Terjemah Kitab Nashaihul Ibad (kumpulan
nasihat pilihan bagi para hamba)
BAB IX
NASEHAT TENTANG SEPULUH PERKARA
1. Sepuluh Keutamaan Bersiwak
Rasulullah saw. bersabda:
“Perhatikan benar-benar bersiwak
(membersihkan gigi dengan kayu Arak), karena di situ terdapat sepuluh
keutamaan: Membersihkan mulut, mendatangkan rida Allah, menjadikan marah setan,
dicintai – Allah Yang Maha Pengasih dan Malaikat Hafadhah, menguatkan gusi,
menghentikan dahak, mengharumkan bau pernafasan, memadamkan gejolak temperamen,
menajamkan pandangan mata dan menghilangkan bau mulut. Bersiwak itu termasuk
sunah Nabi.”
Selanjutnya, Nabi saw. bersabda:
“Salat sekali dengan bersiwak itu lebih
utama dibanding tujuh puluh kali salat tanpa siwak.”
Hadis ini tidak dapat dipahami dengan
asumsi, bahwa bersiwak lebih utama daripada jamaah yang hanya mampu meningkatkan
pahala menjadi dua puluh tujuh derajat, karena boleh jadi satu derajat dalam
dua puluh tujuh derajat salat jamaah itu mampu menandingi beberapa derajat
dalam tujuh puluh derajat pahala salat yang ditunaikan dengan bersiwak.
Yang dimaksud dengan temperamen tubuh,
ialah campuran dalam perbandingan tertentu berbagai cairan tubuh yang dapat
menentukan kondisi tubuh seseorang. Unsur temperamen adalah lendir kubing,
lendir hitam, dahak dan darah. Ukuran banyak-sedikitnya bahan-bahan ini dalam
percampuran satu sama lainnya, akan menentukan kondisi tubuh seseorang, bahkan
kondisi kejiwaannya.
Dalam suatu riwayat dikatakan juga, bahwa
bersiwak membawa faedah dapat menyehatkan organ-organ dalam perut.
2. Sepuluh Anugerah yang Sangat Berharga
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata:
“Tidak ada seorang hamba yang dianugerahi
sepuluh hal, melainkan ia akan selamat dari berbagai bencana dan penyakit, dia
sederajat dengan Mugarraabin serta ia akan mendapatkan derajat orang yang
bertakwa, yaitu: Pertama, jujur yang terus-menerus disertai hati yang qanaah
(puas dengan apa yang ada). Kedua, kesabaran yang sempurna disertai dengan rasa
syukur yang terus-menerus. Ketiga, kefakiran yang abadi yang diikuti dengan
sikap zuhud. Keempat, berpikir yang terusmenerus disertai dengan perut lapar.
Kelima, keprihatinan yang abadi diikuti dengan takut yang terus-menerus.
Keenam, kerja keras yang terus-menerus disertai sikap rendah diri. Ketujuh,
keramahan yang terus-menerus disertai dengan kasih sayang. Kedelapan, cinta
yang terus-menerus disertai rasa malu. Kesembilan, ilmu yang bermanfaat diikuti
dengan pengamalan yang terus-menerus. Kesepuluh, iman yang langgeng yang
disertai dengan akal yang kuat.”
Yang dimaksud dengan Mugarrabin di sini,
ialah orang yang dekat dirinya kepada Allah. Sedang Muttagin (orang yang
bertakwa), ialah mereka yang meninggalkan kemauan hawa nafsu dan menyingkiri
semua larangan Allah.
Kejujuran adalah Permulaan kebahagiaan.
Dan ada dikatakan:
“Barangsiapa yang sedikit kejujurannya,
maka sedikit temannya.” ..
Tentang kesabaran, Nabi saw. bersabda:
“Iman yang paling utama, adalah sabar dan
murah hati.” (H. R. Ad-Dailami).
Diriwayatkan pula, bahwa Nabi s: saw.
bersabda:
“Sebaik-baik senjata orang mukmin, adalah
sabar dan doa”
Dalam hubungannya dengan sikap puas dan
syukur dengan apa yang ada, lebih jauh Sayid Syekh Abdul Qadir berkata:
“Bagaimana dapat dibilang baik, jika anda mengagumi amal-amal kebajikan sendiri
dan merasa bahwa semua itu karena kesanggupan diri sendiri serta minta pahala
untuk itu, padahal semuanya ini karena taufik Allah dan anugerahNya. Kalau toh
anda menyingkiri maksiat, maka itu juga karena bimbingan Allah. Kapan lagi anda
mau bersyukur atas semua itu, dan kapan pula anda akan mengakui
kenikmatan-kenikmatan Allah yang ditumpahkan buat anda. Allah adalah yang
menitahkan anda, menitahkan perbuatan anda berikut segala bentuk usaha anda.
Anda hanyalah yang berusaha dan Allah-lah Yang Maha Pencipta.”
Tentang kefakiran, Nabi saw. bersabda:
“Wahai, golongan orang fakir, buatlah
hati kalian rela pada (takdir) Allah, maka kalian akan beroleh pahala kefakiran
kalian, jika tidak rela, maka tiada pahala bagi kalian.”
Sementara itu, segolongan hukama
mengatakan: Kecukupan dirimu dari sesuatu lebih bagus daripada kebutuhanmu
kepadanya.
Mengenai terus-menerus berpikir, Nabi
saw. bersabda:
“Berpikirlah tentang segala sesuatu, tapi
jangan berpikir tentang Zat Allah, karena terdapat tujuh ribu cahaya di antara
langit ke tujuh sampai Kursi Allah dan Allah di atas itu semua.”
Dalam riwayat lain, Nabi saw. bersabda:
“Allah menyayangi suatu kaum yang mereka
disangka orang lain sakit, “ padahal mereka itu tidak sakit.” (H.R. Ibnu
Mubarak).
Dalam hubungannya dengan terus-menerus
prihatin dan takut kepada Allah, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Seandainya kalian mengetahui apa yang
ada pada Allah buat kalian, pasti kalian senang untuk bertambah fakir dan
butuh.” (H.R. At-Tirmidizi).
Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw.
bersabda: ‘
“Telah cukup membuktikan ilmu seseorang
bila ia takut kepada Allah, dan cukup membuktikan kebodohannya bila ia
mengagumi amal perbuatannya sendiri.” | (H.R. Al-Baihaqi).
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya yang masuk ke surga
hanyalah: orang yang mengharapkannya dan sesungguhnya orang yang menjauhi
neraka hanyalah orang yang takut terhadapnya dan sesungguhnya Allah hanya .
merahmati orang yang penyayang.”
Adapun tawaduk (rendah hati),
diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Bersikap tawaduk dan bergaullah bersama
orang-orang miskin, maka anda menjadi.masuk kelompok warga besar Allah dan
keluar dari sikap kesombongan.” (H.R. Abu Nu’aim).
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
“Bila kamu memerangi nafsumu dan kamu
membunuhnya dengan senjata yang berupa pembangkangan terhadap ajakannya, maka
Allah akan menghidupkan nafsu itu kembali, dan ia pun menyerangmu kembali dan
mengajakmu pada berbagai kesenangan dan kelezatan, supaya kamu kembali
memeranginya dan Allah mencatat pahala yang terus-menerus bagimu karenanya.”
Hal itu sesuai dengan firman Allah swt.:
“Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai
datang kepadamu keyakinan,” (Q.S. Al-Hijr: 99).
Maksud ayat ini ialah: Tentang jiwamu,
wahai, makhluk yang paling mulia sampai datang kepadamu mati. Nafsu disebut
nafsu, karena bertentangan dengan ibadah, nafsu enggan beribadah dan ia
mengharapkan yang bertentangan dengan ibadah.
Mengenai sikap kasih sayang, disebutkan
dalam hadis:
“Sesungguhnya Allah mencurahkan kasih
sayang-Nya kepada hambahamba-Nya yang penyayang.”
Tentang cinta kepada Allah berikut malu
kepadaNya, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Apakah kamu sekalian suka untuk masuk ke
surga?” Mereka berkata: “Ya, wahai, Rasulullah.” Rasul bersgbda: “Sedikitkanlah
angan-angan kalian dan tetapkanlah ajal kalian di depan mata, dan malulah
kalian kepada Allah dengan sebenarnya.” Mereka berkata: “Wahai, Rasulullah,
kami semua malu kepada Allah.” Rasulullah saw. bersabda: “Malu kepada Allah
bukan begitu, akan tetapi malu kepada Allah tidak lupa pada kuburan dan
kehancuran tubuh, tidak melupakan perut dan makanan yang dikandungnya dan
kalian jangan melupukan kepala dan apa yang dipikirkannya. Barangsiapa yang
menginginkan kemuliaan akhirat, dia akan meninggalkan perhiasan dunia, saat
itulah seorang hamba merasa malu kepada Allah dan di situ pula ia mendapat
pertolongan dari Allah.” ‘ (H.R. Abu Nu’aim).
Tentang ilmu dan pengamalannya,
diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Pelajarilah ilmu apa pun yang engkau mau
mempelajarinya dan Allah tidak membuat ilmu bermanfaat untukmu sehingga engkau
mau mengamalkan ilmu yang telah engkau pelajari itu.” (H.R. Ibnu Adi).
Diriwayatkan juga, bahwa Nabi saw.
bersabda:
“Afat kejuaraan adalah aman dipuji secara
berlebihan, afat keberanian adalah: kegemaran menyimpang dari kebenaran, afat
kemurahan adalah menyebut-nyebut pemberian, afat kecaruikan adalah kesukaan
mejeng, afat ibadah ialah menghentikannya, afat omongan ialah dusta, afaz ‘ilmu
talah lupa, afat sikap murah haw talah sikap tolol, afat kedudukan adalah
kesombongan dan afat kedermawanan adalah pengeluaran secara berlebihan.” (H.R.
Al-Baihaqi).
Mengenai akal yang kuat/tangguh,
hendaklah diketahui bahwa akal itu sumber peradaban. Sebagian sastrawan
berkata:
“Sebaik-baik anugerah adalah akal dan
sejelek-jelek musibah adalah kebodohan.”
Sebagian sastrawan berkata pula:
“Teman setiap orang ialah akalnya, dan
musuhnya ialah kebodoharnya dan sungguh Allah telah menjadikan akal sebagai
pokok dan tiang agama.”
3. Sepuluh Perkara Belum Menjadi Baik
Tanpa Dibarengi Sepuluh yang Lain
Umar r.a. berkata:
“Sepuluh hal belum menjadi baik tanpa
dibarengi sepuluh yang lain, ialah: Akal belum baik tanpa dibarengi sikap
wira’i, amal perbuatan belum baik tampa dibarengi ilmu, keberuntungan belum
baik tanpa dibarengi takwa kepada Allah, penguasa belum baik tanpa dibarengi
keadilaan, reputasi belum baik tanpa dibarengi adab (kesopanan), kesenangan
belum nyaman tanpa dibarengi keamanan, kekayaan belum baik tanpa dibarengi
sikap qanaah (menerima apa adanya), ketinggian nasab belum baik tanpa dibarengi
sikap tawaduk (rendah hati) dan perjuangan menuju kebenaran belum baik tanpa
diiringi taufik Allah.”
Akal tanpa sikap wira’i itu belum dinilai
baik, sebagaimana Amir bin Qais berkata:
“Jika akalmu mengerti tentang sesuatu
yang tidak pantas, maka kamu orang yang berakal.”
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa beliau
bersabda:
“Akal adalah cahaya di dalam hati yang
dapat membedakan antara hak dan batil.”
Mengenai amal perbuatan yang disertai
ilmu, Nabi saw. bersabda:
“Sebaik-baik amal adalah ilmu mengenai
Allah, karena sesungguhnya amal sedikit maupun banyak akan bermanfaat beserta
ilmu dan sesungguhnya amal baik sedikit maupun banyak tidak akan bermanfaat
beserta kebodohan.” (H.R. Al-Hakim).
Keberuntungan belum baik tanpa dibarengi
takwa kepada Allah, baik keberuntungan berupa kesuksesan mencapai sesuatu yang
dicita-citakan maupun terhindar dari mara bahaya. Nabi saw. bersabda:
“Tidak akan masuk neraka orang yang
menangis karena takut siksa Allah, sehingga air susu masuk lagi ke dalam
teteknya.” (H.R. Abu Hurairah).
Mengenai keadilan penguasa, diriwayatkan
bahwa Nabi saw. bersabda:
“Orang yang paling dicintai Allah swt.
dan paling dekat dengan-Nya besok pada hari Kiamat, adalah pemimpin yang adil.
Adapun orang yang paling dimurkai Allah swt. dan paling jauh dengan-Nya di hari
Kiamat, adalah pemimpin yang berbuat aniaya.”
(H.R. Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).
Adapun reputasi, semisal prestasi ilmu
atau prestasi keberanian, itu belum baik tanpa dibarengi tata adab: Segolongan
ahli hikmah berkata:
“Ilmu adalah kemuliaan yang ada tara
nilainya dan adab (kesopanan) adalah harta yang tidak dikhawatir .
Mengenai kedermawanan, Nabi saw.
bersabda:
“Orang dermawan itu-dekat kepada Allah,
dekat | kepada manusia, dekat pada surga, dan jauh dari neraka. Orang kikir itu
jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka.
Orang bodoh yang pemurah lebih dicintai oleh Allah daripada ahli ibadah yang
kikir.”
Mengenai qanaah dan wira’i dalam
kefakiran, Nabi saw. bersabda:
“Jadilah engkau orang wira’i, maka kamu
menjadi orang yang ahli ibadah, dan jadilah kamu orang yang qanaah maka kamu
menjadi manusia yang paling bersyukur. Cintailah orang lain seperti engkau .
mencintai dirimu sendiri, maka engkaulah orang mukmin, berlaku. baiklah kamu
kepada tetangga, maka engkaulah orang muslim, dan kurangilah tertawamu, karena
terlalu banyak tertawa dapat mematikan hati.“
Abdullah Ibnul Mubarak berkata:
“Menampakkan kecukupan di saat jatuh
miskin lebih bagus daripada miskin itu sendiri.”
Adapun sikap tawaduk yang harus dilakukan
oleh orang yang tinggi nasab dan pangkatnya, adalah menerima kebenaran dan
tidak berpaling dari hukum.
Suatu perjuangan dapat dikatakan diiringi
taufik Allah, jika ternyata dalam setiap gerak langkah j juangnya itu selalu
berada pada jalan Allah yang penuh dengan rida-Nya.
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Perjuangan yang paling utama adalah
memerangi hawa nafsumu dalam rangka mencari rida Allah.” (H.R. Ad-Dailami).
4. Sepuluh Hal yang Paling Sia-sia
Utsman r.a. berkata:
“Ada sepuluh perkara yang paling
tersia-siakan, ialah: Orang alim yang tidak dapat dijadikan tempat bertanya,
ilmu yang tidak diamalkan, pendapat benar yang tidak diterima, senjata yang
tidak dipakai, mesjid yang tidak digunakan salat, mushaf (Alqur-an) yang tidak
dibaca, harta yang tidak diinfakkan, kuda yang tidak ditunggangi, ilmu zuhud yang
ada pada hati orang yang cinta dunia, dan umur panjang yang tidak dipakai bekal
untuk kepergiannya (menuju akhirat).”
Ilmu Zuhud di hati orang yang mencintai
duniawi, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang bertambah pandai
ilmunya, kemudian dia tidak bertambah zuhud mengenai dunia, maka hanya akan
menambah jauh . dari Allah.”
5. Sepuluh Perkara Terbaik
Ali -karramallaahu wajhahu berkata:
“Ilmu adalah sebaik-baik warisan, etika
itu sebaik-baik pekerjaan, takwa itu sebaik-baik bekal, ibadah adalah
sebaik-baik perdagangan, amal saleh adalah sebaik-baik penuntun (menuju surga),
perangai terpuji adalah sebaik-baik teman (di dunia dan akhirat), sikap lembah
manah adalah sebaik-baik penolong, qanaah adalah sebaik-baik kekayaan, taufik
adalah sebaik-baik pertolongan dan kematian itu sebaik-baik pendidik menuju
perangai terpuji.”
Mengenai ilmu sebagai harta warisan, Nabi
saw. bersabda:
“Muliakanlah orang-orang yang berilmu,
karena mereka pewaris para nabi. Barangsiapa yang memuliakan mereka, berarti
memuliakan Allah dan Rasul-Nya.” (H.R. Ath-Thabrani).
Tentang takwa sebagai bekal paling
berharga menuju akhirat, hendaknya diketahui, bahwa pangkal takwa ialah
meninggalkan perbuatan syirik (menyekutukan Allah), kemudian meninggalkan
maksiat, kejelekan, menjauhi subhat dan meninggalkan berlebihan, begitulah
pengertian takwa dari Abi Ali Daqaq r.a.
Adapun sikap qanaah sebagai kekayaan yang
paling berharga, dapat dipahami dari firman Allah swt.:
“Barangsiapa yang beramal saleh dari
lakilaki maupun perempuan dan dia seorang mukmin, kami akan menghidupkannya
dengan kehidupan yang baik.” (Q.S. An-Nahl: 97).
Kebanyakan ahli tafsir berkata:
“Kehidupan yang baik di dunia adalah qanaah.”
6. Sepuluh Orang Merasa Mukmin, Padahal
Mereka Kafir
Nabi saw. bersabda:
“Ada sepuluh orang dari umat ini yang
kafir terhadap Allah Yang Maha Agung, namun mereka sendiri merasa mukmin,
ialah: Orang yang membunuh orang muslim atau Dzimmi (penduduk non muslim pada
negara Islam yang loyal terhadap pemerintah) tanpa hak yang semestinya, orang
penyihir, orang bermasa bodoh yang tidak punya cemburu pada keluarganya, orang
yang menentang kewajiban zakat, orang yang minum khamar, orang yang telah
berkewajiban haji tapi tidak mau menunaikannya, orang yang menyalakan api fitnah,
orang yang menjual senjata kepada ahli perang, orang yang menggauli wanita pada
duburnya dan orang yang menggauli saudara mahram. Jika dia menduga bahwa
perbuatan-perbuatan ini halal, maka dia menjadi kafir.”
Termasuk keluarga yang harus dicemburui
di sini ialah istri/suami, anak dan saudara. Sedang yang dimaksud dengan
cemburu itu sendiri, ialah rasa tidak rela jika mereka melakukan
perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan kehendak agamanya. Dalam hal ini
Nabi saw. bersabda:
“Ada sebagian kecemburuan yang dicintai
Allah dan ada yang dibenci Allah. Dan sesungguhnya kesombongannya ada yang
dicintai Allah dan ada yang dibenci Allah. Adapun kecemburuan yang dicintai
Allah adalah kecemburuan terhadap hal yang mencurigakan. Adapun kecemburuan
yang dibenci Allah adalah kecemburuan bukan pada hal yang mencurigakan. Adapun
kesombongan yang dicintai Allah adalah kesombongan seseorang dalam perang dan
pada waktu bersedekah (supaya diikuti orang lam). Adapun kesombongan yang
dibenci Allah adalah kesombongan seseorang dalam kezaliman dan keangkuhan.”
(H.R. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai dan Ibnu Hibban).
Diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya di hari Kiamat Allah Tu’ala
tidak berkenan menerima pengabdian maupun keadilan dari Ash-Shaggur: Ada yang
bertanya: ‘Apakah Ash-Shaggur itu, wahai, Rasulullah? Nabi menjelaskan:
AshShaggur ialah orang yang mempersilakan para laki-laki lain untuk masuk
kepada keluarganya (istri, anak wanita dan saudara-saudara wanita).” : (H.R.
Al-Baihaqi).
Mengenai keengganan membayar zakat, Nabi
saw. bersabda:
“Tidak ada yang mempunyai emas dan perak
yang tidak memberikan haknya, melainkan apabila hari Kiamat dibuatkan baginya
lempenganlempengan dari api, lalu dipanaskan dengan api neraka Jahanam, lalu
diseterika pinggang, kening dan punggungnya. Jika telah dingin, maka dipanaskan
lagi pada suatu hari yang ukurannya 50.000 tahun hingga semua perkara di antara sesama hamba telah
diputuskan, kemudian ia melihat jalannya ke surga atau neraka.”
Adapun kejahatan minum khamar, telah
disebutkan dalam hadis:
“Peminum arak akan dikumpulkan dalam
keadaan wadahnya digantungkan pada lehernya, gelas di tangannya, baunya lebih
busuk daripada bangkai yang ada di bumi, semua makhluk yang melewati
mengutuknya.”
Adapun tenggang keengganan menunaikan
ibadah haji bagi orang yang telah berkewajiban, Allah berfirman:
“… Barangsiapa yang kufur, sesungguhnya
Allah Maha kaya dari semua alam.” (Q.S. Aali Imran: 97).
Yakni, barangsiapa yang meninggalkannya
dengan mengiktikadkan tidak wajib haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari
semesta alam. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. berdoa untuk umatnya pada hari
Arafah dan beliau memohonkan ampunan untuk mereka, maka Allah memberikan wahyu
kepadanya:
“Sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka
pada dosa-dosa antara Aku dan mereka, tetapi Aku tidak akan mengampuni
kezaliman mereka kepada sesamanya.”
Kemudian Nabi menambah permohonan ampunan
dan berkata:
“Sungguh Engkau Maha Kuasa untuk
memaafkan permusuhan mereka.”
Namun Allah belum mengabulkannya pada
malam itu. Maka pada pagi hari di Muzdalifah, Allah memberikan wahyu kepadanya,
Dia mengabulkan permohonannya, dan tersenyumlah beliau seraya bersabda:
“Saya heran kepada musuh Allah, iblis,
ketika Allah mengabulkan doaku, dia menjerit karena kecelakaan dan kehancuran
seraya menaburkan tanah di kepalanya.”
7. Sepuluh Proses Menjadi Seorang Mukmin
yang Sempurna
Nabi saw. bersabda:
“Tidaklah seorang hamba -di langit maupun
di bumidisebut seorang mukmin, sebelum ia menjadi orang yang banyak
bersilaturahmi, dia ndak menjadi orang yang bersilaturahmi, sebelum dia muslim,
dia tidak menjadi orang muslim, sebelum orang lain merasa aman dari tangan dan
lidahnya: dia tidak menjadi muslim, sebelum dia alim, dia tidak menjadi alim,
sebelum mengamalkan ilmunya, dia tidak mengamalkan ilmunya, sebelum dia
bersikap zuhud: dia tidak menjadi orang zuhud, sebelum dia menjadi orang warak,
dia tidak akan menjadi orang yang warak sebelum dia bersikap tawaduk, dia tidak
menjadi orang yang . tawaduk, sebelum dia mengenal dirinya sendiri, dan dia
tidak mampu mengenali dirinya sendiri, sebelum dia berpikir dalam bicaranya.”
Tentang menjadi orang yang tawaduk
(rendah hati), Anas bin Malik mengatakan:
“Rasulullah saw. suka menjenguk orang
sakit, mengantarkan jenazah, menunggangi keledai dan menghadiri undangan dari
hamba sahaya.”
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang baik rupanya,
berkedudukan yang mengharumkannya, serta rendah hati (tawaduk), maka dia
termasuk orang yang dekat – dengan Allah pada hari Kiamat.” (H.R. Abu Nu’aim).
Menjadi orang yang arif (mengenali)
dirinya sendiri, seorang penyair berkata:
Wahai, anak cucu Adam
Kesejahteraan hidup jangan menipumu
adalah terbatas umurmu
Tiada lain
engkau bagaikan tanaman yang hijau ranum
setiap perkara akan ditimpa penyakit
Jika kamu selamat dari berbagai penyakit
di saat ajalmu, tiba kamu pasti dituai.
Adapun selalu memfungsikan akal dalam
berbicara, Bisyr bin AlHarits berkata:
“Jika engkau kagum mengapa bicara,
diamlah! Dan jika engkau kagum mengapa diam, bicaralah!”
8. Sepuluh Hal Duniawi Tidak Pantas
Disukai oleh Ulama
Ada yang mengatakan, suatu ketika Yahya
bin Mu:adz Ar Razi r.a. melihat seorang fagih (alim) menyukai duniawi, lalu
kepadanya Ar Razi berkata:
“Wahai, yang mempunyai ilmu dan sunah,
gedung-gedungmu ala Kaisar Romawi, rumah-rumahmu ala Kisra Persia,
tempat-tempat tinggalmu ala (Jarun zaman Nabi Musa, gerbang-gerbangmu menjulang
tinggi ala raja Thalut, busana-busanamu semewah Jalut, jalan-jalan hidupmu
aliran setan, perbuatan-perbuatanmu aliran Marwan, kekuasaanmu macam Firaun,
hakim-hakimmu gegabah dalam memutus hukum lagi pula gemar makan suap dan
khianat, dan para imammu setolol Jahiliah, kalau begitu di mana pelaksanaan
ajaran Muhammad?”
Gedung yang bagaikan gedung kaisar,
kaisar yaitu gelar untuk rajaraja Romawi. Rumah yang bagaikan rumah Kisra,
yakni Raja Persia. Qarun ialah hartawan yang menentang Nabi Musa dan akhirnya
ia sendiri ditelan bumi berikut harta kekayaannya. Thalut ialah seorang Raja di
masa Nabi Dawud, sedang Jalud adalah raja musuhnya, yang kemudian terbunuh
dalam peperangan melawan Nabi Dawud. Marwan bin Hakam, ialah seorang raja dalam
Dinasti Umawiyah yang berkuasa setelah Muawiyah II, yaitu tahun 65 H./684 M.
Dua orang utra Marwan, Abdul Malik dan Abdul Aziz. Abdul Malik menurunkan
Walid, Sulaiman, Yazid, dan Hisyam, semuanya menjadi raja di Syam
berturut-turut. Sedang Abdul Aziz menurunkan Umar, juga menjadi raja di Syam
setelah Sulaiman, saudara sepupunya tersebut.
Berkata seorang penyair:
Wahai, orang yang munajat kepada Tuhannya
dengan berbagai macam tutur kata dan orang yang mencari tempat tinggalnya di
negeri yang penuh sentosa.
Wahai, orang yang menunda-nunda tobat dan
tahun ke tahun apakah yang membuatmu
melihat ada di antara orang yang meluruskan dirimu?
Wahai, orang yang lengah sungguh! kalau
saja engkau lakukan puasa di harimu dan engkau semarakkan sepanjang malammu
dengan salat
Dan engkau persempit dirimu dengan
sedikit makan dan sedikit saja minum, niscaya lebih patut engkau untuk
memperoleh kedudukan yang mulia dan memperoleh kemuliaan yang agung dani sisi.
Tuhan seluruh manusia beroleh juga keridaan yang agung dari Tuhan Maha Agung
lagi Maha Mulia.
Penyair lainnya berkata:
Pilihlah pekerjaan yang baik untuk kamu
kerjakan, sungguh teman seseorang dalam kubur adalah amal perbuatan
Jika engkau sibuk dengan sesuatu maka
janganlah kesibukan itu berupa sesuatu . yang tidak diridai oleh Allah
Tiada yang menyertai manusia sesudah mati
di dalam kubur selain dari amal perbuatannya Ingatlah!
Sesungguhnya manusia itu hanyalah tamu
yang singgah sebentar kemudian pergi.
Penyair lainnya mengatakan:
Kepada rumah aku bertanya:
Katakan kepadaku sedang apa para kekasih
Kepadaku rumah berkata
Mereka diam sejenak dan telah pergi lagi
‘
Kataku lagi
Hai, rumah ke mana mereka pergi biar aku
cari
Hai, rumah tahukah anda? di tempat mana
mereka kini berada
Rumah berkata:
Mereka telah menempati kuburan dan telah
bertemu dengan teman demi Allah, dengan hasil-yang mereka usahakan
Alangkah buruknya mereka yang teperdaya
dan tertipu oleh angan-angan
Hai, orang yang bertanya kepadaku tentang
mereka yang telah direnggut oleh negaranya
Di dalam lembaran-lembaran kaum itu hanya
tercatat perbuatan-perbuatan buruk dan kesalahan-kesalahan
Jika mereka meminta tolong, tiada seorang
pun yang mampu menolong mereka tiada tempat berlindung bagi mereka di alam
kubur dan tidak ada upaya bagi mereka untuk menyelamatkan diri
Kecuali kesedihan dan penyesalan di alam
kubur mereka akan tetapi ………..
tiada gunanya penyesalan mereka karena
nasi telah menjadi bubur.
9. Sepuluh Perkara Yang Dibenci Oleh
Allah Swt.
Sebagian hukama berkata:
“Allah swt. memurkai sepuluh hal dari
sepuluh orang, ialah: Kekikiran dari
hartawan, kesombongan dari orang fakir, kerakusan dari ulama, tidak punya malu
dari wanita, cinta duniawi dari orang tua, malas berbuat bagi pemuda, sikap
zalim bagi penguasa, penakut bagi pasukan berang, perasaan superior bagi
orang-orang zuhud, dan sikap riya bagi ahli ibadah.”
Mengenai kekikiran (bakhil), seorang
bijak berkata: “Kikir dapat melebur sifat kemanusiaan dan meneguhkan adat istiadat
kebinatangan.”
Tentang kesombongan, diriwayatkan dari
Abu Hurairah, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Jika seseorang mengatakan, celakalah
manusia, maka dia orang yang paling celaka.” (H.R. Muslim).
Larangan ini bagi orang yang mengatakan
demikian, karena menyombongkan dirinya dan mengecilkan orang lain, maka ini
dilarang.
Adapun kerakusan bagi ulama, dapat
dihubungkan pemahamannya dengan kisah Nabi Musa dan Nabi Khidhir a.s. Di kala
tanpa diketahui alasannya, Nabi Khidhir mengajak Nabi Musa memugar dinding
sebuah rumah tak berpenghuni, sementara itu mereka berdua tengah dicekam rasa
haus dan lapar. Sekonyong-konyong Nabi Musa berkata:
“.. Jika Tuan menghendaki, maka Tuan
dapat memungut upah untuk pekerjaan ini…”
Nabi Khidhir menjawab:
“Saat inilah, tiba perpisahan antara aku
dan kamu…”
Di kala terjadi dialog yang mengandung
unsur tamak ini, datanglah seekor kijang di tengah-tengah mereka berdua:
belahan tubuh kijang yang ada di dekat Nabi Musa mentah, sementara belahan yang
berada di dekat Nabi Khidhir telah masak.
Tentang persamaan malu, Nabi saw.
bersabda:
“Barangsiapa yang tidak punya malu, maka
dia tidak punya agama, barangsiapa yang tidak punya malu di dunia, maka dia
tidak akan masuk surga.” (H.R. Ad-Dailami).
Adapun kecintaan dunia dari orang tua, Abu
Bakar Al-Maraghi berkata: “Orang yang berakal, adalah orang yang memikirkan
urusan dunia dengan qanaah dan menunda-nunda, terhadap urusan akhirat dengan
tamak dan segera, dan terhadap urusan agama dengan ilmu dan
bersungguh-sungguh.” Mengenai kezaliman bagi para penguasa, diriwayatkan bahwa
Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang rida terhadap penguasa
dengan sesuatu yang dibenci oleh Allah, maka dia keluar dari agama Allah.”
(H.R. Al-Hakim).
Perasaan superior (merasa lebih daripada
orang lain), adalah jelas dilarang agama. Bebarapa hadis Nabi menjelaskan hal
tersebut, di antaranya Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang memuji dirinya sendiri
atas amal saleh, maka lenyaplah rasa syukurnya dan amalnya dihapus.” — (H.R.
Abu Nu’aim). Diriwayatkan Pula bahwa Nabi saw. bersabda:
“Tidak ada seorang pun yang memakai baju
untuk kehebatan, kemudian dia dilihat orang lain kecuali Allah tidak melihatnya
pada hari Kiamat sebelum ia menaggalkannya.” (H.R. Ath-Thabrani). Diriwayatkan
pula, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Celakalah anak Adam, mengapa dia
sombong, sesungguhnya dia adalah bangkai yang baunya mengganggu orang yang
melewatinya, anak Adam diciptakan dari tanah dan dia akan kembali ke tanah.”
(H.R. Ad-Dailami).
Adapun riya (pamer), adalah sebagaimana
dalam sabda Nabi saw.:
“Jauhilah, jangan sampai kamu
mencampurkan perbuatan taat kepada Allah dengan kesenangan dipuji manusia,
karena akan leburlah amalamal perbuatanmu.” (H.R. Ad-Dailami).
Adanya pujian orang yang datang sendiri
tanpa diharapkannya, adalah tidak mengapa, karena hal semacam itu tidak
tergolong riya. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Dzar r.a., dia berkata: “Ada
yang bertanya kepada Rasulullah saw.:
“Bagaimanakah menurut tuan seseorang yang
melaksanakan amal baik, kemudian dia dipuji oleh orang lain?” Beliau menjawab:
“Itu adalah berita gembira yang disegerakan bagi orang mukmin.” (H.R. Muslim).
10. Sepuluh Macam Kesejahteraan Bersabda
Rasulullah saw.:
“Kesejahteraan ada sepuluh macam, lima
macam di dunia dan lima lagi di akhirat. Lima macam di dunia ialah:
Kesejahteraan ilmu, ibadah, rezeki halal, sabar menghadapi bencana, dan syukur
menerima nikmat, sedang lima macam di akhirat ialah: Malaikat pencabut nyawa
datang dengan kasih sayang dan lemah lembut, kedatangan Malaikat Munkar dan
Nakir di kuburnya tidak menggetarkan, ia aman ketika terjadi kegentaran
terbesar, kejelekannya dilebur dan amal kebajikannya diterima, dan ia melintasi
titian secepat kilat, lalu masuk surga dengan selamat.”
Tentang sabar dalam menghadapi bencana,
Al-Junaidi berkata: “Menelan pahit tanpa merasakan pahitnya.”
Ali bin Abi Thalib r.a. berkata:
“Sabar berkaitan dengan iman, seperti
kepala dengan tubuh.”
Adapun syukur, substansinya ialah
mengucapkan dengan lisan dan mengakui dengan hati terhadap semua nikmat Allah
swt.
Mengenai kedatangan Malaikat perenggut
nyawa yang melakukan . tugasnya dengan kasih sayang dan lernah lembut, yakni
dengan perlahanlahan ketika mencabut nyawa, dan keramahan Munkar-Nakir dalam
kubur, sebetulnya belum memasuki periode akhirat. Peristiwa pencabutan : nyawa
terjadi ketika masih di dunia, sedangkan peristiwa Munkar-Nakir terjadi di alam
kubur, yang disebut Barzah. Akan tetapi ketika dia ada pada waktu meninggal,
dia sudah mendekati keadaan akhirat. Maka dari itu digolongkan peristiwa
akhirat.
Dalam sebuah kaidah dikatakan:
“Semua yang sudah mendekati sesuatu, maka
dia akan diberikan hukum dengannya.”
Kegentaran terbesar terjadi pada saat
datang perintah kepada orangorang kafir untuk segera menuju neraka, di saat
pintu neraka dikunci kembali setelah para penghuninya masuk semua dan tiada
harapan dapat keluar kembali. Juga di kala terjadi penyembelihan kematian yang
digambarkan dengan penyembelihan seekor gibas mulus di antara surga dan neraka.
Sejak saat itulah, kematian tidak lagi terjadi pada siapa pun. Kemudian yang
menyeru: ‘Wahai, ahli neraka, kalian kekal dan tidak akan mati!’ Maka putuslah
harapan ahli neraka untuk keluar dari neraka.
11. Sepuluh Nama Bagi Kitab Allah, Al
Quran
Abu Al-Fadhal r.a. berkata:
“Allah menamai Kitab-Nya dengan sepuluh
nama, ialah: Alqur-an, Al-Furqan, Al-Kitab, Al-Tanzil, Al-Huda, An-Nur,
Ar-Rahmah, Asy-Syifa’, Ar-Ruh, Adz-Dxzikr.”
Adapun untuk penamaannya dengan Alqur-an,
Al-Furqan, Al-Kitab dan At-Tanzil, telah masyhur.
Sedang untuk nama-nama Al-Huda, An-Nur,
Ar-Rahmah dan AsySyifa’ dinyatakan dalam firman Allah swt.:
“Wahai, manusia, sungguh telah datang
kepada kalian pelajaran dari Tuhan kalian dan penyembuh bagi penyakit-penyakit
dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang mukmin.” (Q.S. Yunus:
57).
Untuk nama An-Nur, Allah berfirman:
“Sesungguhnya telah datang kepada kalian
cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan.” (Q.S. Al-Maidah: 15).
Ar-Ruh dinyatakan dalam firman Allah:
“Dengan demikian Kami telah mewahyukan
kepadamu roh (wahyu) dengan perintah Kami.” (Q.S. Asy-Syuura: 52).
Adz-Dzikr dinyatakan dengan firman Allah:
“Kami telah menurunkan kepadamu Dzikra
(Alqur-an), agar kamu menjelaskan kepada manusia.” (Q.S. An-Nahl: 44).
12. Sepuluh Nasihat Luqman kepada
Putranya
Lugman berpesan kepada Tsaran, putranya,
sebagai berikut:
“Wahai, Anakku, sesungguhnya letak
Al-Hikmah itu berada dalam sepuluh hal: Hendaklah engkau menghidupkan kembali
hati yang mati, bergaullah dengan orang-orang miskin, menjauhi bergaul dengan
para raja, mengangkat derajat kaum rendahan, memberikan kemerdekaan kepada
hamba sahaya, melindungi orang terasing, menolong orang fakir, meningkatkan
kemuliaan orang mulia dan hendakrya pula memperkuat kepemimpinan si pemimpin.”
Selanjutnya Luqman menyatakan:
“Sepuluh hal tersebut lebih berharga daripada
harta, ia merupakan benteng dari ketakutan, perlengkapan dalam peperangan, juga
dagangan di kala beruntung. Sepuluh itu pula yang dapat menolong di kala
kerepotan menimpa, merupakan dalil pegangan di kala nyawa direnggut kematian,
dan merupakan penutup di saat kain tidak mampu menutupinya.”
Meningkatkan kemuliaan orang mulia
dilakukan dengan cara bersikap hormat dan ramah kepadanya. Sedang memperkuat
kepemimpinan pemimpin dapat dilakukan dengan menaati dan memuliakannya.
Dikisahkan, bahwa Al-Kisa’i dan Az-Zaidi
berada di sisi rumah ArRasyidi. Kemudian Al-Kisa’i salat Magrib, dia menjadi
imam! Ketika membaca surah Al-Kaafirun, dia gemetaran. Setelah mengucap salam
Az Zaidi berkata: “Oari’ ahli Kufah gemetar karena membaca surah AlKaafiruun.”
Ketika salat Isya Az-Zaidi menjadi imam. Dia gemetaran ketika membaca surah
Al-Fatihah. Setalah salam, Al-Kisa’i bersyair dalam Bahar Thawil:
Peliharalah lisanmu dari ucapan, karena
kamu akan menerima bencana sesungguhnya bencana itu bersumber dari lisan.
Yang dimaksud dengan hari di mana kain
tidak mampu menutupi, ialah hari Kiamat. Rasulullah saw. bersabda:
“Manusia digiring pada hari Kiamat tidak
beralas kaki, telanjang, kehausan, mabuk dan bingung, karena kedahsyatan hari
Kiamat. Seorang laki-laki tidak menggauli lagi istrinya dan seorang wanita
tidak mengenali lagi suaminya.”
13. Sepuluh Hak yang Harus Diperhatikan
bagi Orang yang Bertobat
Sebagian ahli Hikmah berkata:
“Seyogianya bagi orang berakal yang ingin
bertobat hendaknya melaksanakan sepuluh hal: Lisan membaca istigfar, hati
menyesali dosa, badan mencabut kembali dosa, bertekad untuk selamanya tidak
akan kembali mengulangi perbuatan dosa, cinta akhirat, membenci duniawi,
sedikit bicara, menyedikitkan makan dan minum, sehingga dapat mencurahkan untuk
ilmu dan ibadah, dan sedikit tidur.”
Istigfar ialah pernyataan mohon ampunan
dosa kepada Allah, misalnya mengucapkan: dari segala macam dosa dan noda.”
Mengenai keutamaan berbicara sesedikit
mungkin, Nabi saw. bersabda sebagai berikut:
“Barangsiapa yang banyak bicara, berarti
banyak tergelincirnya. Siapa yang banyak tergelincirnya, berarti banyak
dosanya, siapa yang banyak dosanya, maka api neraka lebih pantas melahap
dirinya.” | Mengenai makan minum sesedikit mungkin, diriwayatkan bahwa Nabi
saw. bersabda:
“Para wali Allah (kekasih-kekasih-Nya)
adalah suka lapar dan haus, barangsiapa yang menyakiti mereka, maka Allah akan
menyiksanya, membuka a aibnya dan Allah mengharamkannya tinggal di surga.”
(H.R. Ibnu Najar).
Berkenaan dengan mengosongkan waktu untuk
ilmu dan ibadah, seorang penyair berkata:
Hari esok jiwa-jiwa dibalas sesuai
usahanya dan para petani akan memanen hasil tanamannya Jika mereka berbuat baik
.itulah kebaikan untuk balasan mereka dan jika berbuat jelek itulah
sejelek-jelek perbuatan mereka Allah melimpahkan rahmat mencurahkan anugerah
bila kita kurang cermat maka kemurahan-Nya akan memadai Wahai, Tuhanku,
catatlah aku mulai hari ini mengikuti golongan yang memegangi Al-Kitab serta
memetik manfaatnya Cukupilah kami ampunilah kesalahan kami anugerahi kami
keamanan sungguh kami amat membutuhkan
Adapun tentang keutamaan tidur sesedikit
mungkin, Allah berfirman sebagai berikut:
“Mereka (orang-orang yang bertakwa) sedikit
sekali dur waktu malam.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 17).
Maksudnya, yakni orang-orang yang takwa,
orang yang berbuat kebaikan di dunia, baik dengan perkataan maupun perbuatan,
mereka tidur hanya sebentar pada waktu malam.
Sedang ayat selanjutnya menyebutkan:
“Dan di akhir-akhir malam, mereka mohon
ampunan.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 18).
Seorang penyair berkata dalam Bahar
Khafif:
Wahai, orang yang banyak tidur dan lupa
kebanyakan tidur mengakibatkan penyesalan
Sesungguhnya jika kamu telah masuk
kuburan setelah mati maka akan lama tertidur
Apakah kamu merasa aman dari malaikat
maut!
Bukankah telah datang kepadamu juru
menyeru dengan membawa bukti-bukti yang jelas.
14. Setiap Hari Bumi Memekikkan Sepuluh
Kalimat
Berkata Anas bin Malik r.a.:
“Sesungguhnya bumi, setiap hari selalu
memekikkan sepuluh kalimat, ialah: Wahai, anak cucu Adam, engkau berbuat segala
sesuatu di atas punggungku, tapi akan kembali ke dalam perutku. Engkau maksiat
di atas punggungku, dan akan disiksa di dalam perutku. Engkau tertawa di atas
punggungku, tapi menangis dalam perutku. Engkau bersuka ria di atas punggungku,
tapi akan susah payah dalam perutku. Engkau menghimpun harta di atas
punggungku, tapi menyesali dalam perutku. Engkau makan barang haram di atas
punggungku, tapi engkau dimakan cacing di dalam perutku. Engkau hidup gembira
di atas punggungku, ‘ tapi akan hidup merana dalam perutku. Engkau di atas
punggungku dapat hidup disinari matahari, bulan dan lampu, tapi di dalam
perutku engkau akan kegelapan. Dan engkau dapat menghadiri
perkumpulanperkumpulan di atas punggungku, namun kelak engkau di dalam perutku
akan sendirian.”
Mengenai tertawa, Ali bin Abi Thalib r.a.
berkata:
“Jika seorang alim tertawa satu kali,
berarti ia memuntahkan kembali satu ilmu.”
Adapun istilah bersuka ria (Al-Farhu)
digunakan pada berbagai makna, yaitu:
Bathar (berbangga diri), seperti dalam
firman Allah:
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang terlalu membanggakan diri.” (Q.S. Al-Qashash: 76).
Rida (puas/senang), seperti terdapat
dalam firman Allah SWT.:
“Setiap golongan merasa senang (puas)
dengan sesuatu yang ada pada mereka.” (Q.S. Al-Mu’minun: 53).
Surur (gembira), seperti pada firman
Allah swt.:
“Mereka dalam keadaan gembira disebabkan
karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka.” (Q.S. Aali Imran: 170).
Kelezatan hati sebab mendapatkan yang
diinginkan, dikatakan dia gembira sebab keberaniannya dan nikmat Allah
kepadanya serta gembira sebab musibah yang menimpa atas musuhnya.
Mengenai hidup berlagak di atas bumi,
Nabi saw. bersabda:
“Janganlah kamu menjulurkan kain, maka
sesungguhnya menjulurkan .. kam termasuk kesombongan dan Allah tidak
menyukainya. Jika seseorang memarahimu dan mempermalukanmu dengan sesuatu
perkara yang ada padamu, maka janganlah kamu membalas mempermalukannya dengan
sesuatu yang ada padanya, biarkanlah dia, maka akibat kejelekannya akan menimpa
kepadanya dan pahalanya bagi kamu, dan janganlah kamu mencaci seseorang.” –
(H.R. Ibnu Hibban).
15. Sepuluh Siksa Bagi Orang yang Banyak
Tertawa
Bersabda Rasulullah saw.:
“Barangsiapa banyak tertawa, maka dig
akan disiksa dengan sepuluh siksaan, yaitu hatinya akan mati, tidak punya rasa
malu, disenangi setan, dibenci oleh Allah Yang Maha Penyayang, di hari Kiamat
ia akan dimunagasyah, Nabi saw. berpaling darinya pada hari Kiamat, dikutuk
oleh malaikat, dibenci oleh ahli langit dan ahli bumi, lupa terhadap semua
perkara dan dia akan merasa malu.”
Seorang ulama berkata: “Tertawanya orang
mukmin, adalah suatu kelalaian dari hatinya.”
Dalam sebuah hadis, Abu Idris Al-Khaulani
meriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari, dia berkata, bahwa Rasulullah saw.
bersabda:
“Hindarilah terlalu banyak tertawa,
karena hal itu dapat mematikan hati, dan menghilangkan sinar wajah.”
16. Sepuluh Ramuan Pembasuh Dosa dan Obat
Penyakit Hati
Hasan Al-Bashri r.a. berkata: Ketika saya
berkeliling di jalan-jalan kota Bashrah dan di pasarnya dengan seorang pemuda
ahli beribadah, tiba-tiba saya melihat seorang tabib yang sedang duduk di atas
kursi. Dia dikelilingi oleh laki-laki, perempuan dan anak-anak. Di tangan
mereka masing-masing terdapat gelas yang berisi air. Mereka meminta resep obat untuk
penyakitnya. Kemudian pemuda yang bersamaku maju ke depan tabib, lalu dia
berkata: “Wahai, Tabib, apakah kamu punya obat yang mampu membersihkan dosa dan
menyembuhkan penyakit hati?” Kemudian si tabib itu menjelaskan:
“Ambillah sepuluh macam ramuan. Ambillah
akar pohon fakir bersama akar-akar pohon tawaduk (kerendahan hati),
jadikanlah/campurkanlah padanya tumbuhan tobat, taruhlah ke dalam lumpang
keridaan, tumbuklah dengan penumbuk qanaah, simpan di kuali takwa, lalu
tuangkanlah padanya air malu, didihkanlah dengan api mahabbah, tuangkanlah ke
gelas syukur, kemudian kipasilah dengan kipas harapan, lalu minumlah dengan
sendok pujian, sesungguhnya jika kamu mengerjakan hal itu, maka akan menjadi
obat bagimu dari semua penyakit dan bencana di dunia dan akhirat.”
Dalam keterangan di atas, tampak
kefakiran dan kerendahan hati diserupakan dengan pohon, karena sama-sama
menjulang tinggi. Juga disebut akar, karena akar adalah pangkal kehidupan
setiap tetumbuhan. Karena itu, kalimat di atas dimaksudkan dengan “Ambillah
akar-akar yang menjadi pangkal hakikat kefakiran dan tawaduk (kerendahan hati),
dua hal yang menjulang tinggi di sisi Allah.” Ibnu Atha’ mengatakan: Tawaduk
adalah menerima hak yang datang dari siapa pun. Ibnu Abbas menyatakan: Termasuk
tawaduk ialah seseorang mau minum sisa kawannya.
Al-Qusyairi berkata:
“Fakir adalah simbol para wali dan
perhiasan ahli Sufi, dan pilihan Allah untuk kekasih-kekasih-Nya, yaitu
orang-orang yang takwa dan para nabi.”
Sedangkan maksud “Ihlij” ialah sejenis
tumbuhan yang dapat dipakai membersihkan kotoran. Kata Ihlij tobat, artinya
tobat yang serupa dengan Ihlij dalam hal sama-sama berfungsi sebagai pembersih.
Ihlij mampu membersihkan kotoran lahiriah, sedang tobat dapat menyapu bersih
kotoran batiniah, yaitu dosa-dosa.
Nabi saw. bersabda:
“Orang yang jaga dari dosa, seperti orang
yang berdosa.”
Rida diserupakan dengan lumpang, karena
sama-sama berfungsi sebagai tempat (wadah) menumbuk sesuatu. Menurut Imam
Nawawi: Rida adalah kegembiraan hati terhadap pahitnya qadha.
Ruwaim berkata: Rida adalah menerima
berbagai hukum dengan senang.
Qanaah, menurut segolongan ulama adalah
membuang harapan terhadap sesuatu yang belum ada dengan mencukupkan diri pada
apa yang telah ada di tangan.
Menurut Abu Sulaiman Ad-Darani: Qanaah berkaitan
dengan rida, setahap dengan warak berkaitan dengan zuhud. Qanaah adalah
permulaan rida, warak adalah permulaan zuhud.
Tentang takwa, seperti dikatakan oleh Abu
Abdillah Ruzabadi: Takwa adalah menjauhi apa-apa yang menjauhkanmu dari Allah.
Ibnu Atha’ berkata: Takwa itu mempunyai
luar dan dalam. Adapun luarnya adalah memelihara hudud (batas-batas) Allah,
sedang dalamnya adalah niat dan ikhlas.
Perasaan malu, seperti dikatakan oleh
Al-Junaid adalah: Suatu kondisi jiwa yang timbul dari kesadaran akan adanya
nikmat dan kekurangan pengabdian diri.
Dzun Nun Al-Misri berkata: Malu adalah
wujud kehebatan yang ada dalam hati sebagai akibat dari sikap garang kepada
Allah yang dilakukan dahulunya.
Mengenai Mahabbah (rasa cinta), Abu Yazid
Al-Bustami berkata: Mahabbah ialah menganggap sedikit terhadap jasa besar dari
diri sendiri dan menganggap banyak terhadap jasa sedikit dari si kekasih. Abu
Abdillah Al-Oarsyi berkata: Substansi mahabbah adalah kesanggupan memberikan
seluruh dirimu kepada orang yang engkau cintai tanpa ada yang tersisa sedikit
pun.
Syukur adalah: Pengakuan akan mencurahkan
nikmat dari si pemberi dalam kerangka hormat dan merendah diri.
Adapun rojak (harapan), menurut Abu
Abdillah bin Khafif adalah: Rasa optimis terhadap kemurahan anugerah Allah. Juga
ada yang mengatakan: Rojak adalah melihat akan adanya keluasan rahmat Allah.
17. Sepuluh Kata Hikmah
Pernah dikisahkan, bahwa salah seorang
raja memanggil lima ahli hikmah supaya berkumpul. Ia meminta agar masing-masing
mengemukakan dua kata hikmah, maka jumlah keseluruhan terkumpul sepuluh kata
hikmah. Ahli hikmah pertama mengatakan:
“Takut kepada Maha Pencipta (Allah)
menjadi jaminan keamanan, sedang merasa aman dari siksa Allah menjadi sumber
ketakutan. Tidak merasa takut kepada sesama makhluk itu pangkal kemerdekaan,
sedang merasa takut kepada sesama makhluk itu pangkal kemerdekaan.”
Ahli hikmah kedua mengatakan:
“Adanya harapan kepada Allah itu
merupakan kekayaan yang tidak tergoyahkan oleh kefakiran dan putus asa dari
kemurahan Allah itu merupakan kefakiran yang tidak dapat tertutup oleh
kekayaan.”
Dalam hubungan ini Dzun Nun Al-Misri
berkata:
“Barangsiapa merasa puas dengan yang
dimilikinya, maka ia tidak begitu memerlukan orang-orang yang hidup bersamanya
dan dapat melebihi di atas teman-teman sebayanya.”
Ada yang mengatakan:
“Barangsiapa matanya melotot kepingin
terhadap sesuatu yang ada di tangan orang lain, maka kesusahannya tambah
panjang.”
Segolongan pujangga berkata dalam Bahar
Wafir:
Kemurahan hati di saat dia sendiri lapar,
dapat menaikkan harga diri pemuda,
pada suatu hari ia berbuat cemar
di hari itu pula ia menjadi mulia.
Maksudnya, bahwa kesanggupan bermurah
hati, di saat diri sendiri tengah kelaparan, dapat menaikkan harga diri. Jika
kesanggupan ini dimiliki oleh pemuda, lalu di suatu saat pemuda tersebut
berbuat cemar, maka kecemaran itu akan tertutup dan terhapus lantaran kemurahan
hatinya. ,
Ahli hikmah ketiga mengatakan:
“Kemelaratan harta itu tidak berbahaya,
selagi dibarengi kekayaan hati dan kekayaan harta tidak bermanfaat, selagi
diberengi kemelaratan hati.”
Wahab mengatakan: Sesungguhnya kemuliaan
dan kekayaan keduanya keluar berjalan sambil mencari teman, kemudian keduanya
bertemu dengan qanaah, maka tetaplah mereka berdua.
Di dalam Kitab Zabur disebutkan:
“Orang yang qanaah itu kaya, walaupun dia
kelaparan.”
Ahli hikmah keempat mengatakan:
“Kekayaan hati hanya akan menambahkan
kekayaan bagi dermawan dan kemelaratan hati juga hanya akan menambahkan
kemelaratan bagi kekayaan harta.”
Dalam hubungan ini Ad-Daqqaq menyatakan:
“Barangsiapa yang tidak disertai
ketakwaan di dalam kefakirannya, maka dia akan memakan yang haram.”
Ahli hikmah kelima mengatakan:
“Mengambil kebaikan yang sedikit lebih
baik daripada meninggalkan kejelekan yang banyak dan meninggalkan semua
kejelekan lebih baik daripada mengambil kebaikan yang sedikit.”
Perkataan ahli hikmah kelima ini
mendekati perkataan sebagian tabib: “Semua delima itu baik dan semua ikan itu
jelek, namun makan ikan sedikit lebih baik daripada delima yang banyak.”
18. Sepuluh Golongan yang Tidak Akan
Masuk Surga, Kecuali Jika Mau Bertobat
Ibnu Abbas r.a. berkata, dari Nabi saw.:
“Sepuluh golongan umatku tidak akan masuk
surga, kecuali yang bertobat, ialah: Al-Qalla’, Juyyuf, Qattat, Daibub, Dayyus,
pemilik Artabah, pemilik Kubah, ‘Utul, Zanim dan orang yang durhaka kepada
kedua orangtuanya.”
Selanjutnya, dalam kaitan hadis ini Ibnu
Abbas menyatakan:
“Lalu ada yang bertanya: Ya, Rasulullah,
apa yang dimaksud Al-Qalla’ itu?” Beliau menjawab: “Orang yang berjalan di
hadapan para pejabat.” “Apa yang dimaksud Juyyuf?” Beliau menjawab: “Pencuri
kuburan.” “Apa yang dimaksud Qattat?” Beliau menjawab: “Orang yang suka mengadu
domba.” “Apa yang dimaksud Daibub?” Beliau menjawab: “Orang yang” mengumpulkan
pemudi-pemudi di rumahnya berzina.” “Apa yang dimasud Dayyus?” Beliau menjawab:
“Orang yang tidak cemburu terhadap keluarganya.” “Apa yang dimaksud mempunyai
Artabah?” Beliau menjawab: “Orang yang memukul drum.” “Apa yang dimaksud
mempunyai Kubah?” Beliau menjawab: “Orang yang memukul gendang.” “Apa yang
dimaksud ‘Utul?” Beliau menjawab: “Orang yang tidak memaafkan dosa dan tidak
menerima ampunan.” “Apa yang dimaksud Zaniim?” Beliau menjawab: “Orang yang
dilahirkan dari zina dan dia duduk di tengah jalan sambil mengumpat orang
lain.”
Sehubungan dengan penjelasan tentang
Jayyuf, segolongan ulama salaf memberikan cerita: Di negeri mereka, hiduplah
seorang Jayyuf (pembongkar kuburan untuk dicuri isinya) yang telah dikenal
merata. Seorang gadhi yang saleh, di kala merasa telah mendekati ajalnya sempat
memanggil si Jayyuf seraya berpesan:
“Saya dengar anda suka membongkar
kuburan. Tapi di hari ini, saya merasa telah dekat dengan ajal. Untuk biaya
kafan dan sebagainya, telah kami persiapkan sebesar sekian: Silakan ini
diambil, tapi jangan engkau bongkar kuburku nanti.”
“Kemudian si Jayyuf itu menjawab:
“Baiklah.”
Maka pulanglah si Jayyuf ke rumahnya.
Setibanya di rumah, dia menceritakan pesan gadhi itu kepada istrinya.
“Kalau begitu berhati-hatilah, jangan kau
curi,” kata istrinya.
Ketika kematian gadhi telah tiba dan dia
telah dikuburkan, Jayyuf berkeinginan sekali untuk mencuri kain kafan gadhi
tersebut, tetapi istrinya tetap melarangnya. Namun Jayyuf tetap bersikeras
tidak mengindahkan larangan istrinya, maka dibongkarlah makam gadhi tersebut.
Ketika itu dia melihat mayat gadhi telah duduk dan di sana ada dua malaikat. :
Malaikat pertama berkata kepada malaikat
kedua! “Ciumlah kedua kakinya.”
Malaikat kedua kemudian mencium kaki
gadhi, katanya: “Tidak ada sesuatu pada kaki itu.”
“Ciumlah kedua tangannya.”
Kemudian malaikat kedua mencium kedua
tangan gadhi, lalu ia berkata: “Dia tidak melakukan kemaksiatan dengan kedua
tangannya.”
“Ciumlah kedua matanya.”
Kemudian dia menciumnya dan berkata:
“Mayat ini tidak melihat yang haram dengan kedua matanya.”
“Ciumlah pendengarannya.”
Kemudian dia mencium telinganya dan tidak
menemukan apa-apa.
“Ciumlah telinga yang sebelahnya.”
Dia diam setelah mencium telinga yang
sebelahnya. “Apa yang kamu temukan!”
“Saya menemukan bau.”
“Apakah kamu tahu bau apakah itu?”
“Sesungguhnya orang tersebut mendengarkan
dengan salah satu pendengarannya kepada salah seorang yang bertikai lebih
banyak daripada yang lain.”
Kemudian telinga gadhi itu membengkak dan
menyemburkan api yang menjilat-jilat memenuhi kuburannya. Lalu api itu menyambar
mata si Jayuf sehingga matanya buta. Kisah ini dikutip dari kitab Qam’u nufus.
— Masih ada kaitannya dengan pokok makalah ini, Mu’adz pernah suatu ketika
bertanya kepada Nabi saw. tentang firman Allah:
“Yaitu hari ditiup sangkakala, lalu kamu
sekalian datang berbondongbondong.” (Q.S. An-Naba’: 18).
Kemudian kepada sahabat Mu’adz tersebut
Nabi saw. bersabda:
“Wahai, Mu’adz kau telah menanyakan
sesuatu yang amat besar.”
Lebih lanjut, dengan mata berlinangan
Nabi menjelaskan sebagai berikut: “Digiring sepuluh kelompok dari umatku dengan
bermacam- macam rupa. Mereka dibedakan oleh Allah dari kelompok orang muslim
dan Allah menampakkan bentuk mereka, di antara mereka ada yang berbentuk
monyet, babi dan ada yang matanya buta berjalan ke sana kemari. Ada juga yang
tuli, bisu, tidak mempunyai akal, ada yang menggigit lidahnya sampai menjulur
ke dadanya sambil mencucurkan nanah dari mulutnya yang menjijikkan orang
banyak. Sebagian lagi ada yang putus tangan dan kakinya, dan sebagian lagi ada
yang disalib atau dipasung di atas daripada bau bangkai dan ada yang diberi
pakaian berupa aspal cair.
Adapun yang berbentuk monyet adalah
mereka yang suka mengadu domba. Orang yang berbentuk babi, mereka adalah
pemakan riba dan yang haram. Sedangkan yang dibalikkan kaki dan mukanya, mereka
adalah pemakan barang riba. Orang yang tuli serta bisu adalah orangorang yang
ujub dengan amalnya. Orang yang menggigit lidahnya ialah para ulama dan ahli bicara yang pembicarannya
bertentangan dengan amalnya.
Orang yang putus tangan dan kakinya
adalah orang yang suka menyakiti tetangga. Orang yang disalib dengan tiang api
adalah orang yang mengadukan orang yang tidak bersalah kepada penguasa. Orang
yang lebih bau daripada bangkai adalah orang yang bersenang-senang dengan
syahwat dan kelezatan, dan mereka tidak mau mengeluarkan hal Allah swt. dari
hartanya. Adapun orang yang diberi pakaian dengan aspal adalah orang takabur,
sombong dan angkuh. (H.R. Al-Qurthubi).
Perbuatan dianggap sebagai kedurhakaan
terhadap orangtua adalah setiap perbuatan anak yang menurut ukuran umum dinilai
telah menyakitkan hati orangtua, walaupun perbuatan yang dilakukan tidak haram,
jika diperlakukan pada orang lain. Misalnya berpaling muka ketika berjumpa,
mendahului orangtua di waktu berjalan bersama-sama dalam suatu rombongan,
sehingga tampak mengabaikan dan acuh.
19. Sepuluh Golongan yang Tidak Diterima
Salatnya
Nabi saw. bersabda:
“Ada sepuluh golongan yang Allah tidak
menerima salat mereka: Orang salat sendirian tanpa membaca surah Al-Fatihah,
orang yang tidak menunaikan zakat, orang yang menjadi imam pada suatu kaum yang
membencinya, seorang hamba sahaya yang melarikan diri, peminum khamar (arak)
yang pemabuk, wanita yang tidur malam membuat jengkel suaminya, wanita dewasa
yang salat tanpa memakai kerudung (mukena), pemakan riba, pemimpin yang
menyeleweng, dan orang yang salatnya tidak berfungsi nahi mungkar, tidak
bertambah dari Allah melamkan jauh.”
Tentang bacaan Al-Fatihah dalam salat,
Imam Abu Hanifah dan sahabatnya, Imam Malik dan Imam Ahmad Hambali r.a. telah
sepakat atas sahnya salat seorang makmum tanpa membaca sedikit pun dari surah
Al-Fatihah.
Tentang orang yang enggan menunaikan
zakat, Allah berfirman:
“Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang
musyrik, yaitu orang-orang yang tidak menunaikan zakat.” (Q.S. Fushshilat:
6-7).
Dalam ayat ini, dengan jelas Allah
menyebutkan mereka yang mereka membayar zakat sebagai orang musyrik.
Hamba sahaya, baik laki-laki maupun
perempuan yang kabur dari tuannya, salatnya tidak diterima oleh Allah.
Nabi saw. bersabda:
“Jika seorang hamba sahaya kabur, maka
tidak diterima salatnya, dalam riwayat lam disebutkan: Maka kafirlah ia sampai
pulang kembali.” Demikian pula salat orang yang mabuk karena minum arak
(khamar), dalam masalah ini Nabi saw. bersabda:
“Jauhilah khamar, karena barang itu
menjadi induk segala kejahatan.”
Mengenai tidak diterimanya salat seorang
wanita yang di kala tidur malam membuat sakit hati suaminya, Nabi saw.
bersabda:
“Tiga golongan, Allah tidak akan menerima
salat mereka dan salarnya tidak akan naik ke langit, yaitu orang yang mabuk
sampai dia sadar, perempuan yang dibenci suaminya, budak yang kabur dari
tuannya, hingga ia pulang dan menyerahkan diri kepada tuannya.”
Tentang pemakan riba, sebagaimana
diterangkan dalam Az-Zawajir adalah kelak di Padang Mahsyar mereka dihimpun
dalam bentuk anjing dan babi. Hal ini sebagai risiko darikhilah yang mereka
kemukakan untuk menghalalkan riba, sebagaimana orang Bani Israel (Ashaabus
Sabti) kelak juga dijelmakan menjadi anjing dan babi. Ashabus Sabti di kala itu
dikenakan larangan mencari ikan di hari Sabtu. Pada mulanya mereka tunduk,
sehingga pada setiap hari Sabtu di perairan mereka tampak betapa banyak ikan
berkeliaran dengan aman. Kemudian mereka pun berkhilah, yaitu tetap mencari
ikan di hari Sabtu, tapi tidak langsung diambil. Ikanikan itu dipindahkan dulu
ke dalam kolam yang khusus mereka bikin untuk itu, baru di hari Ahad mereka
menangkapnya kembali dari kolam tersebut. Dengan cara khilah seperti ini,
mereka beranggapan bahwa tidak melanggar larangan menangkap ikan di atas.
Demikian mereka melakukan khilah, sekonyong-konyong Allah -menjelmakan mereka
“dalam bentuk anjing dan babi. Begitu juga kelak orang yang berkhilah untuk
menghalalkan riba, dengan bentuk khilah apa pun. Allah Maha Mengetahui terhadap
segala bentuk khilah.
Akan halnya pemimpin yang menyeleweng,
tersebut dalam hadis Abu Dzar, bahwa ia mendengar Nabi saw. bersabda:
“Seorang penguasa akan didatangkan pada
hari Kiamat, kemudian dia dilemparkan ke jembatan jahanam, maka guncanglah
jembatan itu dengan guncangan yang hebat, hingga tidak ada satu sendi pun
melainkan terlepas dari tempatnya. Jika dia taat kepada Allah dalam
perbuatannya, maka dia akan lewat dengan selamat. Jika bermaksiat, maka
jembatannya terputus karenanya, lalu dia terjatuh ke dalam neraka Jahanam
selama lima puluh ribu tahun.”
Akhirnya, kami nukilkan dari Al-Arif
Al-Mursi sebagai berikut:
“Amal perbuatan hamba itu akan tampil
dalam bentuk suapan nasi, baik amal kebajikan maupun kejelekan.”
20. Sepuluh Hal Seyogianya Dilakukan oleh
Orang yang Masuk Mesjid
Nabi saw. bersabda:
“Sepatutnya orang yang masuk mesjid,
melakukan sepuluh hal, yaitu pertama, membersihkan kedua khuf atau sandalnya
dan mulai masuk dengan mendahulukan kaki kanan….”
“Kedua, apabila masuk mengucapkan:
“Dengan nama Allah, semoga keselamatan terlimpah kepada Rasulullah dan semua
malaikat Allah. – Ya, Allah, Tuhan kami, bukakanlah bagi kami pintu rahmat-Mu,
– sesungguhnya Engkau Maha Pemberi’.”
“Ketiga, memyaca salam kepada ahli
mesjid, namun jika tidak ada orang dalam mesjid, maka ucapkanlah: ‘Semoga
keselamatan bagi kami dan hamba-hamba Allah yang saleh’.”
“Keempat, mengucapkan: ‘Aku bersaksi
tiada Tuhan selam Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah.”
“Kelima, hendaklah tidak menerjang di
depan orang yang sedang salat. Keenam, jangan melakukan perkara duniawi.
Ketujuh, jangan membicarakan perkara duniawi. Kedelapan, jangan keluar sebelum
melaksanakan salat Tahiyatal Mesjid dua rakaat. Kesembilan, jangan masuk
kecuali sudah punya wudu.”
“Kesepuluh, apabila bangkit hendaknya
mengucap: ‘Maha Suci Engkau, ya, Allah, wahai, Tuhan kami, dan dengan
memuji-Mu, aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Engkau, aku mohon ampunan
kepada-Mu dan aku bertobat kepada-Mu’.”
Di kala masuk mesjid, hendaklah
mendahulukan kaki kanan, demikian pula masuk ke tempat-tempat yang mulia atau
tempat yang belum jelas mulia-tidaknya. Terlebih dahulu melepas alas kaki kiri
di depan pintu mesjid, lalu kaki kiri ditumpangkan pada alas tersebut, kemudian
baru melepas alas kaki kanan.
Doa masuk mesjid dapat pula sebagai
berikut:
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha
Agung dengan Zat-Nya Yang Maha Mulia dan kerajaan-Nya yang kekal abadi dari
godaan setan yang terkutuk. Segala puji bagi Allah. Ya, Allah, limpahkanlah
salawat buat Muhammad, segenap keluarga beliau dan sahabat beliau.”
Bagus juga, sebelum membaca doa seperti
dalam awal makalah di atas, terlebih dulu diawali dengan:
“Ya, Allah, ampunilah dosaku dan
bukakanlah untukku pintu rahmatMu… “
Tentang melewati depan orang salat,
hukumnya adalah haram,. kendati itu salat sunah dan sah menurut keyakinan orang
yang salat tersebut, dan meskipun tidak ditemukan jalan selain menerjang
tersebut. Yang dimaksud depan orang salat adalah lokasi dalam batas salat.
Diperbolehkan menerjang depan orang salat, jika situasi darurat, misalnya untuk
segera bertindak menyelamatkan orang yang tenggelam, demikian menurut pendapat
Muktamad (yang bisa dipakai pedoman). Bahkan Imam Syafi’i menukil dari berbagai
imam, bahwa menerjang tersebut diperbolehkan, jika ternyata tidak ada jalan
lain. Namun pendapat ini dinilai lemah. Adapun jika orang yang salat itu
sembarangan saja dalam mengambil tempat, misalnya di tempat yang biasanya
menjadi lalu lintas orang di saat itu, seperti jalur tawaf, maka tidak haram
menerjang di depannya. Juga misalnya orang salat dalam suatu saf di mana saf
depannya diperbolehkan orang lain menerjang depan orang tersebut, walaupun
dengan melintasi beberapa saf.
Urusan duniawi yang dimaksud dalam
makalah ini, ialah semacam transaksi jual beli. Jika mengetahui hal itu terjadi
dilakukan orang dalam mesjid, maka disunahkan menegur dengan ucapan:
“Semoga Allah tidak memberi keuntungan
dagangan anda.”
Sedang omongan duniawi yang dimaksud di
sini, ialah semisal lagulagu yang sesat itu. Jika melihat hal itu dilakukan
orang, disunahkan menegur dengan ucapan:
“Semoga Allah tidak mengembalikannya
kepadamu.”
Tentang salat Tahiyatul Mesjid, jika yang
dimasuki itu Masjidil Haram dan ia bermaksud tawaf juga, maka terlebih dahulu
tawaf, kemudian salat dua rakaat dengan niat Tahiyatul Mesjid sekaligus niat
salat sunah Tawaf.
Bagi orang yang tidak sempat salat
Tahiyatul Mesjid, disunahkan membaca empat kali sebagai berikut:
“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah,
tiada Tuhan selam Allah dan Allah Maha Agung.”
Dengan membaca seperti ini, lepaslah
beban memakruhan atasnya. Demikianlah, jika memang tidak dirasa mudah mengambil
air wudu terlebih dahulu (bagi orang yang tidak sempat salat karena telah batal
wudunya). Kalau dirasa mudah berwudu, tapi tidak mau berwudu sehingga tidak
dapat salat Tahiyat dan mencukupkan membaca bacaan di atas, maka kemakruhan
belum terlepas darinya, sebab itu berarti ia telah mengabaikan.
Tentang doa sewaktu akan keluar dari
mesjid, seperti yang termaktub , dalam makalah di atas, Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang duduk pada suatu tempat
dan pada tempat itu banyak kesalahan, lalu dia mengucapkan sebelum bangkit dari
tempatnya: ‘Subhaanaka, Allaahumma wa bihamdika, Asyhadu an laa ilaaha illaa
anta astaghfiruka wa.atuubu ilaik’ (Maha Suci Engkau, ya, Allah, dan dengan
memuji-Mu aku bersaksi, sesungguhnya tiada Tuhan selai Engkau, aku memohon
ampunan-Mu dan bertobat kepada-Mu), tiada lain kecuali Allah mengampuni
dosa-dosanya selama di mejelis tersebut.” (H.R. At-Tirmidzi).
Adapun riwayat dari Ali, sesungguhnya
beliau berkata: “Barangsiapa ingin memperoleh takaran penuh, maka hendaknya di
akhir majelisnya atau di kala hendak berdiri mengucapkan sebagai berikut:
‘Maha Suci Tuhanmu, Tuhan keluhuran, dari
apa pun yang disebutkan oleh orang-orang kafir, semoga salam buat para rasul
dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam’.”
21. Sepuluh Hal Kebaikan Dalam Salat
Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi saw.
bersabda:
“Salat adalah tiang agama, barangsiapa
menunaikannya, berarti menegakkan agama dan siapa mengabaikannya, berarti
menumbangkan agama.”
Selanjutnya Nabi saw. bersabda:
“Di dalam salat ada sepuluh perkara,
yaitu menghiasi muka, menerangi hati, menyenangkan badan, dihibur di dalam
kubur, turun rahmat, kunci surga, berat timbangan, disenangi Tuhan, harga surga
dan penghalang dari neraka.”
Salat dapat menyinari hati, sebagaimana
disinyalir dalam sebuah hadis:
“Salat seseorang adalah penerang hatinya,
barangsiapa di antara kamu yang ingin hatinya diterangi, hendaklah memperbanyak
salatnya.” (H.R. Ad-Dailami).
Salat juga mengandung arti kesembuhan
badan. Nabi saw. bersabda:
“Bangkitlah kamu, lalu salatlah, karena
salat adalah obat.” (H.R. Imam Ahmad dan Ibnu Majah).
Dalam hadis lain Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah apabila menurunkan penyakit
dari langit ke ahli bumi, maka Allah memalingkannya dari orang yang meramaikan
mesjid. ” (H.R. Al-Asykari).
Salatpun mendatangkan rahmat dan kunci
langit. Nabi saw. bersabda:
“Salat itu menjadi kurban bagi setiap
orang yang takwa.” (H.R. Al-Oudha’i, dari Ali).
Salat juga menambah berat timbangan amal
dan mendatangkan eridaan Allah. Dalam hal ini Nabi saw. bersabda: .
“Tidak ada suatu keadaan pun bagi seorang
hamba yang lebih dicintai oleh Allah, selain Dia melihatnya dalam keadaan sujud
seraya membenamkan mukanya ke tanah.” (H.R. Ath-Thabrani).
Salat adalah menjadi penebus surga.
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw, bersabda:
“Sesungguhnya orang yang salat adalah
orang yang mengetuk pintu Maha Raja dan sesungguhnya orang yang senantiasa
mengetuk pintu, maka akan cepat dibukakan pintu itu baginya.” (H.R.
Ad-Dailami).
Salat juga menjadi penghalang dari api
neraka. Nabi saw. bersabda:
“Salat adalah timbangan, barangsiapa yang
memenuhinya, maka dia akan dipenuhi.” (H.R. Al-Baihagi dari Ibnu Abbas).
Secara keseluruhan, salat fardu lima kali
sehari, adalah seperti yang dijelaskan oleh sabda Nabi saw.:
“Lima kali salat, barangsiapa yang
memeliharanya, maka baginya menjadi cahaya dan tanda serta keselamatan pada
hari Kiamat. Barangsiapa yang tidak memeliharanya, maka baginya tidak mempunyai
cahaya, tanda dan keselamatan, dan pada hari Kiamat dia bersama Firaun, Haman,
Marun, dan Ubay bin Khalaf.” (H.R. Ibnu Nashr).
22. Sepuluh Cincin Ahli Surga dan Sepuluh
Cincin Ahli Neraka
Dari Aisyah r.a., Nabi saw. bersabda:
“Apabila Allah berkehendak memasukkan
ahli surga ke dalam surga, terlebih dahulu mengutus malaikat-malaikat untuk
menemui mereka dengan membawakan hadiah dan busana dari surga, bila nanti
mereka akan masuk, maka malaikat berkata kepada mereka: ‘Sesungguhnya aku
membawakan hadiah tuan dari Allah Tuhan semesta alam.’ Dan mereka balik
bertanya: Hadiah apa itu?”
“Malaikat menjawab: ‘Hadiah itu adalah
sepuluh bis cincin’.”
“Pertama, ditulis: “Kesejahteraan
(dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu, maka masukilah surga, ini untuk
selama-lamanya’.”
“Kedua, ditulis: Tatan aku sirnakan
segala bentuk derita dan kesusahan’.”
“Ketiga, ditulis: “Dan. inilah surga yang
Aku anugerahkan kepadamu sebagai imbalan dari jerih payah yang kau kerjakan’.”
“Keempat, ditulis: ‘Aku memakaikan
beraneka ragam busana dan perhiasan kepadamu’.”
“Kelima, ditulis: Dan Aku menjodohkan
mereka dengan bidadari molek, dan di hari inilah Aku menganugerahi mereka
imbalan dari kesabaran mereka, bahwa sesungguhnya mereka beroleh bahagia.”
“Keenam, ditulis: ‘Inilah imbalan untukmu
di hari ini dari taat yang telah engkau lakukan’.”
“Ketujuh, ditulis: “Engkau menjadi pemuda
selama-lamanya dan tak akan tua’.”
“Kedelapan, ditulis: “Engkau menjadi aman
selamanya, tak bakal merasa ketakutan’.”
“Kesembilan, ditulis: “Engkau
bersama-sama para nabi, orang-orang shiddigin, orang-orang syahid dan
orang-orang saleh’.”
“Kesepuluh, ditulis: “Engkau bertempat di
sisi Ar-Rahman, Pemangku Arasy Yang Maha Mulia’.”
“Kemudian para malaikat berkata: “Silakan
tuan masuk dengan selamat dan sentosa!’ Kemudian mereka, para penghuni surga
masuk seraya berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah melenyapkan kesusahan
dari kami, sesungguhnya Tuhan kami Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.’ (Q.S.
Faathir: 34).
Segala puji bagi Allah yang telah
menepati janji-Nya buat kami dan mewariskan bumi surga untuk kami duduki di
sebelah mana pun yang kami inginkan.”
“Dan apabila Allah berkehendak memasukkan
(calon) penghuni neraka ke dalam neraka, maka terlebih dahulu mengutus malaikat
kepada mereka dengan membawa sepuluh biji cincin.”
“Pada cincin pertama, tertulis: ‘Ayolah
masuk ke neraka, di situ engkau tidak mati-mati, tidak juga hidup (senang) dan
tidak akan keluar’.”
“Kedua ditulis: ‘Bergelimanganlah engkau
dalam siksaan yang tidak pernah berhenti’.”
“Ketiga ditulis: ‘Berputus harapanlah
kamu dari rahmat-Ku’.”
“Keempat, ditulis: “Masuklah kamu ke
dalam neraka dengan penuh kebingungan dan kesedihan selamanya’.”
“Kelima ditulis: “Pakaian kamu adalah
api, makanan kamu adalah Zaggum, minuman kamu adalah Hamiim (air yang sangat
panas), hamparan kamu adalah api dan tempat berteduh Kamus adalah api”
“Keenam ditulis: ‘Ini adalah pembalasan
bagi kamu, pada hari ini, disebabkdn maksiat yang kamu lakukan’.”
“Ketujuh, ditulis: “Kemurkaan-Ku atas
kamu di dalam neraka selamanya’.”
“Kedelapan, ditulis: ‘Atas kamu kutukan
disebabkan dosa besar yang kamu lakukan dengan sengaja dan kamu tidak bertobat
dan tidak menyesalinya’.”
“Kesembilan, ditulis: “Teman-teman kamu
adalah setan di neraka selamanya’.”
“Kesepuluh ditulis: “Kamu telah mengikuti
setan, kamu mengharapkan dunia dan meninggalkan akhirat, maka inilah pembalasan
bagi kamu’.”
Surga itu terletak di atas langit
ketujuh. Hal ini telah dinyatakan oleh Nabi saw., bahwa surga terletak di atas
tujuh langit, namun masih berada di bawah Arasy. Segolongan ulama mengatakan:
Pintu surga ada delapan, masing-masing pintu dapat dilewati sekali barisan yang
berjumlah 70.000 orang. Dalam kenyataannya, surga itu merupakan bangunan
singgasana yang terdiri kamar-kamar dan lobi-lobi juga berbagai panorama, satu
sama lain terbuat dari emas, perak, zabarjad, zamrud, mutiara, merjan, kafours
anbar dan ratna mutu manikam lain yang indahindah dan bernilai tinggi.
Adapun tentang neraka, Ibnu Rajab
mengatakan, bahwa neraka itu terletak di bawah tujuh bumi dan sekarang sudah
wujud.
Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya di Jahanam terdapat 70.000
jurang: masing-masing jurang terdapat 70.000 liang (gua): masing-masing liang
terdapat 70.000 rumah: masing-masing rumah terdapat 70.000 lokal: masingmasing
lokal terdapat 70.000 sumur, masing-masing sumur terdapat 70.000 ekor ular: dan
di dalam setiap rongga mulut ular tersebut terdapat 70.000 kalajengking. Orang
kafir maupun munafik, tidak berakhir sehingga menghadapi semua itu.”
23. Sepuluh Hal dalam Sepuluh Tempat yang
Lain
Dari segolongan Hukama:
“Saya mencari sepuluh hal dalam sepuluh
tempat, ternyata saya temukan dalam sepuluh tempat yang lain: Saya mencari
ketinggian derajat dalam sikap takabur, ternyata saya temukan dalam tawaduk:
saya mencari kualitas ibadah tertinggi dalam salat, ternyata saya temukan dalam
wira’is saya mencari kesenggangan hidup dalam semangat mencari harta, ternyata
saya temukan dalam Zuhud: saya mencari sinar hari dalam salat siang hari yang
dilakukan secara terangterangan, ternyata saya temui dalam salat malam yang
dilakukan secara sembunyi-sembunyi: dan saya mencari sinar penerang di hari
Kiamat dalam kedermawanan dan kemurahan hati, ternyata dalam hausnya puasa, ..”
“Saya mencari keselamatan melintasi
titian dalam pahala kurban, “ ternyata saya temukan dalam pahala sedekah: saya
mencari keselamatan dari neraka dalam pahala mencapai hal-hal yang
diperbolehkan dalam agama, ternyata saya temukan dalam pahala meninggalkan
keinginan daniawi, saya mencari kasih cinta Allah dalam dunia, ternyata saya
temui dalam zikir kepada-Nya: saya mencari kesejahteraan dalam berbagai
perkumpulan, ternyata saya temui dalam uzlah, saya mencari sinar hati dalam
berbagai nasihat dan membaca Alqur-an, ternyata saya temui dalam tafakur dan ratap
tangis.” Takabur ialah merasa tinggi diri. Sedang menurut Al-Fudhail.
Tawaduk ialah: Merendah diri di hadapan
kebenaran, menaatinya dan menerima dengan rela dari siapa pun datang kebenaran
itu.
Ibrahim bin Adham berkata: Warak ialah
meninggalkan segala yang subhat (belum jelas halal-haramnya) dan segala
kelebihan di luar batas kelayakan.
Zuhud ialah meninggalkan dinar dan
dirham. Demikian dikatakan oleh Abdul Wahid bin Zaid.
Tentang salat Lail (salat di malam hari),
Nabi saw. bersabda:
“Yang paling dekat antara Allah dengan
hamba-Nya, adalah di tengah malam. Maka, jika kamu mampu menjadi orang yang
berzikir kepada Allah pada saat itu, maka berzikir. (H.R. At-Tirmidii, An-Nasai
dan Al-Hakim).
Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw.
bersabda:
“Dua sakaat Jang dilakukan oleh anak Adam
pada tengah malam itu lebih baik baginya daripada dunia seisinya. Seandainya
saya tidak memberatkan terhadap umarku, maka saya perintahkan dua rakaat itu
kepada mereka.” (H.R. Ibnu Nashr).
Mengetahui keutamaan hausnya puasa, Nabi
saw. bersabda:
“Sesungguhnya di dalam surga ada pintu
yang disebut Rayyan, yang dimasuki orang yang berpuasa, pada hari Kiamat tidak
ada seorang pun yang memasukinya, kecuali mereka. Dikatakan: Mana orang yang
berpuasa? Kemudian mereka berdiri, selain mereka tidak boleh masuk. Jika
merekatelah masuk, maka pintu itu dikunci, tidak seorang pun yang dapat
memasukinya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Diriwayatkan dari Abi Sa’id, dia berkata,
bahwa Nabi saw. bersabda:
“Tidak ada seorang hamba yang berpuasa di
jalan Allah, melainkan Allah menjauhkan mukanya dari neraka sejauh tujuh puluh
tahun.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Mengenai pahala sedekah, Imam As-Suyuthi
menyebutkan: Sesungguhnya pahala sedekah ada lima macam:
Dibalas sepuluh, yaitu sedekah orang yang
sehat badannya.
Dibalas sembilan puluh, yaitu sedekah
orang yang buta dan orang yang tertimpa bencana.
Dibalas sembilan ratus kali lipat, yaitu
sedekah kepada kerabat yang sedang butuh.
Dibalas seratus ribu kali lipat, yaitu
sedekah kepada kedua orangtua.
Dibalas sembilan ratus ribu kali lipat,
yaitu sedekah kepada orang alim atau orang yang memahami agama.
Tentang keutamaan meninggalkan syahwat
(keinginan duniawi), Abu Sulaiman Ad-Darani berkata:
“Saya meninggalkan sesuap nasi pada waktu
makan malam lebih saya sukai daripada salat sunah malam sampai akhir malam.”
Mengenai zikir kepada Allah, Nabi saw.
bersabda:
“Zikir lebih baik daripada sedekah, zikir
lebih baik daripada berpuasa.” (H.R. Abu Syekh dari Abu Hurairah).
Maksudnya, zikir kepada Allah seperti
membaca tahlil, tasbih, dan tahmid lebih baik daripada sedekah sunah dan zikir
lebih banyak pahalanya dan lebih bermanfaat daripada berpuasa.
Adapun Uzlah (mengasingkan diri), Al-Qusyairi berkata:
“Uzlah pada hakikatnya adalah menimbulkan
perkara-perkara yang tercela. Maka pengaruh uzlah ialah untuk mengubah sifat,
bukan untuk menjauhkan diri dari tempat tinggal.”
Abu Ali Ad-Daqaq berkata:
“Berpakaianlah kamu dengan pakaian yang
dipakai oleh manusia, makanlah makanan yang dimakan mereka, tetapi
bersendirilah dalam mengatur sikap hati.”
Tafakur ialah menghayati keagungan Allah
dengan segala ciptaanNya, menghayati keadaan dunia yang segera rusak dan
keresahan terbesar di akhirat kelak dengan segala macam sangkut pautnya, untuk
kemudian membatasi diri dan mendidiknya serta membawa pada istikamah (tingkat
Spiritual tertentu, di mana merasa puas, tenteram dan tenang hanya jika
menunaikan aturan-aturan agama).
Sedangkan ratap tangis di waktu sahur,
sebagian ulama berkata: Suatu ketika saya melewati orang ahli ibadah yang
tengah meratap tangis. Saya bertanya: “Mengapa kamu menangis!” Dia menjawab:
“Aku menemukan suatu ketakutan yang ditemukan oleh orang-orang yang takut di
dalam hatinya.” Saya bertanya: “Takut apa?” Dia menjawab: “Takut dipanggil
untuk dihadapkan kepada Allah swt.”
24. Sepuluh Perkara yang Dilakukan oleh
Nabi Ibrahim a.s.
Allah berfirman:
“Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji oleh
Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu Ibrahim menunaikannya.” (Q.S.
Al-Bagarah: 124).
Dalam kaitannya ayat ini, Ibnu Abbas memberikan
tafsiran tentang: ujian tersebut:
“Sepuluh perkara sunah, lima ada di
kepala dan lima lainnya di badan. Adapun yang ada di kepala, yaitu siwak,
berkumur, menyedot air ke dalam hidung, menggunting kumis dan mencukur rambut
kepala. Sedangkan yang ada di badan, yaitu mencabut bulu ketiak, memotong kuku,
mencukur rambut kemaluan, khitan dan beristinja.”
Sepuluh materi ujian ini, termuat dalam
syair yang didendangkan dengan Bahar Thawil:
Berkumurlah, menyedot airlah menggunting
kumislah, membiasakan siwaklah dan perhatikan memangkas rambut. Dikhitan,
mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan jangan lupa istinja dan
memotong kuku
25. Membaca Salawat Nabi Sekali Dibalas
Sepuluh Kali
Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata:
“Barangsiapa membaca salawat Nabi saw.
satu kali, maka Allah menganugerahi salawat untuknya sepuluh kali:
danbarangsiapa memaki Nabi satu kali, maka Allah memaki orang itu sepuluh kali.
Tidakkah engkau ketahui, firman Allah mengenai Walid bin Mughirah yang dikutuk
Allah, ketika dia mencaci Nabi saw. satu kali, maka Allah mencacinya sepuluh
kali.”
“Untuk itu, Allah swt. berfirman: ‘Dan
janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, banyak
mencela, yang kian kemari menghambun fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik,
yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain itu yang
terkenal kejahatannya karena dia mempunyai (banyak) harta dam anak, apabila
dibacakan ayat-ayat Kami kepadanya, dia berkata: (Ini adalah) dongeng-dongeng
orang dahulu kala’.” (Q.S. Qalam: 10-15).
Yakni, dia yang mendustakan Alqur-an.
Namimah (adu domba) ialah menjual atau
mengobral omongan dari seseorang untuk diadukan kepada orang lain dengan maksud
mengadu antara mereka.
Zanim (suka mengaku keturunan orang
lain), sebagaimana yang diperbuat oleh Al-Walid. Ia mengaku putra Al-Walid. Ia
mengaku putra
Al-Mughirah, padahal sesungguhnya putra
seorang penggembala dari ‘ hasil perzinaan dengan ibunya.
Kesombongan Al-Walid itu timbul karena
mengandalkan kekayaan dan anak-anaknya. Ia mempunyai harta mencapai 9000
mitsqal perak dan sepuluh anak laki-laki.
Jika mendengar Alqur-an dibaca, Al-Walid
selalu berkomentar, bahwa tidak lebih dari dongengan-dongengan zaman kuno.
Komentar seperti ” ini dimaksudkan untuk mendustakan (menghina) Alqur-an. Jika
dihitung dari depan, maka hal ini merupakan macam ke-10 dari cacian Allah
terhadap Al-Walid.
26. Sepuluh Faktor Penyebab Hati Menjadi
Mati :
Dari Syaqiq Al-Balkhi, dia berkata:
“Ibrahim bin Adam berjalan-jalan di pasar Basrah, lalu orang-orang berkumpul
kepadanya. Ibrahim bin Adham berkata ketika mereka menanyakan tentang firman
Allah:
“Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya Aku
mengabulkan doa kalian.”
Padahal kami telah bertahun-tahun berdoa,
mengapa Allah belum juga mengabulkan doa kami.
Ibrahim menjawab:
“Hatimu telah mati karena sepuluh
perkara. Pertama, engkau mengenali Allah, tetapi tidak menunaikan hak-Nya.
Kedua, engkau membaca Kitab Allah, tapi tidak mau mengamalkannya. Ketiga,
engkau mengaku bermusuhan dengan iblis, tetapi mengikuti tuntunannya. Keempat,
engkau mengaku cinta Rasul, tetapi meninggalkan tingkah laku dan sunah beliau.
Kelima, engkau mengaku senang surga, tetapi tidak berusaha menuju padanya.
Keenam, engkau mengaku takut neraka, tetapi tidak mengakhiri
perbuatan-perbuatan dosa. Ketujuh, engkau mengakui bahwa kematian itu hak,
tetapi tidak mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Kedelapan, engkau asyik
meneliti aib-aib orang lain, tetapi melupakan aib-aib dirimu sendiri.
Kesembilan, engkau makan rezeki Allah, tetapi tidak bersyukur kepada-Nya.
Kesepuluh, engkau menanam orang-orang matimu, tetapi tidak mengambil pelajaran
dari peristiwa itu.” |
Bersyukur kepada Allah adalah memuji
dengan segala kebagusankebagusan-Nya yang telah dianugerahkan, kemudian taat
kepada-Nya.
Mengambil pelajaran dari peristiwa
kematiaan ialah dengan cara meningkatkan kesadaran diri. Jika seseorang telah
sadar, bahwa pasti akan mengalami mati, maka timbul kesenangannya terhadap
perbuatanperbuatan baik dan takut melakukan perbuatan jelek.
Dalam kaitannya dengan masalah doa ini,
diriwayatkan dari Ibnu Abi Hatim, sesungguhnya Jibril berkata kepada Nabi
sebagai berikut: “Tiada aku diutus menemui seseorang yang lebih menyenangkan
kepadaku, kecuali diutus menemui engkau. Tidakkah sebaiknya aku mengajarimu
suatu doa yang sengaja kusimpan untukmu dan tidak pernah aku ajarkan kepada
seorang pun sebelum engkau. Doa Ini dapat engkau unjukkan di kala senang maupun
susah. Ucapkanlah:
“Wahai Yang Menerangi langit dan bumi,
wahai, Yang Mendirikan langit dan bumi, wahai, Yang Dibutuhkan langit dan bumi,
wahai, Yang Menghiasi langit dan bumi, wahai, Yang Memperindah langit dan bumi,
wahai, Yang Maha Agung lagi Maha Mulia, wahai, Yang “. Menolong orang yang
Memohon pertolongan, dan penghabisan yang dicmtai orang-orang yang beribadah,
Yang Melonggarkan kebingungan dari orang-orang yang bingung, Yang Menghilangkan
kesusahan orang-orang yang susah, wahai, Penolong orang-orang yang memekikkan
rmtihan, dan wahai, Tuhan Yang Mengabulkan permintaan orang-orang yang
beribadah.”
Kemudian kamu meminta kepada Allah
kebutuhan dari berbagai kebutuhan, baik duniawi maupun ukhrawi.
27. Sepuluh Kalimat Doa di Malam Hari
Arafah
Nabi saw. bersabda: .
“Tidaklah seseorang yang berdoa dengan
doa ini pada malam Arafah sebanyak seribu kali, yaitu sepuluh kalimat, lalu dia
memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Dia akan memberi permintaannya, selama
dia tidak meminta putus hubungan silaturahmi atau permintaan yang berupa dosa.”
Adapun sepuluh kalimat tersebut, seperti
dinyatakan Ibnu Abbas lebih lanjut ialah:
“Pertama, Maha Suci Tuhan yang Arasy-Nya
di langit: Maha Suci Tuhan yang kerajaan dan kekuasaan-Nya di bumi: Maha Suci
Tuhan yang jalan-Nya di lautan, Maha Suci Tuhan yang roh-Nya di angkasa, Maha
Suci Tuhan yang kekuasaan-Nya di neraka, Maha Suci Tuhan Yang Mengetahui alam
rahim: Maha Suci Tuhan yang hukum-Nya di alam kubur: Maha Suci Tuhan yang
meletakkan bumi di atas air, lalu menjadi keras: Maha Suci Tuhan yang tidak ada
perlindungan maupun keselamatan, melainkan kepada-Nya Yang Maha Mulia.”
Kata ‘di langit” maksudnya di atas. Arasy
di atas Al-Kursi, di mana yang disebut terakhir ini berada di atas langit (di
atasnya atas).
Kerajaan dan kekuasaan Allah dikemukakan
di bumi, adalah menurut kenyataan yang mampu kita pahami.
Jalan Allah berada di laut, maksudnya
bahwa laut itu terbentang luas dan dapat membawa orang ke mana saja tujuannya.
Roh Allah berada di angkasa, maksud roh
di sini adalah angin yang tersimpan di dalam bumi ketiga. Angin. ini diletakkan
pada atmosfir antara bumi dan langit.
Kekuasaan Allah berada di dalam neraka
(api), karena itu siapa pun dilarang membunuh (menyiksa) binatang dengan api.
Allah mengetahui alam rahim, tidak ada
yang mengetahui apa saja yang ada dalam rahim kecuali Allah swt.
Keputusan Allah berada di dalam kubur, artinya
tidak ada yang dapat memutuskan bahagia atau celaka bagi orang yang berada
dalam kur.
28. Sepuluh Kekasih Iblis
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., ia
berkata:
“Nabi saw. pada suatu hari menanyai iblis
terlaknat: “Berapa kekasihmu dalam umatku?’ Iblis menjawab: ‘Sepuluh golongan,
yaitu: Imam (pemimpin) yang menyeleweng, orang yang sombong, orang kaya yang
tak peduli dari mana diperoleh kekayaannya dan ke mana ia akan membelanjakan
hartanya, orang alim yang mendukung (menyatakan benar) terhadap penyelewengan
sang penguasa, pedagang yang curang, penimbun makanan pokok, orang yang berbuat
zina, pemakan riba, orang kikir yang tidak peduli dari mana ia peroleh
hartanya, dan peminum khamar yang mabuk karenanya’.”
“Kemudian Nabi saw. menanyai iblis lagi:
‘Lalu ada berapa musuhmu dalam umatku?’ Iblis menjawab: ‘Ada dua puluh
golongan, yaitu: Yang pertama, engkau sendiri, wahai, Muhammad, karena sungguh
aku benci kepadamu, orang alim yang mengamalkan ilmunya, orang hafal Alquran
yang mengamalkan isinya, orang yang azan dengan lillahi Ta’ala dalam salat
fardu yang lima: orang yang menyayangi fakir miskin dan anak yatim, orang yang
berhati penyantun, orang yang tunduk terhadap . yang hak, pemuda yang hidup
penuh taat kepada Allah, orang yang halal makanannya, dua orang pemuda yang
saling mencintai dalam jalan Allah: orang yang semangat dalam salat berjamaah,
orang yang melakukan salat di malam hari di saat orang-orang tengah tidur,
orang yang mengekang dirinya dari berbuat haram, orang yang menasihati
teman-temannya dengan tanpa pamrih, orang yang senantiasa dalam keadaan berwudu
(tidak pernah hadas): orang yang dermawan, orang yang bagus perangatnya, orang
yang membenarkan Allah dalam bagian rezeki yang dinugerahkan kepadanya, orang
yang memberikan jasa baiknya untuk penderitaan-penderitaan janda: dan orang
yang mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian.”
Mengenai imam/pemimpin yang menyeleweng,
Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa mendoakan panjang umur untuk
orang yang zalim, maka sesungguhnya ia senang akan terjadinya pendurhakaan
Allah di bumiNya.”
Tentang orang sombong, Nabi saw.
bersabda:
“Orang-orang yang sombong akan
dikumpulkan pada hari Kiamat, seperti semut kecil dalam bentuk manusia, mereka
ditutupi dari semua. tempat, mereka digiring ke penjara jahanam yang disebut
Bulus, mereka diberi minum dari perasan keringat ahli neraka.” : (H.R. Imam
Ahmad dan At-Tirmidzi).
Adapun pemberian dukungan/pembenaran dari
orang alim kepada pemerintah yang zalim, diancam oleh sabda Nabi saw.:
“Barangsiapa memberi fatwa tanpa berdasar ilmu
(agama), maka mendapat laknat dari malaikat langit dan bumi.” (H.R. Ibnu
Asakir).
Mengenai kecurangan pedagang, dapat dalam
bentuk mengurangi takaran, timbangan dan sebagainya. Sedang yang dimaksud
menimbun di sini, ialah membeli bahan makanan pokok atau lauk pauk pokok,
semacam daging di saat paceklik, kemudian menimbunnya untuk dijual kembali
dengan harga yang lebih mahal di saat dibutuhkan masyarakat.
Dalam masalah penimbunan Nabi saw.
bersabda:
“Barangsiapa yang menimbun makanan selama 40
hari, maka sungguh ia telah melepaskan diri dari Allah dan Allah pun cuci
tangan daribadanya.”
Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa menimbun bahan makanan kaum
muslimin, maka Allah menimpakan kepadanya penyakit kusta dan kepailitan.”
Adapun mengenai orang yang berbuat zina,
Nabi saw. bersabda:
“Janganlah kalian berzina, karena zina
mengandung empat perkara, yaitu hilang wibawa dari mukanya, memutuskan rezeki,
membuat Allah Maha Pengasih benci dan mengakibatkan kekal di dalam neraka.”
(H.R. Ath-Thabrani).
Tentang memakan riba, disinyalir dalam
hadis:
“Sesungguhnya orang yang memakan riba
disiksa ketika dia mari sampai hari Kiamat, dengan berenang di laut yang merah
seperti darah dan dia menelan batu, ketika batu itu ditelan, maka ia membawanya
berenang dan membuka mulutnya, kemudian kembali menelan batu yang lain,
demikian seterusnya sampai saat kebangkitan dari kubur.”
Sementara itu Qatadah berkata:
“Sesungguhnya pemakan riba itu, kelak di hari Kiamat akan dibangkitkan kembali
dalam keadaan gila.”
Dalam hubungannya dengan sikap kikir,
Nabi saw. bersabda:
“Harta di darat dan di laut tidak akan
rusak, kecuali dengan menahan zakat.”
Adapun tentang minum khamar (arak), Nabi
saw. bersabda:
“Barangsiapa meminum arak, maka keluar
cahaya iman dari perutnya.” (H.R. Ath-Thabrani).
Mengenai orang yang antara Alqur-an, Nabi
saw. bersabda:
“Orang-orang yang hafal Alqur-an, mereka
menjadi nara sumber ahli surga pada hari Kiamat, para syuhada menjadi penuntun
ahli surga dan. para nabi adalah pemimpin ahli surga.”
Tentang orang yang azan karena Allah pada
salat lima waktu, Nabi saw. bersabda:
“Juru azan karena Allah, seperti orang
mati syahid yang berlumuran darah, jika ia meninggal, maka tidak akan dimakan
ulat di dalam kuburnya.”
Adapun mengenai orang yang mencintai
fakir miskin dan anak yatim, Nabi saw. bersabda:
“Duduk dengan orang fakir dengan tawaduk,
termasuk jihad yang paling utama.” : (H.R. Ad-Dailami).
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Segala sesuatu mempunyai kunci dan kunci
surga adalah mencintai fakir miskin.” , (H.R. Ibnu Laal).
Tawaduk menurut Al-Ousyairi ialah:
Berserah diri pada hak dan tidak menyimpang dari aturan hukum. Tentang
pentingnya makan barang halal, Ibnu Abbas r.a. berkata:
“Allah tidak akan menerima salat
seseorang yang di dalam perutnya terdapat sesuap barang yang haram”
Adapun salat Perjamaah dalam hal ini Nabi
saw. bersabda:
“”Salatlah kamu di belakang orang yang
baik dan orang yang jelek.”
Kemudian mengenai orang yang salat pada
tengah malam, sementara orang lain sedang tidur, Nabi saw. bersabda: .
“Salatlah di malam hari, walaupun sekadar
empat rakaat, salatlah walaupun dua rakaat: Tiada bagi penghuni rumah yang
diketahui melakukan salat malam, kecuali datang panggilan pada mereka: Wahai,
penghuni rumah, bangunlah untuk menunaikan salat.”
Nasihat terhadap kawan tanpa pamrih,
ialah yang diberikan tanpa dilatarbelakangi rasa dendam, maupun penipuan.
Dalam hal ini, Bisyr Ibnil Harits
berkata:
“Saya melihat Rasulullah saw., lalu
beliau bersabda: “Wahai, Bisyr, apakah kau tahu mengapa Allah swt. mengangkatmu
di antara temantemanmu?’ Dia menjawab: “Tidak tahu.’ Rasul bersabda: ‘Karena
kamu mengikuti sunahku, kamu melayani orang saleh, kemudian menasihati
saudara-saudaramu, kamu mencintai sahabatku dan keluarga rumahku. Inilah yang
dapat menyampaikanmu pada derajat orang abror yang berbuat kebaikan’.”
Lalu mengenai orang yang selamanya selalu
punya wudu (tidak pernah hadas), Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa berwudu dalam keadaan masih
suci, maka dicatat untuknya sepuluh kebajikan.”
Syekh Al-Hifni berkata: Barangsiapa
berwudu sekali dalam keadaan masih suci dari hadas, maka untuknya dicatat
sepuluh kali wudu, sedang masing-masingnya dinilai tujuh ratus kebajikan. Hal
ini karena menurut salah satu pendapat, dinyatakan bahwa kelipatan minimal itu
tujuh ratus, sebagai tambahan atas sepuluh yang tersebut dalam firman Allah
Ta’ala:
“Barangsiapa melakukan satu kebaikan,
maka untuknya mendapatkan sepuluh kali lipat.”
Menurut salah satu pendapat, satu kali
wudu adalah satu kebaikan, maka akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan.
Tiap-tiap satu dari sepuluh akan dilipatgandakan dengan tujuh ratus. Oleh
karena itu, penting sekali kiranya terus-menerus menggapai pahala yang agung
ini.
Orang yang murah hati, yakni orang yang
memberikan sebagian hartanya dan menyisakan sebagian lagi, maka orang tersebut
dapat dikategorikan orang yang pemurah hati. Barangsiapa yang memberikan lebih
banyak dan menyisakan sedikit, maka dia adalah orang yang dermawan. Adapun
orang yang memprioritaskan kecukupan orang lain, sedang untuk dirinya sendiri
hanya dalam batas darurat saja, maka orang tersebut masuk kategori orang yang
mempunyai keutamaan. Hal itu, dikemukakan oleh Al-Qusyairi, Adapun ukuran
bagusnya perangai seseorang, adalah dengan air muka jernih ia sanggup menolak
gangguan dan memberikan jasa baik pada orang lain. Pendapat lain mengatakan:
Perangai bagus adalah suatu kondisi jiwa tertentu, yang terbentuk dari dan
berpangkal pada perbuatanperbuatan bagus menurut akal maupun syarak dan
perbuatan itu dilakukan tanpa beban (perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan).
Dalam hubungannya dengan jaminan rezeki
dari Allah, dikatakan dalam kitab Ruuhul Bayan: “Semua ulama telah sepakat,
bahwa empat perkara tidak akan menerima perubahan, yaitu: umur, rezeki, ajal,
kebahagiaan atau kecelakaan.”
Orang yang memberikan jasa baik kepada
janda yang menutup dirinya, yakni yang berbuat baik dengan pemberian atau
dengan yang lain kepada perempuan yang tidak punya suami. Mereka adalah orang
fakir yang menutupi dirinya, yang tidak menampakkannya kepada kaum laki-laki.
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya orang yang berjuang untuk
kepentingan para janda dan orang miskin, seperti orang yang berjihad di jalan
Allah, atau seperti orang yang salat di tengah malam dan berpuasa di siang hatinya.”
: (H.R. Imam Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim).
29. Nasihat-nasihat dari Kitab Taurat
Wahab bin Munabbih -semoga Allah
merahmatinyaberkata: Tertulis dalam kitab Taurat dua puluh tujuh nasihat
sebagai berikut:
“Barangsiapa berbekal di dunia, maka pada
hari Kiamat dia akan menjadi kekasih Allah.” “
“Barangsiapa yang meninggalkan marah,
maka ia menjadi tetangga Allah.”
“Barangsiapa meninggalkan cinta kehidupan
dunia, maka pada hari Kiamat dia menjadi orang yang aman.”
“Barangsiapa meninggalkan sifat dengki,
maka pada hari Kiamat dia menjadi orang yang terpuji di hadapan para pemimpin
makhluk.”
“Barangsiapa yang tidak menyukai jabatan,
maka bada hari Kiamat dia menjadi orang yang mulia di sisi Maha Raja lagi Maha
Perkasa.”
“Barangsiapa yang meninggalkan
berlebihan, maka dia menjadi orang yang senang beserta orang yang berbuat
kebaikan.”
“Barangsiapa yang meninggalkan permusuhan
di dunia, maka di hari Kiamat termasuk golongan orang-orang yang beruntung.”
“Barangsiapa yang meninggalkan kikir
didunia, maka dia menjadi terkenal di depan para pemimpin makhluk.”
“Barangsiapa yang meninggalkan kesenangan
di dunia, maka pada hari Kiamat dia menjadi orang yang berbahagia.”
“Barangsiapa meninggalkan yang haram,
maka pada hari Kiamat dia menjadi tetangga para nabi.”
“Barangsiapa yang tidak melihat pada yang
haram dunia, maka pada hari Kiamat Allah menggembirakan matanya di dalam surga.
Barangsiapa yang meninggalkan kekayaan di dunia dan memilih kefakiran, maka
pada hari Kiamat Allah membangkitkan dia beserta para wali dan para nabi.”
“Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan
orang lain di dunia, maka Allah memenuhi kebutuhannya di dunia dan akhirat.”
“Barangsiapa yang ingin dihibur di
kuburnya, maka hendaklah bangun di malam yang gelap dan hendaklah salat sunah,
walaupun hanya satu rakaat.”
“Barangsiapa yang ingin berada dalam
naungan Allah, maka jadilah orang yang zuhud.”
“Barangsiapa yang ingin dihisab dengan
mudah, maka jadilah orang yang menasihati diri sendiri dan-saudara-saudaranya.”
“Barangsiapa yang ingin dikunjungi
malaikat, maka jadilah orang yang wira’i.”
“Barangsiapa yang ingin tinggal di dalam
keluasan surga, maka jadilah orang yang berzikir kepada Allah pada waktu malam
dan siang.”
“Barangsiapa yang ingin masuk surga tampa
hisab, maka hendaklah tobat kepada Allah dengan tobat nasuha.”
“Barangsiapa yang ingin kaya, maka
jadilah orang yang senang terhadap pemberian Allah baginya dan bagi orang lain
yang berupa harta, kedudukan,-dan sebagainya.”
“Barangsiapa yang ingin menjadi faqih
-orang yang paham- tentang agama Allah, maka jadilah orang khusyuk.”
“Barangsiapa ingin menjadi bijaksana,
maka jadilah orang alim.”
“Barangsiapa yang ingin menjadi orang
yang selamat dari manusia, maka janganlah membicarakan seseorang di antara
mereka, kecuali pembicaraan yang baik dan ambillah pelajaran dari apa dan untuk
apa dirinya diciptakan “
“barang siapa yang ingin mulia di dunia
dan akhirat maka hendaklah memilih akhirat atas dunia.”
“Barangsiapa yang mengharapkan surga
Firdaus dan surga Na’im yang tidak rusak, maka janganlah menyia-nyiakan usia
dengan membuat kesusahan di dunia.”
“Barangsiapa yang ingin surga dunia dan
akhirat. maka hendaklah menjadi orang yang murah hati, karena sesungguhnya
orang yang murah hati dekat ke surga dan jauh ke neraka.”
“Barangsiapa yang ingin diterangi hatinya
oleh Allah dengan cahaya yang sempurna, maka hendaknya dia bertafakur dan
mengambil pelajaran.”
“Barangsiapa yang ingin mempunyai badan
yang sabar, lisan yang zikir, dan hati yang khusyuk, maka hendaklah ia banyak
beristigfar (memohon ampunan) bagi orang mukmin, baik laki-laki maupun
perempuan dan muslim laki-laki maupun perempuan.”
Mengenai menyingkir marah, Nabi saw.
bersabda:
“Orang yang kuat bukanlah diukur dengan
kekuatan berkelahi, sesungguhnya orang yang kuat adalah orang yang dapat
mengendalikan nafsunya ketika marah.”
Diriwayatkan, bahwa Nabi sav saw.
bersabda:
“Barangsiapa yang mengekang kemarahan
maka Allah menahan siksa darinya.”
Tentang dengki/hasud, Nabi saw. bersabda:
“Janganlah kalian hasud, sesungguhnya anak
Adam, yang satu membunuh yang lamnya itu karena dengki.”
Dalam hubungannya dengan cinta
jabatan/pangkat duniawi, diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Tidaklah seseorang yang merasa besar
dirinya dan berbuat congkak, melainkan dia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan
Dia murka kepadanya.” (H.R. Al-Bukhari, Al-Hakim dan Ahmad).
Tentang berlebihan di sini, yakni
berlebihan di dunia dalam berbicara, dalam harta, kedudukan dan yang
lain-lainnya. Yaitu berbagai hal yang dibolehkan, yang bisa menjerumuskan ke
dalam kemaksiatan dan mengakibatkan lupa kepada Allah swt.
Kemudian diterangkan juga, bahwa orang
yang meninggalkan permusuhan di dunia, maka pada hari Kiamat ia menjadi orang
yang bahagia, yakni orang yang selamat dan beruntung dengan kebaikan. Nabi saw.
bersabda:
“Barangsiapa meninggalkan pertengkaran,
dalam keadaan ia bersalah, maka untuknya dibangunkan gedung di perkebunan
surga, barangsiapa meninggalkannya dalam keadaan benar, maka untuknya
dibangunkan gedung di tengah surga, dan barangsiapa meningkatkan kebagusan budi
pekertinya, maka untuknya dibangunkan gedung di atas surga.”
Mengenai kekikiran di dunia, diriwayatkan
bahwa Nabi saw. bersabda:
“Tidak akan berkumpul selamanya iman dan
kikir di dalam. hari seseorang yang mukmin.” (H.R. Ibnu Sa’ad).
Dalam riwayat lain, Nabi saw. bersabda:
“Tidk ada penyakit yang lebih parah
daripada kikir.” (H.R. Imam Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim).
Barangsiapa yang meninggalkan yang haram
di dunia, maka pada hari Kiamat Allah menggembirakari kedua matanya di surga
dengan melihat sesuatu yang menggembirakan yang belum pernah terlihat oleh
mata, ” belum pernah terdengar oleh telinga dan belum tersirat dalam hati.
Kemudian, barangsiapa yang meninggalkan kekayaan di dunia dan dia memilih
kefakiran, maka pada hari Kiamat Allah membangkitkannya beserta para wali dan
nabi. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Jika engkau mencintai aku, maka siaplah
ntuk fakir, karena sesungguhnya kefakiran lebih cepat kepada orang yang
mencintaiku daripada air bah menuju ke hilir.”
(H.R. Imam Ahmad dan At-Tirmidzi). :
Mengenai membantu orang lain di dunia,
Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan
saudaranya yang muslim, maka baginya pahala seperti orang yang berhaji dan
berumrah.”
Dalam hadis lain Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa memenuhi kebutuhan
saudaranya yang muslim, maka baginya pahala seperti orang yang mengabdikan
dirinya kepada Allah seumur hidupnya.” Menurut Al-Hifni, mengabdikan umur
kepada Allah di sini, yakni orang yang taat kepada Allah seumur hidupnya.
Menurut Al-Azizi, maksudnya ialah seperti
orang yang melakukan salat seumur hidupnya, karena salat merupakan suatu bentuk
pengabdian kepada Allah bagi orang yang ada di muka bumi.
Sehubungan dengan orang yang zuhud, yakni
orang yang berpaling dari dunia dengan hatinya, Nabi saw. bersabda:
“Umat ini yang awal telah selamat dengan
zuhud dan yakin dan akan rusak umat yang akhir ini dengan ketamakari dan
panjang anganangan.”
Mengenai kesanggupan menasihati diri
sendiri sampai akhir dan selanjutnya meningkatkan kualitas keagamaan, diriwayatkan
bahwa Utsman bin Affan r.a. berkata:
“Barangsiapa yang dari hari ke hari tidak
bertambah kebaikannya maka itulah orang yang berkemas-kemas menuju neraka
secara sadar.” , (H.R. Al-Asakir).
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
” Apabila salah seorang di antara kamu
mempunyai bahan nasihat untuk temannya, maka hendaklah ia menyampaikan
kepadanya.” (H.R. Ibnu Adi).
Sedangkan wira’i atau warak, adalah
menjadi syarat pokok dalam usaha mencapai istikamah dalam beragama. Warak
paling rendah adalah menyingkiri penyelewengan, seperti yang disebut dalam
masalah persaksian, Warak yang paling tinggi ialah warak para shiddigin
(orang-orang yang jujur).
Nabi saw. bersabda:
“Sebaik-baik agama kamu adalah perbuatan
warak.”
Orang yang ingin tinggal di tengah surga,
maka jadilah orang yang zikir kepada Allah di waktu malam dan siang hari.
Berkata Al-Qusyairi: “Seseorang tidak dapat bersambung kepada Allah, melainkan
dengan selalu zikir. Adapun zikir ada dua macam, yaitu zikir dengan lidah dan
zikir dengan hati. Zikir dengan lidah ini dapat menyampaikan seseorang pada
zikir hati secara konsis, dan untuk mempengaruhi zikir hati. Jika seorang hamba
zikir dengan lidahnya sekaligus dengan hatinya, maka inilah yang disebut
‘sempurna’ dalam tingkah perjalanannya kepada Allah.”
Adapun tentang tobat, Al-Qusyairi
berkomentar: Tobat adalah tempat pertama dari tempat salik dan kedudukan
pertama dari kedudukan thalib.
Berkata ahli makrifat: “Basuhlah empat
bagian tubuhmu dengan empat hal, yaitu wajahmu basuhlah dengan air, mata dan
lisanmu basuhlah dengan berzikir kepada Allah, hatimu dengan takwa kepada
Allah, dan basuhlah dosamu dengan tobat kepada Tuhanmu.”
Barangsiapa yang ingin kaya, maka jadilah
orang yang rida (senang/ puas) terhadap pembagian Allah baginya dan bagi orang lain,
yaitu harta, kedudukan dan sebagainya. Abdul Wahid bin Zaid berkata: “Keridaan
(kepuasan) itu adalah pintu Allah Yang Maha Agung dan merupakan surga di
dunia.”
Tentang kebijaksanaan bersumber pada ilmu
pengetahuan, Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa mulai bangun pagi
mengajarkan ilmu agamanya, maka ia akan masuk ke surga.” (H.R. Abu Nu’aim).
Dalam kaitan ini Syekh Ali Al-Maghribi
setiap akan mengakhiri pelajaran/pengajiannya, berdoa sebagai berikut:
“Ya, Allah, Tuhan kami, sesungguhnya aku
titipkan kepada-Mu apa-apa yang aku telah baca dan kembalikanlah kepadaku
ketika aku membutuhkannya. “
Orang yang ingin selamat dari orang lain,
yakni dari kejahatan mereka, maka janganlah bicara kepada seorang pun di antara
mereka, kecuali dengan kebaikan, Nabi saw. bersabda:
“Jauhilah api orang mukmin jangan sampai
membakarmu, walaupun dia terpeleset tiap hari tujuh puluh kali, karena
sumpahnya ada pada tangan Allah. Jika Allah berkehendak mengangkat derajatnya,
maka Dia mengangkatnya.” (H.R. Al-Hakim).
Tentang kedermawanan, diriwayatkan dari
Aisyah r.a., bahwa Nabi saw. bersabda:
“Orang dermawan itu dekat kepada Allah
Ta’ala, dekat kepada manusia, dekat pada surga dan jauh dari neraka. Sedang
orang kikir itu jauh dari Allah Ta’ala, jauh dari sesama manwsia, jauh dari
surga dan dekat pada neraka. Orang bodoh yang dermawan lebih disukai Allah
daripada orang ahli ibadah tapi kikir.”
Salah satu hikayat orang-orang mulia:
“Suatu ketika, Hasan, Husein dan Abdullah
bin Ja’far Ath-Thayyar bersama-sama pergi haji. Karena satu dan lain hal,
habislah bekal perjalanan mereka. Mereka kelaparan juga kehausan. Sampailah
mereka disebuah kemah yang dihuni seorang nenek dan seekor kambing. Mereka
meminta kambing tersebut. Lalu diberikan, bahkan si nenek sendiri memerahkan
susu kambing itu untuk mereka bertiga, dan akhirnya dia menyembelihnya untuk
mereka. Beberapa waktu kemudian, nenek itu – terlihat oleh Hasan di Madinah dan
dia mengenalnya, lalu Hasan memberikan seribu kambing dan seribu dinar
kepadanya. Kemudian dia membawa nenek itu ke saudaranya, Husein, maka Husein
memberinya seperti pemberian Hasan. Lalu Husein membawa nenek itu kepada Ibnu
Ja’far Ath-Thayyar, kemudian dia memberikan dua ribu kambing dan dua ribu dinar
kepadanya. Nenek itu pun pulang dengan membawa empat ribu kambing dan empat
ribu dinar.”
Adapun tafakur dan mengambil pelajaran
yang dapat mendatangkan sinar hati dari Allah, ialah tafakur mengenai keagungan
Allah dan mengambil pelajaran terhadap peristiwa kematian.
Mengenai istigfar untuk kaum mukminin dan
muslimin, baik lakilaki maupun wanita, Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang mohon ampunan bagi
orang mukmin dan mukminat, niscaya Allah mencatatkan baginya kebaikan setiap
orang mukmin dan mukminat.” (H.R. Ath-Thabrani, dari ‘Ubadah bin Shamit).
Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang memohon ampunan bagi
orang-orang mukmin dan mukminat setiap hari sebanyak dua puluh tujuh kali, maka
orang. tersebut termasuk orang yang dikabulkan doanya dan menjadi penyebab
turun rezeki ke ahli bumi.” (H.R. Ath-Thabrani, dari Abi Darda’).
Nabi saw. bersabda:
“Sepuluh perkara akan menolak sepuluh
macam bencana, yaitu: Surah Al-Fatihah menolak murka Allah, surah Yasin menolak
dahaga di hari Kiamat, surah Ad-Dukhan akan mencegah ketakutan di hari Kiamat,
surah Al-Wagi’ah akan mencegah kefakiran, surah Al-Mulk akan mencegah siksa
kubur, surah Al-Kautsar akan menolak. permusuhan, surah Al-Kafirun menolak
datangnya kekafiran ketika dicabutnya nyawa, surah Al-Ikhlas menolak
kemunafikan, surah AlFalag akan mencegah perbuatan hasud duri orang yang
dengki, surah An-Naas dapat menolak was-was.”
Dalam rangka menutup kitab ini, saya
mengemukakan hadis tersebut diatas dengan harapan mendapatkan berkah.
Semoga rahmat ta’zhim senantiasa melimpah
kepada pemimpin kita, yaitu Nabi Muhammad saw., kepada segenap keluarga dan
sahabat beliau seluruhnya, juga semoga tercurah kepada para nabi dan rasul.
Segala puji bagi Allah, Tuhan seru
sekalian alam. Penulisan Kitab ini telah sempurna pada hari Kamis, tanggal 21
Safar 1311 H. Semoga salawat dan penghormatan buat Nabi dan orang-orang yang
telah berhijrah bersamanya. Maha Suci Tuhanmu, Tuhan Yang Maha Mulia dari
segala yang dikatakan oleh orang-orang kafir. Semoga keselamatan tetap
terlimpah kepada para rasul, walhamdulillaahi Rabbil ‘alamin.