Terjemah Kitab Nashaihul Ibad (kumpulan
nasihat pilihan bagi para hamba)
BAB V
NASIHAT TENTANG ENAM PERKARA
1. Enam Perkara Asing pada Enam Tempat .
Nabi saw, bersabda:
“Enam hal asing pada enam tempat, yaitu:
Mes jid terasing di kalangan masyarakat yang tidak salat di dalamnya, mushaf
terasing di rumah mereka yang tidak mau membacanya: ajaran Alqur-dn terasing di
dalam hati orang fasik: wanita muslimah yang salehah terasing di tangan
laki-laki zalim yang buruk perangai, laki-laki muslim yang saleh terasing di
tangan wanita hina yang buruk perangai, ulama terasing di tengah masyarakat
yang tidak memperhatikan petuahnya, selanjutnya Nabi . bersabda: Sesungguhnya
di-hari Kiamat Allah tidak akan memandang mereka yang mengabaikam ulama dengan
pandangan kasih sayang.”
Enam perkara yang termasuk asing, jika
berada pada enam tempat, yaitu:
Mesjid, asing apabila dibangun di antara
orang-orang yang tidak melaksanakan salat di mesjid itu.
Mushaf, asing apabila berada di rumah
orang-orang yang tidak membaca mushaf tersebut.
Ajaran Alqur-an, asing jika dihafalkan
oleh orang fasik, yaitu orang yang meyakini. Alqur-an dalam hatinya dan tidak
mengamalkan kandungannya.
Wanita muslimah yang taat kepada Allah
dan Rasul-Nya serta melaksanakan berbagai kebaikan, merasa asing apabila berada
di lindungan suami yang melakukan kebatilan. Nabi saw. bersabda:
“Di antara kalian yang paling saya
cintai, adalah orang yang bagus akhlaknya, ringan tangan serta murah hati,
dapat mengasihi serta dikasihi.”
Maksud hadis ini, terletak dalam
berperangai yang baik Jemah lembut, wajah ceria, sedikit marah dan perkataannya
baik.
Rasulullah saw. bersabda:
“Ahli surga adalah setiap orang yang
rendah hati, yang lemah lembut, yang murah hati dan yang ceria.”
Bandingannya dengan orang yang buruk
perangai, adalah sebagaimana dikatakan oleh segolongan pujangga:
“Orang yang bagus perangai itu, membawa
kesenggangan diri sendiri dan keselamatan orang yang bergaul dengannya, sedang
orang buruk perangai membuat kesusahan diri sendiri dan malapetaka orang yang
bergaul dengannya.” ,
Laki-laki muslim yang saleh merasa asing
jika laki-laki itu beristrikan perempuan yang rendah budi pekertinya, hina
leluhur dan keturunannya.
Orang alim merasa ‘asing jika berada di
antara orangorang yang tidak menerima pembicaraannya. .
Dalam masalah di atas dinyatakan, bahwa
di hari Kiamat Allah tidak menatapkan pandangan kasih sayang kepada mereka.
Kata mereka di sini dapat juga diartikan mencakup semua yang disebut
sebelumnya, yaitu: Orang yang tidak salah dalam mesjid lingkungannya, tidak
membaca mushaf yang tersimpan di rumahnya, orang fasik, wanita buruk perangai,
laki-laki buruk perangai dan orang yang tidak memperhatikan petuah ulama.
2. Enam Orang yang Mendapat Laknat dari
Allah swt., Rasulullah saw. dan Para Nabi Lainnya
Nabi saw. bersabda:
“Enam orang yang saya laknat, dilaknat
juga oleh Allah dan oleh setiap Nabi yang diterima doanya, yaitu: Orang yang
menambahi isi kitab Allah, orang yang mendustakan gadar Allah, penguasa yang
sewenang-wenang menindas sehingga memuliakan orang yang dihinakan Allah . dan
menghinakan orang yang dimuliakan Allah, orang yang menghalalkan perbuatan yang
terlarang dilakukan di tanah haram Allah, orang yang menghalalkan perbuatan
terlarang terhadap keturunan dan kerabatku, dan orang yang berpaling dari
sunahku, sesungguhnya di hari Kiamat Allah swt. tidak memandangi mereka dengan
pandangan kasih sayang.” | (H.R. At-Tirmidzi dan Al-Hakim).
Enam orang yang dikutuk oleh Nabi
Muhammad saw., Allah swt. dan oleh para nabi yang lain, yaitu:
Orang yang menambah isi Kitab Allah,
yaitu orang yang memasukkan sesuatu yang tidak ada dalam Alqur-an dan
menakwilkannya dengan sesuatu yang tidak benar.
Orang yang mendustakan ketentuan Allah
swt., yaitu hubungan kehendak yang bersifat zat dengan beberapa perkara pada
waktu tertentu dan sebab tertentu yang merupakan suatu perumpamaan dari gadar.
Penguasa yang sewenang-wenang, yang
mengagungkan orang yang telah dihinakan oleh Allah dan menghina orang yang
telah diagungkan oleh Allah.
Yang menghalalkan apa yang telah
diharamkan oleh Allah swt., yaitu orang yang melakukan segala sesuatu yang
haram dan mengerjakannya di Tanah Haram, Mekah.
Yang melakukan perbuatan terlarang
terhadap keturunan dan kerabat Rasulullah saw., yaitu orang yang berlaku
maksiat, mendurhakai dan menzalimi keturunan dan kerabat Rasulullah saw.
Orang yang berpaling dari Sunah
Rasulullah saw., karena meremehkannya.
3. Enam Perkara yang Mengajak Manusia
pada Enam Perkara
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata:
“Sesungguhnya iblis itu berada di
depanmu, nafsu di sebelah kananmu, hawa di sebelah kirimu, dunia di belakangmu,
anggota tubuh di sekelilingmu, dan Yang Maha Perkasa di atasmu, si iblis
-semoga tertimpa laknat Allahmengajakmu meninggalkan agama, nafsu mengajakmu
berbuat maksiat, hawa memanggilmu menuju syahwat, dunia mengajakmu agar
memilihnya melupakan akhirat, anggota tubuh mengajakmu berbuat dosa-dosa,
sedang Yang Maha Perkasa mengajakmu menuju surga dan ampunan, sementara Allah
berfirman: Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak menuju surga dan
ampunan. Barangsiapa menuruti ajakan iblis, maka hilanglah agamanya, siapa
menuruti nafsu, maka hilanglah roh insaninya, siapa menuruti hawa, maka
hilanglah akalnya, siapa menuruti dunia, maka hilanglah akhiratnya: siapa
menuruti ajakan anggota tubuh, maka hilanglah surganya: dan barangsiapa
menuruti ajakan Allah swt., maka hilanglah kejelekan-kejelekannya dan
memperoleh seluruh kebaikan.”
Gambaran yang dikemukakan oleh Abu Bakar
r.a. tentang diri kita dengan iblis, nafsu, keinginan (hawa), dunia, anggota
badan kita dan Allah, adalah sebagai berikut:
Iblis berdiri di depan mata kita,
menuntun pada kebatilan.
Nafsu berada di sebelah kanan kita.
Hawa berada di sebelah kiri kita.
Dunia berada di belakang kita.
Semua anggota tubuh berada di sekitar
kita.
Zat Yang Maha Perkasa berada di atas
kita, yakni sesuai dengan kekuasaan-Nya, karena kekuasaan-Nya di atas kekuasaan
kita. Allah menundukkanmu pada kehendak-Nya.
Masing-masing mengajak ke arah yang
berbeda:
Iblis -laknatullahmengajakmu untuk
meninggalkan syariat.
Nafsu amarah mengajak kita pada maksiat.
Pada suatu hadis diriwayatkan, Nabi saw. Bersabda:
–
“Allah membuat perumpamaan dengan satu jalur jalan yang lurus, pada dua lambung
jalan itu terdapat dua gapura dengan beberapa intu yang terbuka, pada
pintu-pintu itu terpandang kelambu yang 601, dan pada pintu jalan terdapat
seorang yang menyeru: “Wahai, manusia semua saja, masuklah pada jalan ini,
lurus tanpa membelok:’: sementara ada pula pengundang lain dari pintu-pintu
tersebut seraya pengundang kedua ini menyeru: ‘Celaka kamu, jangan dibuka itu!
Kalau kamu buka, maka kamu harus masuk.’ Jalan dalam kiasan ini – adalah Islam,
dua gapura adalah batasan-batasan Allah, pintu-pintu . terbuka ialah
larangan-larangan Allah, sedang pengundang pada ujung jalan ialah Kitab Allah
dan pengundang dari atas ialah nasihat Allah yang ada dalam hati orang
muslim.” (H.R. Imam Ahmad dan Muslim).
Syahwat mengajak kita untuk melampiaskan
keinginan kita.
Dunia mengajak kita untuk memilihnya,
yakni mendahulukan atas . – akhirat. Seorang penyair berkata dalam Bahar Thawi:
Maha suci Zat yang menempatkan hari pada
tempatnya, dan yang menjadikan manusia ada yang miskin dan yang kaya
Orang yang berakal cerdik, adakalanya
sulit mencari penghidupannya, sedang orang bodoh, adakalanya engkau jumpai
mudah mendapat rezeki
Inilah yang membuat hati kebingungan dan
seorang yang alim lagi dalam ilmunya pun tak mampu menganalisanya.
Anggota tubuh mengajak kita untuk berbuat
dosa.
Zat Yang Maha Perkasa mengajak kita ke
surga dan ampunan. Penyair lain menggubah puisinya dalam Bahar Kamil sebagai
berikut:
Manusia itu potret zamannya ,
ukuran sepatu pun sesuai padannya.
Orang-orang di zamanmu,
hidupnya seperti zaman itu:
dalam bertingkah dan meliku-liku
Demikian pula
bila zaman telah rusak
manusia pun ikut rusak.
Orang yang memenuhi ajakan iblis, maka
hilanglah agamanya, yakni agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Orang yang
memenuhi ajakan nafsu, maka hilanglah rohnya, yakni hakikat manusianya. Nafsu
adalah sesuatu yang lembut yang ditunggangi roh binatang, yaitu iblis yang
lembut, yang bersumber di dalam hati dan menjalar ke seluruh bagian dan melalui
urat-urat.
Orang yang memenuhi hawa, maka hilanglah
akalnya, yaitu kekuatan nafsu yang berbicara dan semua individu mengisyaratkan
dengan perkataannya. Akal adalah alat bekerja, setaraf dengan pisau jika dinisbat dengan alat pemotong. Orang yang memenuhi
ajakan dunia, maka akan hilang akhiratnya, karena dunia dapat membahayakan
akhirat. Orang yang memenuhi ajakan anggota badan, maka hilanglah surga
daripadanya.
Dalam suatu riwayat Nabi saw. bersabda:
“Setiap hamba mempunyai dua rumah, satu
rumah di surga dan yang lainnya rumah di neraka. Adapun orang mukmin, dia
membangun rumahnya di surga dan dia menghancurkan rumahnya yang ada di neraka.
Adapun orang kafir, maka dia menghancurkan rumahnya di surga dan membangunnya
di neraka.” (H.R. Dailami).
Orang yang memenuhi ajakan Allah, maka
hilanglah kejelekannya dan dia mendapatkan semua kebaikan. Dalam suatu riwayat
Nabi saw. bersabda:
“Tidak akan masuk surga seorang pun,
melainkan dia akan melihat tempat duduknya di neraka kalau dia berbuat jelek,
agar bertambah syukur. Dan tidak akan masuk neraka seorang pun, melainkan dia
akan melihat tempat duduknya di dalam surga kalau dia berbuat baik, agar
menjadi penyesalan padanya.” (H.R. Bukhari).
4. Allah Menyembunyikan Enam Perkara di
dalam Enam Hal
Sayidina Umar -semoga Allah
meridainyaberkata:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala menyembunyikan
enam perkara di dalam enam hal, yaitu: Menyembunyikan rida-Nya dalam perbuatan
taat, menyembunyikan murka-Nya dalam perbuatan maksiat, menyembunyikan Lailatul
Dadar dalam bulan Ramadan, menyelinapkan waliwalinya di tengah-tengah manusia,
dan menyisipkan kematian di . sepanjang umur, menyembunyikan salat Wustha di
salat lima waktu.”
Menurut Umar r.a. ada enam perkara yang
tersembunyi di dalam enam hal, yaitu:
Keridaan dalam ketaatan, maksudnya agar
manusia bersungguhsungguh dalam mengerjakan semua ketaatan dengan harapan dapat
menemukannya. Kita tidak boleh menghina ketaatan, sekalipun sangat kecil,
karena barangkali keridaan Allah ada di dalamnya.
Kemurkaan Allah swt. dalam kemaksiatan,
maksudnya agar manusia menjauhi kemaksiatan. Kita tidak boleh meremehkan
kemaksiatan, sekalipun sangat kecil, karena di dalamnya terdapat kemurkaan
Allah.
Lailatul Qadar pada bulan Ramadan,
maksudnya agar manusia bersungguh-sungguh menghidupkan semua bulam Ramadan
dengan beribadah, karena pahala sunah pada bulan Ramadan ini seperti pahala
fardu pada bulan selain bulan Ramadan. Hal tersebut seperti terdapat pada
hadis, ibadah sunah yang dilakukan tepat di malam Lailatul Jadar itu, bernilai
ibadah fardu.
Bahkan An-Nakha’i mengatakan:
“Satu rakaat salat dalam Lailatul Gadar
lebih utama dibanding seribu rakaat di luar Lailatul Qadar dan sekali membaca
tasbih di situ lebih utama dibanding seribu kali membacanya di luar malam itu.”
Hendaklah bersungguh-sungguh menghidupkan
semua malam Ramadan untuk mendapatkan Lailatul Qadar, karena Lailatul Oadar
lebih baik daripada seribu bulan, yaitu 83 tahun 4 bulan.
Dalam sebuah hadis marfu’ Nabi saw.
bersabda:
“Barangsiapa berzina atau minum khamar di
bulan Ramadan, maka dia dikutuk Allah swt. dan malaikat yang ada di langit
sampai datang tanggal yang sama di tahun depan.” (H.R. Ath-Thabrani).
Jadi, orang yang berbuat kejelekan di
bulan Ramadan, kemudian mati sebelum mengalami Ramadan berikutnya, tidak
mempunyai kebajikan di sisi Allah yang dapat menjaga dirinya dari api neraka.
Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah Ta’ala di bulan Ramadan, karena pada
bulan Ramadan ini kebaikan dilipatgandakan. Begitu pula dengan kejelekan,
dilipatgandakan pada bulan Ramadan.
Para kekasih Allah diselinapkan di
tengah-tengah para manisia: maksudnya agar manusia tidak menghina seorang pun
dari wali (kekasih Allah), melainkan memohon doa dengan harapan menemui wali.
Oleh sebab itu, seseorang jangan menghina orang lain, karena siapa tahu dia
adalah wali Allah.
Ajal kematian disisipkan di sepanjang
usia, maka hendaklah di setiap denyut jantung selalu digunakan menghimpun bekal
untuk mati dengan cara beribadah, karena siapa tahu kematian datang dengan
tiba-tiba.
Salat Wustha, yakni salat yang paling
utama dan istimewa disembunyikan Allah dalam salat lima waktu, maksudnya agar
manusia mencarinya pada semua salat. :
Selain itu, Allah menyembunyikan nama-Nya
yang agung, agar manusia bersungguh-sungguh dapat dikabulkan. Allah
menyembunyikan waktu ijabah (dikabulkan doa) pada hari Jumat dan Allah
menyembunyikan ayat Sab’ul Matsani, agar manusia bersungguh-sungguh membaca
semua ayat Alqur-an.
5. Orang Mukmin Mengalami Enam Macam
Ketakutan
Utsman r.a. berkata:
“Orang mukmin sesungguhnya menghadapi
enam macam ketakutan: Pertama, takut kepada Allah, jangan-jangan direnggut
imannya: Kedua, takut kepada para malaikat penjaga, jangan-jangan dicatat
hal-hal yang dapat menyingkap kejelekannya kelak di hari Kiamat, Ketiga, takut
kepada setan, jangan-jangan membatalkan amal perbuatannya: Keempat, takut
kepada malaikat maut, jangan-jangan ia merenggut nyawanya di saat dia lengah:
Kelima, takut pada dunia, jangan-jangan membuatnya tertipu dan lengah dari
akhirat, Keenam, takut kepada keluarga serumah dan para famili, jangan-jangan
membuatnya sibuk, sehingga lengah dari mengingat Allah.”
Menurut Utsman r.a., enam perkara yang
harus ditakuti oleh orang yang beriman, yaitu:
Takut dicabut keimanannya oleh Allah
waktu dia diambil nyawanya. Diriwayatkan, bahwa Ibnu Mas’ud menunjukkan doa
sebagai berikut:
“Ya, Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu
iman yang tidak kembali murtad, kenikmatan yang tiada habis, bidadari bermata
jeli yang tiada hentinya, dan menemani Nabi-Mu, Muhammad saw., di surga yang
tertinggi lagi kekal.”
Takut kepada malaikat pencacat amal.
Mereka mencatatkan sesuatu yang membuat malu pada hari Kiamat, Nabi saw.
bersabda:
“Terbuka kejelekan di dunia, lebih ringan
daripada terbukanya kejelekan di akhirat.” (H.R. Ath-Thabrani).
Manawi berkata: “Noda yang ada pada diri
terbuka di dunia, hingga membuat dia dipermalukan, lebih ringan daripada
menyembunyikan noda itu sampai hari Kiamat, karena di hari Kiamat akan
disebarkan pada semua makhluk.” Oleh karena itu, seorang sahabat mengakui
dosanya kepada Nabi saw., agar Nabi saw. berkenan menghukumnya dan dia tidak
mencabut pengakuannya, padahal Nabi saw. mengisyaratkan untuk mencabut
pengakuannya, karena dia mengetahui terbuka kejelekan di dunia dengan menjalani
hukuman, lebih ringan daripada terbuka kejelekan di akhirat.
Takut kepada setan, jangan-jangan
membatalkan amalnya.
Takut kepada malaikat maut, ketika dalam
keadaan lupa dari Allah swt. dengan mendadak tanpa didahului sebab kematian.
Takut pada dunia, yakni ditipu dengan
melupakan akhirat dan dia lupa terhadap kedahsyatan akhirat.
Takut kepada keluarga mereka yang wajib
dibiayai, yakni takut disibukkan oleh mereka sehingga dia tidak ingat kepada
Allah swt. dan tidak taat kepada-Nya.
6. Enam Bekal untuk Membeli Tiket ke
Surga
Sayyidina Ali -karramallahu wajhahu- berkata:
“Barangsiapa menghimpun enam hal, berarti
dia tidak membiarkan surga untuk dicari dan neraka untuk disingkiri: Pertama,
mengenali “Allah swt., kemudian menaati-Nya, Kedua, mengenali setan sebagai
musuh Allah, kemudian mendurhakainya, ketiga, mengenali akhirat, kemudian
membekali diri untuk menuju ke sana: keempat, mengenali dunia, kemudian
meninggalkannya, kelima, mengenali hak, kemudian mengikutinya, keenam,
mengenali batil, kemudian menyingkirinya.”
Enam hal yang harus dikenal oleh kita,
agar kita dapat masuk surga dan dijauhkan dari neraka, yaitu:
Pertama: Mengenal bahwa Allah yang
menciptakan, yang memberi rezeki, yang menghidupkan dan yang mematikannya.
Kemudian taat kepada-Nya dengan cara menyepakati dan mengerjakan segala
perintahNya
Kedua: Mengenal setan sebagai musuh,
kemudian membantahnya dengan cara menyalahi perintahnya.
Ketiga: Mengenal akhirat sebagai tempat
yang kekal, kemudian | mencarinya dengan mempersiapkan bekal untuk akhirat.
Kempat: Mengenal bahwa dunia akan hancur
dan menuju tempat singgah di akhirat, kemudian meninggalkannya, dia tidak
memikirkan dunia, melainkan sekadar bekal untuk akhirat.
Kelima: Mengenal hak atau kebenaran
berbagai hukum, kemudian mengamalkannya.
Keenam: Mengenal kebatilan, yakni sesuatu
yang tidak benar, kemudi: an tidak mengamalkannya.
7. Enam Kenikmatan
Ali r.a. berkata:
“Kenikmatan ada enam perkara, yaitu
Islam, Alqur-an, Muhammad Rasulullah saw., sehat wal ajiat, tertutup aibnya, d
dan tidak butuh kepada manusia.”
Tentang Islam, Alqur-an dan Muhammad
Rasulullah saw. dianjurkan bagi kita setiap hari membaca sebagai berikut:
“Aku rela Allah Tuhanku, Islam agamaku,
Muhammad saw. sebagai rasul (urusan) dan Nabiku, Alqur-an menjadi pedoman hukum
dan panutanku.”
Mengenai ketergantungan diri terhadap
orang lain dalam utusan keduniaan, dapat dijelaskan dengan sabda Nabi:
“Dalam hadis Qudsi, Tuhanmu berfirman:
“Wahai, Bani Adam, habiskanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, maka Aku
penuhi “hatimu dengan kekayaan dan dua tanganmu dengan rezeki, Wahai, Bani
Adam, jangan engkau menjauh dari-Ku (jika menjauh), maka Aku penuhi hatimu
kefakiran dan dua tanganmu dengan kerepotan’.” (H.R, Al-Hakim dan
Ath-Thabrani).
8. Ilmu, Kepahaman, Akal, Hawa, Harta dan
Dunia
Dari Yahya bin Mu’adz Ar-Razir.a.: ‘ »
“Iimu itu penuntun amal perbuatan,
kepahaman itu tabung ilmu, akal itu pembimbing ke arah kebajikan, hawa itu
kendaraan dosa, harta benda itu busana Orang-orang sombong dan dunia adalah
pasar akhirat.” :
Menurut Yahya bin Mu’ad:z, ilmu itu
adalah petunjuk dan penuntun amal perbuatan. Amal tidak akan ada tanpa ilmu.
Kepahaman adalah wadah ilmu. Ilmu tidak akan ada tanpa gambaran arti lafal.
Akal adalah penuntun kebaikan. Kebaikan tidak akan terwujud tanpa adanya akal yang
mendorong kebaikan. Hawa adalah kendaraan berbagai dosa. Dosa tidak akan
terjadi jika tidak disertai hawa. Harta adalah busana orang-orang sombong,
laksana selendang.mereka. Dunia adalah pasar akhirat.
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang mengambil dunia secara
halal, Allah akan menghisabnya. Barangsiapa yang mengambil dunia secara haram,
Allah akan menyiksanya.” (H.R. Al-Hakim).
Dalam hadis lain, diriwayatkan pula,
bahwa Nabi saw. bersabda:
“Wahai, manusia, sesungguhnya dunia tempat
kekacauan, bukan tempat ketenangan, tempat berduka.cita bukan tempat gembira.
Maka, barangsiapa yang telah mengetahuinya, niscaya dia tidak gembira karena
kesenangan dan tidak sedih karena kesulitan. Ingat! Sesungguhnya Allah
menciptakan dunia sebagai tempat cobaan dunia untuk mendapatkan pahala di
akhirat dan pahala akhirat karena cobaan dunia sebagai gantinya. Maka,.Allah
mengambil untuk memberi dan mencoba untuk memberi pahala. Karena itu,
waspadalah terhadap manisnya dunia, jangan teperdaya oleh kepahitan
menceraikannya. Dan jauhilah kesenangannya, karena akibatnya tidak
menyenangkan. Janganlah berjuang untuk meramaikan tempat yang akan dihancurkan
oleh Allah swt. dan janganlah. menghubungi dunia, karena Allah :
menghendakimu agar menjauhinya. Jika tidak,
kamu akan melihat kemurkaan-Nya dan berhak mendapatkan siksaan-Nya.” – (H.R. Ad-Dailami).
9. Enam Perkara Mampu Menandingi Dunia
Seisinya
Bazar Jamhar berkata: .
“Enam perkara dapat menandingi dunia
seisinya: Makanan lezat, anak yang saleh, istri yang salehah dan taat,
perkataan yang berpengaruh, kesempurnaan akal dan kesehatan badan.”
Tentang amal yang sempurna, Nabi saw.
bersabda:
“Setiap amal ada benyangganya, dan
penyangga amal manusia adalah akalnya.”
Ibadah seseorang kepada-Allah, sesuai
dengan kadar akalnya, seperti .yang dikatakan Umar bin Khattab r.a.: Mahkota
seseorang adalah akalnya, derajat seseorang adalah agamanya, serta kehormatan
seseorang adalah budi pekertinya.
10. Enam Hal Sebagai Penguat Bagi yang
Lain
Hasan Bashri r.a. berkata:
“Seandarnya tidak ada para wali abdal,
maka meledaklah bumi berikut isinya. Seandainya tidak ada orang-orang saleh,
maka binasalah orangorang jahat. Seandainya tidak ada ulama, maka semua manusia
seperti binatang. Seandainya tidak ada penguasa, maka satu sama lain saling
membinasakan. Seandainya tidak ada orang yang lemah, maka hancurlah dunia. Dan
seandainya tidak ada angin, maka semua yang ada berbau busuk.”
Menurut Hasan Bashri r.a., ada enam hal
sebagai penguat bagi yang lain:
Pertama: Wali-wali Abdal sebagai penguat
bagi dunia.
Tentang jumlah wali Abdal, Nabi saw.
bersabda
“Jumlah Abdal adalah empat puluh orang,
dua puluh orang ada di Syam dan delapan belas orang ada di Irak. Apabila salah
seorang di antara mereka meninggal dunia, maka Allah akan menggantikannya
dengan yang lain pada posisinya. Apabila sudah datang suatu urusan (kiamat),
maka semua abdal meninggal dunia, pada waktu itulah akan terjadi kiamat.”
: (H.R. Hakim).
Dalam suatu riwayat Nabi saw. bersabda:
“Bumi tidak akan sepi dari 40 orang
seperti kekasih Allah Maha Penyayang, karena mereka diturunkan air hujan dan
karena mereka diberi pertolongan, tiada seorang pun di antara mereka yang
meninggal dunia, melainkan Allah menggantikannya denga n yang lain pada
bosisinya.” (H.R. Thabrani).
Pada hadis lain diriwayatkan, Nabi saw.
bersabda:
“Tiga hal, barangsiapa memilikinya, maka
termasuk wali Abdal, yaitu rida menerima ketentuan Allah, sabar dalam
menyingkiri laranganlarangan Allah, marah karena Allah.” (H.R. Ibnu Adi).
Kedua: Orang-orang yang saleh sebagai
penguat bagi orang-orang yang berbuat kerusakan.
Ketiga: Ulama sebagai penguat semua
manusia, andaikata tidak ada ulama, maka semua manusia seperti binatang.
Abu Laits berkata: “Barangsiapa yang
duduk di sisi orang alim dan tidak mampu menghafal ilmu sedikit pun, maka dia
akan tetap mendapat tujuh keramat, yaitu pertama, mendapat keutamaan orang yang
belajar. . Kedua, terpelihara dari dosa. Ketiga, turun rahmat kepadanya ketika
dia keluar dari rumahnya. Apabila rahmat turun kepada kelompok tersebut, maka
mereka mendapat suatu bagian rahmat. Keempat, akan dicatat sebagai ketaatan,
selama dia mendengarkannya. Apabila hatinya sempit karena tidak paham, maka
kebingungannya menjadi perantara ke hadirat Allah swt. Kelima, dia akan melihat
keagungan orang alim. Keenam, dia akan melihat kehinaan orang fasik, sehingga
tabiatnya akan cenderung pada ilmu. Ketujuh, hatinya akan menolak perbuatan
fasik.”
Keempat: Penguasa sebagai penguat rakyat,
karena bila tidak ada penguasa, maka satu sama lain saling membinasakan.
Kelima: Orang yang lemah: sebagai penguat
isi dunia, andaikan tidak ada orang yang lemah, maka hancurlah dunia.
Keenam: Angin sebagai penguat perkara
yang akan berbau. Andaikan tidak ada angin, maka semua yang ada berbau busuk.
11. Enam Macam yang Harus Ditakuti
Sebagian ahli hikmah berkata:
“Barangsiapa yang tidak takut kepada
Allah, maka tidak akan selamat dari tergelincir lisan, siapa yang tidak takut
bertemu dengan Allah, maka hatinya tidak terelak dari haram dan subhat: siapa
yang tidak putus harapannya dari makhluk, maka dia tidak akan selamat dari .
kerakusan, barangsiapa yang tidak memelihara amalnya, maka tidak akan selamat
dari perbuatan riya. Siapa yang tidak memohon pertolongan kepada Allah, agar
dipelihara hatinya, maka tidak akan selamat dari hasud, siapa yang tidak
melihat kepada orang yang lebih utama ilmu dan perbuatannya, maka dia tidak
akan selamat dari ujub.”
Orang yang tidak takut kepada Allah, maka
dia tidak akan selamat dari terpelesetnya lidah. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw.
bersabda:
“Keuntungan besar bagi orang yang dapat
mengendalikan lisannya merasa cukup luas berada di rumah. sendiri, dan menangis
karena menyesali kesalahan perbuatannya.” (H.R. Thabrani).
Orang yang tidak takut bertemu dengan
Allah, maka hatinya tidak akan selamat dari yang haram dan subhat.
Tentang haram dan subhat. Haram ada dua
macam:
Haram karena zatnya, yaitu barang-barang
yang zatnya memang – haram, seperti darah, bangkai (selain hati dan limpa dan
selain bangkai ikan dan belalang) dan sebagainya. Barang haram dalam kelompok
ini bagaimanapun tetap haram. Ia dapat. dihalalkan, jika dimakan sekadar untuk
mempertahankan nyawa.
Haram sebab lain, yaitu barang-barang
yang zatnya sendiri halal, tetapi ia diharamkan karena ada faktor-faktor dari
luar. Misalnya air dan nasi, zat keduanya adalah halal, tetapi bisa menjadi
haram karena faktor dari luar, misalnya didapat dari hasil pencurian.
Akan halnya subhat, ia ada tiga macam,
yaitu:
Sesuatu yang diyakini keharamannya, dan
masih diragukan apakah ia memang halal. Untuk yang demikian ini, dihukumi
haram.
Sesuatu yang diyakini kehalalannya, dan
masih diragukan apakah ia memang haram. Untuk yang demikian ini, jika
ditinggalkan termasuk perbuatan warak.
Sesuatu yang belum jelas halal-haramnya.
Hal yang seperti ini, seyogianya ditinggalkan.
Dalam masalah menghadapi subhat, Nabi
bersabda:
“Tinggalkanlah apa-apa yang meragukanmu,
ambillah yang tidak meragukanmu, karena benar adalah menenangkan dan dusta
adalah meragukan.” (H.R. At-Tirmidzi).
Menurut Syekh Hamzawi, maksud hadis ini
ialah: Tinggalkanlah segala sesuatu yang masih anda ragukan kehalalannya untuk
memungut sesuatu yang lain, yang tidak diragukan lagi kehalalannya.
Orang yang tidak putus harapan dari
makhluk, niscaya terjerumus ke dalam kerakusan. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw.
bersabda:
“Mohonlah olehmu perlindungan kepada
Allah dari sikap tamak yang membawa pada kekejian itu, tamak yang menuntun pada
sesuatu yang tidak dapat diharapkan, dan tamak yang semestinya tidak usah
ditamakkan.” (H.R. Imam Ahmad, Ath-Thabrani dan Al-Hakim).
Orang yang tidak memelihara amalnya, maka
tidak akan selamat dari perbuatan riya. Dalam hal ini Nabi saw. bersabda:
“Janganlah mencampurkan taat kepada Allah
dengan menginginkan dipuji oleh manusia, maka rusaklah amalmu.” (H.R.
Ad-Dailami).
Orang yang tidak memohon pertolongan
kepada Allah untuk menjaga hatinya, maka dia tidak akan selamat dari perbuatan
hasud. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Perbuatan dengki dapat merusakkan iman,
seperti jadam madu.” (H.R. Dailami).
Orang yang tidak melihat kepada orang
yang lebih utama ilmu dan amalnya, maka dia tidak akan selamat dari perbuatan
sombong. Dalam suatu riwayat Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang memuji dirinya
melakukan amal saleh, maka sungguh sesatlah syukurnya, dan rusak amalnya.”
(H.R. Abu Nu’aim).
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Bukan perbuatan baik, seseorang
menampakkan ucapan dengan lidahnya, sedang ujubnya melekat dalam hatinya.”
(H.R. Daruquthni).
Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw.
bersabda:
“Sesungguhnya ujub akan merusak amal
selama tujuh puluh tahun.” — (H.R. Dailami).
12. Enam Faktur Penyebab Kerusakan Hati
Dari seorang tabiin terbesar, Hasan
Al-Basri r.a., dia berkata:
“Sesungguhnya kerusakan hati itu
disebabkan oleh enam hal: Pertama, mereka sengaja berbuat dosa dengan harapan
dapat tobat: kedua, mereka menuntut ilmu, tapi tidak mengamalkannya: Ketiga,
jika mereka mengamalkannya, namun tidak ikhlas: keempat, mereka makan rezeki
dari Allah, namun tidak bersyukur, kelima, mereka tidak rela dengan bagian dari
Allah, keenam, mereka mengebumikan orang-orang mati, namun tidak mau mengambil
pelajaran daripadanya.”
Ilmu yang tidak ditindaklanjuti dengan
pengamalan, tidak berguna, karena buah ilmu justru pada pengamalannya itu.
Tentang pengamalan yang tanpa ikhlas, berarti pengamalan itu bohong, karena
ketidak bohongan itu pangkal, sedang ikhlas merupakan cabangnya. Di antara doa
Imam Ahmad bin Hanbal adalah sebagai berikut:
“Wahai, Zat yang menunjukkan kepada orang
yang bingung, tunjukkanlah aku ke jalan orang-orang yang benar dan jadikanlah
aku ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang ikhlas.”
Mengenai syukur terhadap rezeki yang
dianugerahkan Allah. Maksud syukur di sini ialah memperlakukan seluruh anggota
tubuhnya pada jalan rida Allah dan membelanjakan hartanya pada jalan itu pula.
Sehubungan dengan sikap rela menerima
bagian dari Allah, Syekh Abdul Oadir Al-Jailani berkomentar: “Relakanlah dirimu
dalam menerima sesuatu yang sedikit dan bersungguh hatilah dalam sikap itu,
niscaya kamu akan berpindah pada yang.lebih tinggi dan lebih baik, dengan
perasaan senang itu, kamu akan bahagia, tenteram dan terpelihara, tidak merasa
lelah di dunia dan akhirat, kemudian kamu akan meningkat lagi pada yang lebih
kamu senangi.”
Tentang mengambil pelajaran dari
kematian, Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya kuburan adalah awal tempat
akhirat, jika seseorang selamat dari kubur, maka lebih mudah untuk tahap
selanjutnya. Jika : seseorang tidak selamat dari kubur, maka untuk tahap
selanjutnya lebih susah.” (H.R. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Pada hadis lain, diriwayatkan bahwa Nabi
saw. bersabda:
“Sesungguhnya mati itu mengejutkan,
apabila saudaramu ” mati, ucapkanlah, ‘Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan
kami kembali kepada-Nya, dan sungguh kami kembali kepada Tuhan kami. Ya, Allah,
ya, Tuhan kami, catatkanlah dia beserta orang-orang yang berbuat baik di
sisi-Mu dan simpanlah bukunya Ji ‘Illiyin dan gantilah keturunannya dengan yang
lain. Ya, Allah, ya, Tuhan kami, janganlah Engkau mencegah pahalanya kepada
kami dan janganlah Engkau menguji kami setelah kematiannya” ” (H.R. AthThabrani).
Selain hadis tersebut, diriwayatkan Nabi
saw. “bersabda:
“Barangsiapa yang mendengar orang muslim
meninggal dunia, kemudian ia mendoakan kebaikan, maka Allah akan mencatat
baginya pahala orang yang melayat di waktu hidupnya dan orang yang mengantarkan
ke kuburan waktu meninggalnya.” (H.R. Ad-Darugutni).
13. Enam Siksaan bagi Ahli Dunia
Hasan Al-Basri berkata:
“Barangsiapa yang mengharapkan dunia dan
memilih dunia daripada akhirat, maka Allah akan menyiksa dengan enam siksaan,
tiga siksaan di dunia dan tiga lainnya di akhirat. Adapun tiga siksaan di dunia
adalah berangan-angan tanpa batas, sangat rakus tanpa kecukupan, dan diambil
darinya manisnya ibadah. Adapun tiga siksaan yang ditimpakan di akhirat, yaitu
ketakutan pada hari Kiamat, hisab yang sangat dahsyat dan penyesalan yang tidak
berkesudahan.”
Menurut Hasan Al-Bashri, orang yang
memilih dunia dan meninggalkan akhirat, maka baginya ada enam siksaan, tiga
siksaan di dunia dan tiga lainnya di akhirat. Adapun tiga siksaan di dunia,
yaitu:
Berangan-angan yang tanpa ada batasnya.
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Kaitan antara manusia, lamunan dan ajal
kematian, adalah semisal kematian di sebelahnya dan lamunan ‘di depannya,
sementara itu mengejar lamunan di depannya, sekonyong-konyong kematian datang
dan menerkamnya.” (H.R. Ibnu Abi Dunya).
Pada hadis lain diriwayatkan, bahwa Nabi
saw. bersabda:
“Banyak orang yang menghadapi hari depan
tidak dapat menyempurnakan dan banyak orang menunggu hari esok tidak dapat
sampai. Kalau kamu melihat ajal di perjalanannya, maka kamu akan membenci
anganangan dan tipu dayanya.” (H.R. Ad-Dailami).
Sangat rakus tanpa pernah merasa cukup.
Kerakusan dapat membuang keutamaan jiwa, mencegah kesempurnaan ibadah dan
membangkitkan hajat pada yang subhat. Orang yang rakus tidak mempunyai tujuan
tertentu yang ditunggu dan tiada ujung yang terbatas dianggap cukup. Karena
apabila ia sampai pada anganangannya dengan kerusakan, maka hal itu mendorong
untuk lebih rakus dan lebih berangan-angan.
Diambil darinya manisnya ibadah, karena
dunianya itu menyibukkannya dari akhirat.
Adapun tiga siksaan yang ada di akhirat,
yaitu:
Pada hari Kiamat akan menemukan urusan
yang menakutkan dan mengejutkan.
Hisaban yang sangat dahsyat.
Penyesalan yang tidak berkesudahan,
artinya kesedihan yang lama.
14. Akibat Buruk bagi Enam Golongan
Ahnaf bin Oais r.a. berkata:
“Tidak ada kesengajaan jiwa bagi orang
hasud, tidak ada harga diri bagi pendusta, tidak ada tipu muslihat bagi orang
kikir, tiada kesetiaan bagi para raja, dan tidda kemuliaan derajat bagi orang
yang buruk perangai dan tiada penangkal bagi keputusan Allah.” .
Dalam masalah dengki (hasud), Abdul
Mu’thi As-Samlawi sebagai menukil dari gurunya, Al-Badr r.a. sebagi berikut:
“Orang dengki itu ditimpa lima perkara: Ia dicela orang, perasaan gelisah
terus-menerus, pintu taufik tertutup baginya, bencana abadi yang tiada membawa
pahala dan akan mendapatkan murka dari Allah swt.”
Al-Mawardi berkata: Substansi hasud
adalah rasa sangat pedih terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang melebihi
dirinya, sedangkan munafasah adalah berusaha untuk-memperoleh keberuntung: an
sesuai dengan perkara yang ada pada orang lain tanpa mendatangkan bencana orang
tersebut.”
Sehubungan dengan ini diriwayatkan, bahwa
Nabi saw. bersabda:
“Orang mukmin itu bersikap ghibthah (
persaingan), sedangkan orang munafik selalu berbuat hasud.”
Tentang harga diri (muru’ah), dapat
dijelaskan sebagai berikut: Memelihara diri, agar senantiasa berada pada
sikap-sikap yang luhur, sedemikian rupa hingga tidak pernah sengaja melakukan
kejelekan dan melakukan sesuatu yang dapat dicela. Nabi bersabda:
“Barangsiapa yang bergaul dengan orang
lain, kemudian tidak bertindak zalim, berkata dengan mereka tanpa berdusta dan
berjanji dengan mereka tanpa berkhianat, maka orang itu termasuk orang yang
telah sempurna perangainya dan tampak keadilannya serta tetap persaudaraannya.”
Adapun orang kikir atau bakhil, dapat
dipahami dari batasan pengertian sebagai berikut: Orang dermawan adalah orang
yang bersedia menyumbangkan sesuatu berharga, yang diperlukan pada saatnya
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan diserahkan kepada pihak yang
berhak. Orang yang sesuai dengan batasan ini, maka disebut dermawan yang berhak
dipuji karena berbudi tinggi. Sedang orang bakhil (kikir), ialah yang tidak
mencapai norma tersebut: ia mesti dicela karena kekikirannya.
Nabi saw. bersabda:
“Makanan orang dermawan menjadi obat,
sedangkan makanan orang yang kikir menjadi penyakit.”
Segolongan sastrawan berkata.
“Orang kikir tidak bakal punya teman
akrab “
Shalih bin Abdul Oudus berkata dalam
Bahar Thawil:
Kekikiran seseorang akan menampakkan noda
di hadapan orang ramai
hanya kemurahanlah yang dapat menutupi
noda dari mereka.
Tutuplah dengan kain kemurahan .
karena semua noda dapat ditutupi dengan
kemurahan
Tiada kesetiaan di hati raja, karena dia
tidak pernah merasa takut
khawatir terhadap satu orang rakyat pun.
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Dua golongan dari umatku, jika mereka
baik, maka baiklah seluruh. umat, yaitu u golongan bejabat dan fukaha (ulama).”
(H.R. Abu Nu’ aim).
Dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda:
“Rakyat tidak akan binasa, walaupun zalim
dan berbuat jahat, jika pemerintahnya mendapat petunjuk dan menunjukkan (pada
kebenaran), akan tetapi rakyat akan binasa meskipun mendapatkan petunjuk dan
diarahkan, jika pemerintahnya berbuat zalim dan berbuat jahat.” (H.R. Abu
Nu’aim).
Abu Bakar membacakan puisi dalam Bahar
Basith, sebagai berikut:
Jika kamu berharap manusia menjadi mulia
perhatikanlah olehmu seorang raja memakai kain orang miskin
Itulah perbuatan yang baik di hadapan
manusia dan baik pula untuk dunia dan agama
Orang yang buruk perangainya tidak
mempunyai derajat tinggi, sebagaimana sabda Nabi saw.:
“Perangai buruk itu tercela, dan yang
paling buruk di antara kalian adalah yang paling buruk budi pekertinya.” (H.R.
Khatib).
Selain itu diriwayatkan, bahwa Nabi saw.
bersabda:
“Sungguh budi pekerti yang buruk, adalah
merusak amal perbuatan, seperti cuka merusak madu.” (H.R. Askari).
Nabi saw. juga bersabda:
“Hamba Allah yang paling dicintai pleh
Allah adalah yang paling baik budi pekertinya.” — (H.R. Ath-Thabrani).
Ali bin Abi Thalib menyenandungkan sebuah
syair dalam Bahar Basith:
Sungguh budi pekerti mulia dan suci, yaitu
pertama, akal: kedua, agama, ketiga, ilmu:
Keempat, rendah hati: kelima, dermawan,
keenam, makrifat: Ketujuh, berbuat baik: kedelapan, sabar: kesembilan,
bersyukur, dan kesepuluh lemah lembut. ‘” ”
Yang dimaksud akal dalam syair.ini adalah
seperti dikemukakan dalam hadis, yaitu menjauhi semua yang diharamkan Allah dan
menjalankan apa yang difardukan oleh Allah.
15. Enam Gejala Diterima Tobat
“Sementara hukama ditanya: ‘Apakah
seorang hamba mengetahui diterima atau tidak tobatnya?’ Ia menjawab: ‘Aku
sendiri tidak tahu — bersis tentang hal itu, tetapi masalah itu ada tanda-tandanya,
pertama, dia tahu bahwa dirinya tidak dipelihara dari perbuatan maksiat: kedua,
dia mengetahui dalam hatinya tidak ada kegembiraan hanya ada . kesedihan,
ketiga, ia mendekat kepada orang yang baik dan menjauh dari orang yang jahat:
keempat, ia mengetahui, bahwa dunia yang sedikit itu banyak dan menganggap amal
akhirat yang banyak itu sedikit. Kelima, hatinya sibuk dengan perkara yang
berkenaan dengan perintah Allah dan tenang dengan perkara yang dijamin oleh
Allah baginya: keenam, ia menjaga lisan, selalu bertafakur dan sedih serta
menyesal.”
Menurut sementara Ahli Hikmah, gejala
diterima tobat ada enam:
Beranggapan, bahwa dirinya tidak
dilindungi dari berbuat dosa. .
Hatinya jauh dari kegembiraan dan
kesedihan selalu dekat di hatinya.
Mendekati orang-orang yang baik dan
menjauhi orang-orang yang jelek, karena takut jatuh ke dalam maksiat.
Dia memandang rezeki dari Allah banyak,
dia mengambil sebagiannya sekadar memenuhi kebutuhannya. Dan beranggpan bahwa
amal salehnya sedikit, sehingga ia berusaha menambahnya terus.
Hatinya selalu sibuk dengan macam-macam
kewajiban dari Allah, namun tidak ambil pusing menghadapi rezeki, karena sudah
dijamin oleh Allah swt.
Senantiasa memelihara lisan.
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Amal yang paling dicintai Allah adalah
memelihara lidah.” (H.R. Al-Baihaqi).
Dalam hadis lain beliau saw. bersabda:
“Sesungguhnya.manusia yang paling banyak
dosanya pada hari Kiamat, adalah orang yang paling banyak membicarakan hal yang
tidak berguna.” (H.R. Ibnu Nashr).
Mengenai memikirkan dan menghayati
keagungan Allah, Nabi saw. bersabda:
“Berpikir tentang keagungan Allah, surga
dan nieraka-Nya, selama – satu jam itu lebih bagus daripada salat sunah di
malam hari.”
Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw.
bersabda:
“Berpikirlah tentang ciptaan Allah,
janganlah berpikir tentang Zat Allah, maka kamu akan celaka.”
Juga selalu menyesal melakukan maksiat.”
16. Enam Tipu Daya yang Paling Besar
Yahya bin Mu’adz berkata:
“Tipu daya yang paling besar menurutku,
ialah: Terus-menerus melakukan dosa dengan mengharapkan ampunan tanpa disertai
penyesalan, – mengaku dekat kepada Allah Ta’ala tanpa disertai perbuatan taat,
mengharapkan menuai kesenangan surga dengan menyebarkan benih neraka,
menginginkan rumah orang yang taat dengan melakukan berbagai maksiat,
mengharapkan pahala tanpa beramal, dan beranganangan kepada Allah disertai
perbuatan melampaui batas.”
Menurut Yahya bin Mu’adz, tipu daya yang
paling besar ada enam hal:
Terus-menerus berbuat dosa dengan
mengharapkan ampunan tanpa disertai penyesalan.
Menanti agar dekat kepada Allah tanpa
melakukan taat.
Mengharap kesenangan surga dengan
menyebarkan benih neraka.
Mencari tempat orang yang taat dengan
melakukan berbagai maksiat, yakni ingin masuk surga tanpa berusaha menelusuri
jalan ke arah sana, bahkan berani melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
perintah Allah. Dalam hal ini tidak mungkin ia mampu mendapatinya, sebab
imbalan yang diperoleh seseorang adalah sesuai dengan amal perbuatannya.
Allah swt. berfirman:
“Sungguh Kamu akan dibalas sesuai dengan
apa yang kamu perbuat.” (Q. S. Ath-Thuur: 16).
Mengharapkan pembalasan sesuatu yang
mengakibatkan kesenangan, tanpa melakukan amal saleh.
Mengharapkan rahmat Allah, padahal
perbuatannya melampaui batas, juga tidak mungkin berhasil, sebagaimana sindiran
seorang penyair . yang didendangkan dalam Bahar Basith:
Dia mengharapkan keselamatan, namun dia
tidak menempuh jalan keselamatan Sungguh, perahu pun tidak bisa berlayar di
atas daratan.
17. Enam Karunia yang Paling Baik
Ahnaf bin Oais pernah berdialog dengan
seseorang, di mana Ahnaf selalu ditanya -dan menjawab sebagai berikut:
– Pemberian apa yang terbaik, yang
diberikan kepada seorang hamba!
+ Akal tabi’i (yang dibawa sejak lahir)
– Jika tidak ada?
+ Budi pekerti yang baik.
– .Jika tidak ada!
+ Teman yang menolong.
– Jika tidak ada teman-yang menolong!
+ Hati yang tabah.
– Jika tidak ada!
+ Banyak diam.
– Jika tidak ada?
+ Mati dengan segera.
Akal Gharizi, yakni tabiat. Diriwayatkan,
bahwa Nabi saw. bersabda:
“Usaha manusia tidak seperti usaha akal,
akal memberikan petunjuk kepada orang yang ditempatinya, atau menolaknya dari
yang buruk.”
Budi pekerti yang baik, yaitu melakukan
segala sesuatu yang dapat menjaga segala kemaksiatan.
Tentang teman yang menolong, Nabi saw.
bersabda:
“Pemuka akal setelah iman, adalah kasih
sayang terhadap sesama manusia dan seseorang memang tidak dapat lepas dari
pentingnya musyawarah, dan sungguh, ahli kebaikan di dunia, mereka ahli
kebaikan di akhirat, ahli mungkar di dunia, mereka bun ahli mungkar di
akhirat.”
Hati yang tabah, yakni hati yang sabar
terhadap penghinaan orang lain. Tentang hal ini Nabi saw. bersabda:
“Andaikan ada seorang mukmin di atas
sebilah bambu di tengah lautan, niscaya Allah memberikan kekuatan untuk
menghadapi orang yang menyakitinya.” (H.R. Ibnu Abi Syaibah).
Mengenai diam yang lama. Diriwayatkan,
bahwa Nabi Saw. bersabda:
“Seorang hamba tidak mencapai hakikat
iman, sehingga dia sendiri mengendalikan lisannya.” . (H.R. Ath-Thabrani).
Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw.
bersabda:
“Allah memberikan rahmat-Nya kepada orang
yang memelihara isannya, mengenal zamannya dan lempang jalan hidupnya.” (H.R.
Abu Nu’aim).
Dalam pokok makalah dikatakan “mati
segera”, artinya lebih baik mati daripada hidup,jika tidak memperoleh karunia seperti.yang
disebutkan dalam makalah sebelumnya.