Terjemah Kitab Nashaihul Ibad (kumpulan nasihat pilihan bagi para hamba)
Judul kitab asal: Nashaih Al-Ibad fi Bayani Munabbihat li Yaumil Ma'ad li Ibn Hajar Al-Asqalani ( نصائح العباد في بيان ألفاظ منبهات على الاستعداد ليوم المعاد لابن حجر العسقلاني)
BAB III
NASEHAT TENTANG EMPAT PERKARA
1. Empat Nasihat Nabi saw. kepada Abu
Dzar Al-Ghifari
Diriwayatkan dari Rasulullah saw.,
sesungguhnya beliau pernah bersabda kepada Jundub bin Junadah, yang bergelar
Abu Dzar Al-Ghifaari:
“Wahai, Abu Dzar, pugarlah kapalmu,
karena lautnya dalam, bawalah bekal sempurna, karena perjalananmu jauh,
peringanlah beban, karena rintangan-rintangannya berat sekali, ikhlaskanlah
beban, karena sesungguhnya Yang Maha Meneliti, Maha Melihat.”
Memugar di sini dalam arti memperbaiki
niat, agar semua perbuatan atau penghindaran melakukan perbuatan dapat
berfungsi ibadah serta mendapat pahala guna keselamatan dari azab Allah.
Al-Imam Umar bin Khattab Al-Farug
mengirim surat kepada Abu Musa Al-Asy’ari -semoga Allah meridai mereka berdua-:
Barangsiapa niatnya tulus, maka Allah mencukupi keperluannya yang berada antara
dia dan orang lain.
Salim bin Abdullah bin Umar Al-Khattab
mengirim surat kepada Umar bin Abdul Aziz r.a.: Ketahuilah, wahai, Umar,
sesungguhnya pertolongan dari Allah kepada seorang hamba, sesuai dengan kadar
niatnya. Barangsiapa yang niatnya tulus, maka pertolongan dari Allah sempurna
baginya dan barangsiapa yang niatnya kurang, maka per. tolongan dari Allah pun
kurang baginya, sesuai dengan kadar niatnya itu.
Perjalanan jauh di sini, dimaksudkan
dengan perjalanan menuju akhirat. Sedang beban muatan adalah beban
pertanggungjawaban urusan duniawi. Justru perjalanan menuju akhirat diumpamakan
dengan laut yang dalam, perjalanan jauh dan bukit terjal, karena sama-sama
banyak kesulitan dan rintangannya. Ikhlaskanlah amal, karena sesungguhnya Allah
swt. Yang Maha Meneliti, meneliti secara cermat perbuatan baik dan buruk.
Abu Sulaiman Ad-Darani berkata:
Kebahagiaan tetap bagi orang yang tidak melangkah satu langkah pun, selain kepada
Allah swt. Perkataan ini berdasarkan sabda Nabi saw.:
“Ikhlaskanlah perbuatanmu, maka yang
sedikit pun darinya akan mencukupimu.”
Seorang penyair mengatakan:
Wajib bertobat bagi manusia
namun meninggalkan dosa-dosa lebih wajib
Sabar menghadapi musibah adalah berat
tapi hilang pahala lebih berat
Perubahan dalam setiap zaman selalu aneh
namun manusia lupa bahwa dirinya aneh
Setiap yang akan datang dekat
namun maut lebih dekat dari itu.
Diriwayatkan dari Anas, bahwa suatu hari
Nabi saw. keluar sambil memegang tangan en Abu Dzar, seraya bersabda:
“Wahai, Abu Dzar, apakah kamu telah
mengetahui, bahwa sesungguhnya di hadapan kita terbentang suatu jalan di bukit
yang sangat rumit, yang tidak akan dapat didaki selain oleh orang-orang yang
meringankan bebannya?” Seseorang bertanya: “Wahai, Rasulullah! Apakah aku ini
tergolong orang-orang yang meringankan atau memberatkan bebannya?” Beliau
bersabda: “Adakah engkau punya makanan hari mi?” Dia menjawab: “Ya, punya.”
Rasulullah saw. bersabda: “Apakah kamu mempunyai makanan untuk besok?” Dia
menjawab: “Ya, punya.” Rasulullah saw. bersabda: “Apakah kamu punya makanan
untuk besok lusa?” Dia menjawab: “Tidak punya.” Lalu Rasulullah mengatakan:
“Andaikata engkau telah punya jatah makanan untuk tiga hari, maka engkau tergolong
orang-orang yang memberatkan bebannya.”
2. Empat Perkara yang Lebih Baik Daripada
yang Baik-baik
Sementara hukama berkata:
“Empat hal berikut adalah baik, namun
yang empat lainya lebih baik daripadanya, yaitu rasa malu dan laki-laki uu
lebih baik, namun bagi wanita lebih baik,sikap adil dari seuap orang wu baik,
namun dan para pemimpin lebih baik: tobat dilakukan oleh orang tua itu baik,
tapi dilakukan orang muda lebih baik, dan kedermawanan bagi diri orang kaya itu
baik, namun bagi diri orang fakir lebih baik.”
Baik di sini adalah suatu tingkat
kualitas, di mana terpuji di dunia dan mendapat pahala di akhirat. Malu adalah
merendahnya hati karena khawatir tercela. Adil adalah sikap yang tepat secara
proporsional, tidak terlalu lebih dan tidak terlalu kurang. Tobat adalah
kembali kepada Allah, menanggalkan setiap ikatan dosa untuk kemudian menunaikan
seluruh hak Allah (ibadah). Kedermawanan adalah memberikan sesuatu yang
sebaiknya, tanpa mengharap imbalan.
3. Empat Perkara yang Lebih Jelek
Daripada Empat Perkara
Dari sebagian para hukama:
“Empat hal berikut adalah jelek, tapi
empat hal lagi lebih jelek, ialah: Dosa itu jelek pada diri pemuda, tapi lebih
jelek pada diri orang tua: kesibukan duniawi pada diri orang bodoh itu jelek,
tapi lebih jelek pada diri orang alim: malas beribadah pada setiap orang itu
jelek, tapi lebih jelek pada diri ulama dan para penuntut ilmu, sombong itu
jelek pada diri orang kaya, tapi lebih jelek pada diri orang fakir.”
Jelek adalah tingkat kualitas di mana
tercela di dunia dan mendapat siksa di akhirat. Adanya kesibukan duniawi itu
lebih jelek pada diri orang alim, sebagaimana disebutkan dalam hadis:
“Barangsiapa bertambah ilmunya tapi tidak
tambah Zuhudnya maka hanya bertambah jauh dari Allah saja.”
4. Empat Keamanan
Nabi saw. bersabda:
“Bintang-bintang adalah keamanan bagi
penduduk langit, apabila ia telah bertaburan, maka terjadilah gadha atas
penduduk langit. Ahli baitku adalah keamanan bagi umatku, apabila ahli baitku
telah tiada, maka itulah putusan Allah atas umatku. Aku adalah keamanan bagi
para sahabatku, jika saya mati, maka itulah putusan Allah atas para sahabatku.
Dan gunung-gunung adalah keamanan bagi penduduk bumi, jika ia musnah, maka
itulah keputusan Allah atas penduduk bumi.”
Apabila bintang-bintang keamanan bagi
penduduk langit bertaburan, maka terjadi ketentuan Allah bagi penduduk langit,
yaitu terbelah dan terlipat langit dan matinya para malaikat. Apabila telah
tiada ahli baitku, maka itulah putusan Allah atas umat Islam, yaitu dapat
berupa timbulnya bid’ah, kalahnya dkal oleh hawa nafsu, timbulnya perbedaan
dalam kepercayaan (akidah), kemenangan bangsa Romawi dan sebagainya. Apabila
aku telah mati, maka itulah putusan Allah atas para sahabatku, yaitu timbulnya
fitnah, peperangan, kembalinya orang-orang menjadi murtad dan orang-orang
menjadi berbeda-beda hatinya.
5. Empat Perkara Disempurnakan dengan
Empat yang Lain
Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata:
“Empat perkara dapat sempurnakan dengan
empat perkara, yaitu: kesempurnaan salat dengan dua sujud sahwi, kesempurnaan
puasa dengan zakat fitrah, kesempurnaan haji dengan fidyah dan kesempurnaan
iman dengan jihad.” .
Empat perkara menjadi sempurna dengan
empat perkara lagi, yaitu salat dengan sujud sahwi. Menurut Ahmad An-Nahrawi,
sujud sahwi dilakukan bila memindahkan bacaan dari tempatnya, baik berupa
rukun, sunah Ab’ad, maupun sunah hai’at. Apabila hal itu termasuk rukun, mutlak
melakukan sujud karena memindahkannya. Apabila sunah Ab’ad, jika tasyahud awal,
mutlak melakukan sujud. Jika gunut serta bermaksud gunut, maka bersujudlah.
Kecuali jika hanya zikir. Apabila sunah hai’at, janganlah bersujud, selain
memindahkan surah dari tempatnya.
Puasa pada bulan Ramadan akan sempurna
bila telah melakukan zakat fitrah, sebagaimana firman Allah swt.:
“.. dan bagi mereka yang mampu membayar
aa yaitu memberi makan orang miskin ….” (Q.S. Al-Baqarah: 184).
Yang dimaksud Fidyah dalam ayat ini,
adalah zakat fitrah, sebab ayat ini masih bersangkutan dengan ayat-ayat
sebelumnya (ayat 183 surah Al-Baqarah) yang memuat perintah puasa Ramadan.
Demikian dalam Fathul Kabir.
Ibadah haji akan sempurna bila diiringi
dengan fidyah, yaitu menyembelih hewan atau mengeluarkan beberapa mud (nama
takaran), jika memang terdapat hal-hal yang mewajibkan atau menyunahkannya.
Boleh juga fidyah dibayarkan tanpa ada hal-hal tersebut. Dalam hal ini
dilakukan untuk lebih berhati-hati (ikhriyath).
Menurut Sayid Ali Al-Jurjani dalam
At-Ta’rifat: Jihad sebagai penyempurna iman, dapat berbentuk ajakan memeluk
agama Islam.
6. Hak Salat, Puasa, Membaca Alqur-an dan
Sedekah
Dari Abdullah biri Al-Mubarak:
“Barangsiapa melakukan salat dua belas
rakaat setiap hari, maka telah memenuhi hak salat: Siapa yang telah berpuasa
tiga hari setiap bulan, maka telah memenuhi hak puasa: Siapa yang telah membaca
seratus ayat setiap hari, maka telah memenuhi hal Qiraah,: Dan siapa yang telah
bersedekah satu dirham, maka telah memenuhi hak sedekah.”
Abdullah bin Al-Mubarak adalah cucu
Al-Oadhi Nouh Al-Marwarzi.
Salat dua belas rakaat, yaitu dua rakaat
sebelum Subuh, dua rakaat sebelum Zhuhur, empat rakaat sebelum Asar dan dua
rakaat setelah Magrib. Nabi saw. bersabda:
“Allah berkenan melimpahkan rahmat kepada
orang yang salat empat rakaat sebelum salat Asar.”
Nabi sendiri melakukan salat ini, dalam
dua kali salam masing-masing dua rakaat. Dalam hadis lain, yang diriwayatkan
oleh Ath-Thabrani disebutkan sebagai berikut:
“Barangsiapa melakukan salat empat rakaat
sebelum salat Asar, maka Allah mengharamkan badan orang itu masuk neraka.”
Syekh Khalil Ar-Rasyidi menukil hadis
dari Ad-Dimyati dalam Al. Muttajir Ar-Rabih sebagai berikut:
“Tiada lain bagi hamba yang melakukan dua
belas rakaat salat sunah di setiap hari, kecuali Allah membangun gedung
untuknya di surga.” (H.R. Muslim).
Dalam riwayat dari At-Tirmidzi ada
tambahan, yaitu: Empat rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat setelah Zhuhur, dua
rakaat setelah Magrib, dua rakaat setelah Isyak dan dua rakaat sebelum Subuh.
Dalam riwayat lain, Imam Ath-Thabrani
meriwayatkan sebagai berikut:
“Barangsiapa melakukan salat empat rakaat
sebelum Zhuhur, maka seperti ia melakukan salat Tahajud empat rakaat di malam
harinya: dan barangsiapa melakukan salat empat rakaat setelah salat Isyak, maka
seperti saja ia melakukan salat empat rakaat di malam Lailatul Qadar.”
Sehubungan dengan hadis ini, Ibnu Mas’ud
mengatakan: “Tidak ada salat siang yang membandingi salat malam, selain empat
rakaat sebelum Zhuhur dan keutamaannya dibanding salat siang lainnya, adalah
seperti salat jamaah dibanding salat sendirian.”
Kemudian Ibnu Mas’ud menyatakan, bahwa
Rasulullah saw. selalu melaksanakannya, serta melamakan rukuk dan sujudnya,
beliau bersabda:
“Sesungguhnya saat ini adalah saat
dibukakan pintu-pintu langit, oleh sebab itu, aku ingin agar amal salehku
diangkat di saat mi.”
Barangsiapa yang berpuasa setiap bulan
pada hari-hari bidh (hari-hari malam purnama), yaitu tanggal 13, 14 dan 15,
kecuali pada bulan haji (Zulhijah) pada tanggal enam belas atau setelahnya,
sebagai pengganti tanggal tiga belas, maka dia telah menunaikan hak puasa.
Hikmah tiga kali berpuasa pada tiap bulan, adalah sesungguhnya satu kebaikan
itu dibalas dengan sepuluh kebaikan. Jadi, puasa tiga hari itu sama dengan
puasa sebulan penuh. Oleh karena itu, cukuplah asal berpuasa tiga hari mana
saja dalam setiap bulan, sebagaimana diterangkan dalam kitab At Tuhfah.
Barangsiapa telah membaca seratus ayat
setiap hari, maka dia telah menunaikan hak membaca Alqur-an. Tentang bacaan
Alqur-an yang lebih utama, adalah membaca Al-Munjiyat As-Sab’ah (tujuh surah
penyelamat), yaitu: Surah As-Sajdah, Yaa Siin, Fushshilat, Ad-Dukhan,
al-Waqiah, Al-Hasyr dan Al-Mulk. Hendaknya setiap pagi dan sore, juga membaca
masing-masing tiga kali: Surah Al-Hadiid ayat: 1-3, AlHasyr ayat: 22-23,
Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas.
Bersedekah satu dirham pada hari Jumat
atau dengan sesuatu yang mengimbanginya, artinya telah menunaikan hak sedekah.
7. Empat Macam Lautan
Umar r.a. berkata:
“Lautan-lautan itu ada empat, yaitu: Hawa
nafsu adalah lautan dosa: Nafsu adalah lautan syahwat (keinginan): Maut adalah
lautan umur dan kubur adalah lautan penyelasan.”
Hawa nafsu adalah kecenderungan nafsu
untuk memenuhi keinginannya yang di luar perintah syarak. Hawa nafsu adalah
menjadi sumber pangkal) perbuatan dosa.
Nafsu adalah elemen jiwa yang berpotensi
mendorong pada hasrat biologis dan mengajak diri pada berbagai kelezatan. Nafsu
adalah menjadi sumber (pangkal) kejelekan dan perangai tercela.
Kematian adalah lautan umur, artinya
bahwa kematian itu menghimpun seluruh umur. Dalam naskah lain disebutkan ‘amal’
bukan ‘umur’, adalah seperti dikatakan orang, bahwa kematian adalah peti amal.
Kubur itu lautan penyesalan, artinya
bahwa di alam kuburlah terjadi berbagai penyesalan seluruhnya.
8. Manisnya Ibadah dalam Empat Perkara
Dari Utsman bin Affan r.a.:
“Saya temui manisnya ibadah dalam empat
hal: Pertama, dalam menunaikan fardu-fardu Allah: Kedua, dalam menjauhi
larangan-larangan Allah, Ketiga, dalam amar makruf dan mencari pahala Allah:
Keempat, dalam nahi mungkar dan memelihara diri dari murka Allah.
Keterangan:
Menurut Utsman r.a., manisnya ibadah
terletak dalam:
Mengerjakan perintah-perintah Allah, baik
yang kecil maupun yang besar. ,
Menjauhi larangan-larangan Allah, baik
yang kecil maupun yang besar.
Memerintah pada yang makruf, yaitu segala
perkara yang dianggap baik oleh syarak.
Melarang dari yang mungkar, yaitu segala
perkara yang tidak diridai Allah swt., baik ucapan maupun perbuatan dan menjaga
kemarahan Allah swt.
9. Empat Perkara yang Lahirnya Fadhilah
dan Batinnya Faridhah
Utsman bin Affan berkata:
“Empat perkara yang lahirnya keutamaan
(fadhilah) dan batinnya kewajiban (faridhah): Bergaul akrab dengan orang-orang
saleh itu fadhilah dan mengikuti jejak mereka adalah kewajiban, membaca
Alqur-an itu keutamaan, sedang melaksanakan isinya adalah kewajiban: ziarah
kubur itu keutamaan, sedang mempersiapkan diri menuju kubur adalah kewajiban:
dan menjenguk orang sakit itu keutamaan, sedang berwasiat di kala sakit adalah
kewajiban.”
Faridhah adalah kewajiban yang harus
dilaksanakan, fadhilah adalah keutamaan-keutamaan yang dilakukan orang-orang
saleh, yaitu orangorang yang mengerjakan hak-hak Allah swt. dan hak-hak
hamba-Nya. Bergaul dengan mereka adalah fadhilah, sedangkan mengikuti segala
perbuatan mereka adalah faridhah. Alqur-an adalah firman Allah swt. yang
diwahyukan kepada Rasulullah saw. Membacanya adalah fadhilah, sedangkan
mengamalkannya adalah faridhah. Mempersiapkan bekal untuk di sana, maksudnya
persiapan dalam kubur dengan mengerjakan amal yang saleh termasuk faridhah.
Ziarah artinya berkunjung ke kuburan mengingatkan kita akan maut dan akhirat.
Disunahkan melihat kuburankuburan yang tidak diketahui penghuninya, sekalipun
kuburan-kuburan orang kafir, untuk berdoa atau bertabaruk (memohon berkah
kepada Allah), berkunjung ke kuburan adalah termasuk fadhilah, mengunjungi
orang sakit adalah fadhilah, sedangkan membuat wasiat adalah faridhah.
Tentang wasiat menjelang kematian, Nabi
saw. bersabda:
“Orang yang dihalangi dari kebajikan,
ialah orang yang enggan mengeluarkan wasiat.”
Di hadis lain beliau bersabda:
“Barangsiapa mati dengan meninggalkan
wasiat, maka dia mati pada jalan Allah, sunah, takwa dan syahadat, juga mati
dengan memperoleh ampunan Allah.”
10. Rindu Surga, Khawatir Neraka, Yakin
Tentang Kematian dan Mengenali Dunia
Ali r.a. berkata:
“Barangsiapa yang rindu akan surga, maka
harus cepat-cepat pada kebaikan-kebaikan, barangsiapa yang takut neraka, maka
supaya mencegah diri dari keinginan-keinginan, barangsiapa yang yakin pada
maut, maka habislah semua kelezatan atasnya dan barangsiapa yang mengetahui
dunia, maka rendah musibah atasnya.”
Seseorang yang rindu akan surga,
bergegaslah melaksanakan kebaikankebaikan. Siapa yang takut neraka, maka harus
menghindarkan diri dari gerakan-gerakan nafsunya. Siapa yang yakin pada maut,
maka rusak kelezatan-kelezatan atau terputuslah segala kelezatan darinya.
Barangsiapa yang mengetahui dunia bahwa
dunia itu adalah tempat ujian dan berbagai kekotoran, maka dia akan merasa
ringan atas musibahmusibah yang menimpa dirinya.
11. Empat Keutamaan Diam
Nabi saw. bersabda:
“Salat itu tiang agama, sedang sikap diam
itu lebih utama: Sedekah itu dapat memadamkan murka Tuhan, sedang diam lebih
utama, Puasa itu benteng neraka, sedang diam itu lebih utama: Dan jihad itu
adalah puncak agama, sedangkan diam itu lebih utama.”
Agama tidak akan berdiri tanpa salat,
seperti tidak akan berdiri sebuah rumah tanpa disertai tiang-tiangnya. Salat
merupakan pernyataan sebenarnya dari sifat kehambaan dan menunaikan hak
ketuhanan. Sedang seluruh ibadah itu justru merupakan sarana menuju substansi
pengabdian yang sebenarnya tersebut. Tentang diam itu lebih utama daripada
salat, dapat didasarkan pada sabda Nabi saw.:
“Diam adalah ibadah tingkat tertinggi.”
(H.R. Ad-Dailami dari Abu Hurairah).
Yang dimaksud diam di sini ialah tidak
mengucapkan segala sesuatu yang tidak bermanfaat untuk agama dan dunia, juga
tidak usah membantah orang yang menentang. Justru diam termasuk ibadah tingkat
tinggi, karena kebanyakan kesalahan-kesalahan itu timbul dari lisan.
Karena itu, jika orang hidup sendirian,
maka diamnya tidak termasuk fbadah.
Diam lebih utama daripada sedekah, Nabi
bersabda:
“Diam itu hiasan bagi orang alim dan
penutup bagi orang bodoh.” (H.R. Abusy Syekh dari Al-Mihrari).
Diam dapat menambah kewibawaan yang hal
ini pertanda adanya ilmu. Sesungguhnya orang yang bodoh itu tidak akan
diketahui bodohnya, jika dia tidak berbicara.
Diam lebih utama daripada puasa,
sebagaimana sahda Nabi saw.:
“Diam adalah pimpinan akhlak.” (H.R.
Ad-Dailami dari Anas).
Dari hadis tersebut dapat diambil
kesimpulan, bahwa diam dari perkara yang tidak ada pahalanya, adalah pimpinan
akhlak mulia, karena menye. lamatkan pelakunya dari ghibah dan sebagainya.
Adapun memperbanyak melakukan perkara yang mendatangkan pahala, misalnya zikir,
membaca Alqur-an dan ilmu, lebih utama daripada diam. Jihad itu adalah puncak
agama, namun diam lebih utama, yaitu yang paling tinggi nilainya jika dilihat.
Hal itu karena jihad bisa diketahui dari tempat jauh, seperti kuduk unta bisa
dilihat dari kejauhan. Nabi saw. bersabda:
“Diam adalah hikmah, namun sedikit orang
yang melakukannya.” (H.R. Al-Qadhai dari Anas dan Ad-Dailami, dari Ibnu Umar).
Diam itu hikmah dan tidak banyak yang
melaksanakannya, karena belum mengetahui hal itu. Memang, tidak banyak orang
yang mau diam diri dari mengemukakan hal-hal yang sesungguhnya menyebabkan
kehinaan dirinya sendiri. Dalam hal ini seorang penyair mengatakan dari bahar
Khalif
Wahai, orang yang banyak bicara tak
berarti,
Kurangilah,
Sesungguhnya kau telah menghamparkan
omongan yang tak berarti dengan panjang dan lebar
Telah kau ambil bagian dari bidang
kejelekan,
Maka diamlah kini jika kebaikan yang kau
kehendaki
Dalam hadis lain, ada diriwayatkan Nabi
bersabda:
“Jihad yang paling utama adalah memerangi
nafsu serta keinginanmu, karena Zat Allah (semata-mata karena Allah).” (H.R.
Ad-Dailami).
12. Puasa, Salat, Sedekah dan Jihad
Ada dikatakan: Allah Ta’ala menurunkan
wahyu kepada salah seorang dari Bani Israel dan firman-Nya:
“Diammu dari yang batil karena-Ku adalah
puasa, menjaga anggotaanggotamu dari perkara-perkara yang haram karena-Ku
adalah salat, memutuskan dirimu dari makhluk karena-Ku adalah sedekah dan
menahan dirimu dari menyakiti orang muslim karena-Ku adalah jihad.”
Menjauhi perkara-perkara yang batil
karena Allah swt., pahalanya seperti pahalasaum (puasa), Menjaga
pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan anggota badan dari perkara-perkara yang
diharamkan karena-Ku, pahalanya seperti pahala salat. Memutuskan ketamakan dari
makhluk karenaKu, pahalanya seperti pahala sedekah, Tidak menyampaikan perkara
yang tidak diingini orang-orang muslim semata-mata karena Allah Swt., pahalanya
seperti pahala jihad.
13. Empat Faktor Penyebab Hati Gelap dan
Terang
“Empat faktor yang menyebabkan gelapnya
hati, yaitu: Perut kenyang tak berukuran, bersahabat dengan orang-orang zalim,
melupakan dosadosa yang lewat dan lamunan melantur. Empat faktor penyebab
bercahayanya hati: Perut yang lapar karena berhati-hati, bersahabat dengan
orang-orang saleh, mengingat dan menyesali dosa-dosa yang telah lewat dan
pendek angan-angan.”
Ukuran kekenyangan perut menurut batas
syariat, adalah sepertiga selera makan. Lamunan melantur yaitu, lamunan yang
mengawang jauh sampai melamunkan hal-hal yang mustahil terjadi. Sehubungan
dengan ini semua, ada sebuah hadis riwayat dari Ali, bahwa Nabi bersabda:
“Sesungguhnya perkara yang sangat aku
khawatirkan atasmu, adalah dua perkara, yaitu mengikuti hawa dan panjang
angan-angan. Adapun mengikuti hawa adalah menyimpang dari hak dan panjang
angan-angan adalah cinta pada dunia.” “H.R. Ibnu Abu Dunya).
Abu Thayyib berkata: “Barangsiapa yang
duduk bersama delapan golongan, maka Allah menambah kepadanya delapan perkara,
yaitu barangsiapa duduk bersama orang-orang kaya, maka Allah menambah kepadanya
cintanya pada’dunia, barangsiapa yang duduk bersama-sama orang fakir, maka
baginya akan bersyukur danrida pada bagian dari Allah swt. yang diberikan
kepadanya, barangsiapa yang duduk bersama sultan (penguasa), maka Allah
menambah kepadanya kekerasan hati dan sombong, barangsiapa yang duduk bersama
para wanita, maka Allah menambah kepadanya bodoh dan syahwat, barang-siapa yang
duduk bersama anak-anak, maka dia bertambah gemar bermain-mainnya: barangsiapa
yang duduk bersama-sama orang fasik, maka dia bertambah berani berbuat dosa dan
menunda-nunda tobat, barangsiapa yang duduk bersama orang-orang saleh, maka dia
bertambah cinta melakukan taatnya: dan barangsiapa yang duduk bersama para
ulama, maka dia bertambah ilmu dan amalnya.”
14. Empat Perkata Tanpa Empat Bukti
adalah Dusta
Dari Hatim Al-Asham r.a., dia berkata:
“Barangsiapa mengaku empat perkara tanpa
empat bukti, maka pengakuan itu dusta: Barangsiapa mengaku cinta kepada Allah
tapi tidak meninggalkan larangan-larangan Allah, maka pengakuannya itu dusta,
Barangsiapa mengaku cinta kepada Nabi tapi benci kepada orangorang fakir
miskin, maka pengakuannya itu dusta: barangsiapa mengaku cinta surga tapi tidak
mau bersedekah, maka pengakuannya itu dusta, dan barangsiapa mengaku takut neraka
tapi tidak meninggalkan dosa-dosa, maka pengakuannya itu dusta. “
Orang yang mengaku cinta kepada Allah,
namun melakukan perkaraperkara yang dilarang-Nya, pengakuannya adalah bohong.
Orang yang mengaku cinta kepada Nabi, namun membenci orang-orang fakir dan
miskin yang dicintai oleh Nabi, pengakuannya adalah dusta. Orang yang mengaku
ingin masuk surga, namun dia tidak mau bersedekah dengan perkara yang mudah
baginya, pengakuannya adalah bohong. Orang yang takut masuk neraka, namun dia
tetap melakukan dosa, pengakuannya adalah dusta. Sebagaimana sebagian penyair
mengatakan dalam bahar Khafif:
Jika engkau penunggang kuda,
jadilah seperti tuan Ali
dan jika engkau penyair,
jadilah seperti Ibnu Hani.
Siapa pun yang mengaku
secara tidak sebenarnya,
maka bukti-bukti ujian pun tahu bahwa ia
berdusta
Nabi saw. bersabda:
“Neraka itu dibentengi dengan halhal yang
menyenangkan, sedang surga dibentengi dengan hal-hal yang menjemukan.” (H. R.
AlBukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Hadis ini merupakan salah satu kumpulan
kalimat yang disabdakan Nabi saw. tentang kecaman terhadap keinginan-keinginan
syahwat dan dorongan untuk menaati kewajiban-kewajiban, seolah-olah Nabi
mengatakan: “Tidak akan sampai ke surga, selain dengan menempuh
kesulitan-kesulitannya dan tidak akan ke neraka, selain dengan melakukan
keinginan-keinginan syahwatnya, maka barangsiapa yang dapat menerobos
rintangan-rintangan, maka dia masuk ke dalamnya.”
15. Empat Gejala Kecelakaan dan
Kebahagiaan
Nabi saw. bersabda:
“Gejala terjadinya kecelakaan ada empat:
Melupakan dosa-dosa yang telah lewat, padahal semua itu tercatat di sisi Allah,
bernostalgia dengan kebajikan-kebajikan yang telah lewat, padahal ia tidak
mengetahui, apakah kebajikan tersebut diterima atau ditolak, memandang orang .
yang lebih tinggi dalam bidang duniawi dan memandang orang yang lebih rendah
dalam bidang keagamaan, dalam hal ini Allah berfirman: ‘Aku hendak menolongnya,
tapi dia tidak berkeingman kepada-Ku, maka aku urungkan.’ Sedang gejala
terjadinya kebahagiaan juga ada empat: Merenungi dosa-dosa yang telah lewat,
melupakan kebajikan-kebajikan yang telah lewat, memandang orang yang lebih
tinggi kualitas agamanya dan memandang orang yang lebih rendah tingkat
keduniaannya.”
Tanda-tanda orang yang celaka:
Orang yang peduli dengan dosa (melupakan)
serta tidak ada perasaan menyesal, padahal dosa-dosa itu dicatat bilangan,
waktu dan tempat melakukannya pleh Allah swt.
Orang yang menyebut kebaikan kebaikan
dirinya, padahal dia belum tahu apakah kebaikan-kebaikan itu diterima Allah swt.
atau tidak.
Orang yang berambisi untuk bisa
memperoleh dunia sebanyakbanyaknya serta tidak merasa puas terhadap bagian dari
Allah swt. kepadanya.
Orang yang melihat kepada orang yang
lebih rendah amal salehnya ‘serta tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya.
Tanda-tanda orang yang bahagia:
Orang yang selalu mengingat-ingat dosanya
disertai rasa penyesalan dan permohonan ampunan kepada Allah.
2.- Orang yang tidak mengingat-ingat
kebaikan dirinya, seolah-olah dia tidak pernah melakukannya, karena kebaikan
tersebut tidak lepas dari penyakit-penyakit (hal-hal yang dapat merusak).
Orang yang selalu melihat kepada orang
yang lebih tinggi dalam amal salehnya agar bisa mengikutinya.
Orang yang selalu bersyukur atas karunia
Allah swt. yang telah diberikan kepadanya dan selalu melihat kepada orang lain
yang lebih rendah kekayaannya (fakir miskin).
16. Panji-panji Keimanan Ada Empat
Segolongan para hukama mengatakan: ‘
“Sesungguhnya panji-panji keimanan ada
empat: Takwa, rasa malu, syukur dan sabar.”
Takwa adalah taat dan ikhlas melaksanakan
segala perintah Allah swt. dan menjauhi maksiat. Ada yang mengatakan, takwa
adalah memelihara kesopanan-kesopanan menurut syarak.
Malu terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
Malu jenis kejiwaan, yakni malu yang
diciptakan Allah swt. dalam semua jiwa, seperti malu karena terbuka aurat atau
bersetubuh di hadapan orang banyak.”
Malu jenis iimaani (berdasarkan
keimanan), yakni seorang mukmin mencegah dirinya berbuat maksiat, karena takut
kepada Allah swt.
Syukur yaitu memuji kepada yang berbuat
kebaikan dengan menyebut-nyebut kebaikannya. Dengan demikian seorang hamba
harus bersyukur kepada Allah swt.
Sabar yaitu tidak mengeluh kepada selain
Allah swt. bila ditimpa bencana. Dalam hal ini kita perlu berdoa dengan doa
Tamiim Ad-Daari bin Habib yang telah diajarkan Nabi Khidhir ketika kembali dari
dasar tanah, karena diculik jin ke Madinah Musyarofah, sebagai berikut:
“Ya, Allah, semoga Engkau memberi nikmat
kepadaku dengan rezeki dari Engkau, semoga Engkau menjagaku dari perkara-perkara
yang Engkau larang, semoga Engkau tidak menjadikan aku butuh kepada orang yang
Engkau jadikan tidak memerlukan kami. Semoga Engkau mengumpulkan aku dalam
rombongan umat: junjunganku, Nabi Muhammad saw., semoga Engkau memberi minum
kepadaku dengan gelasnya, semoga Engkau menjauhkanku dari maksiat-maksiat
kepadaMu, semoga Engkau mematikanku dalam keadaan takwa, semoga Engkau
menunjukkan agar aku selalu mengingat-Mu, semoga Engkau menjadikanku
pewaris-pewaris surga tempat kenikmatan, semoga Engkau menjadikanku orang yang
bahagia dan tidak menjadikanku orang yang celaka, wahai, Yang Mempunyai
keagungan dan kemuliaan.”
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. telah
bersabda:
“Puncak iman ada empat hal: Sabar
menerima keputusan Allah, rela menerima takdir, ikhlas bertawakal dan pasrah
sepenuh diri kepada Allah.” (H.R. Abu Nu’aim).
17. Empat Macam Induk
Nabi saw. bersabda:
“Induk ada empat: induk obat, induk tata
adab, induk ibadah dan induk harapan, Induk obat adalah sedikit makan, induk
tata adab adalah sedikit bicara, induk ibadah adalah sedikit dosa dan induk
harapan adalah sabar menanti.”
Sedikit makan menjadi induk segala obat,
sebab memantang makanan yang dapat membahayakan kesehatan itu lebih baik
daripada memakan makanan itu, lalu berobat untuk menawarkannya.
Sedikit dosa menjadi induk ibadah, sebab
memang dosa itu dapat menggusur pahala ibadah. Sabar itu lebih pahit daripada
jadam, sebagaimana diungkapkan:
“Dengan kesabaran anda akan memperoleh
apa-apa yang kamu kehendaki dan dengan takwa anda dapat melunakkan besi.”
18. Empat Perbuatan Dapat Menghilangkan
Empat Permata
Nabi saw bersabda:
“Empat macam permata yang terdapat pada
tubuh anak Adam akan hilang oleh empat perkara. Adapun permata-permata itu
adalah akal, agama, malu dan amal saleh: Marah akan menghilangkan akal, hasud
akan menghilangkan agama, tamak akan menghilangkan malu dan mengumpat akar
menghilangkan amal saleh.”
Empat perhiasan yang ada pada watak
manusia yang berharga, akan hilang oleh sifat-sifat yang tercela. Akal adalah
suatu mutiara bersifat rohani, yang berhubungan dengan jasmani, yang diciptakan
Allah swt. dan akan hilang oleh marah.
Agama, yakni suatu perkara yang mengajak
orang-orang berakal untuk menerima segala sesuatu yang datang dari Rasul saw.
dan akan hilang oleh hasud. Sedang, amal saleh akan hilang dengan mengumpat.
Diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi
saw. bersabda:
“Wahai, Mu’awryah, janganlah marah-marah,
karena kemarahan dapat merusak keimanan, seperti jadam merusak madu.” (H.R.
Al-Baihaqi).
Hasud akan menghilangkan agama, yakni
mengharapkan hilangnya kenikmatan orang lain, diin dalam hadis ini artinya
syariat.
Diriwayatkan Nabi saw. bersabda:
“Hati-hatilah kalian pada hasud (dengki),
karena kedengkian itu dapat melalap habis kebijak-kebijkan, sebagaimana api
melalap kayu bakar”
Dalam Bahar Mutaqarab, seorang penyair
mengatakan:
Ahai….!
katakan kepada orang yang dengki kepadaku
tahukah kamu kepada siapa sesungguhnya
engkau bersikap jahat?
kamu telah berbuat jahat
kepada Allah terhadap takdir-Nya
ketika kamu tidak senang
melihat nikmat yang diberikan oleh-Nya
kepadaku,
maka Tuhankulah yang membalasmu
dengan cara menambah kenikmatan kepadaku
dan menutup seluruh jalanmu,
ya, jalan pencarianmu.
Tamak, yakni ingin selalu mendapatkan
sesuatu lebih banyak untuk dirinya sendiri dan tamak akan menghilangkan malu.
Mengumpat (menggunjing) ialah
menceritakan kejelekan-kejelekan orang lain yang benar-benar terjadi. Kalau
kejelekan yang diceritakan itu tidak nyata terjadi, maka perbuatan. itu disebut
buhtan (memfitnah). Dan jika penyebutan tersebut dilakukan di depan orang yang
bersangkutan, maka disebut caci maki.
19. Empat Hal di Surga Lebih Bagus
Daripada Surga dan Empat Hal di Neraka Lebih Jelek dari Neraka
Nabi saw. bersabda:
“Empat yang berada di surga lebih baik
daripada surga, yaitu: Kekal di dalam surga lebih baik daripada surga,
pelayanan para malaikat di surga lebih baik daripada surga, bertetangga dengan
para nabi di surga lebih baik daripada surga dan keridaan Allah swt. di surga
lebih baik daripada surga.”
Hadis di atas selanjutnya:
“Empat yang berada di neraka lebih jelek
daripada neraka, yaitu: Kekal di neraka lebih jelek daripada neraka, celaan
para malaikat pada orangorang kafir di neraka lebih jelek daripada neraka,
bertetangga dengan setan di neraka lebih jelek daripada neraka dan kemurkaan
Allah swt. lebih jelek daripada neraka.”
Berdekatan dengan para nabi di dalam
surga, lebih baik daripada surga itu sendiri, sebagaimana dalam firman Allah:
“Dan mereka, para nabi itulah teman yang
und bagus.”
Para ahli Allah tidak memikirkan lagi,
apakah ia akan masuk neraka, sebab yang penting, asal telah memperoleh rida
Allah. Dengan rida Allah inilah, walaupun mereka di neraka misalnya, maka ular
dan kalajengking neraka yang melalap kulit mereka tidak lagi merasa sakit.
20. Empat Macam Tanda Bagi Hukama
Dari sebagian hukama, ketika dia ditanya:
“Bagaimana keadaan tuan?” Dia menjawab:
“Saya selalu taat kepada Tuhan, terhadap
hawa nafsu selalu menentang, terhadap makhluk selalu memberi nasihat dan
terhadap perkara duniawi hanya sebatas keperluan darurat.
Maksud hadis di atas, para hukama
berpendapat, bahwa beserta Zat Yang Maha Pengatur ada kecocokan untuk
mengerjakan perintahperintah-Nya. Beserta nafsu ada perbedaan dengan
perkara-perkara yang dikehendaki oleh nafsu. Beserta makhluk ada nasihat, yaitu
mengajak mereka untuk melakukan kebaikan dan melarangnya dari kejelekan beserta
dunia juga terdapat keperluan yang tidak dapat ditolak.
21. Empat Kalimat Pilihan dalam Empat
Kitab Allah swt.
Segolongan hukama telah memilihkan empat
kalimat dari dalam empat kitab, yaitu
“Dari kitab Taurat ialah kalimat:
Barangsiapa yang rida atas apaapa yang diberikan Allah swt. kepadanya, maka dia
beristirahat di dunia dan akhirat.’ Dari kitab Injil ialah kalimat:
‘Barangsiapa yang telah merobohkan syahwatnya, maka dia kuat di dunia dan
akhirat.’ Dari kitab Zabur ialah kalimat: ‘Barangsiapa yang menyendiri dari
manusia, maka dia selamat.’ Dan dari Al-Furgaan (Alqur-an): ‘Barangsiapa yang
memelihara ucapannya, maka dia selamat di dunia dan akhirat.” (H.R. Al-Baihaqi).
Tentang memelihara lisan, Nabi saw.
bersabda:
“Amal (perbuatan) yang paling disukai
Allah, adalah memelihara ksan.” (H.R. Al-Baihaqi).
Dalam hadis lain Nabi bersabda: .
“Kesejahteraan ada sepuluh bidang:
Sembilan pada diam dan bidang kesepuluh pada pengasingan diri dari manusia.”
(H.R. Ad-Dailami).
22. Empat Nikmat Dibalik Bencana
Dari Umar r.a., dia berkata:
“Demi Allah, setiap kali aku tertimpa
bencana, maka di situ selalu terdapat empat nikmat dari Allah, yaitu: Satu,
karena bencana itu tidak mengenai agamaku, Dua, karena bencana itu tidak lebih
berat daripadanya: Tiga, karena bencana itu tidak menghalangi rida Allah: Dan
empat, lantaran bencana itu aku dapat mengharap pahala dari Allah.”
Menurut Umar r.a., bahwa di dalam ujian
(cobaan) yang menimpa pada dirinya, terkandung empat kenikmatan: ‘
Cobaan itu tidak menimpa terhadap
agamanya, karena cobaan yang menimpa agama lebih berat daripada cobaan yang
menimpa pada badan dan harta kekayaan.
Cobaan tidak lebih berat daripada cobaan
yang menimpa dirinya pada zaman dahulu (sebelum Islam).
Cobaan tidak menghalangi keridaan Allah
swt. kepadanya.
Besar harapan mendapatkan pahala karena
ujian tersebut.
23. Empat Kalimat Pilihan dari Empat
Puluh Ribu Hadis
Dari Abdullah bin Mubarak, dia berkata:
“Ada seorang bijaksana yang telah
mengumpulkan beberapa hadis dan memilih empat puluh ribu hadis dari hadis
tersebut. Lalu dia memilih darinya empat ribu hadis, lalu dia pilih lagi empat
ratus hadis. Dari empat ratus, ia pilih lagi empat puluh hadis dan dari empat
puluh hadis, dia pilih empat kalimat saja.”
Adapun empat kalimat tersebut adalah:
“Kalimat kesatu, yaitu “kamu jangan
mempercayakan segala sesuatu separonya kepada perempuan.” Kalimat kedua: “Kamu
jangan teperdaya oleh harta benda atas segala sesuatu.” Kalimat ketiga:
Janganlah kamu membebani perut dengan perkara yang di luar batas’ dan kalimat
keempat: Janganlah kamu mengumpulkan ilmu yang tidak bermanfaatbagimu’.”
Ada empat intisari dari empat puluh ribu
hadis, sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, yaitu:
Jangan me mpercayakan sepenuhnya semua
urusan kepada wanita.
Jangan menduga tidak tertipu dengan harta
kekayaan, tetapi harus : berhati-hati dengan diberikannya harta kekayaan kepada
kita.
Jangan memasukkan makanan atau minuman
yang perut kita tidak kuat menerimanya.
Sebagaimana sabda Nabi saw.:
“Semua asal penyakit, adalah kurang
baiknya pencernakan makanan.” (H.R. Daruguthni).
Hadis di atas diriwayatkan Anas dan Ibnu
As-Suni dan Abu Nu’aim dari Ali, dari Ibnu Sa’id dan dari Aj-Juhri. Artinya:
Asal setiap penyakit berhubungan dengan perut.
Selain menumpuk makanan dalam perut,
termasuk pangkal segala penyakit juga adalah minum setelah -atau di tengahmakan
sebelum makanan yang telah masuk diproses pencernakan. Mestinya penyakit yang
menyangkut organ perut.
Tentang mempelajari ilmu yang tidak
bermanfaat, ada seorang yang bertanya kepada Abu Hurairah: Saya ingin belajar,
tapi khawatir ilmuku nanti sia-sia belaka, lalu jawabnya: Dengan engkau
meninggalkan ilmu itu berarti telah menyia-nyiakan ilmu.
Imam Syafi’i berkata: Termasuk tipu
muslihat setan, yaitu meninggalkan perbuatan karena khawatir orang lain
menganggap riya, karena menyucikan perbuatan sampai 10096 terlepas dari unsur
setan secara keseluruhan itu sulit. Andaikata kita memahami ibadah secara
sempurna, kita akan sulit melakukan satu ibadah pun. Hal tersebut menimbulkan
pengangguran, sedangkan pengangguran itu merupakan akhir tujuan setan.
Oleh karena itu, sebagian ulama
mengatakan, “Berjalanlah kamu kepada Allah, sekalipun dalam keadaan pincang dan
terseok-seok.”
Imam Syafii r.a. berkata:
“Barangsiapa yang belajar Alqur-an,
besarlah harga dirinya, barangsiapa yang belajar fikih, mulialah kedudukannya:
barangsiapa yang menulis hadis, kuatlah hujahnya: barangsiapa yang belajar
hisab (hitungan), sehatlah pikirannya, barangsiapa yang belajar bahasa Arab,
haluslah tabiatnya: dan barangsiapa yang tidak menjaga dirinya, ” tidaklah
bermanfaat ilmu baginya.”
24. Empat Perkara yang Dikalahkan oleh
Nabi Yahya a.s.
Dari Muhammad bin Ahmad r.a., dia
berkomentar mengenai firman Allah Azza wa Jalla:
“…. menjadi ikutan, menahan diri dan
seorang Nabi dari keturunan orang-orang saleh.” (Q.S. Aali Imran: 39).
Beliau berkomentar:
“Allah menyebutkan, bahwa si hamba
bernama Yahya menjadi ikutan, karena kemenangannya atas empat hal: Hawa nafsu,
iblis, lisan dan kemarahan.”
25. Empat Faktor yang Menegakkan Agama
dan Dunia
Sayidina Ali r.a., dia berkata:
“Agama dan dunia senantiasa akan tetap
berdiri tegak, selama ada empat perkara: Yaitu selama orang-orang kaya tidak
kikir dengan apaapa yang telah diberikan kepadanya, selama para ulama masih
mengamalkan apa-apa yang diketahuinya, selama orang-orang bodoh tidak sombong
dari perkara yang tidak diketahuinya dan selama orangorang fakir tidak menjual
akhiratnya dengan dunia.”
Jadi, agama dan dunia akan tetap utuh
selama orang-orang kaya tidak menahan untuk memberi kepada orang yang meminta
sebagian rezeki rang telah diberikan Allah swt. kepada mereka dan mereka tidak
menahan kewajiban atas mereka, selama para ulama memerintahkan yang makruf dan
mencegah yang mungkar, selama orang-orang bodoh tidak merintangi orang yang
belajar tentang sesuatu yang tidak mereka ketahui dan selama orang-orang fakir
tidak meninggalkan agama dengan mengambil perkara-perkara dunia.
26. Empat Golongan Manusia dengan Empat
Nabi Dari Nabi saw., beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah swt. berhujah pada
hari Kiamat dengan empat orang atas empat orang lain, yaitu: Terhadap kaum
hartawan, Allah mengemukakan Nabi Sulaiman bin Dawud: terhadap hamba sahaya,
Allah mengemukakan Nabi Yusuf, terhadap orang-orang sakit, Allah mengemukakan
Nabi Ayub: dan atas orang-orang fakir, Allah mengemukakan Nabi Isa.”
Misalnya, Allah menanyai orang kaya
tentang sebab dia meninggalkan ibadah, lalu dia menjawab: “Kami sibuk dengan
urusan harta dan kerajaan kami”, maka Allah membantah: “Lebih besar mana dengan
kerajaan Sulaiman dan lebih banyak mana dibanding harta Sulaiman, toh, dia
tidak meninggalkan ibadah.”
Terhadap hamba sahaya yang meninggalkan
ibadah dengan alasan ‘ karena sibuk melayani tuannya, Allah membantah:
“Hamba-Ku, si Yusuf, juga menjadi hamba yang melayani penguasa tinggi Mesir
sekalian, tapi dia tidak meninggalkan ibadah.”
Terhadap orang fakir yang meninggalkan
ibadah, Allah membantah: Hamba-Ku Isa adalah orang melarat di dunia, ia tak
punya rumah, harta juga istri, tapi ia tidak meninggalkan ibadah. .
27. Meskipun Seorang Hamba Berdosa, Allah
Tetap Memberikan Anugerah Kepadanya
Dari Sa’d bin Hilal r.a., dia menyatakan:
“Sesungguhnya seorang hamba jika berbuat
dosa, maka Allah swt. tetap memberinya empat perkara, yaitu rezeki tidak akan
dihalangi darinya, kesehatan tidak akan dihalangi darinya, dosa tidak
ditampakkan kepadanya dan siksaan tidak akan ditimpakan kepadanya dengan
cepat.”
Seorang hamba jika dia menjadi orang yang
selalu berbuat dosa, maka Allah telap memberi kenikmatan kepadanya dengan empat
perkara, yaitu Allah tidak menahan rezeki untuknya, Allah akan memberikan
kesehatan baginya, Allah menutupi dosa-dosanya dan siksaan tidak akan
ditimpakan kepadanya dengan tepat, yakni pada waktu dia sedang melakukannya,
namun Allah swt. memberi tempo kepadanya, tetapi tidak akan membiarkannya.
Dihikayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi
Adam a.s. berkata: Sesungguhnya Allah memberikan kepada umat Muhammad empat
kehormatan yang tidak diberikan-Nya kepadaku. Pertama, tobatku diterima di
Mekah, sedangkan umat Muhammad bertobat di mana saja, niscaya tobat mereka
diterima. Kedua, sesungguhnya aku berpakaian, namun ketika aku berbuat maksiat,
Dia menjadikanxu telanjang, sedangkan ketika umat Muhammad berbuat maksiat
dalam keadaan telanjang, justru Dia memberikan pakaian kepada mereka. Ketiga,
ketika aku berbuat maksiat, Dia memisahkanku dengan istriku, sedang umat
Muhammad jika berbuat dosa, Allah tidak memisahkan mereka dari istriistrinya.
Keempat, aku telah berbuat dosa di surga, maka Dia mengusirku
darinya,.sedangkan bila umat Muhammad berbuat maksiat kepada Allah di luar
surga, justru Dia memasukkannya ke surga, jika mereka bertobat.”
28. Meninggalkan Empat Hal untuk Menuju
Empat Perkara
Dari Hatim Al-Asham – semoga Allah
merahmatinyakatanya:
“Barangsiapa berpaling dari empat hal
untuk menuju empat yang lain, maka menemukan surga: Berpaling dari tidur untuk
menuju kubur, berpaling dari kesombongan untuk menuju timbangan, berpaling dari
pengangguran menuju titian dan berpaling dari syahwat menuju surga.”
Berpaling dari tidur menuju kubur,
artinya ialah mengurangi tidur untuk memperbanyak amal-amal perbuatan yang
dapat digunakan bekal kelak di alam kubur.
Berpaling dari kesombongan menuju
timbangan, artinya mengakhiri sikap sombong dan congkaknya untuk memperbanyak
amal-amal kebajikan yang dapat menambah bobot timbangan amalnya kelak.
Berpaling dari pengangguran menuju
titian, artinya pada saat-saat senggang dipenuhi dengan amal perbuatan yang
dapat mempercepat masa tempuh pada titian kelak.
Berpaling dari syahwat untuk menuju
surga, artinya meninggalkan ajakan hawa nafsu untuk kemudian bersusah payah
menunaikan perintah-perintah agama. Memang, menurut hadis, surga itu diliputi
oleh hal-hal yang tidak diinginkan bagi hawa nafsu dunia.
29. Empat Hal pada Empat Jalan Lain
Dari Hamid Al-Laffaf -semoga Allah
merahmatinya-, dia berkata:
“Empat hal telah saya cari pada empat
jalan dan ternyata keliru, kemudian saya temukan dalam empat yang lain: saya
mencari kekayaan. dalam harta, ternyata saya temukan dalam gana’ah: mencari
kesenggangan. dalam kemewahan, ternyata saya temukan dalam sedikitnya harta:
saya mencari kelezatan-kelezatan dalam kenikmatan, ternyata saya temukan dalam
badan yang sehat’ dan saya mencari ilmu dengan perut yang kenyang, ternyata
saya temukan dalam keadaan perutlapar.”
Menurut Hamid Al-Lafaf, kekayaan itu
berada dalam gana’ah: yaitu perasaan puas dalam menerima bahagian dari Allah
swt. Yang dimaksud dengan kelezatan di sini ialah, kelezataan indrawi.
Selanjutnya dalam naskah lain dikatakan: “Dan saya mencari rezeki di bumi,
ternyata saya temukan di langit.” Maksudnya, rezeki itu telah ditentukan
pembagiannya di langit yaitu di Lauh Mahfudh.
30. Empat Hal yang Sedikitnya Itu
Termasuk Banyak
Ali r.a. berkata:
“Empat perkara yang sedikit saja terjadi
sudah dihitung banyak yaitu sakit, fakir, api dan permusuhan.”
Empat perkara yang menyakiti manusia walaupun
sedikit, yaitu fakir, yakni tidak memiliki segala yang dibutuhkan, api dan
permusuhan, yakni berharap agar orang lain berada dalam bahaya.
Tentang permusuhan Nabi bersabda:
“Pangkal akal setelah iman kepada Allah swt.,
adalah kasih sayang kepada sesama manusia.”
Selain itu, Nabi Sulaiman a.s. juga
bersabda kepada putranya:
“Janganla kamu menda banyak mempunyai
seribu sahabat, seribu sahabat itu sedikit dan janganlah kamu menganggap
sedikit mempunyai seorang musuh, karena seorang musuh itu berarti banyak.”
31. Empat Hal yang Hanya Bisa Diketahui
oleh Empat Orang
Hatim Al-Asham -semoga Allah memberikan
rahmat kepadanyaberkata:
“Empat hal yang tidak diketahui nilainya
kecuali oleh empat orang, yaitu: Kemudaan, nilainya hanya bisa diketahui oleh
orang tua, , kebahagiaan, nilainya hanya bisa diketahui oleh orang yang
tertimpa ..bencana, kesehatan, nilainya hanya bisa diketahui oleh orang-orang
sakit, dan kehidupan, nilainya diketahui oleh orang yang telah mati.”
Segala sesuatu tidak dapat diketahui
selain oleh lawannya. Kemudian tidak dapat diketahui nilainya selain oleh
orang-orang yang telah lanjut usia. Kebahagiaan tidak dapat diketahui nilainya
selain oleh orang-orang yang ditimpa bencana. Sehubungan dengan h hal ini, Imam
Al-Ghazali berkata:
“Tidak dapat mengetahui nilai kekayaan,
kecuali orang fakir.”
Penyair Abu Nuwas menggubah puisi dalam
Bahar Thawil sebagai berikut:
Dosa-dosaku
Jika aku pikirkan itu banyak
namun rahmat Tuhanku
lebih luas daripada dosadosaku
Aku tidak tamak
tentang kebaikan yang telah aku kerjakan
.
namun aku tamak kepada rahmat Allah
Dia adalah Allah Tuhanku
yang menciptakan ku
sedang aku adalah hamba-Nya
aku mengakui dan tunduk
Apabila dosa-dosaku diampuni
maka itulah rahmat
Namun jika selain itu,
maka tak ada yang dapat aku lakukan
Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang tidak ingin amal-amal
jeleknya dihisab dan catatan amal keburukannya dibeberkan, maka seusai salat
hendaklah berdoa dengan doa ini:
“Wahai, Allah, sesungguhnya ampunan-Mu
lebih diharapkan ketimbang perbuatanku dan rahmat-Mu lebih luas ketimbang
dosaku. Ya, Allah, jika diriku sepatutnya menggapai rahmat-Mu, namun rahmat-Mu
lebih patut menjangkau diriku, karena bentangan rahmatMu meratai segala
sesuatu: wahai, Tuhan Yang Maha Pengasih di atas segala-galanya.”
32. Keistimewaan Bagi Mereka yang Ketika
di Dunia Ditimpa Bencana
Dari Nabi saw., beliau bersabda:
“Apabila telah terjadi hari Kiamat, maka
timbangan diletakkan, lalu ahli salat didatangkan? maka dipenuhi pahala-pahala
mereka sesuai perhitungan-mizan, lalu didatangkan orang-orang yang berpuasa dan
diterimakan pahala mereka sesuai dengan perhitungan mizan: dan akhirnya
didatangkan orang-orang yang tertimpa bencana, untuk mereka tidak
diperhitungkan dengan mizan dan tidak pula dibentangkan kepada mereka catatan
amalnya, lalu diberi pahala sepenuhnya tanpa hitungan, sehingga orang-orang
yang selamat mengharapkan beroleh kedudukan seperti mereka karena banyaknya
pahala dari Allah swt.”
Sabda Nabi di atas menerangkan bahwa amal
salat, puasa dan haji, semuanya akan ditimbang. Namun ada amal yang tidak akan
ditimbang, yaitu orang-orang yang sewaktu di dunia ditimpa musibah. Mereka
sabar menghadapinya, sehingga pada hari Kiamat, orang-orang yang sewaktu di
dunianya senantiasa berada dalam kesenangan, kemudahan dan kekayaan, mereka
mengharapkan dapat seperti orang-orang yang ditimpa musibah, karena banyaknya
pahala yang diberikan kepada mereka.
33. Empat Perenggut Mengancam Anak Adam
Sebagian hukama mengatakan:
“Anak cucu Adam akan menghadapi empat
macam renggutan: Malaikat maut akan merenggut nyawanya, ahli waris akan
merenggut hartanya, ulat akan merenggut daging tubuhnya dan para penuntut akan
merenggut pahala amalnya.”
Empat yang akan merenggut manusia, yaitu:
Malaikat maut akan merenggut roh anak
Adam dengan paksa.
Ahli waris merampas harta bendanya
setelah anak Adam meninggal “dunia.
Ulat akan menggerogoti jasadnya di dalam
kubur.
Penuntut atau lawan-lawan yang mempunyai
hak menuntut orang yang lupa kepada mereka, dengan c cara menyita harta si alim
mengumpat atau memukulnya dan sebagainya, merampas amal salehnya jika si zalim
mempunyai amal saleh. Apabila tidak ada ama salehnya, maka dosa si teraniaya
dilimpahkan kepada si zalim.
34. Empat Macam Kesibukan yang Tidak
Lepas dari Empat Faktor
Sebagian hukama mengatakan:
“Barangsiapa yang sibuk dengan hawa
nafsunya, maka pasti mam perempuan, barangsiapa yang sibuk mengumpulkan harta
benda, maka pasti terjerumus ke barang haram: barangsiapa yang sibuk mengurus
kemaslahatan arang-orang muslim, maka harus. ramah tamah, dan barangsiapa yang
sibuk dengan ibadah, maka harus punya ilmunya.”
Orang yang sibuk dengan
keinginan-keinginan syahwat, maka akan terjerumus main perempuan. Orang yang
sibuk mengumpulkan harta, maka akan terlibat barang haram. Orang yang sibuk
mengurus manfaat bagi orang-orang muslim, maka harus bersikap lemah lembut
kepada mereka dalam ucapan dan perbuatan. Orang yang sibuk dengan ibadah,
Apabila tidak mengetahui tata caranya,
maka ibadahnya tidak akan sah. Jadi, ibadah tidak dapat dilepaskan dari ilmu.
35. Empat Amal yang Paling Berat
Sayidina Ali r.a, berkata:
“Amal perbuatan yang sungguh paling berat
ada empat: Memberi ampun di saat marah, suka berderma di saat melarat, berbuat
iffah (enggan) ketika sendirian dan berkata benar terhadap orang yang ditakuti
atau diharapkan jasanya.”
Menurut Ali -karrama wajhahu-, amal yang
paling berat ada empat perkara:
Memaafkan seseorang jika kita sedang
marah. Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa menghentikan marahnya, maka
Allah menghentikan siksa atasnya.”
Dalam hadis lain Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang mencegah marahnya,
melapangkan kerelaannya, mendermakan kebaikannya, menghubungkan kerabatnya dan
menunaikan amanatnya, maka Allah Azza wa Jalla memasukkan dia pada hari Kiamat
dalam cahaya-Nya Yang Maha Agung.” (H.R.
Ad-Dailami).
Dermawan, walaupun sedang susah, yakni
memberikan harta benda ‘ kepada yang membutuhkannya.
Enggan melakukan hal yang haram,
sekalipun sedang sendirian. Orang yang afif ialah orang yang mengurus
perkara-perkara yang sesuai dengan syarak dan kepribadian.
Ucapan yang hak kepada orang yang
ditakutinya, misalnya kepada sultan yang zalim atau diharapkan, yakni orang
yang diharapkan ampunan atau pemberiannya.
36. Empat Waktu Bagi Orang yang Berakal
Dalam kitab Zabur disebutkan, Allah swt.
memberi wahyu kepada Nabi Dawud a.s.:
“Sesungguhnya orang yang berakal yang
cerdik-pandai itu tidak akan lepas dari empat saat: Saat di mana dia menghadap
Tuhannya, saat di mana dia membuat perhitungan atas dirinya, saat di mana dia
pergi menemui para teman yang menunjukkan aib-aib dirinya dan saat di mana dia
memisahkan diri dari kelezatan hidup yang halal.”
Dalam rangka menghadap Tuhan dapat
dilakukan dengan cara berzikir, membaca firman-Nya, mengadukan hal ihwal
hidupnya dan sebagainya.
Dalam rangka membuat perhitungan, dapat
dilakukan dengan cara mencatat semua perbuatannya, kemudian dilakukan
perhitungan pada ujung siang dan malam. Dengan begini, akan jelas yang ia
lakukan, bersyukur atau justru istigfar.
37. Empat Pengabdian yang Merupakan
Pangkal Segala Ibadah
Segolongan hukama berkata:
“Seluruh badah berpangkal pada empat
pengabdian: Setia memenuhi janji, melestarikan pelaksanaan segala hukum, sabar
menghadapi ketiadaan sesuatu yang diharapkan dan rela dengan apa yang ada.”
Setia memenuhi janji, artinya setia dalam
menunaikan fardu-fardu Allah. Melestarikan hukum, artinya menjauhi
larangan-larangan Allah. Dan rela dengan apa adanya, baik sandang pangan,
maupun papan.