Terjemah Kitab Minhajul Abidin; Tahapan Ketiga 'AWAAIQ (GODAAN)

 

Tahapan Ketiga 'AWAAIQ (GODAAN)

 

Tahapan ketiga adalah awaaiq (godaan).

Hai orang-orang yang hendak beribadah! Anda harus dapat menyingkirkan rintangan-rintangan hingga ibadah yang Anda lakukan bisa kokoh dan kuat. Semoga Allah memberikan petunjuk-Nya padamu.

 

A. Ragam Godaan terhadap Manusia

Di depan telah kami sebutkan bahwa ada empat macam rintangan (godaan).

 

Rintangan pertama: Dunia seisinya

Untuk menghilangkan rintangan tersebut kita harus menghilangkan ketergantungan terhadapnya dan memalingkan diri darinya. Adapun yang mengharuskan berbuat demikian ada dua:

Pertama, agar ibadah Anda lurus dan bertambah banyak. Sebab kecintaan terhadap dunia akan menyibukkan diri Anda. Anggota badan sibuk mencari kekayaan dunia, sedangkan hati selalu dipenuhi keinginan dan sibuk mencari berbagai cara (untuk mendapatkannya). Keduanya akan merintangi ibadah, karena nafsu dan hati merupakan sesuatu yang satu. Jika hati telah sibuk memikirkan sesuatu, maka ia pasti akan melupakan kebalikannya.

Dunia dan akhirat bagaikan dua wanita yang dimadu. Jika Anda membahagiakan yang satu, maka yang satu lagi pasti akan kecewa karena merasa terlupakan. Keduanya bagaikan timur dan barat. Jika Anda menghadap kesalah satu sisinya, tentu sisi yang lain berada di belakang Anda.

Keterangan yang menyebutkan bahwa kesibukan mencari dunia secara lahir dapat merintangi ibadah adalah apa yang diceritakan oleh Abu Darda’ r.a. Beliau berkata: “Tiada hentinya aku berusaha menyatukan ibadah dan berdagang. Ternyata keduanya tidak dapat menyatu. Kemudian aku memilih beribadah dan meninggalkan perdagangan.”

Diceritakan pula bahwa sahabat Umar r.a. berkata: “Jika keduanya (ibadah dan mencari dunia) dapat bersatu pada diri seseorang, tentu aku dapat menyatukannya pada diriku dengan kekuatan dan kelembutan yang dianugerahkan Allah kepadaku.”

 

Bila demikian adanya, maka tinggalkanlah dunia yang pasti rusak dan pilihlah (akhirat yang menjanjikan) keselamatan.

Adapun secara batin, hati akan sibuk memikirkannya, karena hati adalah tempat berkeinginan, sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Nabi Saw. Beliau bersabda:

Artinya: “Barangsiapa mencintai dunia, niscaya ia akan merugi di akhirat. Barangsiapa mencintai akhirat, niscaya dunianya akan terbengkalai. Oleh karena itu pilihlah hal yang bersifat abadi seraya meninggalkan sesuatu yang dijamin pasti binasa.”

Sekarang telah nyata bahwa jika secara lahir Anda sibuk berusaha mencari dunia dan secara batin dipenuhi keinginan untuk mendapatkannya, niscaya tidak mudah bagi Anda untuk memenuhi hak-hak ibadah. Sedangkan zuhud (menghilangkan ketergantungan terhadap dunia) akan menjadikan lahir dan batin Anda lapang, mudah beribadah, bahkan seluruh tubuh akan membantu ibadah Anda.

Diceritakan dari Salman Al-Farisi. Beliau berkata: “Sesungguhnya apabila hati seseorang tidak terpancang kepada dunia, maka hatinya bersinar terang penuh hikmah dan anggota badannya saling menolong dalam beribadah.”

Kedua, sikap zuhud akan membuat Anda semakin berharga, berkedudukan tinggi dan bertambah mulia. Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya: “Dua rakaat yang dikerjakan oleh seorang alim dan berhati zuhud lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada amal yang dikerjakan oleh ahli ibadah sepanjang hidupnya secara terus menerus.”

 

Apabila ibadah yang bisa bertambah mulia dan banyak karena zuhud, maka sudah seharusnya orang yang ingin beribadah bersikap zuhud dan berpaling dari dunia.

 

Jika Anda bertanya: “Apakah arti zuhud di dunia dan bagaimana cara yang benar untuk melakukannya?”

 

Jawabnya adalah: Menurut para ulama, zuhud dibagi menjadi dua. Zuhud yang berada di bawah kemampuan manusia dan zuhud yang berada di luar jangkauan kemampuan manusia.

 

Zuhud yang berada di bawah kemampuan manusia terbagi menjadi tiga:

 

1 Tidak mencari-cari sesuatu yang tidak menjadi milikinya.Membagikan apa yang telah terkumpul kepada orang lain.

Di dalam hati tidak menghendaki dunia dan herusaha mendapatkannya.

Zuhud yang berada di luar jangkauan kemampuan seorang hamba adalah segala sesuau yang tidak bisa mempengaruhi hati agar berpaling dari ibadah.

Perlu diketahui pula bahwa sebenarnya zuhud yang mampu dilakukan oleh seorang hamba adalah permulaan dari munculnya zuhud yang berada di luar batas kemampuan zuhud sesuai dengan kemampuannya seperti tidak mencari sesuatu yang tidak dimilikinya, mau berbagi kesenangan dengan apa yang ia miliki, tidak berhasrat dan memilih dunia serta dikerjakan karena Allah, mengharap keagungan pahala yang diperoleh dengan banyak mengingat bahaya yang ditimbulkannya (dunia), maka hal itu pasti akan membuatnya bersikap masa bodoh terhadap dunia, Dan menurutku “sikap masa bodoh” inilah zuhud yang sebenarnya.

Kemudian ketahuilah bahwa yang terberat di antara ketiganya adalah membuang keinginan dari hatinya.

Banyak orang yang secara lahir meninggalkan dunia tapi dalam batin tetap menginginkannya. Jadi, ia hanya tenggelam dalam pergulatan dan penderitaan yang melelahkan dirinya sendiri. Dan segala persoalan zuhud sebenarnya bermuara pada “sikap masa bodoh terhadap dunia” ini.

Bukankah Allah Swt. telah berfirman:

Artinya: “Itulah negeri akhirat. Kami menjadikannya untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi.” (Q.S. Al-Qashshaash: 83)

Allah menyandarkan hukum pada “tidak adanya keinginan”, bukan “tidak mencari tahu” atau tidak mewujudkan keinginan.”

Juga firman Allah berikut ini:

Artinya: “Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat, maka akan Kami tambahkan keuntungan tersebut baginya. Dan barangsiapa menghendaki keuntungan dunia, maka Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tiada sedikitpun bagian di akhirat untuknya.” (Q.S. Asy-syuraa: 20)

 

Firman Allah:

Artinya: “Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (di dunia – ini), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki.” (Q.S. Al-Israa’: 18)

 

Dan firman-Nya pula:

Artinya: “Dan barangsiapa menghendaki kehidupan di akhirat dan berusaha dengan sungguh-sungguh ke arah itu, sedang ia seorang mukmin, maka mereka itulah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik. “(QS.5 Al-lsraa 19)

Bukankah Anda tahu bahwa semua petunjuk tersebut menuju ke masalah iradah (keinginan)? Karenanya, dalam keadaan seperti Wu nadah amatlah penting. Akan tetapi jika hamba tersebut tekun dan rajin melakukan dua hal yang pertama, yaitu membagi (harta yanp dimiliki) dan tidak mencari-cari (harta yang bukan miliknya), maka ia masih bisa mengharap anugerah dari Allah agar Dia memberikan taufik untuk menolak keinginan.

Adapun pilihan itu berasal dari hati, karena sesungguhnya Dia (Allah) Maha Memberi anugerah dan Maha Mulia.

Kemudian, hal yang dapat memotivasi Anda agar tidak mencari-cari perkara yang tidak ada dan memberikan yang sudah menjadi milik kita serta dapat memudahkan hal tersebut adalah mengingat akibat buruk yang ditimbulkan dunia serta kekurangan-kekurangannya.

Telah banyak ulama yang membicarakan tentang hal ini. Di antaranya adalah ucapan seorang ulama berikut ini: “Kutinggalkan dunia karena manfaatnya hanya sedikit, sangat melelahkan, mudah (cepat) rusak dan kehinaan orang yang menjadikannya sebagai teman.”

Guru kami (Abu Bakr Al-Warraaq) berkata: “Pertanyaan seperti ini memang benar tapi masih semerbak berbau cinta. Sebab orang yang mengeluhkan suatu perpisahan tentu merasa senang bila bertemu kembali. Dan barangsiapa meninggalkan sesuatu karena adanya orang lain yang ikut memilikinya tentu akan merasa senang jika ia memilikinya sendirian. Oleh karena itu, ungkapan yang paling tepat adalah apa yang diutarakan oleh guru karhi: Sesungguhnya dunia ini adalah musuh Allah sedang Anda orang yang mencintainya, dan barangsiapa mencintai seseorang tentu akan ikut membenci musuh kekasihnya.”

Al-Ghazali berkata: “Sesungguhnya dunia berasal dari kotoran bangkai. Tidakkah Anda lihat dunia berakhir dengan keadaan kotor, binasa, rusak dan habis. Tapi karena bangkai tersebut diperciki wewangian dan dibungkus dengan perhiasan, maka orang-orang yang lalai menjadi tertipu dengan melihat sisi luarnya. Dan orang-orang yang sempurna akalnya akan pergi menghindar darinya.”

Jika ada pertanyaan: “Bagaimana hukumnya zuhud (meninggalkan dunia)? Wajib atau sunat?”

 

Ketahuilah bahwa zuhud bagi kami ditujukan pada barang halal dan haram. Meninggalkan yang haram hukumnya wajib. Sedangkan meninggalkan yang halal hukumnya sunat.

Kedudukan barang haram bagi orang-orang yang istiqamah dalam ketaatannya sama persis dengan bangkai yang menjijikkan. Mereka tidak mengambilnya kecuali dalam keadaan terpaksa dan hanya sekedar menolak datangnya bahaya.

Zuhud terhadap sesuatu yang halal adalah kedudukan yang dimiliki oleh para “Wali Abdal.” Bagi mereka barang halal itu seperti bangkai. Mereka tidak mengambilnya kecuali sekedar yang harus dimakan. Sedangkan barang haram bagi mereka sama dengan api. Tidak sedikitpun hati mereka tergerak untuk mendapatkannya. Inilah yang dinamakan buruudah (dinginnya hati). Artinya orang-orang yang berzuhud tentu memupus keinginannya terhadap dunia, menganggapnya kotor dan sangat mengingkarinya. Di dalam hatinya sedikitpun tidak tersisa pilihan atau keinginan untuk mmendapatkannya.

Jika Anda berkata: “Bagaimana mungkin dunia yang penuh kelezatan, menakjubkan dan banyak dicari oleh orang banyak bisa disamakan dengan api atau bangkai yang menjijikkan, kotor dan berubah, sementara diri dan tabiat kita tidak berubah?”

Ketahuilah bahwa orang yang diberi taufik secara khusus dan mengetahui bahwa pada dasarnya dunia itu rusak dan kotor, tentu dunia itu baginya sama dengan bangkai. Orang yang mengagumi masalah ini tak lain hanyalah para pecinta dunia yang tidak melihat cacat dan keburukannya, orang-orang yang tertipu dengan keadaan luar dan hiasannya. Aku akan memberikan berbagai perumpamaan tentang mereka yang beranggapan bahwa dunia itu seperti bangkai.

Ada seseorang yang membuat jenang dengan bahan lengkap seperti gula dan lain lain. Lalu ia memasukkan racun yang mematikan ke dalam adonan tersebut. Saat itu ada seseorang melihat kejadian tersebut dan ada seoranp lapi yang tidak melihatnya. Selanjutnya jenang tersebut diletakkan di hadapan kedua orang ini setelah dihias dan dipercantik. Orang yang melihat bahwa jenang itu telah dibumbuhi racun tentu tidak akan menginginkannya. Sedikitpun di dalam hatinya tidak terbersit keinginan untuk mengambil meski apapun keadaannya. Baginya jenang tersebut seperti api dan bahkan lebih dari itu karena ia tahu ada kebinasaan di dalannya. Ia tidak tertipu dengan keadaan luar dan hiasannya.

Sedangkan yang satunya, yakni orang yang tidak melihat pembuatan jenang tersebut pasti tertipu dengan keadaan luarnya yang telah dipercantik. Dia sangat menginginkan jenang itu dan bahkan dalam hal ini ia menganggap kawannya yang tidak mau mengambil sebagai orang bodoh.

Seperti inilah perumpamaan barang-barang dunia yang haram di mata orang-orang yang melihat sesuatu dengan mata hati serta istiqamah dan di mata orang-orang bodoh yang mencintai dunia.

Seandainya orang yang membuat jenang ini tidak membubuhkan racun tapi hanya meludah atau memberinya ingus kemudian memberi wewangian dan menghiasnya, orang yang melihat perbuatan itu tentu merasa jijik dan tidak mau memakannya. Ia tidak mau mengambilnya kecuali dalam keadaan sangat terpaksa dan amat membutuhkannya. Sedangkan orang yang tidak menyaksikan pembuatan jenang tentu tidak tahu apa yang terjadi padanya. Ia tertipu dengan keadaan luarnya, sangat menginginkannya, merasa asyik, kagum dan menyukainya.

Seperti inilah perumpamaan barang-barang dunia yang halal di mata dua golonngan, yakni orang-orang yang waspada (melihat sesuatu dengan mata hati) serta istiqamah dan di mata orang: orang yang mencintai dunia serta lalai.

Keadaan dua orang yang berwatak dan berperawakan sama ini berbeda hanya karena kewaspadaan dan pengetahuan yang dimiliki salah satu dari keduanya dan kebodohan serta ketertutupan hati yang dimiliki orang kedua.

Seandainya orang yanp mnenyukai dunia Ini tahu dan melihat apa yang diketahui oleh zahid (orang yang tidak menyukai dunia) tentu ia pun tidak merasa suka sama dengan si zahid. Seandainya zahid itu tidak tahu dan melihat apa yang tiduk diketahui oleh orang orang yang menyukai dunia tentu ia pun akan menyukainya dan sama dengan orang tersebut.

Dengan demikian, Anda pun tahu bahwa perbedaan itu hanya karena adanya kewaspadaan dan tidak terletak pada watak.

Semua ini merupakan inti permasalahan yang berguna, suatu keterangan yang benar dan bisa dicerna oleh orang berakal serta orang yang sadar.

Hanya Allah yang menguasai petunjuk dan taufik dengan anugerah-Nya. Jika ada yang mengatakan: “Mau tidak mau kita harus mengambil harta dunia ini sekedar menjadikannya sebagai penguat. Lalu bagaimana cara berzuhud dalam hal itu?”

Ketahuilah bahwa zuhud itu terletak pada kelebihan barang halal. Yakni sesuatu yang tidak dibutuhkan untuk menegakkan organ tubuh. Jadi, yang dimaksudkan di sini adalah kekuatan tubuh sehingga bisa beribadah kepada Allah, bukan makan, minum dan merasakan kelezatan.

Bila Allah menghendaki, maka Dia akan menegakkannya dengan suatu sebab. Dan bila menghendaki, maka Dia juga bisa menegakkannya tanpa sebab seperti halnya para malaikat.

Kemudian jika ingin menegakkannya dengan suatu sebab, bolehjadi Dia menegakkannya dengan sesuatu yang Anda peroleh atau dengan sesuatu yang Anda usahakan. Tapi bisa juga dengan hal lain yang diberikan-Nya tanpa pernah Anda perkirakan dan tanpa Anda cari sebagaimana firman Allah:

Artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah maka Dia akan muanjadikan untuknya jalan keluar (dari kesulitan) dan memberinya rezeka dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Q.S. Ath-Thalaaq: 2-3)

 

Jika itu yang terjadi, Anda sama sekali tidak perlu mencari dan menginginkannya.

Apabila Anda tiba-tiba merasa tidak mampu melakukan zuhud seperti itu dan berusaha mendapatkan dunia, maka niatilah pencarian dunia itu sebagai persiapan dan mencari kekuatan untuk beribadah, bukannya menuruti keinginan syahwat dan mencari kelezatan. Sebab jika Anda niatkan untuk persiapan dan mencari kekuatan untuk ibadah, maka pencarian dan keinginan tersebut pada hakekatnya adalah kebaikan dan mencari akhirat, bukan mencari dunia. Dan hal itu tidak akan mengurangi kedudukan zuhud Anda.

Pahamilah keterangan ini! Semoga Anda mendapat petunjuk.

 

 

Rintangan Kedua: Makhluk .

Hendaklah Anda menyendiri dari masyarakat. Hal itu harus dilakukan karena dua hal:

Pertama, Lingkungan masyarakat akan membuat Anda sibuk dan melupakan ibadah kepada Allah sesuai dengan apa yang diceritakan seorang ulama bahwa beliau berkata: “ Aku berjalan dan menemukan sekelompok orang yang sedang memanah. Sementara itu ada seseorang yang duduk agak jauh dari mereka dan aku bermaksud mengajaknya berbicara. Akan tetapi ia berkata: “Aku lebih tertarik mengingat (dzikir) Allah ketimbang pembicaraanmu.’ Aku berkata: “Apakah Anda sendirian? Dia menjawab: ‘Aku bersama Tuhan dan dua malaikat (pencatat amal)ku’ Aku bertanya: Siapa yang menang di antara mereka? ia menjawab: ‘Orang yang diampuni Allah. Aku bertanya: ‘Di mana jalan untuk mendapatkannya? Dia menunjuk dengan tangannya ke arah langit dan meninggalkanku seraya bergumant ‘Kebanyakan makhluk telah melupakan-Mu. ”

Dengan demikian, masyarakat akan membuat Anda sibuk dan meninggalkan ibadah, menghalangi Anda atau bahkan menjerumuskan ke dalam perbuatan buruk dan merusak yang dikatakan oleh Hatim Al-Asham rahimahullah: “ Aku berusaha mendapatkan lima hal dari masyarakat tapi tidak bisa menemukannya. Aku berusaha agar mereka berbuat taat dan berzuhud tapi mereka tidak melakukannya. Aku berkata: “Jika kalian tidak melakukannya, maka tolonglah agar aku bisa melakukannya” dan mereka pun tidak melakukan hal itu. Lalu aku berkata: “Relakan kalau aku melakukan hal itu.” Mereka juga tidak merelakanku. Aku berkata: “Jangan mencegahku menjalani keduanya.” Mereka malah mencegahku. Aku berkata: “Jangan mengajakku melakukan sesuatu yang tidak diridai oleh Tuhan yang Maha Agung dan jangan memusuhi bila aku tidak mengikuti kalian”. Mereka juga tidak melakukannya. Maka aku pun meninggalkan mereka dan sibuk mengurusi diri sendiri secara khusus.

Ketahuilah wahai saudarakuseagama! Sesungguhnya nabimu Muhammad Saw. telah menggambarkan masa ‘uzlah, menerangkan sifat-sifatnya dan juga sifat-sifat orang menjalaninya serta memerintahkan agar mengasingkan diri pada masa itu. Tak diragukan lagi bahwa beliau lebih tahu yang terbaik dan lebih memberi nasehat kepada kita dibanding diri kita sendiri.

Oleh karena itu, jika Anda mengalami masa seperti yang telah diterangkan, maka ikutilah perintah beliau dan terimalah nasehatnya. Jangan ragu! Beliau adalah orang yang lebih mengerti apa yang terbaik buat Anda di masa yang Anda alami. Jangan membuat alasan yang tidak benar dan membohongi diri sendiri. Jika tidak, maka Anda akan binasa dan tidak lagi memiliki alasan.

Gambaran di atas adalah keterangan yang terdapat di dalam hadis riwayat Abdullah bin Amr bin “Ash r.a. Beliau berkata: “Suatu saat kami berada di sekeliling Rasulullah Saw. ketika membahas masalah fitnah. Beliau bersabda:

Artinya: “(Masa itu akan datang) jika kalian telah melihat manusia mengumbar janji, meremehkan kepercayaan dan sudah seperti ini (beliau menjalin kedua tangannya). Abdullah bertanya, “Apa yang harus kuperbuat di masa itu?” Beliau menjawab, ‘Teteplah tinggal di rumah, kendalikan pembicaraanmu, ambil apa yang telah kau ketahui sisi baiknya dan tinggalkan apa yang kau ingkari. Hendaklah kamu mengurus yang khusus (diri sendiri) dan meninggalkan urusan orang lain.”

Dalam hadis lain diterangkan bahwa beliau bersabda:

Artinya: “Masa tersebut adalah hari-hari yang penuh pertikaiat Ada yang bertanya, “Apakah yang dimaksud dengan hari-har! pertikaian?” Beliau bersabda:, “Yaitu hari ketika seseorang tidak merasa aman dari teman duduknya.”

Ibnu Mas’ud menerangkan bahwa dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Al-Harits bin ‘Umairah beliau Saw. Bersabda:

Artinya: “Jika kamu dianugerahi umur panjang, maka akan datang padamu masa yang ketika itu benyak tukang pidato tapi sedikit yang berilmu, banyak orang yang meminta tapi sedikit yang memberi. Dan pada saat itu hawa nafsu menjadi penarik dalam menuntut ilmu.”

Al-Harits bertanya: “Kapan itu terjadi ya Rasulullah?

 

Beliau bersabda:

 

Artinya: “Nanti ketika salat berjamaah telah dimatikan (ditinggalkan), (uang) suap telah diterima dan agama dijual dengan harga murah. Kalau sudah begitu maka carilah keselamatan. Kasihan kamu! Carilah keselamatan.”

Semua yang disebut dalam hadis ini sudah Anda lihat dengan mata kepala pada zaman di mana Anda hidup. Karena itu, kasihanilah diri Anda.

Para salafash-shaalih telah sepakat untuk memelihara diri dari zaman mereka yang penuh fitnah dan orang-orang yang hidup di zaman itu, memilih nengasingkan diri, menganjurkannya dan saling mengingatkan tentang (zaman) itu.

Tak diragukan lagi bahwa mereka adalah orang-orang yang lebih waspada dan pemberi nasehat. Dan lagi masa setelah mereka tidak akan menjadi lebih baik dari sebelumnya bahkan lebih buruk dan lebih pahit.

Pendapat ini kuambil dari apa yang dikatakan oleh Yusuf Al. Ashbath. Beliau berkata: “Aku mendebgar bahwa Sufyan Ats. Tsauri mengatakan: ‘Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Telah dihalalkan ‘uzlah (menyendiri) di masa sekarang ini.”

Menurutku jika ‘uzlah telah dihalalkan di zaman beliau, maka di zaman kita sekarang ini tentu telah menjadi suatu kewajiban. Diceritakan dari Sufyan Ats-Tsauri juga bahwa beliau menulis surat kepada Abbad Al-Khawash rahimahullah: “Amma ba’du. Sesungguhnya kamu (hidup) di suatu zaman yang diminta oleh para sahabat Rasulullah agar mereka tidak mengalaminya. Menurutku mereka memiliki pengetahuan yang tidak kita miliki. Lalu bagaimana dengan kita jika harus mengalaminya, sementara pengetahuan, kesabaran dan orang yang menolong kebaikan kita hanya sedikit. Dunia kita semakin keruh dan manusia semakin rusak. Dan sesungguhnya sahabat Umar Al-Khaththab telah mengatakan bahwa ‘uzlah membuat kita merasa nyaman danjauh dari pergaulan buruk.’ ”

 

Dalam hal ini ada penyair yang mengatakan:

Masa sekarang adalah masa yang kita semua telah diingatkan darinya dalam ucapan Ka’ab dan Ibnu mas’ud, suatu masa yang pada saat itu seluruh kebenaran ditolak sedangkan kezaliman dan perampasan hak tak lagi ditolak.

Saat itu kebutaan dan ketulian bercampur menjadi satu.

Iblis naik dan turun.

Jika masa ini terus berlanjut dan tidak berganti dengan masa yang baru, niscaya tidak ada orang menangis saat ada kematian dan bahagia saat ada kelahiran.

 

Aku mendengar berita bahwa Sufyan bin ‘Uyainah berkata: “Aku berkata kepada Sufyan Ats-Tsauri, “Berilah aku wasiat!” Beliau menjawab, “Kurangi mengenal manusia! Aku berkata, ‘Semoga Allah memberikan rahmat padamu. Bukankah Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Artinya: “Perbanyaklah mengenal manusia.”

Karena setiap orang yang beriman itu berhak memiliki syafaat?” Sufyan menjawab, “Tidak. Kukira kamu tidak tahu benar bahwa apa yang kamu benci tak lain berasal dari orang yang kamu kenal. Aku berkata, Apa yang Anda katakan memang benar.”

Kemudian beliau (Sufyan) wafat dan aku bertemu dengannya dalam mimpi dan menanyakan berbagai masalah. Kemudian aku bertanya: “Wahai Abu Abdillah! Berilah aku wasiat! Beliau menjawab, Kurangi mengenal manusia semampu mungkin karena menyelamatkan diri dari mereka teramat sulit.”

Ada ulama yang menggubah syair bernada sama dengan isi hadis di atas:

Semenjak kepalaku beruban tiada hentinya aku menyelidiki masyarakat dan ingin mencari tahu tentang mereka.

Ternyata aku tidak mengenal mereka selain kemudian mencela.

Semoga Allah membalas dengan kebaikan kepada orang yang tidak kukenal.

Aku tidak memiliki dosa yang paling kubenci selain karena aku mencintai orang yang tidak mau sadar.”

Sufyan bin ‘Uyainah berkata: “Ada yang mengatakan bahwa Sufyan Ats-Tsauri menulis seperti di bawah ini di atas pintu rumahnya:

Artinya: “Semoga Allah membalas dengan kebaikan kepada orangorang yang tidak mengenalku dan tidak membalas dengan itu kepada teman-temanku, karena belum pernah disakiti kecuali oleh mereka.”

Para ulama melantunkan syair yang senada dengan ucapan Sufyan Ats-Tsauri sebagai berikut:

Semoga Allah membalas dengan kebaikan kepada orang-orang yang antara aku dengannya tidak ada hubungan cinta dan saling kenal mengenal, karena aku belum pernah merasa susah dan sakit hati kecuali kecuali karena orang yang kucintai dan orang yang kukenal.

Fudhail bin Iyadh berkata: “Sekaranglah saatnya. Pelihara lisanmu, sembunyikan tempat tinggalmu, obati hatimu, ambil apa yang kau ketahui baik dan tinggalkan apa yang kau ingkari (belum diketahui kebaikannya).”

 

Sufyan Ats-Tsauri berkata: “Sekarang ini masanya untuk diam, tinggal di dalam rumah dan rela dengan makanan seadanya sampai kamu mati.”

Diceritakan dari Dawud Ath-Thaai. Beliau berkata: “Puasalah sejak di dunia dan jadikan akhirat sebagai saat berbuka. Larilah dari manusia seperti saat kamu lari dari singa.”

Diceritakan dari Abu ‘Ubaidah. Beliau berkata: “Aku sama sekali belum pernah melihat ahli hikmah selain ia bekata kepadaku sesaat setelah menyudahi pembicaraannya, Jika kamu lebih suka tidak dikenal di tengah masyarakat, maka kamu akan mendapat tempat di sisi Allah.”

Hadis yang membicarakan masalah ini teramat banyak sehingga tidak bisa termuat seluruhnya di dalam kitab ini. Kami telah menyusun sebuah kitab tersendiri yang kami namakan dengan kitab “Al-Akhlaaq Al-Abraar wan-Najaat minal Asyraar.” Pelajarilah kitab tersebut niscaya Anda akan menemukan berbagai keajaiban di dalamnya.

Orang berakal cukup dengan diberi isyarat. Allah-lah yang menguasai taufik dengan petunjuk dan anugerah-Nya.

Kedua, mereka (masyarakat) dapat merusak ibadah yang sudah Anda kerjakan jika tidak dipelihara oleh Allah, karena apa yang diperlihatkan kepada mereka termasuk ajakan riya dan menghias diri.

Benarlah apa yang dikatakan Yahya bin Mw’adz Ar-Raazi: “Pandangan manusia adalah hamparan riya.”

Orang yang berzuhud benar-benar takut terhadap diri mereka dari arti semacam ini sehingga mereka meninggalkan pertemuan dan saling berkunjung.

Diceritakan dari Harim Bin Hayan bahwa beliau berkata pada Uwais Al-Qarani: “Hai Uwais! Sambunglah persaudaraan padaku dengan kunjungan dan pertemuan. Uwais menjawab: “ Aku telah menyambung persaudaraan padamu dengan sesuatu yang lebih bermanfaat ketimbang keduanya, yakni doa dalam keadaan sunyi dan menyendiri, karena sesungguhnya kunjungan dan pertemuan hanya akan menampakkan hiasan dan riya.”

Saat Ibrahim bin Adham mengadakan kunjungan, Sulaiman Al-Khawash ditanya: “Apakah Anda tidak datang kepada beliau?” Sulaiman menjawab: “Sungguh, seandainya aku bertemu setan durhaka, maka hal itu lebih aku sukai daripada bertemu dengannya.”

Orang-orang tidak mempercayai hal itu, lalu Sulaiman berkata: “Aku takut kalau saat bertemu beliau aku menghias (mempermanis) untuknya, dan saat bertemu setan aku bisa mencegahnya.”

 

Guruku Abu Bakr Al-Warraq pernah bertemu seorang arif, lalu keduanya saling mengingatkan dalam waktu cukup lama. Di akhir perbincangan mereka berdoa. Guruku berkata kepada orang arif tersebut: “Aku tidak mengira bisa duduk di dalam suatu majlis yang lebih kuharap kebaikannya dari majlis ini.” Lalu orang arif tersebut berkata pada beliau: “Akan tetapi aku tidak duduk dalam suatu majlis yang lebih kutakutkan dari majlis ini. Bukankah Anda sengaja membaik-baikkan pembicaraan dan pengetahuan lalu mengutarakanya padaku dan memperlihatkannya untukku? Aku pun demikian juga. Jadi sebenarnya telah terjadi perbuatan riya.” Lalu guruku menangis dalam waktu cukup lama dan kemudian pingsan. Setelah siuman beliau membuat perumpamaan dengan syair-syair berikut ini:

Alangkah celakanya diriku karena tempat berdiri yang tidak lebih mengkhawatirkan dari pada saat Dzat yang Bijaksana mengadili.

Aku memperlihatkan kedurhakaanku kepada Allah, sementara selain Dia tiada yang menyayangiku.

Wahai Tuhanku! Berikan ampunan-Mu atas orang-orang yang berdosa dan yang berlebihan. Ingatlah bahwa ia telah menyesal, dan berdoa saat malam telah menjadi gelap:

‘Ah dosaku, dosa yang ditutupi oleh Tuhan yang Maha mengetahui.

Demikian ini keadaan orang yang ahli zuhud dan riyadhah dalam perjumpaan mereka. Lalu bagaimana keadaan orang-orang yang menyukai dunia dan ahli berbuat bathil, atau ahli berbuat buruk dan orang-orang bodoh?

Ketahuilah bahwa zaman telah menjadi sangat rusak, dan manusia mengalami banyak bahaya karena mereka sibuk dan melupakan ibadah kepada Allah, sampai-sampai Anda hampir tidak bisa melakukan ibadah. Lalu mereka merusak apa yang telah Anda dapatkan sehingga hampir saja ibadah yang Anda lakukan tidak selamat.

Karena itulah Anda harus ber’uzlah, menyendiri dari orang banyak dan memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan zaman ini beserta seluruh penghuninya.

Allah-lah yang memelihara dengan anugerah dan rahmatNya.

Jika ditanyakan: “Bagaimana hukumnya ‘uzlah dan menyendiri? Terangkanlah tingkatan-tingkatan manusia dalam hal ini dan batasan yang wajib di dalamnya.”

Ketahuilah bahwa dalam hal ini manusia ada dua macam. Pertama, orang yang tidak dibutuhkan oleh masayarakat dalam masalah ilmu dan keterangan tentang hukum. Yang terbaik bagi orang semacam ini adalah menyendiri. Jadi, ia tidak bergaul (berbaur) dengan mereka kecuali untuk salat Jum’at, berjamaah, salat Id, haji, majlis pengetahuan tentang sunat-sunat, atay kebutuhan hidup yang sudah menjadi kewajibannya. Kalau bukan untuk hal semacam ini sebaiknya ia menutup diri dan tetap menjadi orang yang tidak mengenal dan tidak dikenal.

Namun jika orang semacam ini lebih suka memutuskan hubungan dengan masyarakat, maka hendaklah ia tidak pernah mencampuri mereka dalam urusan apapun, baik dalam urusan agama, dunia, salat jamaah, salat Jum’at atau ibadah selain keduanya, karena adanya kebaikan yang terlihat dalam hal ini. Sebab ia hanya boleh meninggalkan jamaah dan lain-lain karena satu dari dua hal Yaitu adakalanya karena ia berada di suatu tempat yang di situ ia tidak berkewajiban melakukan hal-hal fardu (misalnya salat Jum’at dan berjamaah) seperti berada di puncak gunung, di dasar lembah dan lain sebagainya. Mungkin inilah salah satu alasan yang menarik para ahli ibadah ke tempat-tempat yang jauh dari masayarakat.

Adakalanya karena ia benar-benar merasa yakin bahwa bahaya yang ditemui bila bercampur dengan masyarakat saat melakukan hal-hal fardu ini lebih besar daripada meninggalkannya. Saat itulah ia memiliki alasan untuk meninggalkannya.

Aku benar-benar melihat di Mekkah ada seorang guru yang menyendiri. Ia tidak mendatangi Masjidil Haram untuk berjamaah meski tempat tinggal beliau berdekatan dan tidak dalam keadaan sakit.

Pada suatu hari aku memperbincangkan hal itu ketika sering mengunjungi beliau. Beliau mengemukakan alasan seperti yang kuterangkan di atas, yakni pahala yang beliau dapatkan tidak sesuai dengan dosa-dosa dan tuntutan saat pergi ke masjid dan bertemu dengan masyarakat.

Kesimpulannya adalah orang yang memiliki uzur tidak bisa dicela, sedangkan Allah Maha Tahu dengan uzur tersebut. Dan Dia adalah Dzat yang lebih mengetahui isi hati.

Namun jalan tengah dalam masalah ini adalah cara pertama, yaitu hendaknya ia bergabung dengan masyarakat dalam melakukan salat Jum’at, berjamaah, dan berbagai kebaikan serta memisahkan diri dari mereka dalam hal selain itu.

Jika ia lebih senang memilih jalan kedua, yakni memutuskan diri dari masyarakat secara total, maka cara yang harus ditempuh adalah pergi ke tempat yang di sana ia tidak dihadapkan pada fardu-fardu ini. Sebab jalan ketiga yakni bersatu dengan masyarakat di satu kota dan tidak menghadiri salat Jum’at dan berjamaah karena alasan dosa atau tuntutan-tuntutan untuknya, membutuhkan pemikiran mendalam dan pertimbangan yang matang sehingga kewajiban itu gugur baginya. Dalam hal ini kekhawatiran melakukan kesalahan masih ada. Jadi, dua hal yang pertama itu lebih menyelamatkan dan memelihara dirinya.

Hanya Allah yang menguasai petunjuk dengan anugerahNya.

Kedua orang yang menjadi panutan di bidang ilmu pengetahuan, masyarakat membutuhkannya untuk menerangkan masalah agama, menjelaskan kebenaran, menolak pembuat bid’ah, mengajak berbuat baik dengan menggunakan perbuatan ataupun ucapan dan sebagainya.

 

Orang semacam ini tidak dibenarkan mengasingkan diri dari masyarakat, bahkan ia harus menempatkan diri di tengah-tengah mereka sebagai pemberi nasehat kepada makhluk Allah, pembela agama dan pemberi penerangan tentang hukum-hukum Allah.

Kami telah meriwayatkan dari Rasulullah Saw. Beliau bersabda:

Artinya: “Ketika perbuatan-perbuatan bid’ah telah nampak dan orang yang alim berdiam diri, maka ia berhak menerima laknat dari Allah.”

Ini terjadi bila orang alim tersebut berada di tengah-tengah mereka. Dan bila ia keluar dari kalangan mereka, maka ia pun tidak dibenarkan mengasingkan diri.

Diceritakan bahwa Al-Ustadz Abu Bakr bin Faurak bermaksud menyendiri dan beribadah kepada Allah seraya menjauh dari masyarakat.

Suatu ketika beliau berada di salah satu gunung saat mendengar suara yang memanggil: “Hai Abu Bakr! Ketika kamu telah menjadi bagian dari hujjah (pemberi keterangan) Allah kepada makhluk-Nya, maka kamu meninggalkan hamba-hamba Allah.” Lalu beliau kembali (ke masyarakat). Dan karena itulah beliau bergaul dengan masyarakat.

Makmun bin Ahmad mengatakan kepadaku bahwa Al-Ustadz Abu Ishag berkata kepada orang-orang ahli ibadah di gunung Lebanon: “Wahai para pemakan rumput! Kenapa kalian meninggalkan umat Muhammad di tengah-tengah para pembuat bid ah, sementara di sini kalian sibuk makan rumput?” Mereka manjawab: “Kami tidak mampu menemani masyarakat. Karena Allah telah memberi Anda kekuatan, maka Andalah yang harus melakukan itu.”

Setelah kejadian itu, Beliau (Abu Ishag) menyusun salah satu kitabnya (yang berjudul) Al-Jaami’ lil Jaliy wal khafty (kitab yang mengumpulkan antara hal yang terang dan hal samar).

Orang-orang (di gunung Lebanon) ini di samping memiliki banyak ilmu juga memiliki banyak amal dan pandangan yang lembut dalam meniti jalan akhirat.

Ketahuilah bahwa orang yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam bidang agama seperti ini, untuk bergaul dengan mereka, ia membutuhkan dua hal yang amat sulit:

Kesabaran yang amat lama, santun yang agung dan pandangan lembut serta selamanya memohon pertolongan kepada Allah.

Dalam beribadah hendaknya ia menyendiri dari mereka, meskipun secara lahir berkumpul. Bila mereka mengajaknya berbincang-bincang, maka ia pun berbicara pada mereka. Jika meraka berkunjung, maka ia harus memuliakannya sesuai kedudukan dan kesyukuran mereka. Jika mereka diam dan berpaling darinya, ia harus mengambil keuntungan perbuatan itu dari mereka. Jika mereka berbuat benar dan baik, maka ia harus membantu. Jika mereka berbuat sesuatu yang tak berguna dan berbuat buruk, ia harus meninggalkan mereka, bahkan jika ada kemungkinan mereka menerima larangan dan pencegahan, ia harus mencegah dan melarang. Kemudian ia juga harus memenuhi hak-hak mereka seperti berkunjung, menengok orang sakit, dan memenuhi undangan yang di sampaikan padanya semampu mungkin, tidak meminta balasan yang setimpal dari mereka dan mengharapnya. Ia tidak menampakkan kekecewaan karena tidak mendapat imbalan. Ia menggelar pemberian untuk mereka dan menahan diri tidak menerima bila diberi. Ia harus menahan diri dari hal menyakitkan yang mereka lakukan, memperlihatkan kebahagiaan, memenuhi sendiri kebutuhanya dan mengusahakanya secara lahir batin.

Di samping semua itu ia juga perlu memperhatikan diri sendiri dan memberinya kesempatan beribadah secara khusus seperti yang dikatakan oleh Umar bin Al-Khaththabr.a.: “Jika aku tidur di malam hari tentu aku telah menyia-nyiakan diriku. Dan bila aku tidur di siang hari tentu aku menyia-nyiakan rakyat. Bagaimana aku harus tidur di antara keduanya?”

Berkenaan dengan artian yang semacam ini aku disodori beberapa bait syair sebagai berikut:

Jika kamu merasa senang berada di bawah petunjuk para imam, maka tempatkanlah dirimu di jalan yang mengantarmu pada berbagai kenyataan dengan hati yang tenang saat menghadapi hal-hal yang tidak disenangi disertai hati yang penuh kesabaran sebagai pencegah di dalam dada.

Lidahmu harus terjaga, pandanganmu terkendali, rahasiamu tersimpan hanya untuk Tuhan, dzikirmu tersembunyi, pintumu terkunci, bibirmu tersenyum, perutmu lapar, hatimu terluka, (dagangan) pasarmu tidak laku, keutamaanmu terpendam dan kekurangan (cacat)mu menyebar luas.

Setiap hari kamu mereguk kedukaan dari waktu dan saudara sementara hati tetap taat.

Siang hari kamu habiskan untuk sibuk mengurusi masyarkat tanpa imbalan.

Di waktu malam kamu sangat merindukan Tuhan tanpa ada yang tahu.

Untukmu malam ini. Ambillah sebagai sarana menyelamatkan diripada hari yang banyak orang bermuka masam dan sedikit yang mau menolong.

Memang benar. Secara lahir beliau berkumpul dengan masyarakat tapi hatinya tetapjauh dari mereka. Dan sumpah demi umurku. Hal itu adalah sesuatu yang teramat sulit dan kehidupan yang amat berat.

 

Dalam masalah ini guruku Abu Bakr Al-Warraq mengatakan dalam wasiat beliau: “Wahai anakku! Hiduplah kamu bersama orang yang hidup di zamanmu dan jangan mengikuti mereka.” Kemudian beliau berkata: “Betapa beratnya kehidupan ini. Berkumpul dengan orang-orang yang masih bernafas tapi mengikuti (perbuatan) orang-orang yang telah tiada (mati).”

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud r.a. Beliau berkata: “Bergabunglah dengan masyarakat. Tinggalkan mereka dengan menghadapkan hati kepada Allah. Danjangan melukai agamamu.”

Semua ini merupakan faedah yang sangat memuaskan.

Selanjutnya bila fitnah sudah bergejolak, susul menyusul satu sama lain, urusan agama terhalang (tidak terurus), masyarakat berpaling dari agama dan tidak mempedulikan hak-hak orang mukmin. Mereka tidak mencari orang yang alim, tidak memandang orang yang memberi faedah, dan urusan agama sama sekali tidak memberi manfaat pada mereka. Anda juga melihat fitnah yang sudah merata dan merembet kepada orang-orang khusus. Maka saat itulah orang yang alim memiliki alasan untuk ber’uzlah, menyendiri dan mengubur ilmunya. Dan aku takut kalau apa yang beliau katakan adalah zaman yang sulit sekarang ini.

Hanya Allah tempat memohon pertolongan. Dan kepada-Nya kita berserah diri.

Inilah hukum ‘uzlah dan mengasingkan diri dari masyarakat. Pahamilah dengan benar, karena kesalahan dalam hal ini adalah suatu masalah besar dan bahayanya juga tidak sedikit.

Jika dikatakan: “Bukankah Nabi Saw. telah bersabda:

Artinya: “Hendaklah kalian senantiasa berjamaah karena pertolongan Allah diberikan kepada jamaah. Dan setan, bagi manusia bagaikan serigala. Ia akan memakan kambing yang memencilkan diri dari teman-temannya.”

Beliau juga bersabda:

Artinya: “Sesungguhnya setan itu mendampingi orang yang menyendiri dan lebih menjauh dari dua orang (yang bersatu).”

Ketahuilah bahwa hadis semacam ini memang ada. Tapi ada juga hadis yang seperti di bawah ini:

Artinya: “Tetaplah tinggal di rumahmu, mengurus diri sendiri secara khusus dan tinggalkan urusan umum.”

 

Kemudian beliau memerintahkan ‘uzlah di zaman yang buruk. Dan tidak mungkin ada hadis Nabi yang bertentangan. Oleh karena itu, mau tidak mau kita harus menyatukan dua kebaikan dengan daya dan taufik-Nya.

Aku berpendapat bahwa sabda Nabi Saw.: “Tetaplah berjamaah” memiliki tiga kemungkinan:

Yang dimaksud dengan kata “berkumpul” dalam hadis tersebut adalah “berkumpul dalam urusan agama dan hukum”, karena tidak mungkin umat ini disuruh bersatu (berkumpul) dalam kesesatan. Jadi, menyimpang dari kesepakatan ulama dan menghukumi sesuatu menggunakan cara yang berbeda dengan apa yang menjadi pegangan jumhur ulama adalah perbuatan bathil dan sesat.

Sedangkan bila ia mengasingkan diri dari mereka untuk kebaikan agamanya, maka hal itu tidak berpengaruh apa-apa.

Maksud hadis tersebut adalah: Tetaplah berjamaah dengan cara tidak memisahkan diri dari mereka pada waktu salat Jum’at dan berjamaah, karena di dalamnya terdapat kekuatan agama, kesempurnaan Islam, serta (memancing) kemarahan orang-orang kafir dan orang-orang yang menyimpang dari agama. Jamaah semacam ini tidak pernah lepas dari berkah dan perhatian Allah dengan rahmat-Nya. Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa orang yang menyendiri adalah orang yang bergabung dengan masyarakat secara luas dalam hal kebaikan serta menjauhi mereka dalam pergaulan dan berdesak-desakan di bidang lain, karena di dalamnya terdapat bermacam kerusakan.

Hadis tersebut dilontarkan oleh beliau sebelum zaman fitnah kepada orang yang lemah di bidang agama. Adapun orang yang waspada dan berpegang kuat pada perintah Allah, saat melihat zaman fitnah seperti yang telah diperingatkan oleh beliau kepada seluruh umat dan memerintahkan mereka agar ber’uzlah pada masa itu tentu baginya yang terbaik adalah ‘uzlah. Sebab dari pergaulan akan muncul berbagai kerusakan dan bahaya. Dan alangkah baiknya bila ia tidak memutuskan diri dari perkumpulan Islam dan kebaikan-kebaikan secara umum. Dan bila ia ingin menyendiri dari masyarakat secara total, hendaklah ia menetap di puncak gunung atau di tengah gurun pasir demi kebaikan yang ja lihat dalam urusan agamanya.

Menurut pendapatku orang semacam ini di manapun berada tentu diberi kesempatan oleh Allah untuk mendatangi jamaahjamaah, salat-salat Jum’at dan pertemuan-pertemuan Islami yang lain.

Oleh karena itu, sebaiknya ia datang agar tidak kehilangan bagian dari semua itu, karena pertemuan-pertemuan tersebut memiliki tempat tersendiri di sisi Allah walaupun manusia kebanyakan telah berubah dan menjadi rusak.

Begitulah yang kudengar dari para Wali Abdal. Mereka selalu menghadiri pertemuan-pertemuan yang Islami di manapun pertemuan itu berada. Mereka berjalan dari satu tempat menurut kehendak mereka, karena bumi ini bagi mereka bagaikan satu telapak kaki (selangkah).

Dalam banyak hadis diterangkan bahwa bumi ini terlipat bagi mereka. Mereka saling memberi penghormatan. Mereka juga dikelilingi dengan bermacam kebaikan dan karamah (kemuliaan). Alangkah enaknya apa yang mereka dapatkan.

Semoga Allah memperbagus kesabaran orang lalai yang tiada melihat dirinya serta menolong orang yang mencari dan belum sampai ke tempat tujuan seperti kita ini.

Sungguh aku telah disodori beberapa bait syair yang menerangkan keadaanku sebagai berikut:

Orang-orang yang mencari telah berhasil mendapatkan apa yang mereka cari. Orang-orang yang ingin “wushul” (mencapai derajat di sisi Allah) sudah bisa wushul.

Dan para kekasih telah beruntung bisa bertemu dengan kekasihmya.

Tinggal aku sendiri yang bingung ke sana ke mari di antara batas “wushul” (sampai kepada Allah) dan “ijtinab” (menjauh dari-Nya).

Aku mengharap kedekatan dengan menjauhkan diri.

Ini adalah suatu hal yang menurut akal sehat tak mungkin terjadi.

Karena itu berilah seteguk minuman penghilang kegelisahan dari sisi-Mu ya Allah.

Tunjukkanlah keadaku jalan menuju kebanaran, wahai Pengobat segala yang sakit, wahai Dzat yang menyembuhkan luka dan Penyembuh penyakit penyakit kronis.

Aku tak tahu dengan apa kusembuhkan lukaku atau dengan apa kuraih keberuntungan di hari perhitungan.

Hendaknya sekarang kuhentikan keterangan ini dan kembali ke tujuan semula tentang ‘uzlah, karena saat ini aku telah benar benar keluar dari pokok bahasan kitab ini.

Jika ada yang mengatakan: “Bukankah Nabi Saw. telah bersabda:

Artinya: “Ketekunan ibadah umatku adalah duduk di masjid.” Bukankah di dalamnya ada larangan menyendiri?”

Ketahuilah bahwa hadis tersebut tidak dilontarkan di masa banyak fitnah seperti yang telah kami terangkan. Selain itu orang tersebut duduk di dalam masjid dan tidak mencampuri urusan mereka sehingga bila dilihat, dirinya bersama masyarakat tapi sebenarnya ia menyendiri dan jauh dari mereka.

 

Itulah makna yang terkandung di dalam ‘uzlah dan menyendiri yang telah kuterangkan, bukan menyendiri dengan tubuh dan tempat. Perhatikan hal ini. Semoga Allah memberimu rahmat.

Dalam hal ini Ibrahim bin Adham berkata: “Jadilah orang yang menyendiri di tengah masyarakat. Bersikaplah yang jinak pada Tuhanmu dan liarlah pada orang banyak (masyarakat).”

Jika ditanyakan: “Apa yang Anda katakan tentang tempattempat pendidikan para ulama akhirat, pondok-pondok para sufi yang mennempuh jalan akhirat dan bagaimana jika tinggal di dalamnya?”

Ketahuilah bahwa dalam hal ini, itulah cara paling mulia bagi ahli ilmu dan para mujtahid, karena dengan tinggal di dalamnya ja akan memperoleh dua faedah yang salah satunya adalah mengasingkan diri dari masyarakat, menyendiri dari pergaulan mereka, dan tidak ikut berebut di dalam urusan mereka.

Faedah kedua yaitu bisa bersama-sama dengan mereka dalam melakukan salat-salat Jum’at, salat berjamaah, dan memperbanyak syiar Islam. Dengan cara itu ia bisa memperoleh keselamatan yang didapat oleh orang-orang yang menyendiri. Dan juga memperoleh banyak kebaikan yang diberikan kepada masyarakat Islam pada umumnya, di samping keuntungan yang datang dari masyarakat seperti ketokohan (menjadi panutan), berkah dan nasehat. Dengan begitu tinggal di dalam pondok merupakan jalan tengah, keadaannya paling baik dan paling selamat.

Untuk mendapatkan yang seperti ini kebanyakan orang yang ‘arif tinggal di tengah masyarakat untuk memberikan kemanfaatan yang mereka miliki kepada hamba-hamba Allah di bidang agama, serta menekan tindakan yang menyakitkan mereka agar masyarakat melihat langsung budi pekerti dan tingkah laku mereka. Agar masyarakat bisa secara langsung mengikuti langkah mereka. Karena bahasa tindakan lebih mengena (fasih) ketimbang bahasa ucapan. Dengan begitu tempat-tempat tersebut bisa menjadi tempat penataan terbaik di bidang agama. Bisa menjadi tempat pengajian, beribadah dan tempat mencari pendapatpendapat yang kuat.

Jika dikatakan: “Apa yang harus dilakukan oleh seorang murid terhadap para mujtahid dan orang-orang yang berriyadhah? Berkawan dengan mereka ataukah menjauhi?”

Ketahuilah! Jika mereka masih menjalani cara hidup (mereka) yang mulia dan langkah mereka juga masih seperti yang mereka warisi dari para ulama pendahulu, maka mereka adalah saudara seiman yang paling agung, sahabat dan penolong untuk beribadah kepada Allah. Karena itu, Anda tidak boleh bersembunyi dan menyendiri dari mereka. Sebab seperti yang kudengar, mereka sama saja dengan ahli-ahli zuhud di gunung Lebanon dan lain sebagainya. Di antara mereka ada sekelompok orang yang saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Saling berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran.

Akan tetapi bila mereka telah mengubah langkah dan meninggalkan cara-cara hidup mereka, tidak mengikuti langkah langkah yang diwarisi dari para pendahulu mereka yang salehsaleh, maka mujtahid dan orang yang berriyadhah seperti ini, hidup bersama mereka hukumnya sama saja dengan hidup bersama orang lain (masyarakat umum). Yakni tetap harus mengasingkan diri, bergabung dengan mercka dalam urusan kebaikan dan menjauhi mereka dalam urusan lain serta kerusakan yang mereka timbulkan. Maka ia pun ber’uzlah (mengasingkan diri) dari orangorang yang ber’uzlah dan menyendiri, jauh dari orang-orang yang menyendiri.

Jika Anda bertanya: “Bagaimana kalau orang yang bersungguh-sungguh dan berriyadhah ini memilih keluar dari lingkungan mereka, pergi ke tempat lain yang dirasanya bisa mendatangkan kebaikan dirinya dan untuk menjauhi kerusakan yang timbul dari pergaulan bersama mereka.”

Ketahuilah bahwa tempat-tempat belajar dan pondok-pondok (para sufi) ini bagaikan benteng kuat yang akan membuat para mujthid terpelihara dari perampok dan pencuri agama. Adapun di luar lingkungan pondok baginya seperti gurun tempat berkeliling pasukan-pasukan setan berkuda dan siap menyambar serta menawannya.

Lalu bagaimana jika ia keluar dari pondok dan memberi kesempatan kepada musuh yang datang dari segala arah dengan bebas? Dalam keadaan seperi itu tak ada jalan lain bagi orang yang lemah seperti ini selain tetap tinggal di dalam benteng.

Sedangkan orang yang kuat dan waspada, yang tidak dapat dikalahkan oleh musuh dan merasakan kesamaan antara tinggal di dalam benteng dan di gurun, maka seandainya ia keluar tentu tidak perlu dikhawatirkan. Hanya saja bila tetap tinggal di dalam benteng, maka ia pun harus lebih berhati-hati dalam segala keadaan, sebab di luar benteng ia tidak akan merasa aman dari gangguan yang datang dengan tiba-tiba dan berkesempatan tinggal bersama kawan-kawan buruk.

Bila keadaaannya seperti ini, maka tinggal bersama orangorang pilihan Allah dan sabar menjalani payahnya pergaulan tentu lebih utama bagi orang yang berriyadhah dan berusaha mencari kebaikan walau dalam keadaan apapun.

Sedangkan orang telah kuat dan mencapai derajat istiqamah tidak memiliki alasan yang bisa mencegahnya untuk menyendiri dari mereka.

Pahami keterangan ini dan renungkanlah! Niscaya Anda beruntung dan memperoleh keselamatan.

 

Jika ada pertanyaan: “Bagaimana pendapat Anda tentang berkunjung pada saudara-saudara seiman dan bertemu dengan para sahabat untuk saling mengingatkan?”

Ketahuilah bahwa sesungguhnya berkunjung pada saudara-saudara seiman termasuk mutiara ibadah kepada Allah Swt. Di dalamnya terdapat pendekatan yang mulia kepada Allah dan bermacam faedah di samping kebaikan hati, tapi dengan dua syarat:

Kunjungan itu tidak terlalu sering dilakukan. Nabi Saw. bersabda:

Artinya: “Bekunjunglah dengan selang waktu, niscaya kecintaaan kepadamu akan bertambah.”

Memelihara hak-hak berkunjung dengan cara menjauhi riya, mempermanis ucapan, kata-kata yang tak berguna, menggunjing dan sebagainya yang akan menjerumuskan Anda dan sanak famili ke dalam kerusakan.

Dikisahkan bahwa Fudhail bin Iyadh dan Sufyan saling mengingatkan. Setelah itu keduanya menangis. Lalu Sufyar berkata: “Wahai Abu “Ali! Aku berharap kita tidak berkumpul dalam suatu majlis yang lebih kuharapkan kebaikannya dari majlis ini.” Lalu Fudhail menjawab: “Aku belum pernah duduk dalam suatu majlis yang lebih kutakutkan daripada majlis ini.” Sufya” bertanya: “Kenapa bisa begitu wahai Abu ‘ Ali?” Fudhail menjawab: “Bukankah Anda telah merancang perkataan yang terbaik dan membicarakannya kepadaku? Aku juga merancang pembicaraan yang terbaik dan mengutarakannya pada Anda Anda mempermanis mulut padaku dan aku pun mempermanis mulut untuk Anda.” Kemudian Sufyan-pun menangis.

Hendaklah pertemuan Anda dengan saudara-saudara seagama tersebut secukupnya saja, dilakukan dengan hati-hati dan pemikiran yang mendalam sehingga hal itu tidak merusak ‘uzlah dan pengucilan diri Anda dari masyarakat. Dan Anda tidak kembali dengan membawa bahaya serta kerusakan, tapi membawa banyak kebaikan dan manfaat yang besar.

Hanya Allah yang memberi taufik.

Jika Anda bertanya: “Apa yang bisa membangkitkan diriku untuk ber’uzlah dan dengan mudah bisa melaksanakannya?”

 

Ketahuilah bahwa yang mempermudah Anda untuk melaksanakannya ada tiga hal:

Pertama, menghabiskan seluruh waktu yang Anda miliki untuk beribadah. Karena di dalam ibadah tersebut terdapat suatu kesibukan, sementara beramah tamah dengan masyarakat termasuk tanda-tanda kebangkrutan.

 

Bila diri Anda terlihat ingin bertemu dengan masyarakat dan berbicara dengan mereka tanpa suatu kebutuhan dan tidak ada sesuatu yang mamaksa, maka ketahuilah bahwa itu termasuk fudhuul (sesuatu yang tidak bermanfaat) yang muncul karena terdorong oleh waktu yang kosong dan terlalu kagum saat mendapat kenikmatan.

Betapa indahnya syair tentang artian semacam ini:

Waktu kosong menuntunku pada keselamatan-Mu

Kadang-kadang orang yang menganggur berbuat sesuuatu yang tak berguna.

Bila Anda telah menjalani ibadah sebagaimana mestinya niscaya Anda merasakan manisnya bermunajat, merasa tenteram dengan kitab Allah, melupakan masyarakat dan tidak merasa nyaman berkawan serta berbicara dengan mereka.

Dalam sebuah hadis diceritakan bahwa pada saat Nabi Musa a.s. kembali dari bermunajat (kepada Allah), beliau menjadi gelisah dan tidak merasa nyaman bila harus berkumpul dengan masyarakat. Beliau memasukkan duajari tangan ke dalam telinga supaya tidak mendengar perkataan mereka. Di saat itu suara mereka bagi beliau sama persis dengan suara khimar di tengah kesunyian.

Oleh karena itu, hendaklah Anda selalu menjalani apa yang diperintahkan oleh guru kami Abu Bakr Al-Warraq rahimahulah:

Relakan Tuhanmu sebagai teman dan tinggalkan masyarakat sejauh mungkin.

Cintai Allah dengan penuh kesungguhan, baik di tengah masyarakat ataupun jauh dari mereka.

Perlakukan mereka sesuai kehendakmu, maka pastilah kamu menemukan mereka bagaikan kalajengking.”

Kedua, memupus harapan dari mereka. Dengan begitu urusan mereka menjadi sepele bagi Anda. Sebab orang yang Anda tidak mengharapkan sesuatu (kemanfaatan) darinya serta tidak khawatir membahayakan, maka ada dan tidaknya bagi Anda sama saja.

Ketiga, melihat bahaya-bahaya mereka, mengingatnya, dan mengulang-ulang hal itu dalam hati.

Bila tiga komponen ini Anda jalankan, maka dengan sendirinya Anda akan terdorong untuk meninggalkan pergaulan bersama masyarakat menuju pintu Allah, menyendiri untuk beribadah kepada-Nya, membuat-Nya mencintai Anda dan menempatkan Anda di pintu-Nya.

 

Hanya Allah yang menguasai taufik dan pemeliharaan.

Rintangan Ketiga: Setan

Kemudian hendaklah Anda memerangi setan dan mengalahkannya karena dua hal:

Pertama, ia adalah musuh yang menyesatkan dengan nyata. Tidak ada sedikitpun harapan kebaikan darinya. Dia takkan pernah membiarkan Anda dan bahkan sama sekali tidak merasa puas kecuali setelah melihat kerusakan pada diri Anda. Dengan begitu, tidak ada alasan untuk merasa aman dari musuh yang sifatnya seperti ini dan juga tidak boleh lengah. Renungkan dua ayat dari kitab Allah yang salah satunya adalah sebagai berikut:

Artinya: “Apakah Aku tidak menjanji (memerintahkan) kalian (hai anak Adam) agar tidak menyembah setan. Sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagi kamu sekalian.” (Q.S. Yaa Siin: 60)

Yang kedua adalah ayat:

Artinya: “Sesungguhya setan itu adalah musuh bagi kalian, karena itu anggaplah dia sebagai musuh.” (Q.S. Faathir: 6)

Dua ayat ini adalah peringatan keras bagi kita semua.

Kedua, ia diberi watak untuk selalu memusuhi Anda. Ia juga telah mempersiapkan diri untuk memerangi Anda selamalamanya. Siang malam ia lemparkan panah ke arah Anda di saat lengah. Lalu apa yang terjadi?

Di sisi lain ada hal penting yang terjadi, yaitu Anda menjalankan ibadah kepada Allah dan mengajak masyarakat menuju pintu-Nya dengan perbuatan dan ucapan Anda Sedangkan hal semacam ini bertentangan dengan pekerjaan, cita. cita, keinginan, dan perbuatan setan. Sekali-kali Anda bersiaga dan menyingsingkan lengan baju untuk memancing kemarahan setan, melawan dan berusaha mengalahkannya. Pasti ia pun akan bersiap-siap, menyingsingkan lengan bajunya untuk memusuhi, memerangi dan berupaya dengan berbagai cara sampai berhasil merusak ibadah Anda, atau bahkan menghancurkan Anda secara total. Sebab ia tidak akan merasa aman dari Anda setelah melihat apa yang kusebutkan di atas, karena ia adalah makhluk yang membinasakan dan bertujuan merusak orang yang tidak membuatnya marah atau melawan, tapi malah membenarkan dan menyetujuinya seperti orang-orang kafir, orang-orang sesat dan orang-orang yang suatu saat mencintai setan.

Lalu apa tujuan yang hendak dicapainya dari orang-orang yang membuatnya marah dan memusatkan kekuatan untuknya?

Saat itulah ia akan memusuhi masyarakat secara umum dan memusuhi Anda secara khusus.

 

Sesungguhya urusan Anda teramat penting. Ia memiliki beberapa pembantu. Pembantu yanb paling berat untuk dihadapi adalah nafsu dan kesenangan diri Anda. Ia juga memiliki sejumlah penyebab dan beberapa pintu masuk di saat Anda lengah.

Benar sekali apa yang dikatakan Yahya bin Mu’adz: “Setan itu makhluk yang memiliki waktu luang, sedangkan Anda orang yang sibuk. Setan melihat Anda, sedangkan Anda tidak melihatnya. Ia juga tidak akan melupakan Anda, sementara Anda melupakannya. Dan di dalam diri Anda terdapat pembantu-pembantu setan yang akan merugikan.

Jika seperti itu yang terjadi, maka mau tidak mau Anda harus memerangi dan mengalahkannya. Jika tidak, Anda tidak akan bisa terbebas dari kerusakan dan kehancuran. Jika Anda berkata: “Dengan apa aku bisa memerangi setan? Dengan apa aku bisa mengalahkan dan menolaknya?”

Ketahuilah bahwa para ahli melakukan pekerjaan seperti ini dengan dua cara:

Cara yang dikatakan oleh salah seorang dari mereka: “Cara terbaik untuk menolak setan tak lain adalah memohon perlindungan kepada Allah. Karena sesungguhnya setan adalah anjing yang diberi kewenangan mencelakakan Anda. Jika Anda sibuk memeranginya tentu akan merasa kesulitan, waktu Anda terbuang, lalu ia pun mendapatkan kemenangan dan bisa melukai Anda. Karena itu, kembali kepada pemilik anjing untuk memalingkannya dari Anda adalah langkah terbaik.

Cara yang dikatakan oleh ulama lain bahwa cara yang benar adalah berjuang, senantiasa menolak dan tidak mengikutinya.

Menurutku (Al-Ghazali) cara yang benar dan lebih mencakup urusan tersebut adalah menyatukan dua cara. Mula-mula kita memohon perlindungan kepada Allah dari keburukannya seperti yang telah diperintahkan (kepada kita). Dia-lah Dzat yang memelihara dari kejahatan setan.

Jika kita melihatnya selalu menang, kita pun tahu bahwa itu adalah cobaan dari Allah agar Dia bisa melihat kesungguhan perjuangan kita, seberapa kekuatan kita dalam menjalankan perintah-Nya dan sampai di mana kesabaran kita. Seperti halnya ketika Dia menguasakan orang-orang kafir atas kita, sementara Dia mampu menyelesaikan urusan mereka. Juga keburukan yang mereka lakukan agar kita semua mendapat bagian berupa (pahala) perjuangan, kesabaran, kebersihan diri (dari dosa) dan mati syahid. seperti firman Allah Swt.:

Artinya: “Agar Allah mengetahui orang-orang yang (benar-benar) beriman dan menjadikan orang-orang yang mati syahid di antara kamu sekalian.” (Q.S. Ali Imran: 140)

 

Allah juga berfirman:

Artinya: “Apakah kamu sekalian mengira akan memasuki surga, sementara belum jelas orang-orang yang berjuang di antara kalian dan juga orang-orang yang bersabar (menghadapi ujian)?” (Q.S. Ali Imran: 142)

Demikian juga dengan apa yang sedang kita bicarakan sekarang ini.

Kemudian untuk bisa memerangi dan mengalahkannya, menurut para ulama ada tiga cara:

Pertama, mengenali tipu dayanya, dengan begitu ia tidak akan berani mengganggu Anda. Seperti halnya seorang pencuri. Bila ja tahu bahwa pemilik rumah menyadari kedatangannnya tentu akan lari.

Kedua, menganggap remeh ajakannya, maka hati Anda tidak akan bergantung padanya. Dan jangan mengikutinya. Karena ia bagaikan anjing menggonggong. Bila Anda menanggapinya maka ja akan merasa senang dan terus menggonggong. Tapi bila Anda berpaling tentu ia akan diam.

Ketiga, senantiasa berdzikir kepada Allah dengan lisan dar hati Anda.

Nabi Saw, bersabda:

Artinya: “Sesungguhnya berdzikir kepada Allah itu bagi setan bagaikan penyakit menular bagi tubuh manusia.”

Jika Anda bertanya: “Bagaimana aku bisa mempelajari tipu dayanya, dan jalan mana yang harus ditempuh untuk mengetahui hal itu?”

Ketahuilah bahwa (yang pertama) ia mempunyai rasa waswas. Perasaan was-was itu bagaikan anak panah yang ia luncurkan. Hal itu akan tampak jelas dengan mengetahui gerakgerak hati dan berbagai macamnya.

Kedua, setan itu memiliki tipu muslihat. Tipu muslihat ini bagaikan jaring yang dipasangnya untuk menjerat. Hal itu akan tampak jelas dengan mengetahui tipuan-tipuan, sifat-sifat dan jalan-jalannya.

Para ulama telah banyak yang menerangkan berbagai hal tentang gerak hati (khathir). Dan kami telah menyusun sebuah kitab yang kami beri nama “Talbiisu Ibliis.” Kitab (Minhajul ‘Aabidiin) ini tidak banyak memuat tentang itu. Akan tetapi kami akan menerangkan masing-masing satu pokok yang sekiranya bisa mencukupi kalau Anda berpegang teguh padanya.

 

 

Mengenai Inti Khathir (Gerak Hati)

Ketahuilah bahwa Allah memberi kuasa kepada malaikat yang mengajak berbuat baik bagi hati seorang manusia yang bernama Mulhim. Ajakan malikat ini dinamakan ilham. Dan sebagai bandingannya Dia memberi kuasa kepada setan yang akan mengajak seorang hamba berbuat buruk bernama was-was. Ajakan setan ini dinamakan was-wasah. Karena itu, menurut pendapat kebanyakan ulama, malaikat Mulhim tidak akan mengajak seorang hamba selain pada kebaikan. Dan Was-was tidak akan mengajaknya selain pada keburukan.

 

Telah diceritakan dari guru kami rahimahullah bahwa sesungguhnya setan itu kadangkala mengajak berbuat baik, tapi yang menjadi tujuannya tetap buruk. Seperti halnya ketika ia mengajak melakukan suatu hal yang utama agar hamba tersebut tidak melakukan hal yang lebih utama. Atau mengajaknya berbuat baik agar hamba tersebut terseret ke perbuatan dosa, sekira keburukannya tidak sebanding dengan kebaikan yang ia kerjakan, seperb ujub dan sebagainya. Dua makhluk ini senantiasa mengajak dian bersemayam di dalam hati seorang hamba. Hamba tersebut akan mendengar dengan hatinya. Juga merasakan ajakan tersebut, Seperti telah diceritakan di dalam hadis-hadis pilihan bahwa beliau (Nabi saw.) bersbda:

 

Artinya: “Apabila seorang anak Adam dikaruniai seorang anak, maka Allah akan menyertakan bagi anak itu satu malaikat. Dan setan Juga menyertakan baginya satu setan. Setan akan bertengger di atas telinganya sebelah kiri. Sedangkan malaikat bertengger di atas telinganya sebelah kanan. Dan keduanya selalu mengajak anak tersebut (mempengaruhinya).”

 

Nabi juga bersabda:

Artinya: “Setan itu memiliki satu tempat pada diri anak Adam. Dan malaikat juga memiliki satu tempat.”

Artinya memiliki tempat untuk mengajak, berdasarkan ucapan para ulama: “Mengumpulkan di suatu tempat dan membuatkan sesuatu saat tinggal di sana.”

Kemudian di dalam diri seorang manusia, Allah menciptakan watak yang cenderung pada keinginan syahwat dan mencari kelezatan, bagaimanapun keadaannya, entah itu baik atau buruk.

 

Hal itu dinamakan keinginan nafsu yang menarik seseorang menuju pada kerusakan. Jadi, di dalam diri seseorang ada tiga hal yang selalu mengajak (mempengaruhinya). ketahuilah bahwa setelah pendahuluan ini masih ada yang perlu diketahui, bahwa yang dinamakan khathir (gerak hati) adalah pengaruh yang muncul dalam hati seorang hamba. Pengaruh tersebut akan membangkitkannya untuk melakukan sesuatu, meninggalkannya, atau menarik hatinya kepada perbuatan tersebut. Pengaruh itu dinamakan khathir (gerak hati), karena goncangan di dalam hati yang berasal dari perjalanan angin dan semisalnya.

 

Pada hakekatnya kemunculan semua itu di dalam hati seorang hamba berasal dari Allah Swt. Akan tetapi kemunculanya terbagi menjadi empat:

 

Gerak hati yang pertama kali dimunculkan di dalam hati seorang hamba oleh Allah. Gerak hati semacam ini dinamakan “khathir”.

Gerak hati yang dimunculkan sesuai dengan watak manusia. Gerak hati semacam ini dinamakan “hawa nafsu” dan dinisbatkan kepadanya (nafsu).

Gerak hati yang dimunculkan seiring dengan ajakan malaikat Mulhim. Lalu gerak hati tersebut dinisbatkan kepadanya (Mulhim) dan dinamakan “ilham”.

Gerak hati yang dimunculkan seiring dengan ajakan setan. Lalu dinisbatkan kepadanya (setan) dan dinamakan “was-wasah”. Was-wasah ini disandarkan (dinisbatkan) kepada setan, karena gerak hati itu memang berasal dari setan. Akan tetapi pada hakekatnya pengaruh itu muncul pada saat setan mengeluarkan ajakannya. Karena dalam hal ini setan bagaikan penyebab, tapi juga dijadikan sandaran (penisbatan).

 

Inilah empat macam gerak hati. Kemudian setelah pembagian-pembagian ini, ketahuilah bahwa gerak hati yang pertama kali berasal dari Allah kadang mengajak kepada kebaikan sebagai sebuah kemuliaan dan penetapan hujjah. Kadang juga mengajak berbuat buruk sebagai ujian dan pemberatan suatu ujian.

 

Gerak hati yang berasal dari malaikat Mulhim senantiasa mengajak berbuat baik, karena ia adalah pemberi nasehat dan pemberi petunjuk. Ia tidak diutus melainkan hanya untuk itu.

 

Gerak hati yang berasal dari setan senantiasa mengajak berbuat buruk untuk menyesatkan atau agar seseorang tergelincir. Kadang ia mengajak berbuat baik tapi hanya sebagai tipuan.

 

Gerak hati yang berasal dari hawa nafsu mengajak pada keburukan dan sesuatu yang tidak mengandung kebaikan sebagai pencegahan dan agar manusia tidak berpikir panjang.

 

Aku pernah menemukan sebuah pendapat dari seorang salaf bahwa hawa nafsu terkadang juga mengajak berbuat baik, akan tetapi yang menjadi tujuannya adalah agar ia berbuat syirik (bersekutu) pada setan.

 

Inilah macam-macam khathir (gerak hati).

Setelah mengetahui semua ini, ketahuilah bahwa sesungguhnya Anda sangat perlu mengetahui tiga pasal yang menjadi keharusan dan di dalamnya terdapat apa yang menjadi tujuan Anda.

Perbedaan antara khathir baik dan buruk secara global.

Perbedaan antara khathir buruk yang muncul di permulaan, dinisbatkan pada setan atau yang dinisbatkan pada nafsu dan juga dengan apa membedakan ketiganya, karena masingmasing saling bertolak belakang.

Perbedaan antara khathir baik yang muncul di permulaan, yang dinisbatkan pada ilham, dinisbatkan pada setan, atau dinisbatkan pada nafsu agar Anda dapat mengikuti khathir yang berasal dari Allah atau malaikat Mulhim dan menjauhi khathir yang berasal dari setan.

Begitu juga khathir yang berasal dari hawa nafsu, menurut pendapat orang yang mengatakannya.

Pasal pertama: Para ulama berkata: “Jika Anda ingin mengetahui khathir baik dan khathir buruk, serta membedakan antara keduanya, maka timbanglah hal itu dengan salah satu dari pertimbangan berikut, tentu keadaannya akan menjadi jelas bagi Anda.

Apa yang tergerak di hati Anda hendaknya disodorkan pada aturan syarak. Jika keinginan tersebut menyamai jenisnya berarti keinginan tersebut baik. Dan jika yang terjadi itu kebalikannya karena adanya keringanan (rukhshah) atau syubhat berarti khathir tersebut buruk.

Jika hal ini masih belum jelas bagi Anda dengan pertimbangan semacam ini, maka hendaknya gerak hati tersebut disodorkan pada panutan. Jika dalam mengerjakannya menganut orangorang saleh berarti itu adalah khathir baik. Tapijika yang terjadi adalah sebaliknya, dan hanya karena mengikuti orang-orang saleh berarti itu khathir buruk.

Jika masalah ini belumjelas bagi Anda dengan ukuran semacam ini, maka sodorkanlah gerak hati tersebut pada hawa nafsu. Kemudian lihatlah! Kalau gerak hati tersebut termasuk hal yang ditinggalkan oleh nafsu menurut wataknya, bukan karena takut kepada Allah, maka khathir itu merupakan khathir baik. Jika hal itu termasuk sesuatu yang nafsu cenderung kepadanya, dan kecenderungan tersebut sesuai dengan wataknya, bukan karena kecenderungan berharap kepada Allah, maka khathir tersebut adalah khathir buruk, karena nafsu selalu mengajak berbuat buruk. Pada dasarnya ia tidak akan cenderung berbuat baik.

Dengan melihat berbagai macam ukuran seperti ini serta benar-benar merenungkannya, maka akan tampak jelas bagi Anda perbedaan antara khathir baik dan buruk.

Hanya Allah yang menguasai petunjuk dengan anugerahNya. sesungguhnya dia Maha murah lagi Maha Mulia.

Pasal kedua: Para ulama berkata: “Jika Anda ingin membedakan antara khathir buruk yang berasal dari setan, khathir buruk yang berasal dari hawa nafsu, atau khathir buruk yang berasal dari Allah pada permulaannya, maka lihatlah khathir tersebut dari tiga sisi:

Bila Anda melihatnya kokoh dan menetap pada satu keadaan berarti khathir tersebut berasal dari Allah atau dari hawa nafsu. Jika Anda menemukannya berputar-putar dan berubah, maka ketahuilah bahwa khathir tersebut berasal dari setan.

Seorang ulama saleh mengatakan bahwa perumpamaan hawa nafsu adalah harimau. Kalau sudah menyerang ia tak akan berpaling kecuali karena adanya perlawanan yang teramat sangat. Atau seperti pemberontak yang berperang untuk membela agamanya. Ia tak akan pulang sebelum terbunuh. Perumpamaan setan adalah serigala. Jika Anda mengusirnya dari satu sisi, maka ia akan masuk dari sisi lain.

Bila khathir tersebut muncul seiring dengan perbuatan dosa yang baru saja Anda kerjakan berarti khathir tersebut berasal dari Allah sebagai penghinaan dan siksaan disebabkan oleh buruknya dosa tersebut. Allah berfirman:

Artinya: “Sekali-kali tidaklah begitu. Bahkan hati mereka telah berkarat karena apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. AlMuthaffifiin: 74)

Guruku rahimahullah berkata: “Demikianlah. Suatu dosa akan mengantar seseorang pada kerasnya hati. Mula-mula hanya berupa khathir (gerak hati) dan akhirnya sampai pada kerasnya hati.”

 

Bila gerak hati ini muncul terlebih dahulu, tidak beriringan dengan dosa yang Anda kerjakan, maka ketahuilah bahwa khathir tersebut berasal dari setan. Hal ini terjadi pada kebanyakan orang, karena mula-mula ia hanya mengajak berbuat buruk.

Bila khathir tersebut tiada melemah dan tidak berkurang dengan berdzikir kepada Allah serta tidak hilang, itu berarti khathir tersebut berasal dari hawa nafsu.

Bila Anda menemukan khathir tersebut Anda temukan melemah dan berkurang karena dzikir kepada Allah, berarti khathir tersebut berasal dari setan, seperti yang disebutkan di dalam tafsir firman Allah yang berbunyi:

Artinya: “(Aku berlindung kepada Allah) dari kejahatan setan yang suka mengganggu dan lagi suka mundur.”

Sesungguhnya setan itu bertengger dalam hati anak Adam. saat anak Adam mengingat Allah ia akan mundur. Dan saat anak Adam tersebut lalai ia akan kembali mengganggu.

Pasal ketiga: Jika Anda ingin membedakan antara khathir baik yang berasal dari Allah dan yang berasal dari malaikat, maka lihatlah khathir tersebut dari tiga sisi.

Bila khathir tersebut tertanam dengan kuat dan kokoh, berarti khathir tersebut berasal dari Allah. Sedangkan bila khathir tersebut hanya mondar-mandir berarti khathir tersebut berasal dari malaikat Mulhim. Sebab kedudukan malaikat Mulhim ini seperti seorang pemberi nasehat yang bisa masuk dari segala arah dan memberikan nasehat dengan harapan Anda mau melakukan dan suka berbuat kebaikan.

Apabila khathir tersebut muncul seiring dengan ijtihad dan ketaatan yang Anda kerjakan, berarti khathir itu berasal dari Allah Swt.

 

Allah berfirman:

Artinya: “Dan orang-orang yang berjuang karena mencari keridaan kami, tentu Kami menunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Q.S. Al-Ankabuut: 69)

 

Firman-Nya pula:

Artinya: “Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah akan menambahkan petunjuk baginya.” (Q.S. Muhammad: 17)

 

Bila khathir tersebut muncul pertama kali (sebelum ijtihad dan berbuat taat), maka biasanya khathir tersebut berasal dari malaikat.

 

Bila khathir itu menyangkut ibadah-ibadah pokok dan amalamal batin, berarti khathir tersebut berasal dari Allah. Dan bila khathir menyangkut cabang-cabang ibadah dan amal zhahir, maka kebanyakan khathir tersebut berasal dari malaikat Mulhim, karena seorang malaikat tidak memiliki cara untuk mengetahui batin seorang hamba.

 

Sedangkan khathir yang berasal dari setan, maka halitu hanya untuk menarik seseorang agar berbuat buruk dan semakin meningkat keburukannya.

 

Guru kami berkata: “Ketahuilah! Bila saat melakukan keinginan tersebut nafsu Anda terlihat giat tanpa merasa takut, tergesa-gesa, tidak berhati-hati, merasa aman, tidak merasa khawatir, tidak melihat akibat yang ditimbulkan, dan tidak waspada, maka ketahuilah bahwa khathir tersebut berasal dari setan. Karena itu, jauhilah.

 

Bila nafsu Anda nampak sebaliknya, yaitu melakukannya dengan rasa takut, tidak menggebu, berhati-hati, tidak tergesagesa, merasa takut, tidak merasa aman dan nampak waspada dengan melihat akibat yang ditimbulkannya, maka ketahuilah bahwa khathir tersebut berasal dari Allah atau dari malaikat Mulhim.

 

Menurutku, giat/ menggebu di sini adalah perasaan ringan pada diri seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan tanpa kewaspadaan dan tanpa mengingat pahala yang membuatnya giat melakukan hal tersebut.

 

Sedangkan perlahan-lahan adalah langkah terpuji, kecuali di beberapa tempat tertentu yang bisa dihitung.

 

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Nabi Saw. disebutkan bahwa beliau bersabda:

 

Artinya: “Tergesa-gesa itu berasal dari setan kecuali dalam lima hal: Pertama, menikahkan anak perawan bila sudah mencapai umurnya. Kedua, membayar utang setelah jatuh tempo. Ketiga, mengurus jenazah setelah benar-benar mati. Keempat, menjamu ‘ tamu yang bertandang. Kelima, tobat setelah ia melakukan sebuah dosa.”

 

Adapun khauf (takut) bisa dalam kesempurnaan amal, pengerjaan yang sesuai dengan yang diinginkan (sebagaimana mestinya) dan penerimaan Allah terhadap amal tersebut.

 

Waspada terhadap akibat yang akan terjadi bisa dilakukan dengan cara mawas diri dan merasa yakin bahwa amal tersebut benar dan baik. Bisa gaja hal itu dilakukan karena melihat pahala di kemudian hari dan karena mengharapkannya.

 

Ketahuilah keterangan tersebut niscaya kamu akan mendapatkan taufik.

 

Itulah ketiga pasal yang harus Anda ketahui di dalam masalah khathir (gerak hati). Pelihara dan perhatikan sebaik mungkin sesuai kemampuan Anda, karena hal itu termasuk pengetahuan yang teramat halus dan dalam bab ini termasuk rahasia yang teramat mulia.

 

Hanya Allah yang memberikan taufik dengan anugerah-Nya.

 

Adapun pasal yang menerangkan tentang tipu daya dan bujukan setan, maka tempat berlaku dan contohnya adalah sebagai berikut:

 

Tipu daya setan terhadap keturunan Adam dalam hal ketaatan itu melalui tujuh cara:

 

Menghalanginya dari melakukan ketaatan tersebut. Jika Allah memelihara, hamba tersebut menolak ajakannya dengan berkata: “Sungguh aku sangat membutuhkan ketaatan tersebut, karena mau tidak mau aku harus mencari bekal dari dunia yang fana ini untuk kehidupan akhirat yang tiada pernah berakhir.”

 

Setan akan menyuruhnya agar menunda amal tersebut. Jika Allah memelihara, hamba tersebut menolak ajakan setan seperti dengan mengatakan: “Aku tidak menguasai batas akhir hidupku. jika aku menunda pekerjaanku hari ini dan kukerjakan esok pagi, lalu kapan aku mengerjakan pekerjaanku esok hari? Sebab setiap hari ada pekerjaan yang mesti diselesaikan.”

 

Lalu setan pun akan melakukan dengan cara lain. Ia membujuk hamba tersebut agar tergesa-gesa dengan mengatakan: “Cepatlah! Cepat kerjakan agar segera selesai dan kamu bisa melakukan ini dan itu.” Jika Allah memelihara hamba tersebut, hamba itu pun menolaknya dengan berkata: “Sedikit pekerjaan yang dilakukan dengan sempurna lebih baik ketimbang pekerjaan yang banyak tapi penuh kekurangan.”

 

Kemudian setan akan menggunakan cara lain. Ia akan membujuk hamba tersebut agar mau menyempurnakan amalnya dengan menampakkan amal itu di hadapan orang banyak. Jika Allah memelihara hamba tersebut, hamba itu pun menolak ajakannya dengan berkata: “Untuk apa aku menampakkan pekerjaanku di hadapan banyak orang? Tidakkah pandangan Allah telah cukup bagiku?”

 

Cara lain lagi yang digunakan setan, ia menghendaki agar hamba tersebut tergelincir ke dalam sikap ujub. Ia mengatakan: “Betapa agungnya, betapa waspadanya, dan betapa mulianya Anda.” Jika Allah memelihara hamba tersebut, hamba itu akan menjawabnya dengan berkata: “Yang membuatku bisa begini adalah kebaikan Allah, bukan aku. Dia-lah yang memberiku keistimewaan dengan taufik-Nya. Dia juga yang menjadikan amalku berharga mahal dengan anugerah-Nya.” Jika bukan karena anugerah-Nya, bagaimana mungkin amalku ini bisa berharga bila melihat kenikmatan yang diberikan-Nya padaku, dan juga kemaksiatan yang kulakukan pada-Nya.”

 

Maka setan punakan menggunakan cara yang lain lagi. Ia akan mendatanginya dengan cara keenam. Inilah tipuan yang paling licik dan tidak diketahui oleh orang-orang yang benar-benar waspada, yakni setan akan mengatakan: ” Bersunnguh-sunguhlah di saat tidak ada orang yang melihat, karena Allah akan menampakkanmu.” Ia pun akan mencampuri semua amal yang dikerjakan hamba tersebut. Dengan begitu, ia ingin agar hamba tersebut sedikit berbuat riya. Jika Allah memelihara hamba tersebut, hamba itu juga menjawabnya dengan berkata: “Hai makhluk terkutuk! Sampai saat ini kamu selalu mendatangiku dengan bujukan untuk merusak amalku. Tapi sekarang kau datang dengan bujukan untuk memperbaiki amalku dengan tujuan ingin merusaknya. Sesungguhya aku adalah hamba Allah. Dia-lah Majikanku. Bila menghendaki maka Dia akan menampakkan diriku. Dan bila menghenaki maka Dia akan merahasiakan (menutupi)ku. bila menghendaki maka Dia akan menjadikan aku sebagai orang yang berkedudukan tinggi. Dan bila menghendaki maka Dia akan menjadikan aku sebagai orang yang hina. Semua itu hanya kembali kepada-Nya. Aku tak peduli, mau ditampakkan di hadapan orang banyak atau tidak. Dan mereka tak akan bisa berbuat banyak.”

 

Kemudian setan akan mencari cara lain. Ia akan mendatangi hamba tersebut dengan cara ketujuh. Ia mengatakan: “Sebenarnya kamu tidak memerlukan amal semacam ini. Sebab kalau memang kamu tercipta untuk menjadi orang beruntung, maka kamu tidak akan celaka hanya karena meninggalkan amal semacam ini. Dan kalau kamu memang tercipta untuk menjadi orang celaka, maka tiada gunanya kamu melakukan amal tersebut.” Jika Allah memelihara hamba tersebut, maka hamba itu akan menjawab ucapan setan dengan ucapan: “ Aku hanya seorang hamba. Dan dalam pengabdiannya, seorang hamba harus mengikuti perintah. Sedangkan Tuhan lebih tahu dengan sifat ketuhanan-Nya. Dia memutuskan segala sesuatu sesuai kehendak-Nya. Dia akan melakukan apa yang diinginkan-Nya. Dan sesungguhnya apapun yang terjadi amal itu tetap berguna untukku. Karena bila aku,memang diciptakan untuk beruntung, maka amal itu kuperlukan untuk menambah pahala. Dan bila aku memang tercipta untuk celaka, maka amal itu kuperlukan agar aku tidak mencela diri sendiri. Hanya saja apapun keadaannya Allah tidak akan menyiksaku karena ketaatan yang kulakukan, dan Dia juga tidak akan mencelakaiku. Bila aku dimasukkan ke dalam neraka dalam keadaan taat, maka hal itu lebih kusukai ketimbang masuk ke dalamnya dalam keadaan durhaka. Bagaimana tidak, jika janjiNya selalu nyata dan ucapan-Nya juga pasti benar? Dia telah menjanjikan pahala atas ketaatan. barangsiapa bertemu Allah dalam keadaan iman dan taat, maka ia sama sekali tidak akan dimasukkan ke dalam neraka. Orang itu akan memasuki surga. Bukannya ia berhak memperoleh surga karena amal yang dikerjakannya, tapi semata-mata karena janji yang benar dari Allah. Maha Suci Allah.”

Karena artian semacam inilah Allah mengabarkan tentang keadaan orang-orang yang beruntung saat mereka telah masuk surga dan berkata:

Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya untuk kami.”

Karena itu, sadarlah! Semoga Allah merahmatimu. Sebab segala sesuatunya telah Anda lihat dan Anda dengar. Jadikan semua itu sebagai kiasan untuk melangkah pada perbuatan yang lain. Mohonlah pertolongan kepada Allah. Mintalah perlindungan kepada-Nya, karena segala sesuatu berada di bawah kekuasaan-nya. Dia-lah yang memberikan taufik. Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Luhur dan Maha Agung.

 

Rintangan Keempat: Nafsu

Hai orang-orang yang beribadah! Hendaknya Anda senantiasa berhati-hati dalam menjaga nafsu yang selalu memerintah kepada hal-hal buruk. Ia adalah musuh yang paling berbahaya, cobaannya teramat berat, paling sulit diobati, penyakit yang ditimbulkanya teramat rumit dan pangobatanya juga amat sulit. Hal itu harus dilakukan karena dua hal:

Nafsu adalah musuh yang datang dari dalam tubuh

Jika seorang pencuri berasal dari dalam rumah, maka jalan untuk menyiasatinya sangat sulit dan kerugian yang ditimbulkan juga besar.

 

Benar sekali apa yang dikatakan oleh seorang penyair:

Nafsuku senantiasa mengajakku pada hal-hal yang membahayakan dan memperbanyak penyakitku.

Bagaimana caranya menghindar dari musuh jika ia berada di antara tulang igaku.

Ia adalah musuh yang disukai

 

Biasanya seseorang tidak melihat kekurangan yang ada pada kekasihnya. Hampir ia sama sekali tidak melihat kekurangannya. Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair:

Dan kamu tiada melihat kekurangan pada kekasih dan saudaram, Bahkan sebagiannya saja tidak kau lihat jika telah merasa senang Tatapan mata yang senang menutupinya dari segala kekurangan, Tapi tatapan mata yang benci akan menampakkan berbagai keburukan.

 

Kalau sudah seperti itu seseorang tentu menganggap baik segala keburukan dari kekasihnya. Ia nyaris tidak melihat kekurangannya. Sementara ia (nafsu) masih tetap dalam permusuhan dan penggodaannya. Tidak berapa lama nafsu akan menjerumuskannya ke dalam cemoohan dan kerusakan. Orang itu tidak akan merasa kecuali bila Allah memeliharanya dengan anugerah-Nya, dan memberinya pertolongan untuk mengalahkan nafsu dengan rahmat-Nya.

Kemudian renungkanlah sebuah arti penting yang cukup memuaskan. Yaitu jika Anda perhatikan, pasti akan tahu bahwa pangkal segala fitnah, cemoohan, kehinaan, kerusakan, dosa dan afat yang menimpa seorang makhluk Allah, dari dulu hingga esok hari kiamat adalah nafsu ini. Kadang dengan nafsu itu sendiri, dan kadang dengan bantuan yang diberikannya.

 

 

 

Maksiat kepada Allah yang pertama kali, dilakukan oleh Iblis. Penyebabnya selain takdir yang sudah ditetapkan adalah nafsu. Dengan kesombongan dan kedengkian, nafsu menjerumuskannya ke dalam lautan kesesatan setelah ia beribadah menurut sebuah pendapatselama 80.000 tahun. Maka ia pun tenggelam untuk selamanya, karena di sana tidak ada dunia, orang lain dan setan. Yang ada hanya nafsu bersama kesombongan dan kedengkiannya yang akan memperlakukan Iblis sekehendaknya.

Lalu dosa Nabi Adam a.s. dan Hawa. Keduanya dijatuhkan oleh keinginan nafsu dan kerakusannya terhadap keabadian tinggal di surga hingga terbujuk rayuan Iblis. Kemudian dengan bantuan nafsu terjadilah perbuatan tersebut sehingga ia terlempar dari sisi Allah, sampai ke dunia yang hina, sulit, fana dan merusak ini. Keduanya mengalami apa yang harus ia alami. Dan keturunannya juga mengalami hal serupa dari hari itu hingga selamanya.

Lalu disusul denpan kisah Oabil dan Habil. Dosa yang mereka Inkukan disebabkan oleh kedengkian dan sifat kikir.

Lalu kisah dosa Harut dan Marut. Penyebabnya adalah syahwat. Demikian seterusnya sampai hari kianat.

Anda tidak akan menemukan fitnah yang menimpa seorang makhluk, cemoohan, kesesatan dan kemaksiatan selain berpangkal dari nafsu dan keinginannya. Jika tidak, tentu seluruh makhluk akan selamat dan berbuat baik.

Jika ada musuh yang mendatangkan bahaya seperti apa yang kusebutkan ini, maka sudah sepantasnya orang yang berakal sangat memperhatikanya.

Hanya Allah yang menguasai petunjuk dan taufik serta anugerah-Nya.

Jika Anda berkata: “Lalu upaya apa yang harus kami tempuh untuk menghadapi musuh yang seperti ini dan bagaimana cara menyiasatinya? Tolong terangkan masalah itu kepada kami.”

Ketahuilah! Di depan telah kami terangkan bahwa urusan nafsu memang teramat sulit, sebab kita tidak mungkin mengalahkanya dengan satu langkah seperti musuh-musuh yang lain, karena ia memang kendaraan dan peralatan kita.

Diceritakan bahwa ada seorang pedalaman yang mendoakan seseorang dengan kebaikan. Maka ia berdoa: “Semoga Allah membuat kalah semua musuh Anda selain nafsu.”

Ia juga tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena sangat berbahaya. Karenanya, dibutuhkan jalan tengah di antara keduanya, yaitu mendidik dan memberinya kekuatan sekedar agar ia kuat melakukan bermacam kebaikan. Ia juga harus diperlemah dan dikekang sebatas tidak sampai melampaui batas. Karena itu, dalam mengurusnya Anda harus benar-benar merawat dan memperhatikanya dengan teliti.

Kami juga pernah nenerangkan bahwa ia harus dikendalikan dengan kendali “takwa” dan “wara” agar bisa memperoleh dua manfaat sekaligus.

Jika Anda berkata: “Nafsu ini memang sama dengan hewan tunggangan yang liar, bertabiat buruk dan tidak mau dikendalikan. Lalu bagaimana caranya agar kami bisa menguasainya?”

Ketahuilah bahwa apa yang Anda katakan itu benar adanya,

Adapun cara mengendalikan nafsu adalah merendahkannya sehingga bisa dikendalikan.

Para ulama kita mengatakan: “Cara untuk merendahkan nafsu dan membatalkan keinginannya ada tiga:

Menahan hal yang disenanginya, sebab hewan tunggangan yang liar akan menjadi jinak jika makanannya dikurangi.

Membebankan ibadah-ibadah yang berat kepada-Nya. Sebab bila seekor keledai ditambah muatannya dan dikurangi jatah makannya, tentu ia akan tunduk dan menurut (jinak).

Memohon pertolongan kepada Allah dan merendahkan diri agar Dia berkenan menolong Anda. Dan jika tidak memohon pertolongan, maka Anda tidaklah selamat. Bukankah Anda pernah mendengar perkataan Nabi Yusuf a.s.:

Artinya: “Sesungguhnya nafsu selalu mengajak berbuat buruk kecuali orang yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS Yusuf : 53)

 

Bila Anda melakukan tiga hal ini secara rutin, pasti dengan izin Allah nafsu Anda akan tunduk secara total. Saat itulah Anda harus segera menguasainya dan menghindar dari keburukanya.

 

 

Komentar atau pertanyaan, silakan tulis di sini

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama