa tanpa menahan pembicaraan yang tidak
berguna, tiada kebaikan dalam membaca Alqur-an tanpa memikirkan isinya, tiada”
kebaikan dalam ilmu tanpa wira’i, tiada kebaikan dalam harta benda yang tidak
dibarengi kedermawanan, tiada kebaikan dalam persahabatan yang tidak diikuti
saling menjaga (dari kejelekan), tidak ada kebaikan dalam kenikmatan yang tidak
abadi, dan tiada kebaikan dalam doa yang
tidak dipanjatkan dengan ikhlas.”
Berbuat khusyuk dalam sebagian salat itu
wajib, bukan sekadar menjadi syarat, demikian dikemukakan guru kita Ahmad
Ash-Shahrawi. Kepada sebagian para nabi, Allah menurunkan wahyu sebagai
berikut:
“Wahai, hamba-Ku, berikanlah air mata
dari matamu dan khusyuk dari hatimu, kemudian berdoalah, karena Aku mengabulkan
doamu, Aku Yang Maha Dekat lagi Maha Memperkenankan doa.”
Wira’i dalam berilmu adalah menjaga dari
yang subhat dan yang haram, karena sabda Nabi saw. seperti yang tercantum di
bawah ini:
“Barangsiapa yang menghindari subhat,
maka dia membersihkan diri bagi agama dan harga dirinya. Barangsiapa yang
terjerumus pada yang subhat, maka dia terjerumus pada yang haram.”
Tiada kebaikan dalam harta benda yang
tidak dibarengi dengan kedermawanan. Dalam suatu riwayat, Nabi saw. bersabda:
“Tiada seorang yang membuka pintu
pemberian, baik sedekah atau relasi, melainkan Allah akan menambahnya lebih
banyak lagi, dan tiada seseorang yang membuka pintu permintaan agar ia
memperoleh lebih banyak lagi, melaikan Allah akan memperbesar kekurangannya.” –
(H.R. Al-Baihaqi).
Mengenai persahabatan, Nabi saw.
bersabda:
“Hendaklah kamu bersahabat dengan para
kawan yang tulus hatinya, karena mereka menjadi hiasan di kala bahagia dan
menjadi perisai di ‘ saat terjadi bencana.”
Abu Zubair meriwayatkan dari Sahal bin
Sa’d, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Seorang itu banyak temannya, akan tetapi
tidak ada kebaikan bersahabat dengan orang yang tidak melihat kebenaran yang
ada padamu, seperti engkau melihat kebenaran yang ada padanya.”
Tidak ada kebaikan dalam nikmat yang
tidak abadi. Sebagian ulama berdoa dengan doa di bawah ini:
“Ya, Allah, janganlah Kau hilangkan
nikmat-Mu dariku yang telah Engkau berikan kepadaku.”
Tiada kebaikan dalam doa yang tidak
dipanjatkan dengan ikhlas. Dalam hal ini Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya hati ini adalah wadah, maka
sebaik-baik wadah adalah yang dapat menghimpun. Jika kamu sekalian memohon
kepada Allah,” maka memohonlah kepada-Nya dengan penuh keyakinan bahwa akan
dikabulkan, karena Allah tidak berkenan mengabulkan doa dari orang yang
memanjatkannya dengan hati yang lalai.” (H.R. Ath-Thabrani).