Terjemah Kitab Nashaihul Ibad; NASIHAT YANG TERDIRI DARI TIGA PERKARA

 

Terjemah Kitab Nashaihul Ibad (kumpulan nasihat pilihan bagi para hamba)

 

BAB II

NASIHAT YANG TERDIRI DARI TIGA PERKARA

 

1. Mengeluh, Susah Duniawi, Merendah Diri kepada Orang Kaya

Nabi saw. bersabda:

“Barangsiapa di pagi hari mengadukan kesulitan hidup, sama halnya ia mengeluh kepada Tuhannya. Barangsiapa di pagi hari merasa susah karena urusan duniawi, berarti di pagi itu juga benci kepada Allah. Dan barangsiapa merendah diri kepada orang kaya karena hartanya, niscaya benar-benar telah sirna dua pertiga agamanya.”

Memang pengaduan hanya layak disampzikan kepada Allah, sebab mengeluh kepada-Allah itu merupakan doa. Sedang pengaduan kepada sesama manusia, adalah menjadi alamat bahwa tidak rela dalam menerima bagian dari Allah. Dalam sebuah hadis Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan, Rasulullah saw. bersabda:

“Bukankah aku belum mengajarkan kepada kalian kalimat yang diucapkan oleh Nabi Musa a.s. ketika menyeberangi laut bersama Bani Israil?”

Kami menjawab: “Benar, ya, Rasulullah!”

Beliau bersabda: “Ucapkanlah: Ya, Allah, hanya untuk-Mu segala buji, hanya kepada-Mu-lah tempat mengadu, Engkau-lah tempat minta pertolongan dan tiada daya upaya dan kekuatan, melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung.”

Al-A’masy berkata: “Setelah aku mendengar kalimat-kalimat itu dari Syaqiq Al-Asadi bangsa Kufah, dan dia menerimanya dari Abdullah r.a., maka aku tidak meninggalkannya.”

Kemudian dia berkata: “Telah datang kepadaku seseorang yang datang ketika aku sedang bermimpi, dia berkata: Hai, Sulaiman, tambahlah kalimat-kalimat itu dengan:

“.. dan kami mohon pertolongan kepada-Mu atas kerusakan yang menimpa kami dan mohon kepada-Mu kemaslahatan dalam seluruh urusanku.”

Barangsiapa yang sedih karena perkara-perkara dunia, maka dia sungguh-sungguh marah kepada Allah, karena tidak rela Qadha dari Allah dan tidak sabar atas bencana dari-Nya serta tidak iman pada Qadar dari-Nya. Hal ini karena segala yang terjadi di dunia itu adalah berdasar (adha dan Qadar-Nya.

Dan barangsiapa yang merendahkan dirinya kepada orang kaya karena kekayaannya, maka sesungguhnya dia telah kehilangan dua pertiga agamanya.

Syariat hanya membolehkan memuliakan manusia karena kebaikan dan ilmunya, bukan karena kekayaannya. Oleh sebab itu, barangsiapa yang memuliakan harta kekayaan berarti telah menghina ilmu dan kebaikan. Sayid Syekh Abdul @adir Al-Jailani -Qaddasa sirrahumengatakan: “Segala tingkah laku setiap orang mukmin harus berdasarkan pada tiga perkara: Melaksanakan segala perintah, menjauhi larangan dan meridai gadar. Paling tidak keadaan orang mukmin itu tidak lepas dari salah satunya. Oleh sebab itu, setiap orang mukmin harus tetap memperhatikan hatinya dan seluruh anggota badannya untuk melaksanakan ketiga hal itu.”

 

2. Tiga Perkara yang Tidak Dapat Dicapai dengan Tiga Cara

Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.:

“Tiga perkara tidak dapat dicapai dengan tiga cara: kekayaan tidak tercapai dengan lamunan,.kemudaan tidak tercapai dengan rambut semiran dan sehat tidak tercapai dengan obat-obatan.”

Kekayaan tidak akan berhasil dengan angan-angan, tetapi dengan bagian dari Allah swt. Kemudaan tidak akan dapat diperoleh dengan menyemir rambut dan kesehatan tidak bisa diperoleh dengan obatobatan, tetapi dengan kesembuhan dari Allah swt.

 

3. Sebagian Akal, Ilmu dan Penghidupan

Dari Umar r.a.:

“Kasih sayang yang baik terhadap manusia adalah setengah akal, kebaikan pertanyaan itu setengah ilmu dan kebaikan pengaturan itu adalah sebagian penghidupan.”

Tentang baiknya kasih sayang, memang sesuai dengan hadis riwayat Ibnu Hibban, Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi, dari Jabir bin. Abdullah, sesungguhnya Nabi saw., bersabda: ,

“Ramah tamah terhadap manusia adalah sedekah.”

Ramah tamah di sini dapat dengan ucapan maupun perbuatan. Hal itu akan mendatangkan pahala seperti halnya sedekah. Sebagian keramahtamahan Nabi saw. adalah beliau tidak pernah mencela sesuatu makanan, tidak menghardik pelayan dan tidak pernah memukul seorang wanita. Kebalikan dari ramah tamah adalah menjilat atau mengambil muka.

Bertanya dengan baik kepada para ulama, adalah setengah dari ilmu, karena ilmu dapat dihasilkan dari sana. Sedang pengaturan urusan yang baik, yaitu menjalankan urusan dengan mengetahui akibat-akibatnya, adalah sebagian penghidupan, yakni usaha manusia untuk kelangsungan hidupnya. ,

 

4. Supaya Disenangi Allah, Malaikat dan Orang-orang Muslim

Dari Utsman r.a.:

“Barangsiapa meninggalkan dunia, maka disenangi Allah, siapa meninggalkan dosa, niscaya disenangi malaikat dan barangsiapa yang mencegah tamak terhadap orang-orang muslim, maka dia dicintai kaum muslimin”

Meninggalkan dunia artinya mengurangi makan dan tidak senang pujian dari manusia. Orang yang meninggalkan dunia disenangi Allah, karena tidak riya dan tidak congkak. .

Orang yang meninggalkan dosa disenangi malaikat, karena tidak menambah kesibukan malaikat yang bertugas mencatat kejelekan.

Sedang orang yang tidak tamak, disenangi kaum muslimin, karena tidak mengotori hati mereka.

 

5. Islam, Taat dan Kematian

Dari Ali r.a.:

“Di antara kenikmatan dunia cukuplah untukmu kenikmatan Islam. Di antara kesibukan, cukuplah untukmu kesibukan berbuat taat. Dan di antara pelajaran, cukuplah kematian sebagai pelajaran bagimu.”

Kenikmatan terbesar yang oleh Allah dianugerahkan kepada hamba, adalah pada saat Dia mengeluarkan hamba-Nya dari yang tiada menjadi ada, dari kegelapan kufur menuju cahaya Islam.

Taat kepada Allah merupakan kesibukan yang paling besar. Sesungguhnya maut itu sebuah peringatan yang cukup untuk menjadi pelajaran bagimu. Adapun kematian, adalah nasihat yang paling besar bagi manusia. –

 

6. Tiupan Nikmat, Pujian dan Tutup Keaiban

Dari Abdullah bin Mas’ud r.a.:

“Banyak orang yang hanyut terbuai kenikmatan, banyak orang yang termakan fitnah oleh pujian dan banyak juga orang yang tertipu oleh tutup keaiban.”

Banyak orang yang lupa daratan karena diberikan banyak kenikmatan. Karena banyak mendapat pujian, orang dapat masuk dalam jaringan fitnah dan bencana. Banyak orang teperdaya dan lupa akhirat, lantaran aib dirinya selalu tertutup.

 

7. Tiga Perkara yang Harus Diperhatikan oleh Orang yang Berakal

Dari Nabi Dawud a.s., beliau berkata: “Telah diwahyukan dalam kitab Zabur sebagai berikut:

“Huk atas orang yang berakal adalah jangan sibuk, melainkan dengan tiga perkara: Menghimpun bekal untuk akhirat, mencari biaya hidup dam mencan kelezatam dengan cara halal.”

Bekal akhurat dihimpun dengan melakukan perbuatan yang saleh, karena biaya hidup di sini meliputi kecukupan pembiayaan untuk sarana ibadah dan kemaslahatan. Adapun dalam mencari sesuatu, maka wajib mencari yang halal dan dengan cara halal pula.

 

8. Tiga Faktor dalam Empat Perkara

Dari Abdurrahman bin Shakhr, Abi Hurairah r.a., dia berkata: Nabi saw. bersabda:

“Tiga faktor penyelamat, tiga faktor perusak, tiga faktor derajat dan tiga faktor penebus dosa. Adapun tiga faktor penyelamat adalah: Takwa kepada Allah di kesepian dan di depan umum, sederhana, baik dalam kefakiran dan kecukupan dan bersikap adil di waktu senang dan marah. Tiga faktor perusak adalah: Teramat kikir, menuruti hawa nafsu dan membanggakan diri sendiri. Kemudian tiga faktor derajat adalah: Menyebarkan salam, memberi makan dan salat malam ketika orang-orang sedang tidur.

Adapun tiga faktor penebus dosa adalah: Menyempurnakan wudu dalam keadaan cuaca dingin, melangkahkan kaki menuju jamaah salat, menunggu salat berikutnya setelah salat yang dilakukan.”

Ada tiga perkara yang akan menyelamatkan manusia dari siksa, yaitu pertama, takut kepada Allah, baik secara sembunyi maupun terbuka di depan umum, takwa secara sembunyi lebih tinggi derajatnya daripada takwa secara terbuka. Kedua, hidup’sederhana dengan tidak melewati batas (haram) dan rela dengan keadaan. Ketiga, berbuat marah dan rela karena Allah swt.

Tiga perkara yang mencelakakan, yaitu pertama, kikir yang sangat, yakni tidak menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak makhluk-Nya. Yang dimaksud kikir di sini, adalah kikir yang ditaati oleh manusia. Adapun kikir yang berada dalam diri manusia jika tidak ditaati, maka tidak akan mencelakakan, karena kikir itu adalah suatu sifat yang berada dalam diri manusia. Kedua, tidak menuruti keinginan nafsunya: dan ketiga, tidak memandang dirinya lebih sempurna ketimbang orang lain.

Tiga perkara yang menaikkan derajat: Pertama, mengucapkan salam antarmuslim, baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Kedua, memberi makan kepada tamu dan orang yang lapar. Ketiga, salat Tahajud pada malam hari ketika orang lain tidur lelap.

Tiga perkara yang mampu menghapus dosa: Pertama, menyempurnakan wudu dalam cuaca yang sangat dingin: Kedua, melangkahkan kaki ke mesjid guna melaksanakan salat: Ketiga, menanti di mesjid untuk melaksanakan salat atau menanti untuk melakukan kebaikan yang lain.

 

9, Hidup, Berpisah dan Balasan

Jibril a.s. berkata:

“Wahai, Muhammad! Hiduplah sekehendakmu, karena engkau akan mati, Cintailah orang yang kamu kehendaki, karena engkau akan berpisah dengannya: Dan berbuarlah sekehendakmu, namun sesungguhnya kamu akan menerima balasannya.”

Akhir kehidupan adalah kematian dan kematian akan memisahkan orang yang saling menyayangi. Segala amal hamba-hamba Allah swt.bakan dibalas, jika baik, maka dibalas kebaikan dan jika jelek, maka akan dibalas dengan kejelekan.

 

10. Tiga Golongan Manusia yang Akan Mendapat Naungan Allah di Hari Kiamat Nanti

Nabi saw. bersabda:

“Tiga golongan akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan ArasyNyaydi saat tempat bernaung selain naungan-Nya, yaitu orang yang berwudu di waktu dingin, orang yang jalan ke mesjid di waktu gelap gulita dan memberi makan orang yang kelaparan.”

Yang dimaksud dengan hari di mana tiada teduhan selain teduhan dari Allah, adalah hari Kiamat.

 

11 Tiga Faktor yang Menyebabkan Manusia Menjadi Kekasih Allah swt,

Nabi Ibrahim a.s. pernah ditanya:

“Gerangan apakah yang menyebabkan Allah menjadikan engkau kekasih-Nya?” Nabi Ibrahim menjawab: “Sebab tiga hal: yaitu, saya memilih urusan Allah ketimbang urusan yang lam, saya tidak pernah gundah terhadap apa-apa yang telah ditanggung oleh Allah untukku dan saya tidak pernah makan malam maupun makan siang, melainkan bersama tamu.”

Dalam suatu riwayat dinyatakan, bahwa Nabi Ibrahim sering pergi sejauh satu-dua mil hanya untuk mencari orang yang diajak makan bersama (di rumahnya).

 

12. Tiga Perkara yang Menyirnakan Kegalauan

Dari sebagian hukama:

“Tiga hal dapat menghilangkan kegalauan, yaitu: Menginga Allah Ta’ala, menemui wali-wali Allah dan ucapan hukama.”

Mengingat Allah dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya membaca Tahlil, Haugalah, atau Munajat.

Dalam munajat dapat membaca:

“Wahai, Tuhan, Penolong setiap orang yang merana, yang menyeru kepada-Nya. Wahai, Tuhan yang mengabulkan setiap doa orang sengsara, wahai, Tuhan Yang Maha Bijaksana terhadap setiap orang yang bersalah dan durhaka, wahai, Tuhan yang mencukupi setiap orang yang mementingkan-Mu ketimbang dunianya, aku mohon kepada-Mu untuk dapat mencapai sesuatu yang tidak dapat aku gapai tanpa pertolongan-Mu, dapat menolak sesuatu yang tidak mampu aku menolak tanpa kekuatan-Mu dan aku memohon kepada-Mu kebaikan yang penuh sejahtera dan kesejahteraan yang penuh kebaikan, wahai, Tuhan Yang Maha Pengasih di atas semua yang mempunyai belas kasih.”

Adapun para wali Allah, ialah ulama dan salihin. Ucapan hukama ialah petuah mereka yang berisi petunjuk untuk memperoleh kebaikan dunia akhirat.

 

 

13. Adab, Kesabaran dan Warak

Dari Al-Hasan Al-Basri, salah seorang ulama besar generasi tabiin menyatakan:

“Barangsiapa tidak beradab, maka tidak berilmu: barangsiapa tidak punya kesabaran, berarti ia tidak punya agama, dan barangsiapa tidak punya warak, berarti dia tidak mempunyai kedudukan di dekat Tuhan.”

Adab di sini, meliputi adab (sopan santun) terhadap Allah dan adab terhadap sesama manusia. Orang tidak beradab itu tidak berilmu, artinya ilmunya tidak berfungsi lagi.

Kesabaran di sini adalah ketabahan dalam menghadapi bencana dan kezaliman sesama manusia, juga ketabahan dalam menyingkirkan maksiat dan dalam melaksanakan perintah agama.

Warak adalah kesanggupan diri untuk meninggalkan sesuatu yang haram dan sesuatu yang tidak jelas halal-haramnya.

 

14. Takut kepada Allah, Mengendalikan Lisan dan Selektif Terhadap Makanan

Diriwayatkan, bahwa seseorang dari Bani Israel telah pergi menuntut ilmu keluar negeri. Berita itu pun telah sampai kepada Nabi mereka saat itu. Kemudian ia pun dipanggil dan setelah menghadap, lalu sang Nabi itu bersabda:

“Wahai, pemuda, sesungguhnya aku akan menasihatimu dengan tiga perkara yang di dalamnya terdapat ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang zaman akhir, yaitu kamu harus takut kepada Allah, baik secara rahasia maupun secara terang-terangan, tahanlah lisanmu dari menjelekkan makhluk, janganlah kamu menceritakan mereka selain kebaikannya dan lihatlah rotimu yang akan kamu makan, sehingga jelas kehalalannya.”

Setelah itu, ternyata pemuda tersebut mengurungkan kepergiannya menuntut ilmu di luar negeri.

 

15. Tiga Faktor Penting yang Menyebabkan Ilmu Bermanfaat

Diriwayatkan, bahwa seseorang dari kaum Bani Israel telah mengumpulkan buku sebanyak delapan puluh peti yang berisi ilmu, namun tidak bermanfaat baginya, maka Allah swt. memberi wahyu . kepada Nabi mereka, agar menasihati orang tersebut:

“Apabila kamu mengumpulkan lebih daripada itu pun, niscaya tidak akan bermanfaat kepadamu selain kamu mengerjakan tiga perkara: yaitu kamu mencintai dunia karena dunia itu bukanlah balasan bagi orang-orang mukmin, janganlah kamu berteman dengan setan karena dia bukanlah teman orang-orang mukmin dan janganlah kamu menyakiti seseorang karena hal itu bukanlah perbuatan orang-orang mukmin.”

Tempat kesenangan orang mukmin itu bukanlah dunia, tapi akhirat. Sedang yang dimaksud dengan menemani setan, adalah mengikuti ajakan dan bujukarinya, sehingga akan menyelisihi aturan syarak.

 

16. Tiga Tuntutan dalam Munajat Imam Sulaiman Ad-Darani

Dari Abdurrahman bin Athiyah, Abu Sulaiman Ad-Darani r.a., dalam munajat beliau berkata:

“Wahai, Tuhanku! Apabila Engkau menuntutku karena dosaku, tentu aku pun akan menuntut ampunan-Mu. Apabila engkau menuntutku karena kekikiranku, tentu aku akan menuntut kedermawanan-Mu. Dan apabila Engkau memasukkanku ke neraka, tentu aku pun akan memberitakan kepada ahli neraka bahwa sesungguhnya aku mencintai-Mu.”

Aku menuntut-Mu dengan ampunan, karena ampunan-Mupasti lebih luas dibanding dosaku. Kata kekikiran di sini, dimaksudkan dengan kekikiran memberikan sedekah dan kekikiran mengabdikan diri untuk menunaikan perintah Allah. .

Daran adalah nama sebuah kota di Damaskus. Abdurrahman Ad Darani wafat tahun 215 H.

 

17. Tiga Tanda Orang yang Paling Bahagia

Ada yang mengatakan:

“Orang yang paling berbahagia adalah orang yang mempunyai hati alim, badan sabar dan paus dengan apa yang ada di tangannya.”

Hati alim, adalah yang menyadari bahwa Allah senantiasa menyertainya di mana saja dia berada.

Badan sabar, adalah sabar dalam menunaikan perintah agama dan dalam menghadapi bencana.

Puas dalam menerima apa adanya, adalah sikap puas yang mendasar di kala tidak melihat harapan yang lain.

 

 

18. Tiga Hal Penyebab Celaka

 Dari Ibrahim An-Nakha’i r.a.:

“Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu itu celaka hanya lantaran tiga perkara, yaitu kelewat banyak bicara, kelewat banyak makan dan kelewat banyak tidur.”

Bicara dianggap kelewat batas, jika membicarakan sesuatu yang tidak menyangkut kebaikan agama maupun dunia. Berlebihan dalam makan, yaitu memakan makanan yang tidak mengakibatkan beribadah kepada Allah. Berlebihan dalam tidur, yaitu setelah tidur tidak digunakan untuk beribadah.

 

 

19. Tiga Bekal Akhirat

Dari Yahya bin Mu’adz Ar-Razi:

“Amatlah beruntung orang yang meninggalkan dunia sebelum dunia meninggalkannya, orang yang membangun kuburan sebelum ia memasukinya dan orang yang mendatangkan rida Tuhannya sebelum ia menemui-Nya.”

Yahya bin Mu’adz Ar-Razi, ialah seorang penasihat yang dapat diharapkan, baik secara lisan maupun ucapannya tentang makrifat. Beliau . pergi ke Balgi dan tinggal di sana selama setahun. Lalu pergi ke Naisabur dan meninggal.dunia di sana pada tahun 258 H.

Beliau mengatakan, bahwa suatu kebahagiaan bagi orang yang meninggalkan dunia (harta), sebelum dunia meninggalkannya, yakni dengan cara membelanjakan harta kekayaan dalam bermacam-macam kebaikan sebelum dia meninggal dunia atau sebelum dunia itu habis dari dirinya. Misalnya, dirampas. Mendirikan kuburan sebelum memasukinya dengan cara beramal dengan amalan-amalan yang akan menyenangkannya di dalam kubur. Melakukan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya sebelum dia mati, agar dia mendapatk4n rida dari-Nya.

 

 

20. Sunah Allah, Sunah Rasul dan Sunah Wali-wali Allah

Dari Ali r.a.:

“Barangsiapa tidak ada padanya Sunah Allah, Sunah Rasulullah dan Sunah Wali-wali Allah, maka dia tidak mempunyai sesuatu pun di tangannya.”

Selanjutnya, ditanyakan kepada Sayidina Ali:

“Apakah Sunah Allah itu?” Ali menjawab: “Ialah menyimpan rahasia.” Ditanyakan lagi: “Apakah Sunah Rasulullah?” Beliau menjawab: “Yaitu berbuat ramah terhadap sesama manusia.” Dan ditanyakan lagi: “Apakah Sunah wali-wali Allah?” Beliau pun menjawab: “Memikul beban penderitaan dari para manusia.”

 

Rahasia, adalah sesuatu yang harus disembunyikan, agar orang lain tidak mengerti. Menyembunyikan rahasia orang lain adalah wajib. Tentang sifat ramah, sebagaimana disebutkan dalam syair:

“Berbuatlah terhadap mereka selagi engkau berada di rumah mereka, dart buatlah hati mereka puas, selama engkau berada di bumi mereka.”

Dalam hubungan ini orang-orang sebelum kita saling berwasiat dengan tiga hal dan saling menyurati dengannya, yaitu:

“Barangsiapa yang beramal untuk akhiratnya, maka Allah mencukupi agama dan dunianya. Barangsiapa membina batiniahnya, niscaya Allah membaguskan lahiriahnya. Dan barangsiapa memperbaiki hubungan dirinya dengan Allah, maka Allah memperbaiki hubungannya dengan – sesama manusia.”

Maksud kalimat “Allah mencukupi kebutuhan agama dan dunia”, adalah bahwa segala hal ihwal orang itu selalu berada di dalam pemeliharaan Allah. Untuk memperbaiki hubungan manusia dengan Allah, maka dengan cara mempertulus perbuatannya, tidak mendemonstrasikan juga tidak mengagumi kemampuan sendiri. Orang yang memperbaiki hubungannya dengan Allah itu akan diperbaiki oleh Allah hubungannya dengan sesama manusia. Karena orang yang dicintai Allah itu juga akan dicintai makhluk-Nya.

BAB VI NASIHAT TENTANG TUJUH PERKARA 

 

21. Diri Kita di Mata Allah, di Mata Kita Sendiri dan di Mata Orang Lain

Dari Ali r.a.:

“Jadilah engkau orang yang paling bagus menurut Allah dan orang yang paling jelek di matamu sendiri dan jadilah orang sewajarnya di mata orang lain.”

Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Asy-Syekh Abdul Qadir AlJailani -qaddasa sirrahu- sebagai berikut:

“Apabila engkau menjumpai seseorang yang lebih utama darimu, maka berucaplah: Bisa jadi ia menurut Allah lebih bagus daripada aku dan lebih tinggi derajatnya. Jika orang itu lebih kecil, maka ucapkanlah: Anak ini belum durhaka kepada Allah, tapi aku sudah, maka jelas dia lebih bagus daripada aku. Jika orang itu besar, maka katakanlah: Orang ini sudah mengabdi kepada Allah sejak sebelum aku. Jika orang itu alim, maka ucapkanlah: Orang ini dianugerahi ilmu yang belum aku ketahui dan mencapai sesuatu yang belum aku capai juga mengetahui sesuatu yang aku belum tahu dan dia pun berbuat atas dasar ilmunya itu. Jika orang itu bodoh, maka ucapkanlah: Orang ini durhaka kepada Allah, karena belum tahu, sedangkan aku mendurhakai-Nya justru aku dalam keadaan sudah tahu. Aku pun tidak tahu bagaimana nanti akhir hayatku dan akhir hayatnya. Jika orang itu kafir, maka katakanlah: Saya tidak tahu pasti, boleh jadi dia masuk Islam dan mati husnul khatimah, bisa jadi pula aku kafir dan mati suul khatimah.”

 

 

22. Dosa Kecil, Rezeki dan Bencana

Dikatakan, bahwa Allah telah menurunkan wahyu kepada Nabi Uzair a.s. Dia berfirman:

“Wahai, Uzair, apabila kamu berbuat suatu dosa kecil, maka janganlah kamu melihat kecilnya, namun kepada Tuhan yang kamu berbuat dosa kepada-Nya! Apabila kamu mendapatkan yang sedikit, janganlah kamu .melihat kecilnya, namun kamu harus melihat siapakah yang memberi rezeki kepadamu. Apabila kamu ditimpa suatu bencana, janganlah kamu mengadukan-Ku kepada makhluk-Ku, sebagaimana Aku pun tidak mengadukan kepada para malaikat-Ku bila kejelekankejelekanmu dilaporkan kepada-Ku.”

Imam Ibnu Uyainah berkata: Orang yang mengadu kepada manusia, tapi hatinya sabar dan rela dalam menerima takdir, maka dia tidak termasuk orang yang berkeluh kesah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi dalam menjawab pertanyaan Jibril ketika beliau sedang sakit. Jibril bertanya: “Apakah yang kamu rasakan terhadap dirimu?” Beliau bersabda:

“Ya, Jibril, aku merasakan gelisah dan sedih.”

 

 

23. Makan, Sandang dan Papan (Tempat)

Dari Hatim Al-A’sham:

“Tiada suatu pagi pun berlalu melainkan setan bertanya kepadaku: Apakah yang akan kamu makan! Apakah yang akan kupakai? Dan .. di manakah kamu akan tinggal? Kemudian aku menjawab kepadanya: “Aku akan memakan maut, aku akan memakai kafan dan aku akan tinggal di kubur. Kemudian setan itu lari dariku.”

Hatim Al-A’sham ialah Abu Abdurrahman Hatim bin Alwan: Pendapat lain mengatakan Hatim bin Yusuf. Beliau termasuk Syekh besar daerah Khurasan, Hatim juga, murid Syaqiq.

Diriwayatkan: seorang wanita pernah datang kepadanya dan bertanya tentang suatu hal. Pendapat itu juga wanita tersebut kentut, sehingga : tampak malu dan tersipu. Lalu Hatim berkata: “Keraskanlah suaramu sedikit!”, untuk bergura-pura tuli. Wanita itu pun gembira dan tidak lagi merasa malu atas kentutnya tersebut. Malah wanita itu bilang: “Tuan Hatim tidak lagi mendengar suara.” Mulai saat inilah, Hatim digelari “Al-Asham” (yang tuli).

 

 

24. Kaya, Kuat dan Menang .

Dari Nabi saw.:

“Barangsiapa keluar dari kehinaan maksiat menuju kemuliaan taat, maka Allah akan menjadikan ia kaya tanpa harta, kuat tanpa tentara dan menang tanpa bala.”

Maksudnya, orang yang sudi meninggalkan maksiat dan melakukan taat, maka Allah memberinya tiga sifat yang terpuji:

Ia kaya tanpa harta, sebab mempunyai hati yang tenang walau tanpa kekayaan.

Ia kuat tanpa tentara, karena mendapat kekuatan dari Allah swt.

Ia dapat mengalahkan musuhnya tanpa bantaun orang lain, sebab dibantu oleh Allah secara langsung.

 

 

25. Tiga Tanda Iman

Diriwayatkan, bahwa suatu hari Nabi saw. menemui para sahabatnya, beliau bertanya:

“Bagaimana keadaanmu di pagi mi?” Para sahabat menjawab: “Di pagi ini kami tetap beriman kepada Allah swt.” Nabi saw. bertanya lagi: “Apakah tanda iman kalian?” Mereka menjawab: “Kami bersabar atas musibah, bersyukur atas kelapangan dan rida dalam menerima gadha (ketetapan).” (adha adalah ketentuan Allah yang ditetapkan sejak azali (sebelum terjadi sesuatu) dan berlaku selamanya. Sebagian orang yang telah makrifat kepada Allah berkata: Sabar itu ada tiga tingkatan:

Tidak mungkin, tingkatan ini adalah tingkatan tabiin.

Rida menerima takdir, tingkatan ini adalah tingkatan orang-orang zuhud (orang-orang yang menjauhkan diri dari kesenangan dunia untuk beribadah).

Senang menerima cobaan, tingkatan ini adalah tingkatan Shiddiqin (orang-orang yang berbakti serta selalu mempercayai).

Nabi saw. bersabda:

“Kalian adalah benar-benar orang yang beriman, demi Allah, Tuhan Ka’bah.”

Dalam suatu hadis dikatakan:

“Beribadahlah kamu kepada Allah dengan ikhlas, apabila kamu tidak mampu, maka bersabarlah kamu terhadap perkara yang tidak kamu sukai, karena dalam hal itu terdapat kebaikan yang banyak.”

 

 

26. Cinta, Takut dan Malu kepada Allah

Allah telah menurunkan wahyu kepada sementara para Nabi:

“Barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dalam keadaan cinta kepada Ku, maka Aku masukkan dia ke surga-Ku. Barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dalam keadaan takut kepada-Ku, maka Aku jauhkan dia dari neraka-Ku. Dan barangsiapa yang bertemu kepada-Ku sebab ia mati dalam keadaan malu kepada-Ku, maka Aku jadikan malaikat (pencatat amal) lupa terhadap dosa-dosa orang itu.”

Yang dimaksud “cinta kepada-Ku”, yaitu rindu untuk menghadap Allah dan senang memperoleh pahala-Nya. Takut kepada Allah ialah takut terkena siksa-Nya. Sedang malu kepada Allah, karena merasa membawa beban dosa. Adapun yang dimaksud dengan menemui Allah di sini, adalah mati.

 

 

27. Orang yang Paling Beribadah, Zuhud dan Paling Kaya

Dari Abdullah bin Mas’ud r.a.:

“Tunaikanlah apa yang telah difardukan oleh Allah kepadamu, niscaya kamu menjadi orang yang paling beribadah, jauhilah larangan-larangan Allah, niscaya kamu menjadi orang yang paling zuhud dan puaslah dalam menerima bagianmu dari Allah, niscaya kamu menjadi orang yang paling kaya.”

 

 

28. Warga, Pemimpin dan Penduduk

Shaleh Al-Marqidi r.a. suatu hari lewat pada suatu daerah yang telah tiada penduduknya, lalu dia bertafakur mengenang-mengenang daerah tersebut:

“Wahai, perkampungan! Di manakah para penghunimu dahulu, di manakah orang-orang yang membangunmu dahulu dan di manakah penduduk-penduduk yang terdahulu? Kemudian ada yang bersuara: Jejak mereka telah terputus, jasad-jasad di dunia, segala amal yang kita lakukan selalu menemani kita, sekalipun dunia telah hancur.” .

 

 

29. Menguasai, Dikuasai dan Mengimbangi

Dari Ali r.a.

“Berikanlah jasa kepada siapa saja, maka engkau pun menguasainya, mintalah kepada siapa saja, niscaya engkau pun dikuasainya dan cukuplah dirimu sendiri dari siapa saja, maka engkau seimbang dengannya.”

Apabila anda berbuat baik kepada seseorang, maka anda akan menguasai orang itu. Sebaliknya, apabila anda justru minta sesuatu kepada orang lain, baik harta maupun jasa, maka anda akan dikuasainya. Karena jiwa seseorang itu mempunyai pembawaan untuk selalu menyenangi kepada orang yang berbuat baik kepadanya. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis:

“Barangsiapa mencintai sesuatu, maka orang itu menjadi tawanannya.”

Sayidina Ali r.a. pernah berkata:

“Aku adalah budak seseorang yang mengajarku satu huruf, terserah dia akan menjual aku atau memerdekakanku.”

Kesanggupan untuk membatasi kecukupan diri dengan apa yang dimilikinya dan tidak memerlukan lagi pada milik orang lain, adalah merupakan kekayaan diri. Jika anda tidak lagi memerlukan milik orang lain, maka berarti anda telah sebanding dengannya.

 

 

30. Tiga Perkara Tentang Perbandingan Dunia dan Akhirat

Dari Abu Zakaria, Yahya bin Mu’adz r.a.:

“Meninggalkan dunia seluruhnya, berarti mengambil akhirat semuanya. Barangsiapa meninggalkannya seluruhnya, berarti mengambil akhirat semuanya. Barangsiapa mengambil dunia seluruhnya, berarti ia meninggalkan akhirat semuanya. Maka pengambilan akhirat berada dalam meninggalkan dunia dan meninggalkan dunia berada dalam pengambilan akhirat.”

Memang demikian, sebab dunia dan akhirat itu ibarat dua hal yang masing-masing saling bertentangan. Oleh karena itu, barangsiapa yang berpaling dari dunia dengan sepenuhnya, maka dia mencintai akhirat: dengan sepenuhnya. Barangsiapa mencintai dunia dengan sepenuhnya, berarti dia juga dengan sepenuhnya berpaling dari akhirat.

 

 

31. Tiga Faktor Meraih Zuhud

Dari Ibrahim bin Asham r.a. Beliau ditanya oleh seseorang: “Bagaimana kamu mendapatkan zuhud?” Dia menjawab:

“Dengan tiga perkara: Saya melihat kuburan itu mengerikan, sedang belum kudapati pelipur: saya melihat jalan yang panjang, padahal belum kumiliki bekal: dan saya melihat Allah Yang Maha Perkasa akan mengadili, padahal saya belum mempunyai hujah (argumen).”

Yang dimaksudkan dengan jalan yang panjang di sini, adalah jarak perjalanan menuju akhirat. Oleh karena itu, bekalnya berupa amal kebajikan.

Zuhud adalah meninggalkan kebahagiaan dunia dalam rangka menggapai kebahagiaan abadi di akhirat.

Diriwayatkan, Ibrahim bin Ad-ham adalah seorang sultan di negaranya, lalu ia meninggalkannya dan beribadah dengan sungguh-sungguh di : Mekah dan di kota-kota lainnya. Dalam kitab Ar-Risaalah Qusyairiyah disebutkan, bahwa beliau adalah Abu Ishaq Ibrahim bin Manshur, dari sebuah daerah Balqi, keturunan para raja.

Pada suatu hari beliau keluar untuk berburu seekor rubah atau kelinci. Ketika sedang mencarinya, tiba-tiba dia mendengar seseorang berteriak: Hai, Ibrahim! Apakah untuk ini kamu diciptakan, ataukah kamu memang diperintahkan untuk berbuat ini?

Kemudian ada yang berteriak dari sisi pelana kudanya: Demi Allah! Kamu bukan diciptakan untuk ini dan bukan diperintahkan untuk berbuat ini.

Lalu dia turun dari kudanya dan berjumpa dengan seorang pengembara. Dia mengambil jubah kepunyaan pengembara itu dan memakainya, kemudian memberikan kuda dan semua yang dibawanya kepada orang itu.

Beliau kemudian masuk ke hutan dan sampailah ke Mekah. Di sana beliau berteman dengan Sufyan Ats-Tsauri dan Fudhail bin Iyadh. Dia makan dari hasil tangannya sendiri, seperti buruh mengetam, menjaga kebun-kebun dan sebagainya.

 

 

32. Tiga Hal yang Harus Diperhatikan Untuk Bersikap Ramah Terhadap Allah

Dari Sufyan Ats-Tsauri r.a., beliau ditanya tentang apa dan bagaimana bersikap ramah terhadap Allah, lalu. dia menjawab

“Bahwa dak harus ramah terhadap setiap wajah ceria, terhadap setiap suara yang manis dan terhadap ucapan yang indah.”

 

 

33, Zuhud Terdiri dari Tiga Huruf

Ibnu Abbas r.a. berkata:

“Kata Zuhud terdiri atas tiga huruf, yaitu Zay, Ha’ dan Dal. Zay menunjukkan Zaadun Lil Ma’aad (bekal menuju akhirat). Ha’ menunjuk hidayah menuju agama: dan huruf dal menunjuk Dawaam ‘alath thaa’ah (konsis melakukan taat).” .

-Bekal menuju akhirat, adalah takwa kepada Allah swt.

– Hidayah menuju agama, adalah bimbingan agar berada pada jalan agama Islam.

Langgeng berada pada ketaatan, adalah senantiasa berada dalam keadaan taat kepada Allah dan menjauhi segala larangannya.

 

 

34. Makna yang Dikandung oleh Tiga Huruf dari Kata Zuhud

Di tempat lain Ibnu Abbas r.a. berkata:

“Huruf Zay menunjukkan meninggalkan Zimah (perhiasan), huruf Ha’ menunjukkan meningggalkan Hawa dan huruf Dal menunjukkan meninggalkan dunia.

Dunia di sini mencakup: pujian orang, berfoya-foya dan glamor dalam berpakaian.

 

 

35. Tiga Sampul Agama

Dari Hamid Al-Laggaf, bahwa kepadanya dimohon wasiat oleh seseorang, lalu pesannya:

“Kamu harus menjadikan sampul untuk agamamu seperti sampul mushaf.” Kemudian ditanyakan juga: Apakah sampul agama itu? Beliau menjawab:

“Tidak berbicara kecuali dalam pembicaraan penting, meninggalkan dunia selain apa-apa yang diperlukan dan tidak bergaul dengan agama manusia, selain dalam pergaulan yang penting.”

Syariat itu disebut pula agama yang fungsinya sebagai aturan yang harus ditaati. Dalam fungsinya yang lain syariat disebut juga Millah, yaitu sebagai kumpulan peraturan. Juga dalam fungsinya sebagai dasar dan sumber pegangan hukum, maka syariat disebut Mazhab.

Dalam hubungannya dengan tidak berbicara kecuali pembicaraan yang penting, Sulaiman atau Luqman a.s. berkata:

“Apabila berbicara tentang kebaikan itu bagus seperti berak, maka diam dari membicarakan kejelekan itu pun bagus seperti emas.”

Dalam hubungannya dengan meninggalkan bergaul kecuali yang harus dipergauli, yaitu pergaulan-pergaulan yang jika ditinggalkan, maka tujuan agama tidak dapat tercapai.

Manusia terbagi menjadi empat bagian, sebagaimana yang pernah diterangkan oleh Sayid Abdul Qadir Al-Jailani:

Manusia yang tidak mempunyai ucapan dan hati, suka berbuat maksiat, menipu serta tolol. Berhati-hatilah terhadap mereka dan janganlah berada di dalamnya, karena mereka adalah orang-orang yang mendapatkan siksa.

Manusia yang mempunyai lisan, namun tidak mempunyai hati. Dia berbicara tentang hikmah atau ilmu, namun tidak mengamalkannya, mengajak manusia kepada Allah, namun dia lari dari-Nya. Jauhi mereka, agar kamu tidak terpikat dengan kelezatan lisannya, sehingga kamu tidak terbakar-oleh maksiat-maksiatnya dan tidak akan terbunuh oleh bau busuk hatinya.“

Manusia yang mempunyai hati, namun tidak mempunyai ucapan. ” Mereka adalah orang mukmin yang ditutupi oleh Allah dari makhlukNya, diperlihatkan aib-aib dirinya, disinari hatinya, diberitahukan kepadanya bahaya-bahaya bergaul dengan sesama manusia dan kesialan ucapan mereka. Mereka tergolong orang yang menjadi wali Allah (kekasih Allah) yang dipelihara dalam tirai Allah swt. dan memiliki segala kebaikan. Maka bergaullah dan layanilah dia, niscaya kamu dicintai Allah swt.

Manusia yang belajar, mengajar dan mengamalkan ilmunya. Mereka mengetahui Allah swt. dan ayat-ayat-Nya. Allah menitipkan ilmuilmu asing kepadanya dan Dia melapangkan dadanya untuk menerima ilmu-ilmu. Maka, kamu harus takut menyalahi, menjauhi dan meninggalkan nasihat-nasihatnya.

Selanjutnya Hamid Al-Laqqaf mengemukakan:

“Pangkal Zuhud adalah menjauhi larangan Allah, yang kecil maupun besar, menunaikan seluruh kefarduan Allah, yang ringan maupun yang berat dan meninggalkan dunia yang berada di tangan pecintanya, baik sedikit maupun dalam jumlah besar.”

Salah satu pangkal zuhud adalah menjauhi larangan Allah, baik kecil maupun besar, sebab orang yang tidak wira’i tidak sah berbuat zuhud.

Pangkalnya lagi, yaitu menunaikan seluruh kefarduan, karena orang yang tidak tobat, tidak sah baginya untuk kembali pada fitrahnya. Tobat adalah menunaikan seluruh hak Allah dan melakukaninabah (kembali). Inabah adalah menyingkirkan diri dari kegelapan-kegelapan subhat (sesuatu yang belum jelas halal-haramnya).

Pangkal zuhud ketiga adalah meninggalkan dunia, baik sedikit maupun banyak. Karena orang yang tidak bersikap qanaah (puas dalam menerima bagian dari Allah) tidak sah berbuat tawakal dan orang yang — tidak tawakal itu tidak sah berbuattaslim. Tawakal adalah percaya dengan penuh mantap terhadap: segala yang di sisi Allah serta sama sekali tidak mengharapkan apa pun di tangan manusia. Taslim adalah taat dan tunduk terhadap perintah Allah serta menghindar dari perbuatan berpaling menuju hal-hal yang tidak sepatutnya.

 

 

36. Manusia Untuk Tiga Komponen

Luqman Al-Hakim berkata kepada anaknya:

 

“Wahai, anakku! Sesungguhnya manusia itu tiga pertiga: Sepertiga untuk Allah, sepertiga untuk dirinya dan sepertiga untuk cacing. Adapun yang untuk Allah adalah rohnya, yang untuk dirinya adalah amalnya dan yang untuk cacing adalah jasadnya.”

 

Salah satu wasiat Lugman Al-Hakim kepada anaknya, dia mengatakan bahwa dalam diri manusia ada tiga, yaitu roh, perbuatan dan jasad.

 

Roh akan kembali kepada Allah, perbuatannya akan bermanfaat untuk dirinya, atau akan mudarat atas dirinya sesuai dengan perbuatan yang telah dia lakukan dan jasad akan dimakan oleh cacing, jika telah mati.

 BAB IV NASIHAT TENTANG LIMA PERKARA


37. Tiga Faktor Penambah Kekuatan Hafalan

Dari Ali r.a., dia berkata:

 

“Tiga hal dapat menambah kekuatan hafalan dan menghilangkan lendir (dahak), yaitu: Bersiwak, puasa dan membaca Alqur-an

 

Lendir dahak adalah salah satu dari empat macam unsur temperamen yang membentuk watak manusia, yaitu: Lendir dahak, darah, empedu hitam dan empedu kuning.

 

38. Tiga Benteng dari Serangan Setan

Ka ab Al-Ahbar berkata:

 

“Benteng kaum mukminin dari godaan setan ada tiga, yaitu mesjid, zikir kepada Allah dan membaca Alqur-an.”

 

Mesjid menjadi benteng, sebab di situ terdapat para malaikat dan orang-orang yang beribadah.

 

Zikrullah (menyebut Asma Allah) juga menjadi benteng pertahanan, terutama dengan membaca Hauqalah:

 

“Tiada daya upaya dan tiada kekuatan, melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.” Membaca Alqur-an juga benteng, terutama membaca ayat Kursi (surah Al-Bagarah ayat 255), sebagaimana yang telah nyata mujarab.

 

 

Ka’ab Al-Ahbar masuk Islam di masa pemerintahan sahabat Umar. Dia adalah seorang ulama tempat mengadu orang Yahudi (yang beragama Islam).

 

39. Tiga Gudang Allah swt.

Segolongan hukama berkata:

 

“Tiga hal 2 simpanan Allah Ta’ala, yaitu: kefakiran, sakit, dan sabar.”

 

Menurut sebagian hukama, ada tiga gudang, yakni sesuatu yang disimpan oleh Allah, yang tidak akan diberikannya selain kepada orangorang yang dicintai-Nya, yaitu:

 

Kepada orang fakir atau tidak punya.

Sakit, yaitu penyakit yang menimpa pada badan, sehingga dirasakan tidak enak olehnya.

Sabar, yaitu tidak mengeluh ketika ditimpa kecuali kepada Allah swt. dengan cara berdoa. Mengeluh kepada Allah dengan cara berdoa tidak mengatakan, bahwa dirinya itu tidak rida terhadap musibah yang menimpa dirinya.

Seorang hamba sahaya harus rida dengan ketentuan tuannya, sebagaimana tercantum di dalam kitab At-Ta’rifat, karangan Sayid Ali Al Juri ani.

 

40. Hari, Bulan dan Amal yang Baik

Dari Ibnu Abbas r.a. pada waktu ditanyakan kepadanya: “Hari apakah yang baik? Bulan apakah yang terbaik? Dan amal apakah yang terbaik?

Beliau menjawab:

“Hari ‘yang paling baik adalah hari Jumat, bulan yang paling baik adalah bulan Ramadan dan amal yang paling baik adalah salat lima waktu yang dikerjakan pada waktunya.”

Hari Jumat menjadi hari baik, sebab itulah disebut hari pemuka segala hari, yang oleh Allah dianugerahkan kepada umat Muhammad.

Ramadan adalah bulan yang paling baik, karena pada bulan itulah pertama kali Alqur-an diturunkan, juga di dalamnya terdapat Lailatul @adar, dalam bulan itu pula puasa diwajibkan dan pada bulan itu pahala ibadah sunah sama dengan pahala ibadah fardu.

Abu Bakar Al-Warrag berkata: Rajab adalah bulan musim tanam, Sya’ban adalah musim mengairi dan Ramadan adalah musim mengetam hasilnya.

Salat fardu menjadi amal terbaik, karena salat adalah pintu amal saleh. Jika pintu salat terbuka, maka terbuka pula pintu amal-amal saleh lainnya.

Ibnu Abbas r.a. wafat pada hari Jumat, kemudian tiga hari berikutnya berita tentang pertanyaan dan jawaban Ibnu Abbas tersebut sampai kepada Ali bin Abi Thalib dan beliau berkata: Jika semua ulama, hukama dan fukaha dari barat sampai timur ditanya tentang hal itu, mereka akan menjawab dengan jawaban yang sama dengannya. Hanya saja aku akan menjawab:

“Sesungguhnya sebaik-baik amal adalah amalmu yang diterima oleh Allah swt., sebaik-baik bulan adalah bulan di mana kamu bertobat kepada Allah dengan tobat Nasuha dan hari paling baik adalah hari di mana engkau meninggal dunia dengan membawa iman kepada Allah.”

Taubatan Nasuha, menurut Ibnu Abbas adalah tobat yang berada pada cara hati menyesali dosa, lisan memohon ampunan mengakhiri perbuatan dosa dan bertekad untuk tidak mengulang dosa lagi.

Pendapat lain mengatakan: Tobat nasuha adalah tidak meninggalkan bekas maksiat atas amalnya, baik secara rahasia maupun terang-terangan.

Pendapat yang lain lagi mengatakan: Tobat yang membawa kebahagiaan pelakunya di dunia dan akhirat.”

Seorang penyair mengatakan dalambahar basith (istilah notasi Arab):

 

Tidakkah kamutahu bagaimana siang dan malam menguji kita tapi kita bermain-main melulu baik secara diam-diam maupun terang-terangan.

Janganlah kamu teperdaya pada dunia dan segala isinya karena tanah air dunia bukan tanah air yang sebenarnya.

Dan berbuatlah untuk dirimu selagi belum datang kematian jangan sampai kamu tertipu oleh banyak sahabat dan teman

Kemudian berikut ini beberapa syiir Imam Al-Ghazali dalam bahar wafir:

Adakah engkau ingin banyak harta dan didengarkan omongmu dalam forum bicara

Juga beroleh cinta yang menyejukkan hati dari setiap wanita dan kaum lelaki

Dikaruniai kaya raya dan hidup bahagia juga berwibawa, dihormati dan banyak harta

Engkau tumpas setiap bencana. dan tipu daya dari musuh dan penguasa

Maka bacalah Yaa Hayyu Yaa Qayyuumu seribu kali boleh malam atau siang hari,

Niscaya akan memudahkan setiap kesulitan biasakan ucapan itu

Jangan kau tinggal dan jangan lalai karena dengan itu kau akan menggapai derajat yang tinggi.

 

 

41. Tiga Tanda Orang Baik.

Ada yang mengatakan:

“Apabila Allah menghendaki hamba-Nya menjadi orang baik, maka Dia menjadikan hamba itu mengerti agama, menjadikan dia zuhud terhadap dunia dan menjadikan dia menyadari aib-aib dirinya.”

Maksudnya, jika Allah menghendaki seorang hamba menjadi manusia yang seutuhnya, yakni yang baik menurut Allah dan menurut sesama manusia, maka orang-itu dikehendaki oleh Allah mengerti di dalam agama, dari mulai pokok sampai ke cabang-cabangnya. Hatinya dijadikan tenang, walau tidak ada rezeki yang ada padanya. Orang itu dijadikan Allah mampu melihat aib-aib yang ada pada dirinya,

 

 

42. Tiga Hal yang Menyenangkan ,

Dari Nabi saw., beliau bersabda:

“Di antara duniamu, ada tiga hal yang dititahkan menyenangkan kepadaku, yaitu bau harum, wanita dan dibuat kesejukan mataku justru dalam salat.”

Tiga hal ini kalau ternyata berada pada Rasulullah saw. bukanlah semata-mata dunia, karena sesungguhnya setiap perkara yang disertai niat karena Allah swt. bukanlah dunia semata, seperti bekal untuk kekuatan, tempat tinggal dan pakaian yang diperlukan, sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Khalil Ar-Rasyidi dalam kitab Al-Majaalisi Ar-Raaiqah.

Ketika Rasulullah saw. menyampaikan sabda tersebut di atas, terdapat para sahabat sedang duduk mengerumuni beliau, Abu Bakar mengatakan:

“Betul engkau, wahai, Rasulullah, di antara dunia ada tiga hal yang menyenangkan kami, yaitu: Melihat wajah Rasulullah, membelanjakan hartaku untuk Rasulullah dan putriku menjadi istri Rasulullah saw.”

Sayidina Umar berkata:

“Betul engkau, wahai, Abu Bakar! Di antara dunia, ada tiga hal yang menyenangkan aku, yaitu: Amar makruf, nahi mungkar dan pakaian. yang usang.”

Selanjutnya Sayidina Utsman berkata:

“Betul engkau, wahai, Umar! Di antara dunia, ada tiga hal yang menyenangkan aku, ialah: Memberi makan orang kelaparan sampai kenyang, memberi pakaian orang yang tidak berpakaian dan membaca Alqur-an.

Diriwayatkan, bahwa Utsman r.a. telah mengkhatamkan Alqur-an dalam dua rakaat salat sunah malam hari.

Lalu Sayidina Ali berkata:

“Betul engkau, wahai, Utsman, yang aku senangi dari dunia ada tiga, yaitu: melayani tamu, puasa pada waktu cuaca panas dan mengangkat pedang terhadap musuh-musuh.”

Ketika mereka sedang berdialog mengenai hal tersebut, tiba-tiba datang Jibril a.s. kepada Nabi saw. seraya berkata: “Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi telah mengutusku ketika Dia mendengar ucapan kamu sekalian. Dia memerintahkan kepadamu, agar bertanya kepadaku tentang perkara yang aku senangi andaikata aku menjadi penduduk bumi.” Kemudian Nabi bertanya: “Wahai, Jibril, apakah yang kamu ‘ senangi andaikata kamu menjadi penduduk dunia?”

Jibril menjawab:

“Memberi petunjuk orang-orang yang sesat pada jalan yang lurus, ramah terhadap orang-orang yang mengembara, yang taat kepada Allah swt. dan khusyuk kepada-Nya serta menolong kerabat yang sengsara.”

Lebih lanjut Jibril mengatakan:

“Tuhan, Pemilik keagungan, mencintai tiga perkara dari hamba-hambaNya, yaitu: Mengerahkan segala kekuatan untuk taat kepada Allah swt., menangis ketika sedih karena telah melakukan maksiat dan sabar ketika miskin.”

 

 

43, Tersesat, Melarat dan Terhina

Dari sebagian hukama:

“Barangsiapa berpegang teguh bada akalnya, niscaya dia sesat, barangsiapa mencari kecukupan melalui harta bendanya, niscaya dia akan melarat dan barangsiapa yang mencari kemuliaan dan makhluk, niscaya dia hina.”

Berlindung pada akal itu sesat, jika tidak dibarengi berpegang kepada Allah dan mohon bimbingan-Nya menuju kebenaran. Merasa cukup dengan hartanya saja akan melarat, jika tidak menyadari bahwa sesungguhnya yang memberi kecukupan adalah Allah. Bahkan dalam hadis disebutkan:

 “Barangsiapa merasa cukup dengan Allah, maka Dia akan memberinya kekayaan.”

Kemudian barangsiapa yang mengandalkan kekuatan makhluk, maka dia menjadi hina di hadapan Allah.

 

 BAB IX: NASIHAT TENTANG SEPULUH PERKARA

44. Tiga Macam Buah Makrifat

Dari sebagian hukama:

“Buah makrifat (mengenali Allah) ada tiga: Malu terhadap Allah, cinta kepada Allah dan rindu dengan-Nya.”

Hukama ialah orang-orang yang ucapan dan pekerjaannya sesuai dengan sunah. Buah rnakrifat kepada Allah swt. itu ada tiga perkara: Malu kepada Allah swt. karena banyak melakukan maksiat kepada-Nya, mencintai segala sesuatu yang ada di sisi Allah, yaitu pahala serta ridaNya dan rindu kepada Allah swt. karena keagungan Allah swt. berbekas . dalam hatinya.

 

 

45. Cinta, Iffah dan Pangkal Keyakinan

Nabi saw. bersabda:

“Cinta kepada Allah itu adalah asas makrifat, iffah (enggan) itu tanda yakin, sedang pangkal yakm adalah takwa dan rela dengan takdir Allah.”

Cinta kepada Allah swt. dengan cara beribadah kepada-Nya, adalah asas makrifat. Sesungguhnya bagi orang Sufi ada tiga derajat:

 

Syariat (ibadah kepada Allah swt.) menurut para fukaha, ialah hukumhukum yang diterangkan Allah swt. kepada umat-Nya.

Thariqat, yaitu jalan menuju Allah swt. yang disertai ilmu dan amal.

Makrifat (mengetahui), yaitu mengetahui perkara-perkara batin, yang merupakan buah dari syariat.

Enggan (iffah), yakni menahan diri dan meminta-minta kepada manusia, adalah berkeyakinan bahwa sesungguhnya Allah swt. Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Dia yang memberi rezeki kepada semua makhluknya disertai keyakinan, bahwa sesungguhnya rezeki itu tidak akan sampai kepadanya tanpa kehendak Allah swt.

Pokok yakin adalah mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dan hati merasa senang (rida) terhadap takdir Allah swt. kepadanya, baik yang pahit maupun yang manis.

 

 

46. Cinta kepada Allah, Cinta kepada Orang yang Dicinta Allah, Cinta pada Amal yang Dilakukan karena Cinta kepada Allah

Dari Sufyan bin Uyainah r.a. ia berkata:

“Barangsiapa cinta kepada Allah, maka cinta kepada orang yang dicintai Allah: barangsiapa cinta terhadap orang yang dicintai Allah, maka cinta perbuatan yang dilakukan karena cinta Allah: Barangsiapa cinta terhadap perbuatan yang dilakukan karena cinta Allah, maka cinta melakukan perbuatan itu tanpa diketahui manusia.”

Al-Asqalani menukilkan: Bahwa mahabbah (cinta kepada Allah) itu ada dua macam:

Mahabbah Fardu, Yaitu mahabbah yang mendorong dilakukannya perintah-perintah Allah dan dijauhi larangan-larangan-Nya.

Mahabbah Sunah, Yaitu mahabbah yang mendorong dibiasakannya melakukan ibadah sunah dan dijauhinya hal-hal yang subhat.

Ash-Shiddiq mengatakan: Barangsiapa telah merasakan Mahabbah Allah yang murni, maka apa yang dia rasakan itu dapat melupakannya dari keinginan dunia dan membuatnya merasa asing dari seluruh manusia.

 

 

47. Tiga Faktor Cinta yang Sebenarnya”:

Nabi saw. bersabda:

“Kebenaran cinta berada pada tiga hal: Memilih ucapan kekasih ketimbang ucapan orang lain: memilih duduk bersama kekasih ketimbang bersama orang lain, dan memilih kerelaan kekasih ketimbang kerelaan orang lain.”

Yahya bin Mu’adz berkata: “Sekecil apa pun cintaku kepada Allah itu lebih aku sukai daripada beribadah selama tujuh puluh tahun.”

 

 

48. Tamak, Taat dan Janaah

Dari Wahab bin Munabbih Al-Yamani r.a.:

“Ada tertulis dalam Taurat: Orang yang tamak adalah melarat, walaupun memiliki dunia, orang yang taat kepada Allah adalah disenangi, walaupun dia seorang hamba sahaya dan orang yang qanaah (merasa cukup dengan seadanya) adalah kaya, walaupun kelaparan.”

Orang yang mencari sesuatu dengan sungguh-sungguh ingin mendapatkannya, adalah orang yang kehilangan segala sesuatu yang diperlukannya, walaupun dia memiliki semua yang berada di antara langit dan bumi. Orang yang taat kepada Allah swt., adalah orang yang disegani manusia, walaupun dia seorang hamba sahaya. ‘

Orang yang qanaah, yaitu orang yang tenteram hatinya (puas) dengan segala sesuatu yang dimilikinya serta rida atas bagiannya yang diterima dari Allah swt., adalah orang yang kaya, walaupun dia orang yang lapar.

Ada seorang tawanan perempuan lari dari daerah orang-orang kafir, dia berjalan menempuh jarak dua ratus pos, dalam keadaan tidak makan suatu makanan pun. Dia ditanya oleh seseorang: Bagaimana kamu kuat berjalan tanpa makan? Dia menjawab: Apabila aku lapar, aku membaca surah Al-Ikhlas tiga kali, lalu aku merasa kenyang.

 

 

49. Orang yang Makrifat, Benci Dunia dan Tidak Punya Musuh

Dari sebagian hukama r.a.:

“Barangsiapa yang makrifat kepada Allah, maka tidak ada suatu kenikmatan baginya bersama makhluk, barangsiapa yang mengetahui dunia, maka tidak ada suatu kecintaan baginya mengenai dunia dan barangsiapa yang mengetahui keadilan Allah swt., maka tidak akan didatangi musuh.”

Orang yang makrifat kepada Allah itu tidak merasakan kelezatan bersama makhluk, sebab ia tidak akan senang kepada selain Allah. Orang yang mengenali dunia itu tidak akan senang padanya, sebab ia akan memilih kebahagiaan abadi di akhirat. Dan orang-orang yang mengenali keadilan Allah tidak akan didatangi lawan, sebab ia tidak pernah menimbulkan percekcokan.

Sebagaimana Al-Hasan r.a. berkata:

“Barangsiapa yang mengetahui Allah, maka Allah mencintainya dan . barangsiapa yang mengetahui dunia, maka ia membenci dunia itu.”

Selain itu Imam Syafii juga mengatakan dalam puisinya:

“Tiada lain, dunia itu bangkai yang membusuk diatasnya terdapat anjing-anjing yang ingin memperolehnya.

Bila kamu menjauhinya, niscaya kamu selamat dari ahlinya jika kamu menariknya, niscaya kamu disenangi anjing-anjingnya

 

 

50. Takut, Suka dan Jenak

Dari Dzin Nun Al-Misri:

“Setiap orang yang takut akan lari, setiap orang yang suka akan mencari dan setiap orang yang jenak dengan Allah akan merasa asing dengan makhluk.”

Orang yang takut akan lari, maksudnya menjauh dari yang ditakutinya itu. Maka, orang yang takut siksa, hendaknya berbuat kebajikan agar terjauh dari siksa itu.

Orang yarig suka akan mendekati, maksudnya mencari sesuatu yang disukainya itu. Maka, orang yang suka surga, hendaklah melakukan kebajikan agar dapat memperolehnya.

Orang yang jenak terhadap Allah akan merasa asing bersama sesama manusia. Dalam naskah lain justru disebutkan ” merasa asing bersama dirinya sendiri”.

Dzin Nun adalah Abdul Faidh, si Tsauban bin Ibrahim, pendapat lain mengatakan Al-Faidh bin Ibrahim. Ibrahim ini adalah seorang yang berbangsa Sudan (Nubiy). Dzin adalah orang satu-satunya kala itu, baik ilmu, warak, tingkah laku maupun adabnya. Dzin Nun-yang berbadan kurus berkulit agak kemerahan dan berjenggot yang tidak memutih itu, wafat tahun 245 Hijriah.

 

 

51. Tiga Ciri Orang yang Makrifat kepada Allah swt.

Dzin Nun Al-Misri berkata:

“Orang yang makrifat kepada Allah adalah yang jiwanya tertambat kepada Allah, hatinya melihat dan amalnya banyak semata-mata karena Allah.”

Orang yang makrifat kepada Allah swt. berarti ia terikat oleh kecintaan kepada-Nya, hatinya dihiasi dengan Muraayabah (merasa dekat dengan Allah) dan lahirnya dihiasi dengan Muhaasahah (mengoreksi diri sendiri) dan amalnya banyak semata-mata karena Allah.

 

52. Tiga Ciri Lain Makrifat kepada Allah swt.

Dzin Nun Al-Misri berkata:

“Orang yang makrifat kepada Allah swt. adalah orang yang memenuhi janjinya, hatinya cerdas dan amalnya bersih.”

Orang yang makrifat kepada Allah swt., ialah orang yang memenuhi janji kepada Allah swt., dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya, hatinya cepat menerima nasihat yang baik dan amalnya bertambah dari hari ke hari.

 

 

53. Pangkal Kebajikan Dunia dan Akhirat

Abu Sulaiman Ad-Darani berkata:

“Pangkal setiap kebajikan di dunia dan akhirat adalah takut kepada Allah, kunci dunia adalah perut kenyang, sedangkan kunci akhirat adalah perut lapar.”

Rasa takut Allah dapat mengubah letak buku catatan perbuatan manusia, suatu ketika digeser ke kanan setelah berada di tangan kiri.

Pangkal segala kebaikan menurut Abu Sulaiman ada tiga, yaitu: Takut kepada Allah, menjauhi keduniaan dan mengejar pahala akhirat.

Jadi, bagi hamba Allah ketika sehat harus merasa takut dan selalu ‘ mengharapkan kepada Allah-swt., agar rasa takut tersebut dapat mencegahnya dari perbuatan maksiat. Sedangkan harapannya kepada Allah dapat membangkitkan semangat untuk mengerjakan amal saleh.

 Ibadah orang yang berharap kepada Allah swt. lebih utama, karena dalam dirinya terdapat rasa cintanya kepada Allah, melebihi orang yang takut. Seorang raja akan membedakan antara seorang pelayan yang melayaninya karena takut akan siksanya, seorang yang melayani karena mengharapkan kebaikan hatinya dan pelayan yang melayaninya tanpa mengharapkan sesuatu pun. Perkara-perkara dunia akan terbuka sebab adanya kenyang. Sedangkan perkara-perkara akhirat akan terbuka sebab adanya lapar.

 

 

54. Ibadah adalah Kesempatan Kerja

Ada yang mengatikan:

“Ibadah adalah kesempatan kerja, kiosnya menyepi diri dan modalnya adalah takwa.”

Menyepi diri, yaitu konsentrasi di kesepian untuk dapat dengan tenang hatinya berhadapan langsung dengan Allah.

Modal ibadah yaitu takwa, ini berarti tanpa takwa, maka ibadah tidak akan membawa untung besar. Takwa di sini adalah dalam arti menjaga diri agar tidak melakukan sesuatu yang mendatangkan siksa, baik sesuatu itu berwujud perbuatan maupun meninggalkan perbuatan.

 

 

55, Tiga Hal yang Harus Dijauhi Orang Mukmin

Malik bin Dinar r.a. berkara:

“Agar anda termasuk kaum mukmin, cegalah tiga sikap dengan tiga cara: Cegahlah sikap sombong dengan tawaduk, cegahlah sikap rakus dengan qanaah dan cegahlah sikap dengki dengan nasihat.”

Manusia harus menolak tiga perkara yang dicela dengan tiga perkara yang dipuji, agar tersifati oleh hakikat iman yang sebenarnya seperti orangorang mukmin. –

Sombong ialah memandang dirinya sendiri dengan pandangan mulia dan memandang orang lain dengan pandangan rendah. Kebalikan sombong adalah tawaduk. Sombong terjadi akibat kedudukan, sedangkan ujub terjadi akibat keutamaan.”

Rakus adalah merasa tidak puas dengan apa adanya. Sedangkan qanaah adalah rida atas segala yang ada.

Dengki (hasud) adalah mengharapkan hilangnya kenikmatan orang yang didengkinya, agar berpindah pada dirinya.

Nasihat yaitu: Mendorong berbuat kebaikan dan melarang berbuat kerusakan.

Dalam sebuah hadis disebutkan:

“Iman dan dengki tidak akan dapat bersatu di dalam rongga seorang hamba.”

Maksudnya iman dalam hadis tersebut, adalah iman kepada takdir Allah.

 

Mu’awiyah berkata: Aku mampu untuk menjadikan semua orang rida kepadaku, kecuali orang yang dengki terhadap nikmatku, sesungguhnya orang yang dengki masih belum merasa puas, kecuali jika nikmat itu hilang dariku.

Sebagaimana seorang penyair menyatakan.dari bahar Thawil:

Setiap orang dapat kubuat puas

Tetapi orang dengki kepadaku

sulitlah membuat ia puas

dan berat mencapai kepuasan itu

Bagaimana seseorang dapat membuat puas

Orang yang dengki terhadap nikmatnya,

jika si dengki itu sendiri memang tak pernah puas

sebelum nikmat itu hilang dari pemiliknya.

 

 

Komentar atau pertanyaan, silakan tulis di sini

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama