Terjemah Kitab Nashaihul Ibad; NASEHAT YANG BERISI DUA PERKARA

 

Terjemah Kitab Nashaihul Ibad (kumpulan nasihat pilihan bagi para hamba)

 

BAB I

NASEHAT YANG BERISI DUA PERKARA

 

1. Iman dan Kepedulian Sosial

Nabi saw. bersabda:

“Ada dua perkara yang tiada sesuatu pun melebihi keunggulannya, yaitu: Iman kepada Allah dan membuat manfaat untuk kaum muslimin.”

Nabi saw. bersabda: .

“Barangsiapa bangun di pagi hari tidak berniat aniaya kepada seseorang, maka diampuni dosanya yang dia perbuat. Dan-barangsiapa bangun di pagi hari dengan niat menolong orang yang dianiaya dan mencukupi kebutuhan orang muslim, maka memperoleh pahala seperti pahala haji mabrur.”

Nabi saw. bersabda lagi:

“Hamba-hamba yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah orang yang paling bermanfaat untuk manusia, perbuatan yang paling utama ialah memasukkan (menghadirkan) rasa senang ke dalam hati orang mukmin berupa membasmi kelaparan, menyingkap kesulitan atau membayar utangnya. Dan dua hal yang tiada sesuatu pun melebihi jahatnya ialah menyekutukan Allah dan mendatangkan bahaya kepada kaum muslimin.”

Membahayakan orang-orang muslim dapat berupa membahayakan badan dan hartanya. Segala perintah Allah swt. mengacu pada dua perkara, yaitu mengagungkan Allah swt. dan kasih sayang kepada makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah:

“Tunaikanlah salat dan bayarlah zakat”

“Hendaklah engkau bersyukur kepadaKu dan berterima kasih kepada kedua orangtuamu.”

Diriwayatkan dari Al-Qarni, beliau berkata: Aku bersua dalam suatu perjalananku dengan seorang pendeta, lalu aku bertanya kepadanya: Wahai, Pendeta! Perkara apakah yang menaikkan derajat seseorang?

Pendeta itu menjawab: Mengembalikan hak-hak orang lain yang dianiaya olehnya dan meringankan punggung dari tanggung jawab, karena amal perbuatan hamba tidak akan naik (ke sisi Tuhan), jika dia masih : mempunyai tanggungan atau dia berbuat zalim.

 BAB VII NASIHAT TENTANG DELAPAN PERKARA

2. Dekat dengan Ulama dan Memperhatikan Nasihat Hukama

Nabi saw. bersabda:

“Hendaklah kalian bergaul dengan ulama dan mendengarkan ucapan hukama, karena Allah Ta’ala menghidupkan kembali hati yang mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana Dia menghijaukan tanah gersang dengan air hujan.”

Hikmah adalah ilmu yang bermanfaat, sedang hukama adalah orangorang ahli hikmah. Dalam hadis ini hukama ialah ahli hikmah yang. mengetahui Dzat Allah Ta’ala, selalu tepat ucapan dan perbuatannya. Sedangkan ulama, adalah orang alim yang mengamalkan ilmunya.

Dalam riwayat Ath-Thabrani dari Abi Hanifah disebutkan:

“Hendaklah kalian bergaul dengan para pemimpin, bertanyalah kalian kepada para ulama dan bergaullah kalian dengan hukama.”

Menurut riwayat lain:

“Bergaullah dengan ulama, bersahabatlah dengan. hukama dan bercampurlah dengan kubara.”

Ulama itu terbagi tiga, yaitu:

Ulama, yaitu orang yang alim tentang hukum-hukum Allah swt., mereka berhak memberikan fatwa. .

Hukama, yaitu orang-orang yang mengetahui Zat Allah saja. Bergaul dengan mereka ini membuat perangai menjadi terdidik, karena dari hati mereka bersinar cahaya makrifat (mengenali Allah dan rahasiarahasia) dan dari jiwa mereka membias sinar keagungan Allah.

Kubara, yaitu orang yang diberi anugerah keduanya.

Bergaul akrab dengan ahli Allah akan mendatangkan tingkah laku yang baik. Hal ini karena mengambil manfaat dengan pengawasan itu lebih baik daripada dengan lisan. Jadi, seseorang yang pengawasannya bermanfaat kepadamu, niscaya bermanfaat pula ucapannya bagimu. Sebaliknya, jika pengawasannya tidak bermanfaat, maka tidak bermanfaat pula ucapannya.

As-Sahrawardi meliput ke sebagian mesjid AlKhaif di Mina sambil memandang wajah orang-orang yang ada di sana. Beliau ditanya oleh seseorang: Mengapa tuan memandang wajah-wajah orang lain!

Beliau menjawab: Sesungguhnya Allah memiliki beberapa orang yang jika memandang orang lain maka mendatangkan kebahagiaan bagi yang dipandang dan aku mencari orang yang demikian itu.

Nabi saw. bersabda:

“Akan datang suatu zaman kepada umatku, “mereka lari dari para ulama dan fukaha, maka Allah akan menurunkan tiga macam bencana kepada mereka: Pertama, dicabut kembali berkah dari usahanya, kedua, dia kuasakan penguasa zalim atas mereka, ketiga, mereka meninggal dunia tanpa membawa iman.”

BAB IX: NASIHAT TENTANG SEPULUH PERKARA 

3. Masuk ke Kubur Tanpa. Bekal, Laksana Mengarungi Lautan Tanpa, Bahtera

Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. mengatakan: ‘

“Barangsiapa yang masuk ke kubur tanpa membawa bekal, maka seolah-olah ia mengarungi lautan tanpa bahtera.”

Dia akan tenggelam dan tidak akan selamat, kecuali jika diselamatkan oleh Allah swt.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw.:

 “Mayat di alam kuburnya, seperti orang yang tenggelam yang meminta pertolongan.”

 

18. Hati yang Lembut dan Pikiran yang Jernih

Ada yang mengatakan:

“Barangsiapa meninggalkan dosa-dosa, niscaya lembutlah hatinya, dan barangsiapa meninggalkan perkara yang haram dan makan makanan yang halal, maka jernihlah pikirannya.”

Hati yang lembut adalah yang dengan tulus menerima nasihat agama dan mematuhinya, serta melaksanakan dengan khusyuk. Pikiran yang jernih ialah dengan cemerlang mampu memikirkan ciptaan Allah, dengan meyakini bahwa Allah swt. itu Maha Kuasa, di antaranya membangkitkan kembali manusia setelah mati nanti.

Keyakinan tersebut dapat diperoleh dengan merenungkan melalui pikiran dan akal, bahwa sesungguhnya Allah menciptakan manusia bermula dari setetes air mani yang menyatu di dalam rahim, berubah menjadi segumpal darah, kemudian menjadi daging, tulang, otot, saraf sampai terbentuknya telinga, mata serta anggota badan lainnya. Selain itu Allah juga memudahkan janin keluar dari rahim, serta memberitahukan bagaimana menyusui bayi. Bayi yang baru lahir belum memiliki gigi, atas kuasa Allah swt. ditumbuhkan dan ditanggalkan gigi-giginya ketika berumur tujuh tahun, kemudian ditumbuhkan lagi pada waktu yang lain.

Allah swt. menjadikan keadaan manusia berubah dari kecil menjadi dewasa, kemudian tua dan dari sehat menjadi sakit. Dia menjadikan pula semua makhluknya tidur dan bangun setiap hari, rambut dan kuku rontok, kemudian tumbuh kembali. Malam dan siang silih berganti melalui perubahan peredaran matahari dan bulan, yang kesemuanya datang dan pergi silih berganti pula. Setiap bulan terbenam dan timbul ‘dengan sempurna. Ketika terjadi gerhana sinar matahari hilang. Dari tanah yang basah Allah menyuburkan tanaman.

Berdasarkan itu semua, maka jelaslah, bahwa Yang Maha Kuasa atas semua itu adalah Allah swt. yang mampu menghidupkan semua yang telah mati, setelah mereka rusak di alam kubur. Oleh sebab itu, wajib bagi hamba Allah memperbanyak tafakur untuk menambah kuat keyakinan-nya tentang adanya kebangkitan setelah mati. Selain itu, harus pula mengakui adanya kebangkitan serta perhitungan seluruh perbuatannya selama di dunia. Jadi, sesuai dengan kekuatan imannya, niscaya akan timbul semangat dan kesungguhan-untuk menjunjung tinggi perintah Allah dan menyingkiri larangan-Nya.

 

19. Menaati Perintah dan Menjauhi Larangan

Sebuah wahyu telah diturunkan kepada sebagian Nabi:

“Taatlah kamu pada perintah-Ku dan janganlah kamu mendurhakai segala nasihat-Ku.”

“Di dalam perintah Allah terdapat petunjuk menuju maslahat dan di dalam larangan Allah terdapat jalan menuju kerusakan.

 

20. Dua Kiat Untuk Menyempurnakan Akal

Ada yang mengatakan:

 

“Kesempurnaan akal itu mengikuti keridaan Allah swt. dan menjauhi murka-Nya.”

Karena itu, mengembangkan akal dengan cara yang bertolak belakang lengan hal itu menuju kegilaan.

 

21. Orang yang Mulia dan Orang yang Bodoh

Ada yang mengatakan:

“Tiada pengasingan bagi orang mulia (berilmu) dan tiada tanah air bagi orang yang bodoh.”

Orang yang mulia ialah orang yang berilmu serta beramal, dia selalu dimuliakan dan dihormati orang lain di mana saja berada, sebab selalu dihormati dan diperlukan kehadirannya. Karena itu, walaupun di negeri asing, ia tetap hidup seperti di rumah sendiri. Sebaliknya, adalah nasib orang bodoh.

 

22. Dekat kepada Allah swt. dan Jauh dari Manusia.

Ada yang mengatakan:

“Barangsiapa karena berbuat taat menjadi dekar kepada Allah, maka dia merasa asing hidup di tengah manusia.”

Orang yang telah mampu merasakan kenikmatan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, maka tidak lagi merasa nikmat hidup bergaul di tengah-tengah manusia. :

 

23. Tanda Makrifat dan Tanda Hidup

Ada yang mengatakan:

“Gerak seseorang berbuat taat itu menunjukkan adanya makrifat, sebagaimana gerakan organ tubuh menunjukkan adanya hidup.”

Makrifat adalah mengenal Allah dengan segala macam keagungan, kebesaran dan kekuasaan-Nya. Jika seorang hamba melakukan perbuatan taat kepada Allah, berarti itu bukti bahwa dia telah mengenali Allah. Jika semakin banyak perbuatan taat dilakukan, maka semakin dalam pula dia mengenali Allah. Demikian pula sebaliknya, jika semakin sedikit perbuatan taat, maka akan sedikit pula kemakrifatannya. Hal itu karena perbuatan lahir adalah merupakan cerminan dari sikap batinnya.

 

24. Pangkal Segala Kesalahan dan Pokok Semua Fitnah

Nabi saw. bersabda:

“Pangkal segala kesalahan adalah cinta dunia, sedangkan pokok segala fitnah adalah enggan membayar zakat dan sepersepuluh hasil bumi.”

Yang dimaksud cinta dunia di sini, adalah mencintai dunia lebih dari keperluannya (bermewah-mewah).

 

25. Mengakui Kekurangan dan Kelemahan Diri

Ada yang mengatakan:

“Orang yang mengakui kelemahan diri akan terpuji selamanya dan pengakuan adanya kekurangan itu tanda diterima amalnya.”

Pengakuan adanya kekurangan pada diri sendiri itu menjadi isyarat, bahwa tidak bersikap sombong dan congkak.

 

26. Mengingkari Nikmat dan Bersahabat dengan Orang Tolol

Ada yang mengatakan:

“Ingkar nikmat adalah kehinaan dan bersahabat dengan orang tolol adalah si,

 Orang yang tidak mensyukuri nikmat Allah swt. merupakan pertanda dirinya hina, begitu juga bersahabat dengan orang yang tolol, yakni orang yang selalu meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, meskipun dia mengetahui kejelekannya.

Dalam masalah ini, Ath-Thabrani meriwayatkan dari Basyir, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Janganlah engkau bersahabat dengan si tolol.”

Yakni memutuskan hubungan dengan orang yang tidak memberikan manfaat. Maksudnya, tidak bersahabat dengan orang yang bertingkah laku jelek untuk menghindari kejelekan wataknya, karena watak seseorang dapat mempengaruhi orang lain.

At-Tirmidzi meriwayatkan hadis dari Ibnu Umar, bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

“Dua hal, jika keduanya dimiliki seseorang, maka Allah mencatatnya sebagai orang yang syukur dan sabar, sedang orang yang tidak memiliki kedua-duanya, maka Allah tidak mencatatnya sebagai orang yang tahu syukur dan tidak sabar, ialah: Barangsiapa membandingkan kualitas agama dirinya dengan orang yang berkualitas lebih tinggi dan membandingkan dunianya dengan orang yang lebih rendah, kemudian memuji Allah atas kelebihan yang dimilikinya itu, maka Allah akan  mencatatnya sebagai orang yang tahu syukur dan sabar, dan barangsiapa membandingkan kualitas agama dirinya dengan orang yang lebih rendah dan membandingkan dunianya dengan orang yang lebih tinggi, kemudian merasa gundah karena belum memperoleh setinggi (dunia orang itu), maka Allah tidak’mencatatnya sebagai orang yang bersyukur dan tidak sabar.”

Hadis ini mencakup segala kebaikan.

 

27. Dunia dan Kematian

Seorang penyair berkata:

“Hai, orang yang sibuk mengurusi dunia!

Sungguh, engkau telah tertipu oleh angan-anganmu yang panjang.

Mengapa senantiasa lupa?

Hingga datang kepadamu. ajal.

Maut itu akan datang kepadamu dengan tiba-tiba.

dan kubur itu adalah peti segala amal.

Sabarlah terhadap ketakutan-ketakutan yang ada di dunia.

Tiada kematian, melainkan ajalnya kan tiba.”

Ad-Dailami meriwayatkan hadis, sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

“Meninggalkan dunia itu lebih pahit daripada jadam dan lebih pedih daripada goresan pedang di medan sabilillah dan tiada bagi yang mau meninggalkannya, melainkan Allah memberi orang itu seperti yang dignugerahkannya kepada para syuhada. Meninggalkan dunia adalah dengan cara mempersedikit makan dan kenyang dan tidak suka dipuji manusia, karena barangsiapa suka dipuji manusia, berarti ia suka dunia dan nikmatnya. Barangsiapa suka memperoleh kenikmatan yang paling nikmat, maka hendaklah meninggalkan dunia dan pujian dari manusia.”

Ibnu Majah meriwayatkan, sesungguhnya Nabi-saw. bersabda:

“Barangsiapa berniat untuk memperoleh akhirat, maka Allah menghimpunkan potensinya, membuatnya kaya jiwa dan dunia pun datang padanya dengan melimpah. Tetapi, barangsiapa berniat memperoleh dunia, maka Allah menceraiberaikan urusannya, membuat kemelaratan di depan matanya dan tidak memperoleh dunia, kecuali apa yang telah ditentukan untuknya.”

 

28. Munajat dan Mohon Ampunan

Abu Bakar Asy-Syibli r.a. berkata dalam suatu munajatnya:

“Wahai Tuhanku, sungguh aku senang menghaturkan kepada-Mu seluruh kebajikanku berikut kemelaratan dan kelemahanku, maka bagaimana lagi Engkau oh Tuhanku, tidak suka menganugerahkan kepadaku seluruh kejelekanku berikut kemahakayaan-Mu untuk tidak menyiksa aku.”

Kemelaratan di sini diartikan dengan keperluan untuk memperoleh kebajikan dan kelemahan dimaksudkan dengan kelemahan untuk memperbanyak ibadah. Sedang permohonan agar tidak disiksa, karena sesungguhnya kejelekan hamba itu tidak merugikan Allah sebagaimana kebajikan juga tidak menguntungkan-Nya.

Abu Bakar Dalf bin Jahdar Asy-Syibli r.a. termasuk tokoh makrifat kepada Allah swt., dilahirkan di Baghdad dan bermazab Maliki, hidup selama 87 tahun. Pada masa mudanya beliau menemui Al-Junaidi dan orang-orang yang semasa dengannya. Beliau wafat pada tahun 334 H. dan dimakamkan di Baghdad.

Sebagian orang yang mulia telah memberikan ijazah kepadanya agar membaca tujuh kali tiga bait Bahar Wafir setelah salat Jumat sebagai berikut:

“Wahai, Tuhanku!

Aku bukan ahli Firdaus.

Namun aku tidak kuat dengan neraka Jahim.

Maka terimalah tobatku dan ampunilah dosasdosaku.

Sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun dosa yang besar.

Perlakukanlah diriku dengan perlakuan orang yang mulia.

Dan tetapkanlah aku di jalan yang lurus.”

Sebuah hikayat:

Asy-Syibli datang kepada Ibnu Mujahid. Ibnu Mujahid seraya merangkulnya dan mencium kening di antara kedua matanya. Asy-Syibli bertanya kepada Ibnu Mujahid: Mengapa kamu melakukan hal itu?

Ibnu Mujahid menerangkan: Ketika sedang tidur aku bermimpi melihat Nabi saw., beliau berdiri menghampirimu dan mencium kening antara kedua matamu. Aku bertanya kepada beliau: Ya, Rasulullah, mengapa Tuan melakukan hal ini kepada Asy-Syibli? Beliau saw. menjawab: Aku melakukan itu karena setiap dia selesai salat fardu, dia selalu membaca:

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu “Sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan keselamatan bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orangorang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: ‘Cukuplah Allah bagiku, tiada Tuhan selain Dia, dan hanya kepada-Nya aku berserah diri dan Dia-lah Tuhan pemilik Arsy yang agung.” (Q.S. At-Taubah: 128-129).

Dilanjutkan dengan membaca:

“Semoga salawat Allah dilimpahkan kepadamu, wahai, Muhamamd.”

Selanjutnya Ibnu Mujahid menyatakan, telah bertanya kepada AsySyibli tentang bacaan setelah salat fardu, dan ternyata Asy-Syibli menjawab seperti dalam impian tersebut di atas.

 

29. Senang kepada Allah dan Tidak Senang kepada Diri Sendiri

Asy-Syibli berkata:,

 “Jika kamu ingin bersenang-senang kepada Allah, maka patahkanlah kecintaanmu terhadap dirimu sendiri.”

Maksud pernyataan di atas: Jika hatimu merasa senang kepada Allah dan tidak lari darinya, maka kamu harus memutuskan kecintaanmu terhadap dirimu sendiri.

Setelah Asy-Syibli wafat, pernah dalam suatu impian ditanyai tentang keadaan nasib dirinya. Beliau menjelaskan dan katanya: Allah menanyai aku dengan firman-Nya:

“Wahai, Abu Bakar, mengapa Aku mengampunimu?

Aku pun menjawab: “Dengan amal salehku.”

Allah berfirman: “Bukan.”

Lalu aku berkata: “Dengan keikhlasan ibadahku.”

“Allah berfirman: “Tidak juga.”

Aku berkata: “Dengan haji, puasa dan salatku.” ‘

Allah berfirman: “Juga bukan.”

Aku berkata: “Dengan kepergianku kepada orang saleh dan mencari ilmu.”

Allah tetap berfirman: “Tidak.”

Kemudian aku ganti bertanya: “Oh, Tuhanku, lantas dengan apakah itu?”

Allah berfirman: “Ingatkah kamu di kala tengah berjalan menelusuri Baghdad, lalu kamu temukan seekor kucing yang tidak berdaya lantaran menggigil kedinginan, kemudian karena kasihan kamu pungut ia dan kamu selamatkan di dalam kehangatan jubah tebalmu itu!”

Aku pun menjawab: “Benar Tuhan, aku ingat!”

Allah pun berfirman lagi: “Lantaran kasih sayangmu terhadap kucing itu, Aku pun kasih sayang kepadamu.”

 

 

30. Manisnya Dekat dengan Allah dan Pahitnya Putus Hubungan

Asy-Syibli berkata:

“Apabila kamu telah mencicipi manisnya dekat dengan Allah, niscaya kamu mengetahui tentang pahitnya putus hubungan.”

Maksudnya, seandainya kita telah merasakan nikmatnya dekat kepada Allah swt., maka kita akan merasakan betapa pahitnya jika kita jauh dari Allah swt. Memang, menurut ahli Allah jauh dari Allah itu merupakan siksaan yang cukup berat.

Di antara doa yang’dipanjatkan oleh Nabi saw.:

“Ya Allah, anugerahilah kami kelezatan memandang wajah-Mu Yang Maha Mulia dan kelezatan rasa rindu bertemu dengan Engkau.”

 

 

Komentar atau pertanyaan, silakan tulis di sini

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama