Tahapan Ketiga 'AWAAIQ (GODAAN)
Tahapan ketiga adalah awaaiq (godaan).
Hai orang-orang yang hendak beribadah!
Anda harus dapat menyingkirkan rintangan-rintangan hingga ibadah yang Anda
lakukan bisa kokoh dan kuat. Semoga Allah memberikan petunjuk-Nya padamu.
A. Ragam Godaan terhadap Manusia
Di depan telah kami sebutkan bahwa ada
empat macam rintangan (godaan).
Rintangan pertama: Dunia seisinya
Untuk menghilangkan rintangan tersebut
kita harus menghilangkan ketergantungan terhadapnya dan memalingkan diri
darinya. Adapun yang mengharuskan berbuat demikian ada dua:
Pertama, agar ibadah Anda lurus dan bertambah banyak.
Sebab kecintaan terhadap dunia akan menyibukkan diri Anda. Anggota badan sibuk
mencari kekayaan dunia, sedangkan hati selalu dipenuhi keinginan dan sibuk
mencari berbagai cara (untuk mendapatkannya). Keduanya akan merintangi ibadah,
karena nafsu dan hati merupakan sesuatu yang satu. Jika hati telah sibuk
memikirkan sesuatu, maka ia pasti akan melupakan kebalikannya.
Dunia dan akhirat bagaikan dua wanita
yang dimadu. Jika Anda membahagiakan yang satu, maka yang satu lagi pasti akan
kecewa karena merasa terlupakan. Keduanya bagaikan timur dan barat. Jika Anda
menghadap kesalah satu sisinya, tentu sisi yang lain berada di belakang Anda.
Keterangan yang menyebutkan bahwa
kesibukan mencari dunia secara lahir dapat merintangi ibadah adalah apa yang
diceritakan oleh Abu Darda’ r.a. Beliau berkata: “Tiada hentinya aku berusaha
menyatukan ibadah dan berdagang. Ternyata keduanya tidak dapat menyatu. Kemudian
aku memilih beribadah dan meninggalkan perdagangan.”
Diceritakan pula bahwa sahabat Umar r.a.
berkata: “Jika keduanya (ibadah dan mencari dunia) dapat bersatu pada diri
seseorang, tentu aku dapat menyatukannya pada diriku dengan kekuatan dan
kelembutan yang dianugerahkan Allah kepadaku.”
Bila demikian adanya, maka tinggalkanlah
dunia yang pasti rusak dan pilihlah (akhirat yang menjanjikan) keselamatan.
Adapun secara batin, hati akan sibuk
memikirkannya, karena hati adalah tempat berkeinginan, sebagaimana hadis yang
diriwayatkan dari Nabi Saw. Beliau bersabda:
Artinya: “Barangsiapa mencintai dunia,
niscaya ia akan merugi di akhirat. Barangsiapa mencintai akhirat, niscaya
dunianya akan terbengkalai. Oleh karena itu pilihlah hal yang bersifat abadi
seraya meninggalkan sesuatu yang dijamin pasti binasa.”
Sekarang telah nyata bahwa jika secara
lahir Anda sibuk berusaha mencari dunia dan secara batin dipenuhi keinginan
untuk mendapatkannya, niscaya tidak mudah bagi Anda untuk memenuhi hak-hak
ibadah. Sedangkan zuhud (menghilangkan ketergantungan terhadap dunia) akan
menjadikan lahir dan batin Anda lapang, mudah beribadah, bahkan seluruh tubuh
akan membantu ibadah Anda.
Diceritakan dari Salman Al-Farisi. Beliau
berkata: “Sesungguhnya apabila hati seseorang tidak terpancang kepada dunia,
maka hatinya bersinar terang penuh hikmah dan anggota badannya saling menolong
dalam beribadah.”
Kedua, sikap zuhud akan membuat Anda semakin
berharga, berkedudukan tinggi dan bertambah mulia. Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: “Dua rakaat yang dikerjakan oleh
seorang alim dan berhati zuhud lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada
amal yang dikerjakan oleh ahli ibadah sepanjang hidupnya secara terus menerus.”
Apabila ibadah yang bisa bertambah mulia
dan banyak karena zuhud, maka sudah seharusnya orang yang ingin beribadah
bersikap zuhud dan berpaling dari dunia.
Jika Anda bertanya: “Apakah arti zuhud di
dunia dan bagaimana cara yang benar untuk melakukannya?”
Jawabnya adalah: Menurut para ulama,
zuhud dibagi menjadi dua. Zuhud yang berada di bawah kemampuan manusia dan
zuhud yang berada di luar jangkauan kemampuan manusia.
Zuhud yang berada di bawah kemampuan
manusia terbagi menjadi tiga:
1 Tidak mencari-cari sesuatu yang tidak
menjadi milikinya.Membagikan apa yang telah terkumpul kepada orang lain.
Di dalam hati tidak menghendaki dunia dan
herusaha mendapatkannya.
Zuhud yang berada di luar jangkauan
kemampuan seorang hamba adalah segala sesuau yang tidak bisa mempengaruhi hati
agar berpaling dari ibadah.
Perlu diketahui pula bahwa sebenarnya
zuhud yang mampu dilakukan oleh seorang hamba adalah permulaan dari munculnya
zuhud yang berada di luar batas kemampuan zuhud sesuai dengan kemampuannya
seperti tidak mencari sesuatu yang tidak dimilikinya, mau berbagi kesenangan dengan
apa yang ia miliki, tidak berhasrat dan memilih dunia serta dikerjakan karena
Allah, mengharap keagungan pahala yang diperoleh dengan banyak mengingat bahaya
yang ditimbulkannya (dunia), maka hal itu pasti akan membuatnya bersikap masa
bodoh terhadap dunia, Dan menurutku “sikap masa bodoh” inilah zuhud yang
sebenarnya.
Kemudian ketahuilah bahwa yang terberat
di antara ketiganya adalah membuang keinginan dari hatinya.
Banyak orang yang secara lahir
meninggalkan dunia tapi dalam batin tetap menginginkannya. Jadi, ia hanya
tenggelam dalam pergulatan dan penderitaan yang melelahkan dirinya sendiri. Dan
segala persoalan zuhud sebenarnya bermuara pada “sikap masa bodoh terhadap
dunia” ini.
Bukankah Allah Swt. telah berfirman:
Artinya: “Itulah negeri akhirat. Kami
menjadikannya untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat
kerusakan di muka bumi.” (Q.S. Al-Qashshaash: 83)
Allah menyandarkan hukum pada “tidak
adanya keinginan”, bukan “tidak mencari tahu” atau tidak mewujudkan keinginan.”
Juga firman Allah berikut ini:
Artinya: “Barangsiapa menghendaki
keuntungan di akhirat, maka akan Kami tambahkan keuntungan tersebut baginya.
Dan barangsiapa menghendaki keuntungan dunia, maka Kami berikan kepadanya
sebagian dari keuntungan dunia dan tiada sedikitpun bagian di akhirat
untuknya.” (Q.S. Asy-syuraa: 20)
Firman Allah:
Artinya: “Barangsiapa menghendaki
kehidupan sekarang (di dunia – ini), maka Kami segerakan baginya di dunia itu
apa yang Kami kehendaki.” (Q.S. Al-Israa’: 18)
Dan firman-Nya pula:
Artinya: “Dan barangsiapa menghendaki
kehidupan di akhirat dan berusaha dengan sungguh-sungguh ke arah itu, sedang ia
seorang mukmin, maka mereka itulah orang-orang yang usahanya dibalas dengan
baik. “(QS.5 Al-lsraa 19)
Bukankah Anda tahu bahwa semua petunjuk
tersebut menuju ke masalah iradah (keinginan)? Karenanya, dalam keadaan seperti
Wu nadah amatlah penting. Akan tetapi jika hamba tersebut tekun dan rajin
melakukan dua hal yang pertama, yaitu membagi (harta yanp dimiliki) dan tidak
mencari-cari (harta yang bukan miliknya), maka ia masih bisa mengharap anugerah
dari Allah agar Dia memberikan taufik untuk menolak keinginan.
Adapun pilihan itu berasal dari hati,
karena sesungguhnya Dia (Allah) Maha Memberi anugerah dan Maha Mulia.
Kemudian, hal yang dapat memotivasi Anda
agar tidak mencari-cari perkara yang tidak ada dan memberikan yang sudah
menjadi milik kita serta dapat memudahkan hal tersebut adalah mengingat akibat
buruk yang ditimbulkan dunia serta kekurangan-kekurangannya.
Telah banyak ulama yang membicarakan
tentang hal ini. Di antaranya adalah ucapan seorang ulama berikut ini:
“Kutinggalkan dunia karena manfaatnya hanya sedikit, sangat melelahkan, mudah
(cepat) rusak dan kehinaan orang yang menjadikannya sebagai teman.”
Guru kami (Abu Bakr Al-Warraaq) berkata:
“Pertanyaan seperti ini memang benar tapi masih semerbak berbau cinta. Sebab
orang yang mengeluhkan suatu perpisahan tentu merasa senang bila bertemu
kembali. Dan barangsiapa meninggalkan sesuatu karena adanya orang lain yang
ikut memilikinya tentu akan merasa senang jika ia memilikinya sendirian. Oleh
karena itu, ungkapan yang paling tepat adalah apa yang diutarakan oleh guru
karhi: Sesungguhnya dunia ini adalah musuh Allah sedang Anda orang yang
mencintainya, dan barangsiapa mencintai seseorang tentu akan ikut membenci
musuh kekasihnya.”
Al-Ghazali berkata: “Sesungguhnya dunia
berasal dari kotoran bangkai. Tidakkah Anda lihat dunia berakhir dengan keadaan
kotor, binasa, rusak dan habis. Tapi karena bangkai tersebut diperciki
wewangian dan dibungkus dengan perhiasan, maka orang-orang yang lalai menjadi
tertipu dengan melihat sisi luarnya. Dan orang-orang yang sempurna akalnya akan
pergi menghindar darinya.”
Jika ada pertanyaan: “Bagaimana hukumnya
zuhud (meninggalkan dunia)? Wajib atau sunat?”
Ketahuilah bahwa zuhud bagi kami
ditujukan pada barang halal dan haram. Meninggalkan yang haram hukumnya wajib.
Sedangkan meninggalkan yang halal hukumnya sunat.
Kedudukan barang haram bagi orang-orang
yang istiqamah dalam ketaatannya sama persis dengan bangkai yang menjijikkan.
Mereka tidak mengambilnya kecuali dalam keadaan terpaksa dan hanya sekedar
menolak datangnya bahaya.
Zuhud terhadap sesuatu yang halal adalah
kedudukan yang dimiliki oleh para “Wali Abdal.” Bagi mereka barang halal itu
seperti bangkai. Mereka tidak mengambilnya kecuali sekedar yang harus dimakan.
Sedangkan barang haram bagi mereka sama dengan api. Tidak sedikitpun hati
mereka tergerak untuk mendapatkannya. Inilah yang dinamakan buruudah (dinginnya
hati). Artinya orang-orang yang berzuhud tentu memupus keinginannya terhadap
dunia, menganggapnya kotor dan sangat mengingkarinya. Di dalam hatinya
sedikitpun tidak tersisa pilihan atau keinginan untuk mmendapatkannya.
Jika Anda berkata: “Bagaimana mungkin
dunia yang penuh kelezatan, menakjubkan dan banyak dicari oleh orang banyak
bisa disamakan dengan api atau bangkai yang menjijikkan, kotor dan berubah,
sementara diri dan tabiat kita tidak berubah?”
Ketahuilah bahwa orang yang diberi taufik
secara khusus dan mengetahui bahwa pada dasarnya dunia itu rusak dan kotor,
tentu dunia itu baginya sama dengan bangkai. Orang yang mengagumi masalah ini
tak lain hanyalah para pecinta dunia yang tidak melihat cacat dan keburukannya,
orang-orang yang tertipu dengan keadaan luar dan hiasannya. Aku akan memberikan
berbagai perumpamaan tentang mereka yang beranggapan bahwa dunia itu seperti
bangkai.
Ada seseorang yang membuat jenang dengan
bahan lengkap seperti gula dan lain lain. Lalu ia memasukkan racun yang
mematikan ke dalam adonan tersebut. Saat itu ada seseorang melihat kejadian
tersebut dan ada seoranp lapi yang tidak melihatnya. Selanjutnya jenang
tersebut diletakkan di hadapan kedua orang ini setelah dihias dan dipercantik.
Orang yang melihat bahwa jenang itu telah dibumbuhi racun tentu tidak akan menginginkannya.
Sedikitpun di dalam hatinya tidak terbersit keinginan untuk mengambil meski
apapun keadaannya. Baginya jenang tersebut seperti api dan bahkan lebih dari
itu karena ia tahu ada kebinasaan di dalannya. Ia tidak tertipu dengan keadaan
luar dan hiasannya.
Sedangkan yang satunya, yakni orang yang
tidak melihat pembuatan jenang tersebut pasti tertipu dengan keadaan luarnya
yang telah dipercantik. Dia sangat menginginkan jenang itu dan bahkan dalam hal
ini ia menganggap kawannya yang tidak mau mengambil sebagai orang bodoh.
Seperti inilah perumpamaan barang-barang
dunia yang haram di mata orang-orang yang melihat sesuatu dengan mata hati
serta istiqamah dan di mata orang-orang bodoh yang mencintai dunia.
Seandainya orang yang membuat jenang ini
tidak membubuhkan racun tapi hanya meludah atau memberinya ingus kemudian
memberi wewangian dan menghiasnya, orang yang melihat perbuatan itu tentu
merasa jijik dan tidak mau memakannya. Ia tidak mau mengambilnya kecuali dalam
keadaan sangat terpaksa dan amat membutuhkannya. Sedangkan orang yang tidak
menyaksikan pembuatan jenang tentu tidak tahu apa yang terjadi padanya. Ia
tertipu dengan keadaan luarnya, sangat menginginkannya, merasa asyik, kagum dan
menyukainya.
Seperti inilah perumpamaan barang-barang
dunia yang halal di mata dua golonngan, yakni orang-orang yang waspada (melihat
sesuatu dengan mata hati) serta istiqamah dan di mata orang: orang yang
mencintai dunia serta lalai.
Keadaan dua orang yang berwatak dan
berperawakan sama ini berbeda hanya karena kewaspadaan dan pengetahuan yang
dimiliki salah satu dari keduanya dan kebodohan serta ketertutupan hati yang
dimiliki orang kedua.
Seandainya orang yanp mnenyukai dunia Ini
tahu dan melihat apa yang diketahui oleh zahid (orang yang tidak menyukai
dunia) tentu ia pun tidak merasa suka sama dengan si zahid. Seandainya zahid
itu tidak tahu dan melihat apa yang tiduk diketahui oleh orang orang yang
menyukai dunia tentu ia pun akan menyukainya dan sama dengan orang tersebut.
Dengan demikian, Anda pun tahu bahwa perbedaan
itu hanya karena adanya kewaspadaan dan tidak terletak pada watak.
Semua ini merupakan inti permasalahan
yang berguna, suatu keterangan yang benar dan bisa dicerna oleh orang berakal
serta orang yang sadar.
Hanya Allah yang menguasai petunjuk dan
taufik dengan anugerah-Nya. Jika ada yang mengatakan: “Mau tidak mau kita harus
mengambil harta dunia ini sekedar menjadikannya sebagai penguat. Lalu bagaimana
cara berzuhud dalam hal itu?”
Ketahuilah bahwa zuhud itu terletak pada
kelebihan barang halal. Yakni sesuatu yang tidak dibutuhkan untuk menegakkan
organ tubuh. Jadi, yang dimaksudkan di sini adalah kekuatan tubuh sehingga bisa
beribadah kepada Allah, bukan makan, minum dan merasakan kelezatan.
Bila Allah menghendaki, maka Dia akan
menegakkannya dengan suatu sebab. Dan bila menghendaki, maka Dia juga bisa
menegakkannya tanpa sebab seperti halnya para malaikat.
Kemudian jika ingin menegakkannya dengan
suatu sebab, bolehjadi Dia menegakkannya dengan sesuatu yang Anda peroleh atau
dengan sesuatu yang Anda usahakan. Tapi bisa juga dengan hal lain yang
diberikan-Nya tanpa pernah Anda perkirakan dan tanpa Anda cari sebagaimana
firman Allah:
Artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada
Allah maka Dia akan muanjadikan untuknya jalan keluar (dari kesulitan) dan
memberinya rezeka dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Q.S. Ath-Thalaaq:
2-3)
Jika itu yang terjadi, Anda sama sekali
tidak perlu mencari dan menginginkannya.
Apabila Anda tiba-tiba merasa tidak mampu
melakukan zuhud seperti itu dan berusaha mendapatkan dunia, maka niatilah
pencarian dunia itu sebagai persiapan dan mencari kekuatan untuk beribadah,
bukannya menuruti keinginan syahwat dan mencari kelezatan. Sebab jika Anda
niatkan untuk persiapan dan mencari kekuatan untuk ibadah, maka pencarian dan
keinginan tersebut pada hakekatnya adalah kebaikan dan mencari akhirat, bukan
mencari dunia. Dan hal itu tidak akan mengurangi kedudukan zuhud Anda.
Pahamilah keterangan ini! Semoga Anda
mendapat petunjuk.
Rintangan Kedua: Makhluk .
Hendaklah Anda menyendiri dari
masyarakat. Hal itu harus dilakukan karena dua hal:
Pertama, Lingkungan masyarakat akan membuat Anda sibuk
dan melupakan ibadah kepada Allah sesuai dengan apa yang diceritakan seorang
ulama bahwa beliau berkata: “ Aku berjalan dan menemukan sekelompok orang yang
sedang memanah. Sementara itu ada seseorang yang duduk agak jauh dari mereka
dan aku bermaksud mengajaknya berbicara. Akan tetapi ia berkata: “Aku lebih
tertarik mengingat (dzikir) Allah ketimbang pembicaraanmu.’ Aku berkata:
“Apakah Anda sendirian? Dia menjawab: ‘Aku bersama Tuhan dan dua malaikat
(pencatat amal)ku’ Aku bertanya: Siapa yang menang di antara mereka? ia
menjawab: ‘Orang yang diampuni Allah. Aku bertanya: ‘Di mana jalan untuk
mendapatkannya? Dia menunjuk dengan tangannya ke arah langit dan meninggalkanku
seraya bergumant ‘Kebanyakan makhluk telah melupakan-Mu. ”
Dengan demikian, masyarakat akan membuat
Anda sibuk dan meninggalkan ibadah, menghalangi Anda atau bahkan menjerumuskan
ke dalam perbuatan buruk dan merusak yang dikatakan oleh Hatim Al-Asham
rahimahullah: “ Aku berusaha mendapatkan lima hal dari masyarakat tapi tidak
bisa menemukannya. Aku berusaha agar mereka berbuat taat dan berzuhud tapi
mereka tidak melakukannya. Aku berkata: “Jika kalian tidak melakukannya, maka
tolonglah agar aku bisa melakukannya” dan mereka pun tidak melakukan hal itu.
Lalu aku berkata: “Relakan kalau aku melakukan hal itu.” Mereka juga tidak
merelakanku. Aku berkata: “Jangan mencegahku menjalani keduanya.” Mereka malah
mencegahku. Aku berkata: “Jangan mengajakku melakukan sesuatu yang tidak
diridai oleh Tuhan yang Maha Agung dan jangan memusuhi bila aku tidak mengikuti
kalian”. Mereka juga tidak melakukannya. Maka aku pun meninggalkan mereka dan
sibuk mengurusi diri sendiri secara khusus.
Ketahuilah wahai saudarakuseagama!
Sesungguhnya nabimu Muhammad Saw. telah menggambarkan masa ‘uzlah, menerangkan
sifat-sifatnya dan juga sifat-sifat orang menjalaninya serta memerintahkan agar
mengasingkan diri pada masa itu. Tak diragukan lagi bahwa beliau lebih tahu
yang terbaik dan lebih memberi nasehat kepada kita dibanding diri kita sendiri.
Oleh karena itu, jika Anda mengalami masa
seperti yang telah diterangkan, maka ikutilah perintah beliau dan terimalah
nasehatnya. Jangan ragu! Beliau adalah orang yang lebih mengerti apa yang
terbaik buat Anda di masa yang Anda alami. Jangan membuat alasan yang tidak
benar dan membohongi diri sendiri. Jika tidak, maka Anda akan binasa dan tidak
lagi memiliki alasan.
Gambaran di atas adalah keterangan yang
terdapat di dalam hadis riwayat Abdullah bin Amr bin “Ash r.a. Beliau berkata:
“Suatu saat kami berada di sekeliling Rasulullah Saw. ketika membahas masalah
fitnah. Beliau bersabda:
Artinya: “(Masa itu akan datang) jika
kalian telah melihat manusia mengumbar janji, meremehkan kepercayaan dan sudah
seperti ini (beliau menjalin kedua tangannya). Abdullah bertanya, “Apa yang
harus kuperbuat di masa itu?” Beliau menjawab, ‘Teteplah tinggal di rumah,
kendalikan pembicaraanmu, ambil apa yang telah kau ketahui sisi baiknya dan
tinggalkan apa yang kau ingkari. Hendaklah kamu mengurus yang khusus (diri
sendiri) dan meninggalkan urusan orang lain.”
Dalam hadis lain diterangkan bahwa beliau
bersabda:
Artinya: “Masa tersebut adalah hari-hari
yang penuh pertikaiat Ada yang bertanya, “Apakah yang dimaksud dengan hari-har!
pertikaian?” Beliau bersabda:, “Yaitu hari ketika seseorang tidak merasa aman
dari teman duduknya.”
Ibnu Mas’ud menerangkan bahwa dalam hadis
lain yang diriwayatkan oleh Al-Harits bin ‘Umairah beliau Saw. Bersabda:
Artinya: “Jika kamu dianugerahi umur
panjang, maka akan datang padamu masa yang ketika itu benyak tukang pidato tapi
sedikit yang berilmu, banyak orang yang meminta tapi sedikit yang memberi. Dan
pada saat itu hawa nafsu menjadi penarik dalam menuntut ilmu.”
Al-Harits bertanya: “Kapan itu terjadi ya
Rasulullah?
Beliau bersabda:
Artinya: “Nanti ketika salat berjamaah
telah dimatikan (ditinggalkan), (uang) suap telah diterima dan agama dijual
dengan harga murah. Kalau sudah begitu maka carilah keselamatan. Kasihan kamu!
Carilah keselamatan.”
Semua yang disebut dalam hadis ini sudah
Anda lihat dengan mata kepala pada zaman di mana Anda hidup. Karena itu,
kasihanilah diri Anda.
Para salafash-shaalih telah sepakat untuk
memelihara diri dari zaman mereka yang penuh fitnah dan orang-orang yang hidup
di zaman itu, memilih nengasingkan diri, menganjurkannya dan saling
mengingatkan tentang (zaman) itu.
Tak diragukan lagi bahwa mereka adalah
orang-orang yang lebih waspada dan pemberi nasehat. Dan lagi masa setelah
mereka tidak akan menjadi lebih baik dari sebelumnya bahkan lebih buruk dan
lebih pahit.
Pendapat ini kuambil dari apa yang
dikatakan oleh Yusuf Al. Ashbath. Beliau berkata: “Aku mendebgar bahwa Sufyan
Ats. Tsauri mengatakan: ‘Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Telah
dihalalkan ‘uzlah (menyendiri) di masa sekarang ini.”
Menurutku jika ‘uzlah telah dihalalkan di
zaman beliau, maka di zaman kita sekarang ini tentu telah menjadi suatu
kewajiban. Diceritakan dari Sufyan Ats-Tsauri juga bahwa beliau menulis surat
kepada Abbad Al-Khawash rahimahullah: “Amma ba’du. Sesungguhnya kamu (hidup) di
suatu zaman yang diminta oleh para sahabat Rasulullah agar mereka tidak
mengalaminya. Menurutku mereka memiliki pengetahuan yang tidak kita miliki.
Lalu bagaimana dengan kita jika harus mengalaminya, sementara pengetahuan,
kesabaran dan orang yang menolong kebaikan kita hanya sedikit. Dunia kita
semakin keruh dan manusia semakin rusak. Dan sesungguhnya sahabat Umar
Al-Khaththab telah mengatakan bahwa ‘uzlah membuat kita merasa nyaman danjauh
dari pergaulan buruk.’ ”
Dalam hal ini ada penyair yang
mengatakan:
Masa sekarang adalah masa yang kita semua
telah diingatkan darinya dalam ucapan Ka’ab dan Ibnu mas’ud, suatu masa yang
pada saat itu seluruh kebenaran ditolak sedangkan kezaliman dan perampasan hak
tak lagi ditolak.
Saat itu kebutaan dan ketulian bercampur
menjadi satu.
Iblis naik dan turun.
Jika masa ini terus berlanjut dan tidak
berganti dengan masa yang baru, niscaya tidak ada orang menangis saat ada
kematian dan bahagia saat ada kelahiran.
Aku mendengar berita bahwa Sufyan bin
‘Uyainah berkata: “Aku berkata kepada Sufyan Ats-Tsauri, “Berilah aku wasiat!”
Beliau menjawab, “Kurangi mengenal manusia! Aku berkata, ‘Semoga Allah
memberikan rahmat padamu. Bukankah Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Artinya: “Perbanyaklah mengenal manusia.”
Karena setiap orang yang beriman itu
berhak memiliki syafaat?” Sufyan menjawab, “Tidak. Kukira kamu tidak tahu benar
bahwa apa yang kamu benci tak lain berasal dari orang yang kamu kenal. Aku
berkata, Apa yang Anda katakan memang benar.”
Kemudian beliau (Sufyan) wafat dan aku
bertemu dengannya dalam mimpi dan menanyakan berbagai masalah. Kemudian aku
bertanya: “Wahai Abu Abdillah! Berilah aku wasiat! Beliau menjawab, Kurangi
mengenal manusia semampu mungkin karena menyelamatkan diri dari mereka teramat
sulit.”
Ada ulama yang menggubah syair bernada
sama dengan isi hadis di atas:
Semenjak kepalaku beruban tiada hentinya
aku menyelidiki masyarakat dan ingin mencari tahu tentang mereka.
Ternyata aku tidak mengenal mereka selain
kemudian mencela.
Semoga Allah membalas dengan kebaikan
kepada orang yang tidak kukenal.
Aku tidak memiliki dosa yang paling
kubenci selain karena aku mencintai orang yang tidak mau sadar.”
Sufyan bin ‘Uyainah berkata: “Ada yang
mengatakan bahwa Sufyan Ats-Tsauri menulis seperti di bawah ini di atas pintu
rumahnya:
Artinya: “Semoga Allah membalas dengan
kebaikan kepada orangorang yang tidak mengenalku dan tidak membalas dengan itu
kepada teman-temanku, karena belum pernah disakiti kecuali oleh mereka.”
Para ulama melantunkan syair yang senada
dengan ucapan Sufyan Ats-Tsauri sebagai berikut:
Semoga Allah membalas dengan kebaikan
kepada orang-orang yang antara aku dengannya tidak ada hubungan cinta dan
saling kenal mengenal, karena aku belum pernah merasa susah dan sakit hati
kecuali kecuali karena orang yang kucintai dan orang yang kukenal.
Fudhail bin Iyadh berkata: “Sekaranglah
saatnya. Pelihara lisanmu, sembunyikan tempat tinggalmu, obati hatimu, ambil
apa yang kau ketahui baik dan tinggalkan apa yang kau ingkari (belum diketahui
kebaikannya).”
Sufyan Ats-Tsauri berkata: “Sekarang ini
masanya untuk diam, tinggal di dalam rumah dan rela dengan makanan seadanya
sampai kamu mati.”
Diceritakan dari Dawud Ath-Thaai. Beliau
berkata: “Puasalah sejak di dunia dan jadikan akhirat sebagai saat berbuka.
Larilah dari manusia seperti saat kamu lari dari singa.”
Diceritakan dari Abu ‘Ubaidah. Beliau
berkata: “Aku sama sekali belum pernah melihat ahli hikmah selain ia bekata
kepadaku sesaat setelah menyudahi pembicaraannya, Jika kamu lebih suka tidak
dikenal di tengah masyarakat, maka kamu akan mendapat tempat di sisi Allah.”
Hadis yang membicarakan masalah ini
teramat banyak sehingga tidak bisa termuat seluruhnya di dalam kitab ini. Kami
telah menyusun sebuah kitab tersendiri yang kami namakan dengan kitab
“Al-Akhlaaq Al-Abraar wan-Najaat minal Asyraar.” Pelajarilah kitab tersebut
niscaya Anda akan menemukan berbagai keajaiban di dalamnya.
Orang berakal cukup dengan diberi
isyarat. Allah-lah yang menguasai taufik dengan petunjuk dan anugerah-Nya.
Kedua, mereka (masyarakat) dapat merusak ibadah yang
sudah Anda kerjakan jika tidak dipelihara oleh Allah, karena apa yang
diperlihatkan kepada mereka termasuk ajakan riya dan menghias diri.
Benarlah apa yang dikatakan Yahya bin
Mw’adz Ar-Raazi: “Pandangan manusia adalah hamparan riya.”
Orang yang berzuhud benar-benar takut
terhadap diri mereka dari arti semacam ini sehingga mereka meninggalkan
pertemuan dan saling berkunjung.
Diceritakan dari Harim Bin Hayan bahwa
beliau berkata pada Uwais Al-Qarani: “Hai Uwais! Sambunglah persaudaraan padaku
dengan kunjungan dan pertemuan. Uwais menjawab: “ Aku telah menyambung
persaudaraan padamu dengan sesuatu yang lebih bermanfaat ketimbang keduanya,
yakni doa dalam keadaan sunyi dan menyendiri, karena sesungguhnya kunjungan dan
pertemuan hanya akan menampakkan hiasan dan riya.”
Saat Ibrahim bin Adham mengadakan
kunjungan, Sulaiman Al-Khawash ditanya: “Apakah Anda tidak datang kepada
beliau?” Sulaiman menjawab: “Sungguh, seandainya aku bertemu setan durhaka,
maka hal itu lebih aku sukai daripada bertemu dengannya.”
Orang-orang tidak mempercayai hal itu,
lalu Sulaiman berkata: “Aku takut kalau saat bertemu beliau aku menghias
(mempermanis) untuknya, dan saat bertemu setan aku bisa mencegahnya.”
Guruku Abu Bakr Al-Warraq pernah bertemu
seorang arif, lalu keduanya saling mengingatkan dalam waktu cukup lama. Di
akhir perbincangan mereka berdoa. Guruku berkata kepada orang arif tersebut:
“Aku tidak mengira bisa duduk di dalam suatu majlis yang lebih kuharap
kebaikannya dari majlis ini.” Lalu orang arif tersebut berkata pada beliau:
“Akan tetapi aku tidak duduk dalam suatu majlis yang lebih kutakutkan dari
majlis ini. Bukankah Anda sengaja membaik-baikkan pembicaraan dan pengetahuan
lalu mengutarakanya padaku dan memperlihatkannya untukku? Aku pun demikian
juga. Jadi sebenarnya telah terjadi perbuatan riya.” Lalu guruku menangis dalam
waktu cukup lama dan kemudian pingsan. Setelah siuman beliau membuat
perumpamaan dengan syair-syair berikut ini:
Alangkah celakanya diriku karena tempat
berdiri yang tidak lebih mengkhawatirkan dari pada saat Dzat yang Bijaksana
mengadili.
Aku memperlihatkan kedurhakaanku kepada
Allah, sementara selain Dia tiada yang menyayangiku.
Wahai Tuhanku! Berikan ampunan-Mu atas
orang-orang yang berdosa dan yang berlebihan. Ingatlah bahwa ia telah menyesal,
dan berdoa saat malam telah menjadi gelap:
‘Ah dosaku, dosa yang ditutupi oleh Tuhan
yang Maha mengetahui.
Demikian ini keadaan orang yang ahli
zuhud dan riyadhah dalam perjumpaan mereka. Lalu bagaimana keadaan orang-orang
yang menyukai dunia dan ahli berbuat bathil, atau ahli berbuat buruk dan
orang-orang bodoh?
Ketahuilah bahwa zaman telah menjadi
sangat rusak, dan manusia mengalami banyak bahaya karena mereka sibuk dan
melupakan ibadah kepada Allah, sampai-sampai Anda hampir tidak bisa melakukan
ibadah. Lalu mereka merusak apa yang telah Anda dapatkan sehingga hampir saja
ibadah yang Anda lakukan tidak selamat.
Karena itulah Anda harus ber’uzlah,
menyendiri dari orang banyak dan memohon perlindungan kepada Allah dari
keburukan zaman ini beserta seluruh penghuninya.
Allah-lah yang memelihara dengan anugerah
dan rahmatNya.
Jika ditanyakan: “Bagaimana hukumnya
‘uzlah dan menyendiri? Terangkanlah tingkatan-tingkatan manusia dalam hal ini
dan batasan yang wajib di dalamnya.”
Ketahuilah bahwa dalam hal ini manusia
ada dua macam. Pertama, orang yang tidak dibutuhkan oleh masayarakat dalam
masalah ilmu dan keterangan tentang hukum. Yang terbaik bagi orang semacam ini
adalah menyendiri. Jadi, ia tidak bergaul (berbaur) dengan mereka kecuali untuk
salat Jum’at, berjamaah, salat Id, haji, majlis pengetahuan tentang
sunat-sunat, atay kebutuhan hidup yang sudah menjadi kewajibannya. Kalau bukan
untuk hal semacam ini sebaiknya ia menutup diri dan tetap menjadi orang yang
tidak mengenal dan tidak dikenal.
Namun jika orang semacam ini lebih suka
memutuskan hubungan dengan masyarakat, maka hendaklah ia tidak pernah
mencampuri mereka dalam urusan apapun, baik dalam urusan agama, dunia, salat
jamaah, salat Jum’at atau ibadah selain keduanya, karena adanya kebaikan yang
terlihat dalam hal ini. Sebab ia hanya boleh meninggalkan jamaah dan lain-lain
karena satu dari dua hal Yaitu adakalanya karena ia berada di suatu tempat yang
di situ ia tidak berkewajiban melakukan hal-hal fardu (misalnya salat Jum’at
dan berjamaah) seperti berada di puncak gunung, di dasar lembah dan lain
sebagainya. Mungkin inilah salah satu alasan yang menarik para ahli ibadah ke
tempat-tempat yang jauh dari masayarakat.
Adakalanya karena ia benar-benar merasa
yakin bahwa bahaya yang ditemui bila bercampur dengan masyarakat saat melakukan
hal-hal fardu ini lebih besar daripada meninggalkannya. Saat itulah ia memiliki
alasan untuk meninggalkannya.
Aku benar-benar melihat di Mekkah ada
seorang guru yang menyendiri. Ia tidak mendatangi Masjidil Haram untuk
berjamaah meski tempat tinggal beliau berdekatan dan tidak dalam keadaan sakit.
Pada suatu hari aku memperbincangkan hal
itu ketika sering mengunjungi beliau. Beliau mengemukakan alasan seperti yang
kuterangkan di atas, yakni pahala yang beliau dapatkan tidak sesuai dengan
dosa-dosa dan tuntutan saat pergi ke masjid dan bertemu dengan masyarakat.
Kesimpulannya adalah orang yang memiliki
uzur tidak bisa dicela, sedangkan Allah Maha Tahu dengan uzur tersebut. Dan Dia
adalah Dzat yang lebih mengetahui isi hati.
Namun jalan tengah dalam masalah ini
adalah cara pertama, yaitu hendaknya ia bergabung dengan masyarakat dalam
melakukan salat Jum’at, berjamaah, dan berbagai kebaikan serta memisahkan diri
dari mereka dalam hal selain itu.
Jika ia lebih senang memilih jalan kedua,
yakni memutuskan diri dari masyarakat secara total, maka cara yang harus
ditempuh adalah pergi ke tempat yang di sana ia tidak dihadapkan pada
fardu-fardu ini. Sebab jalan ketiga yakni bersatu dengan masyarakat di satu
kota dan tidak menghadiri salat Jum’at dan berjamaah karena alasan dosa atau
tuntutan-tuntutan untuknya, membutuhkan pemikiran mendalam dan pertimbangan
yang matang sehingga kewajiban itu gugur baginya. Dalam hal ini kekhawatiran
melakukan kesalahan masih ada. Jadi, dua hal yang pertama itu lebih
menyelamatkan dan memelihara dirinya.
Hanya Allah yang menguasai petunjuk
dengan anugerahNya.
Kedua orang yang menjadi panutan di
bidang ilmu pengetahuan, masyarakat membutuhkannya untuk menerangkan masalah
agama, menjelaskan kebenaran, menolak pembuat bid’ah, mengajak berbuat baik
dengan menggunakan perbuatan ataupun ucapan dan sebagainya.
Orang semacam ini tidak dibenarkan
mengasingkan diri dari masyarakat, bahkan ia harus menempatkan diri di
tengah-tengah mereka sebagai pemberi nasehat kepada makhluk Allah, pembela
agama dan pemberi penerangan tentang hukum-hukum Allah.
Kami telah meriwayatkan dari Rasulullah
Saw. Beliau bersabda:
Artinya: “Ketika perbuatan-perbuatan
bid’ah telah nampak dan orang yang alim berdiam diri, maka ia berhak menerima
laknat dari Allah.”
Ini terjadi bila orang alim tersebut
berada di tengah-tengah mereka. Dan bila ia keluar dari kalangan mereka, maka
ia pun tidak dibenarkan mengasingkan diri.
Diceritakan bahwa Al-Ustadz Abu Bakr bin
Faurak bermaksud menyendiri dan beribadah kepada Allah seraya menjauh dari
masyarakat.
Suatu ketika beliau berada di salah satu
gunung saat mendengar suara yang memanggil: “Hai Abu Bakr! Ketika kamu telah
menjadi bagian dari hujjah (pemberi keterangan) Allah kepada makhluk-Nya, maka
kamu meninggalkan hamba-hamba Allah.” Lalu beliau kembali (ke masyarakat). Dan
karena itulah beliau bergaul dengan masyarakat.
Makmun bin Ahmad mengatakan kepadaku
bahwa Al-Ustadz Abu Ishag berkata kepada orang-orang ahli ibadah di gunung
Lebanon: “Wahai para pemakan rumput! Kenapa kalian meninggalkan umat Muhammad
di tengah-tengah para pembuat bid ah, sementara di sini kalian sibuk makan
rumput?” Mereka manjawab: “Kami tidak mampu menemani masyarakat. Karena Allah
telah memberi Anda kekuatan, maka Andalah yang harus melakukan itu.”
Setelah kejadian itu, Beliau (Abu Ishag)
menyusun salah satu kitabnya (yang berjudul) Al-Jaami’ lil Jaliy wal khafty
(kitab yang mengumpulkan antara hal yang terang dan hal samar).
Orang-orang (di gunung Lebanon) ini di
samping memiliki banyak ilmu juga memiliki banyak amal dan pandangan yang
lembut dalam meniti jalan akhirat.
Ketahuilah bahwa orang yang dibutuhkan
oleh masyarakat dalam bidang agama seperti ini, untuk bergaul dengan mereka, ia
membutuhkan dua hal yang amat sulit:
Kesabaran yang amat lama, santun yang
agung dan pandangan lembut serta selamanya memohon pertolongan kepada Allah.
Dalam beribadah hendaknya ia menyendiri
dari mereka, meskipun secara lahir berkumpul. Bila mereka mengajaknya
berbincang-bincang, maka ia pun berbicara pada mereka. Jika meraka berkunjung,
maka ia harus memuliakannya sesuai kedudukan dan kesyukuran mereka. Jika mereka
diam dan berpaling darinya, ia harus mengambil keuntungan perbuatan itu dari
mereka. Jika mereka berbuat benar dan baik, maka ia harus membantu. Jika mereka
berbuat sesuatu yang tak berguna dan berbuat buruk, ia harus meninggalkan
mereka, bahkan jika ada kemungkinan mereka menerima larangan dan pencegahan, ia
harus mencegah dan melarang. Kemudian ia juga harus memenuhi hak-hak mereka
seperti berkunjung, menengok orang sakit, dan memenuhi undangan yang di
sampaikan padanya semampu mungkin, tidak meminta balasan yang setimpal dari
mereka dan mengharapnya. Ia tidak menampakkan kekecewaan karena tidak mendapat
imbalan. Ia menggelar pemberian untuk mereka dan menahan diri tidak menerima
bila diberi. Ia harus menahan diri dari hal menyakitkan yang mereka lakukan,
memperlihatkan kebahagiaan, memenuhi sendiri kebutuhanya dan mengusahakanya
secara lahir batin.
Di samping semua itu ia juga perlu
memperhatikan diri sendiri dan memberinya kesempatan beribadah secara khusus
seperti yang dikatakan oleh Umar bin Al-Khaththabr.a.: “Jika aku tidur di malam
hari tentu aku telah menyia-nyiakan diriku. Dan bila aku tidur di siang hari
tentu aku menyia-nyiakan rakyat. Bagaimana aku harus tidur di antara keduanya?”
Berkenaan dengan artian yang semacam ini
aku disodori beberapa bait syair sebagai berikut:
Jika kamu merasa senang berada di bawah
petunjuk para imam, maka tempatkanlah dirimu di jalan yang mengantarmu pada
berbagai kenyataan dengan hati yang tenang saat menghadapi hal-hal yang tidak
disenangi disertai hati yang penuh kesabaran sebagai pencegah di dalam dada.
Lidahmu harus terjaga, pandanganmu
terkendali, rahasiamu tersimpan hanya untuk Tuhan, dzikirmu tersembunyi,
pintumu terkunci, bibirmu tersenyum, perutmu lapar, hatimu terluka, (dagangan)
pasarmu tidak laku, keutamaanmu terpendam dan kekurangan (cacat)mu menyebar
luas.
Setiap hari kamu mereguk kedukaan dari
waktu dan saudara sementara hati tetap taat.
Siang hari kamu habiskan untuk sibuk
mengurusi masyarkat tanpa imbalan.
Di waktu malam kamu sangat merindukan
Tuhan tanpa ada yang tahu.
Untukmu malam ini. Ambillah sebagai
sarana menyelamatkan diripada hari yang banyak orang bermuka masam dan sedikit
yang mau menolong.
Memang benar. Secara lahir beliau
berkumpul dengan masyarakat tapi hatinya tetapjauh dari mereka. Dan sumpah demi
umurku. Hal itu adalah sesuatu yang teramat sulit dan kehidupan yang amat
berat.
Dalam masalah ini guruku Abu Bakr
Al-Warraq mengatakan dalam wasiat beliau: “Wahai anakku! Hiduplah kamu bersama
orang yang hidup di zamanmu dan jangan mengikuti mereka.” Kemudian beliau
berkata: “Betapa beratnya kehidupan ini. Berkumpul dengan orang-orang yang
masih bernafas tapi mengikuti (perbuatan) orang-orang yang telah tiada (mati).”
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud r.a. Beliau
berkata: “Bergabunglah dengan masyarakat. Tinggalkan mereka dengan menghadapkan
hati kepada Allah. Danjangan melukai agamamu.”
Semua ini merupakan faedah yang sangat
memuaskan.
Selanjutnya bila fitnah sudah bergejolak,
susul menyusul satu sama lain, urusan agama terhalang (tidak terurus),
masyarakat berpaling dari agama dan tidak mempedulikan hak-hak orang mukmin.
Mereka tidak mencari orang yang alim, tidak memandang orang yang memberi
faedah, dan urusan agama sama sekali tidak memberi manfaat pada mereka. Anda
juga melihat fitnah yang sudah merata dan merembet kepada orang-orang khusus.
Maka saat itulah orang yang alim memiliki alasan untuk ber’uzlah, menyendiri
dan mengubur ilmunya. Dan aku takut kalau apa yang beliau katakan adalah zaman
yang sulit sekarang ini.
Hanya Allah tempat memohon pertolongan.
Dan kepada-Nya kita berserah diri.
Inilah hukum ‘uzlah dan mengasingkan diri
dari masyarakat. Pahamilah dengan benar, karena kesalahan dalam hal ini adalah
suatu masalah besar dan bahayanya juga tidak sedikit.
Jika dikatakan: “Bukankah Nabi Saw. telah
bersabda:
Artinya: “Hendaklah kalian senantiasa
berjamaah karena pertolongan Allah diberikan kepada jamaah. Dan setan, bagi
manusia bagaikan serigala. Ia akan memakan kambing yang memencilkan diri dari
teman-temannya.”
Beliau juga bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya setan itu
mendampingi orang yang menyendiri dan lebih menjauh dari dua orang (yang
bersatu).”
Ketahuilah bahwa hadis semacam ini memang
ada. Tapi ada juga hadis yang seperti di bawah ini:
Artinya: “Tetaplah tinggal di rumahmu,
mengurus diri sendiri secara khusus dan tinggalkan urusan umum.”
Kemudian beliau memerintahkan ‘uzlah di
zaman yang buruk. Dan tidak mungkin ada hadis Nabi yang bertentangan. Oleh
karena itu, mau tidak mau kita harus menyatukan dua kebaikan dengan daya dan
taufik-Nya.
Aku berpendapat bahwa sabda Nabi Saw.: “Tetaplah
berjamaah” memiliki tiga kemungkinan:
Yang dimaksud dengan kata “berkumpul”
dalam hadis tersebut adalah “berkumpul dalam urusan agama dan hukum”, karena
tidak mungkin umat ini disuruh bersatu (berkumpul) dalam kesesatan. Jadi,
menyimpang dari kesepakatan ulama dan menghukumi sesuatu menggunakan cara yang
berbeda dengan apa yang menjadi pegangan jumhur ulama adalah perbuatan bathil
dan sesat.
Sedangkan bila ia mengasingkan diri dari
mereka untuk kebaikan agamanya, maka hal itu tidak berpengaruh apa-apa.
Maksud hadis tersebut adalah: Tetaplah
berjamaah dengan cara tidak memisahkan diri dari mereka pada waktu salat Jum’at
dan berjamaah, karena di dalamnya terdapat kekuatan agama, kesempurnaan Islam,
serta (memancing) kemarahan orang-orang kafir dan orang-orang yang menyimpang
dari agama. Jamaah semacam ini tidak pernah lepas dari berkah dan perhatian
Allah dengan rahmat-Nya. Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa orang yang
menyendiri adalah orang yang bergabung dengan masyarakat secara luas dalam hal
kebaikan serta menjauhi mereka dalam pergaulan dan berdesak-desakan di bidang
lain, karena di dalamnya terdapat bermacam kerusakan.
Hadis tersebut dilontarkan oleh beliau
sebelum zaman fitnah kepada orang yang lemah di bidang agama. Adapun orang yang
waspada dan berpegang kuat pada perintah Allah, saat melihat zaman fitnah
seperti yang telah diperingatkan oleh beliau kepada seluruh umat dan
memerintahkan mereka agar ber’uzlah pada masa itu tentu baginya yang terbaik
adalah ‘uzlah. Sebab dari pergaulan akan muncul berbagai kerusakan dan bahaya.
Dan alangkah baiknya bila ia tidak memutuskan diri dari perkumpulan Islam dan
kebaikan-kebaikan secara umum. Dan bila ia ingin menyendiri dari masyarakat
secara total, hendaklah ia menetap di puncak gunung atau di tengah gurun pasir
demi kebaikan yang ja lihat dalam urusan agamanya.
Menurut pendapatku orang semacam ini di
manapun berada tentu diberi kesempatan oleh Allah untuk mendatangi
jamaahjamaah, salat-salat Jum’at dan pertemuan-pertemuan Islami yang lain.
Oleh karena itu, sebaiknya ia datang agar
tidak kehilangan bagian dari semua itu, karena pertemuan-pertemuan tersebut
memiliki tempat tersendiri di sisi Allah walaupun manusia kebanyakan telah
berubah dan menjadi rusak.
Begitulah yang kudengar dari para Wali Abdal.
Mereka selalu menghadiri pertemuan-pertemuan yang Islami di manapun pertemuan
itu berada. Mereka berjalan dari satu tempat menurut kehendak mereka, karena
bumi ini bagi mereka bagaikan satu telapak kaki (selangkah).
Dalam banyak hadis diterangkan bahwa bumi
ini terlipat bagi mereka. Mereka saling memberi penghormatan. Mereka juga
dikelilingi dengan bermacam kebaikan dan karamah (kemuliaan). Alangkah enaknya
apa yang mereka dapatkan.
Semoga Allah memperbagus kesabaran orang
lalai yang tiada melihat dirinya serta menolong orang yang mencari dan belum
sampai ke tempat tujuan seperti kita ini.
Sungguh aku telah disodori beberapa bait
syair yang menerangkan keadaanku sebagai berikut:
Orang-orang yang mencari telah berhasil
mendapatkan apa yang mereka cari. Orang-orang yang ingin “wushul” (mencapai
derajat di sisi Allah) sudah bisa wushul.
Dan para kekasih telah beruntung bisa
bertemu dengan kekasihmya.
Tinggal aku sendiri yang bingung ke sana
ke mari di antara batas “wushul” (sampai kepada Allah) dan “ijtinab” (menjauh
dari-Nya).
Aku mengharap kedekatan dengan menjauhkan
diri.
Ini adalah suatu hal yang menurut akal
sehat tak mungkin terjadi.
Karena itu berilah seteguk minuman
penghilang kegelisahan dari sisi-Mu ya Allah.
Tunjukkanlah keadaku jalan menuju kebanaran,
wahai Pengobat segala yang sakit, wahai Dzat yang menyembuhkan luka dan
Penyembuh penyakit penyakit kronis.
Aku tak tahu dengan apa kusembuhkan
lukaku atau dengan apa kuraih keberuntungan di hari perhitungan.
Hendaknya sekarang kuhentikan keterangan
ini dan kembali ke tujuan semula tentang ‘uzlah, karena saat ini aku telah
benar benar keluar dari pokok bahasan kitab ini.
Jika ada yang mengatakan: “Bukankah Nabi
Saw. telah bersabda:
Artinya: “Ketekunan ibadah umatku adalah
duduk di masjid.” Bukankah di dalamnya ada larangan menyendiri?”
Ketahuilah bahwa hadis tersebut tidak
dilontarkan di masa banyak fitnah seperti yang telah kami terangkan. Selain itu
orang tersebut duduk di dalam masjid dan tidak mencampuri urusan mereka
sehingga bila dilihat, dirinya bersama masyarakat tapi sebenarnya ia menyendiri
dan jauh dari mereka.
Itulah makna yang terkandung di dalam
‘uzlah dan menyendiri yang telah kuterangkan, bukan menyendiri dengan tubuh dan
tempat. Perhatikan hal ini. Semoga Allah memberimu rahmat.
Dalam hal ini Ibrahim bin Adham berkata:
“Jadilah orang yang menyendiri di tengah masyarakat. Bersikaplah yang jinak
pada Tuhanmu dan liarlah pada orang banyak (masyarakat).”
Jika ditanyakan: “Apa yang Anda katakan
tentang tempattempat pendidikan para ulama akhirat, pondok-pondok para sufi
yang mennempuh jalan akhirat dan bagaimana jika tinggal di dalamnya?”
Ketahuilah bahwa dalam hal ini, itulah
cara paling mulia bagi ahli ilmu dan para mujtahid, karena dengan tinggal di
dalamnya ja akan memperoleh dua faedah yang salah satunya adalah mengasingkan
diri dari masyarakat, menyendiri dari pergaulan mereka, dan tidak ikut berebut
di dalam urusan mereka.
Faedah kedua yaitu bisa bersama-sama dengan mereka
dalam melakukan salat-salat Jum’at, salat berjamaah, dan memperbanyak syiar
Islam. Dengan cara itu ia bisa memperoleh keselamatan yang didapat oleh
orang-orang yang menyendiri. Dan juga memperoleh banyak kebaikan yang diberikan
kepada masyarakat Islam pada umumnya, di samping keuntungan yang datang dari
masyarakat seperti ketokohan (menjadi panutan), berkah dan nasehat. Dengan
begitu tinggal di dalam pondok merupakan jalan tengah, keadaannya paling baik
dan paling selamat.
Untuk mendapatkan yang seperti ini
kebanyakan orang yang ‘arif tinggal di tengah masyarakat untuk memberikan
kemanfaatan yang mereka miliki kepada hamba-hamba Allah di bidang agama, serta
menekan tindakan yang menyakitkan mereka agar masyarakat melihat langsung budi
pekerti dan tingkah laku mereka. Agar masyarakat bisa secara langsung mengikuti
langkah mereka. Karena bahasa tindakan lebih mengena (fasih) ketimbang bahasa
ucapan. Dengan begitu tempat-tempat tersebut bisa menjadi tempat penataan
terbaik di bidang agama. Bisa menjadi tempat pengajian, beribadah dan tempat
mencari pendapatpendapat yang kuat.
Jika dikatakan: “Apa yang harus dilakukan
oleh seorang murid terhadap para mujtahid dan orang-orang yang berriyadhah?
Berkawan dengan mereka ataukah menjauhi?”
Ketahuilah! Jika mereka masih menjalani
cara hidup (mereka) yang mulia dan langkah mereka juga masih seperti yang
mereka warisi dari para ulama pendahulu, maka mereka adalah saudara seiman yang
paling agung, sahabat dan penolong untuk beribadah kepada Allah. Karena itu,
Anda tidak boleh bersembunyi dan menyendiri dari mereka. Sebab seperti yang kudengar,
mereka sama saja dengan ahli-ahli zuhud di gunung Lebanon dan lain sebagainya.
Di antara mereka ada sekelompok orang yang saling tolong menolong dalam
kebaikan dan ketakwaan. Saling berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran.
Akan tetapi bila mereka telah mengubah
langkah dan meninggalkan cara-cara hidup mereka, tidak mengikuti langkah
langkah yang diwarisi dari para pendahulu mereka yang salehsaleh, maka mujtahid
dan orang yang berriyadhah seperti ini, hidup bersama mereka hukumnya sama saja
dengan hidup bersama orang lain (masyarakat umum). Yakni tetap harus
mengasingkan diri, bergabung dengan mercka dalam urusan kebaikan dan menjauhi
mereka dalam urusan lain serta kerusakan yang mereka timbulkan. Maka ia pun
ber’uzlah (mengasingkan diri) dari orangorang yang ber’uzlah dan menyendiri,
jauh dari orang-orang yang menyendiri.
Jika Anda bertanya: “Bagaimana kalau
orang yang bersungguh-sungguh dan berriyadhah ini memilih keluar dari
lingkungan mereka, pergi ke tempat lain yang dirasanya bisa mendatangkan kebaikan
dirinya dan untuk menjauhi kerusakan yang timbul dari pergaulan bersama
mereka.”
Ketahuilah bahwa tempat-tempat belajar
dan pondok-pondok (para sufi) ini bagaikan benteng kuat yang akan membuat para
mujthid terpelihara dari perampok dan pencuri agama. Adapun di luar lingkungan
pondok baginya seperti gurun tempat berkeliling pasukan-pasukan setan berkuda
dan siap menyambar serta menawannya.
Lalu bagaimana jika ia keluar dari pondok
dan memberi kesempatan kepada musuh yang datang dari segala arah dengan bebas?
Dalam keadaan seperi itu tak ada jalan lain bagi orang yang lemah seperti ini
selain tetap tinggal di dalam benteng.
Sedangkan orang yang kuat dan waspada,
yang tidak dapat dikalahkan oleh musuh dan merasakan kesamaan antara tinggal di
dalam benteng dan di gurun, maka seandainya ia keluar tentu tidak perlu
dikhawatirkan. Hanya saja bila tetap tinggal di dalam benteng, maka ia pun
harus lebih berhati-hati dalam segala keadaan, sebab di luar benteng ia tidak
akan merasa aman dari gangguan yang datang dengan tiba-tiba dan berkesempatan
tinggal bersama kawan-kawan buruk.
Bila keadaaannya seperti ini, maka
tinggal bersama orangorang pilihan Allah dan sabar menjalani payahnya pergaulan
tentu lebih utama bagi orang yang berriyadhah dan berusaha mencari kebaikan
walau dalam keadaan apapun.
Sedangkan orang telah kuat dan mencapai
derajat istiqamah tidak memiliki alasan yang bisa mencegahnya untuk menyendiri
dari mereka.
Pahami keterangan ini dan renungkanlah!
Niscaya Anda beruntung dan memperoleh keselamatan.
Jika ada pertanyaan: “Bagaimana pendapat
Anda tentang berkunjung pada saudara-saudara seiman dan bertemu dengan para
sahabat untuk saling mengingatkan?”
Ketahuilah bahwa sesungguhnya berkunjung
pada saudara-saudara seiman termasuk mutiara ibadah kepada Allah Swt. Di
dalamnya terdapat pendekatan yang mulia kepada Allah dan bermacam faedah di
samping kebaikan hati, tapi dengan dua syarat:
Kunjungan itu tidak terlalu sering
dilakukan. Nabi Saw. bersabda:
Artinya: “Bekunjunglah dengan selang
waktu, niscaya kecintaaan kepadamu akan bertambah.”
Memelihara hak-hak berkunjung dengan cara
menjauhi riya, mempermanis ucapan, kata-kata yang tak berguna, menggunjing dan
sebagainya yang akan menjerumuskan Anda dan sanak famili ke dalam kerusakan.
Dikisahkan bahwa Fudhail bin Iyadh dan
Sufyan saling mengingatkan. Setelah itu keduanya menangis. Lalu Sufyar berkata:
“Wahai Abu “Ali! Aku berharap kita tidak berkumpul dalam suatu majlis yang
lebih kuharapkan kebaikannya dari majlis ini.” Lalu Fudhail menjawab: “Aku
belum pernah duduk dalam suatu majlis yang lebih kutakutkan daripada majlis
ini.” Sufya” bertanya: “Kenapa bisa begitu wahai Abu ‘ Ali?” Fudhail menjawab:
“Bukankah Anda telah merancang perkataan yang terbaik dan membicarakannya
kepadaku? Aku juga merancang pembicaraan yang terbaik dan mengutarakannya pada
Anda Anda mempermanis mulut padaku dan aku pun mempermanis mulut untuk Anda.”
Kemudian Sufyan-pun menangis.
Hendaklah pertemuan Anda dengan
saudara-saudara seagama tersebut secukupnya saja, dilakukan dengan hati-hati dan
pemikiran yang mendalam sehingga hal itu tidak merusak ‘uzlah dan pengucilan
diri Anda dari masyarakat. Dan Anda tidak kembali dengan membawa bahaya serta
kerusakan, tapi membawa banyak kebaikan dan manfaat yang besar.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Jika Anda bertanya: “Apa yang bisa
membangkitkan diriku untuk ber’uzlah dan dengan mudah bisa melaksanakannya?”
Ketahuilah bahwa yang mempermudah Anda
untuk melaksanakannya ada tiga hal:
Pertama, menghabiskan seluruh waktu yang Anda miliki
untuk beribadah. Karena di dalam ibadah tersebut terdapat suatu kesibukan,
sementara beramah tamah dengan masyarakat termasuk tanda-tanda kebangkrutan.
Bila diri Anda terlihat ingin bertemu
dengan masyarakat dan berbicara dengan mereka tanpa suatu kebutuhan dan tidak
ada sesuatu yang mamaksa, maka ketahuilah bahwa itu termasuk fudhuul (sesuatu
yang tidak bermanfaat) yang muncul karena terdorong oleh waktu yang kosong dan
terlalu kagum saat mendapat kenikmatan.
Betapa indahnya syair tentang artian
semacam ini:
Waktu kosong menuntunku pada
keselamatan-Mu
Kadang-kadang orang yang menganggur
berbuat sesuuatu yang tak berguna.
Bila Anda telah menjalani ibadah
sebagaimana mestinya niscaya Anda merasakan manisnya bermunajat, merasa
tenteram dengan kitab Allah, melupakan masyarakat dan tidak merasa nyaman
berkawan serta berbicara dengan mereka.
Dalam sebuah hadis diceritakan bahwa pada
saat Nabi Musa a.s. kembali dari bermunajat (kepada Allah), beliau menjadi
gelisah dan tidak merasa nyaman bila harus berkumpul dengan masyarakat. Beliau
memasukkan duajari tangan ke dalam telinga supaya tidak mendengar perkataan
mereka. Di saat itu suara mereka bagi beliau sama persis dengan suara khimar di
tengah kesunyian.
Oleh karena itu, hendaklah Anda selalu
menjalani apa yang diperintahkan oleh guru kami Abu Bakr Al-Warraq rahimahulah:
Relakan Tuhanmu sebagai teman dan
tinggalkan masyarakat sejauh mungkin.
Cintai Allah dengan penuh kesungguhan,
baik di tengah masyarakat ataupun jauh dari mereka.
Perlakukan mereka sesuai kehendakmu, maka
pastilah kamu menemukan mereka bagaikan kalajengking.”
Kedua, memupus harapan dari mereka. Dengan begitu
urusan mereka menjadi sepele bagi Anda. Sebab orang yang Anda tidak
mengharapkan sesuatu (kemanfaatan) darinya serta tidak khawatir membahayakan,
maka ada dan tidaknya bagi Anda sama saja.
Ketiga, melihat bahaya-bahaya mereka, mengingatnya,
dan mengulang-ulang hal itu dalam hati.
Bila tiga komponen ini Anda jalankan,
maka dengan sendirinya Anda akan terdorong untuk meninggalkan pergaulan bersama
masyarakat menuju pintu Allah, menyendiri untuk beribadah kepada-Nya,
membuat-Nya mencintai Anda dan menempatkan Anda di pintu-Nya.
Hanya Allah yang menguasai taufik dan
pemeliharaan.
Rintangan Ketiga: Setan
Kemudian hendaklah Anda memerangi setan
dan mengalahkannya karena dua hal:
Pertama, ia adalah musuh yang menyesatkan dengan
nyata. Tidak ada sedikitpun harapan kebaikan darinya. Dia takkan pernah
membiarkan Anda dan bahkan sama sekali tidak merasa puas kecuali setelah
melihat kerusakan pada diri Anda. Dengan begitu, tidak ada alasan untuk merasa
aman dari musuh yang sifatnya seperti ini dan juga tidak boleh lengah.
Renungkan dua ayat dari kitab Allah yang salah satunya adalah sebagai berikut:
Artinya: “Apakah Aku tidak menjanji
(memerintahkan) kalian (hai anak Adam) agar tidak menyembah setan. Sesungguhnya
dia adalah musuh yang nyata bagi kamu sekalian.” (Q.S. Yaa Siin: 60)
Yang kedua adalah ayat:
Artinya: “Sesungguhya setan itu adalah
musuh bagi kalian, karena itu anggaplah dia sebagai musuh.” (Q.S. Faathir: 6)
Dua ayat ini adalah peringatan keras bagi
kita semua.
Kedua, ia diberi watak untuk selalu memusuhi Anda.
Ia juga telah mempersiapkan diri untuk memerangi Anda selamalamanya. Siang
malam ia lemparkan panah ke arah Anda di saat lengah. Lalu apa yang terjadi?
Di sisi lain ada hal penting yang
terjadi, yaitu Anda menjalankan ibadah kepada Allah dan mengajak masyarakat
menuju pintu-Nya dengan perbuatan dan ucapan Anda Sedangkan hal semacam ini
bertentangan dengan pekerjaan, cita. cita, keinginan, dan perbuatan setan.
Sekali-kali Anda bersiaga dan menyingsingkan lengan baju untuk memancing
kemarahan setan, melawan dan berusaha mengalahkannya. Pasti ia pun akan
bersiap-siap, menyingsingkan lengan bajunya untuk memusuhi, memerangi dan
berupaya dengan berbagai cara sampai berhasil merusak ibadah Anda, atau bahkan
menghancurkan Anda secara total. Sebab ia tidak akan merasa aman dari Anda
setelah melihat apa yang kusebutkan di atas, karena ia adalah makhluk yang
membinasakan dan bertujuan merusak orang yang tidak membuatnya marah atau
melawan, tapi malah membenarkan dan menyetujuinya seperti orang-orang kafir,
orang-orang sesat dan orang-orang yang suatu saat mencintai setan.
Lalu apa tujuan yang hendak dicapainya
dari orang-orang yang membuatnya marah dan memusatkan kekuatan untuknya?
Saat itulah ia akan memusuhi masyarakat
secara umum dan memusuhi Anda secara khusus.
Sesungguhya urusan Anda teramat penting.
Ia memiliki beberapa pembantu. Pembantu yanb paling berat untuk dihadapi adalah
nafsu dan kesenangan diri Anda. Ia juga memiliki sejumlah penyebab dan beberapa
pintu masuk di saat Anda lengah.
Benar sekali apa yang dikatakan Yahya bin
Mu’adz: “Setan itu makhluk yang memiliki waktu luang, sedangkan Anda orang yang
sibuk. Setan melihat Anda, sedangkan Anda tidak melihatnya. Ia juga tidak akan
melupakan Anda, sementara Anda melupakannya. Dan di dalam diri Anda terdapat
pembantu-pembantu setan yang akan merugikan.
Jika seperti itu yang terjadi, maka mau
tidak mau Anda harus memerangi dan mengalahkannya. Jika tidak, Anda tidak akan
bisa terbebas dari kerusakan dan kehancuran. Jika Anda berkata: “Dengan apa aku
bisa memerangi setan? Dengan apa aku bisa mengalahkan dan menolaknya?”
Ketahuilah bahwa para ahli melakukan
pekerjaan seperti ini dengan dua cara:
Cara yang dikatakan oleh salah seorang
dari mereka: “Cara terbaik untuk menolak setan tak lain adalah memohon
perlindungan kepada Allah. Karena sesungguhnya setan adalah anjing yang
diberi kewenangan mencelakakan Anda. Jika Anda sibuk memeranginya tentu akan
merasa kesulitan, waktu Anda terbuang, lalu ia pun mendapatkan kemenangan dan
bisa melukai Anda. Karena itu, kembali kepada pemilik anjing untuk
memalingkannya dari Anda adalah langkah terbaik.
Cara yang dikatakan oleh ulama lain bahwa
cara yang benar adalah berjuang, senantiasa menolak dan tidak mengikutinya.
Menurutku (Al-Ghazali) cara yang benar
dan lebih mencakup urusan tersebut adalah menyatukan dua cara. Mula-mula kita
memohon perlindungan kepada Allah dari keburukannya seperti yang telah
diperintahkan (kepada kita). Dia-lah Dzat yang memelihara dari kejahatan setan.
Jika kita melihatnya selalu menang, kita
pun tahu bahwa itu adalah cobaan dari Allah agar Dia bisa melihat kesungguhan
perjuangan kita, seberapa kekuatan kita dalam menjalankan perintah-Nya dan
sampai di mana kesabaran kita. Seperti halnya ketika Dia menguasakan
orang-orang kafir atas kita, sementara Dia mampu menyelesaikan urusan mereka.
Juga keburukan yang mereka lakukan agar kita semua mendapat bagian berupa
(pahala) perjuangan, kesabaran, kebersihan diri (dari dosa) dan mati syahid.
seperti firman Allah Swt.:
Artinya: “Agar Allah mengetahui
orang-orang yang (benar-benar) beriman dan menjadikan orang-orang yang mati
syahid di antara kamu sekalian.” (Q.S. Ali Imran: 140)
Allah juga berfirman:
Artinya: “Apakah kamu sekalian mengira
akan memasuki surga, sementara belum jelas orang-orang yang berjuang di antara
kalian dan juga orang-orang yang bersabar (menghadapi ujian)?” (Q.S. Ali Imran:
142)
Demikian juga dengan apa yang sedang kita
bicarakan sekarang ini.
Kemudian untuk bisa memerangi dan
mengalahkannya, menurut para ulama ada tiga cara:
Pertama, mengenali tipu dayanya, dengan begitu ia
tidak akan berani mengganggu Anda. Seperti halnya seorang pencuri. Bila ja tahu
bahwa pemilik rumah menyadari kedatangannnya tentu akan lari.
Kedua, menganggap remeh ajakannya, maka hati Anda
tidak akan bergantung padanya. Dan jangan mengikutinya. Karena ia bagaikan
anjing menggonggong. Bila Anda menanggapinya maka ja akan merasa senang dan
terus menggonggong. Tapi bila Anda berpaling tentu ia akan diam.
Ketiga, senantiasa berdzikir kepada Allah dengan
lisan dar hati Anda.
Nabi Saw, bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya berdzikir kepada
Allah itu bagi setan bagaikan penyakit menular bagi tubuh manusia.”
Jika Anda bertanya: “Bagaimana aku bisa
mempelajari tipu dayanya, dan jalan mana yang harus ditempuh untuk mengetahui
hal itu?”
Ketahuilah bahwa (yang pertama) ia
mempunyai rasa waswas. Perasaan was-was itu bagaikan anak panah yang ia
luncurkan. Hal itu akan tampak jelas dengan mengetahui gerakgerak hati dan
berbagai macamnya.
Kedua, setan itu memiliki tipu muslihat.
Tipu muslihat ini bagaikan jaring yang dipasangnya untuk menjerat. Hal itu akan
tampak jelas dengan mengetahui tipuan-tipuan, sifat-sifat dan jalan-jalannya.
Para ulama telah banyak yang menerangkan
berbagai hal tentang gerak hati (khathir). Dan kami telah menyusun sebuah kitab
yang kami beri nama “Talbiisu Ibliis.” Kitab (Minhajul ‘Aabidiin) ini tidak
banyak memuat tentang itu. Akan tetapi kami akan menerangkan masing-masing satu
pokok yang sekiranya bisa mencukupi kalau Anda berpegang teguh padanya.
Mengenai Inti Khathir (Gerak Hati)
Ketahuilah bahwa Allah memberi kuasa
kepada malaikat yang mengajak berbuat baik bagi hati seorang manusia yang
bernama Mulhim. Ajakan malikat ini dinamakan ilham. Dan sebagai bandingannya
Dia memberi kuasa kepada setan yang akan mengajak seorang hamba berbuat buruk
bernama was-was. Ajakan setan ini dinamakan was-wasah. Karena itu, menurut
pendapat kebanyakan ulama, malaikat Mulhim tidak akan mengajak seorang hamba
selain pada kebaikan. Dan Was-was tidak akan mengajaknya selain pada keburukan.
Telah diceritakan dari guru kami
rahimahullah bahwa sesungguhnya setan itu kadangkala mengajak berbuat baik,
tapi yang menjadi tujuannya tetap buruk. Seperti halnya ketika ia mengajak
melakukan suatu hal yang utama agar hamba tersebut tidak melakukan hal yang
lebih utama. Atau mengajaknya berbuat baik agar hamba tersebut terseret ke
perbuatan dosa, sekira keburukannya tidak sebanding dengan kebaikan yang ia
kerjakan, seperb ujub dan sebagainya. Dua makhluk ini senantiasa mengajak dian
bersemayam di dalam hati seorang hamba. Hamba tersebut akan mendengar dengan
hatinya. Juga merasakan ajakan tersebut, Seperti telah diceritakan di dalam
hadis-hadis pilihan bahwa beliau (Nabi saw.) bersbda:
Artinya: “Apabila seorang anak Adam
dikaruniai seorang anak, maka Allah akan menyertakan bagi anak itu satu
malaikat. Dan setan Juga menyertakan baginya satu setan. Setan akan bertengger
di atas telinganya sebelah kiri. Sedangkan malaikat bertengger di atas
telinganya sebelah kanan. Dan keduanya selalu mengajak anak tersebut
(mempengaruhinya).”
Nabi juga bersabda:
Artinya: “Setan itu memiliki satu tempat
pada diri anak Adam. Dan malaikat juga memiliki satu tempat.”
Artinya memiliki tempat untuk mengajak,
berdasarkan ucapan para ulama: “Mengumpulkan di suatu tempat dan membuatkan
sesuatu saat tinggal di sana.”
Kemudian di dalam diri seorang manusia,
Allah menciptakan watak yang cenderung pada keinginan syahwat dan mencari
kelezatan, bagaimanapun keadaannya, entah itu baik atau buruk.
Hal itu dinamakan keinginan nafsu yang
menarik seseorang menuju pada kerusakan. Jadi, di dalam diri seseorang ada tiga
hal yang selalu mengajak (mempengaruhinya). ketahuilah bahwa setelah
pendahuluan ini masih ada yang perlu diketahui, bahwa yang dinamakan khathir
(gerak hati) adalah pengaruh yang muncul dalam hati seorang hamba. Pengaruh
tersebut akan membangkitkannya untuk melakukan sesuatu, meninggalkannya, atau
menarik hatinya kepada perbuatan tersebut. Pengaruh itu dinamakan khathir
(gerak hati), karena goncangan di dalam hati yang berasal dari perjalanan angin
dan semisalnya.
Pada hakekatnya kemunculan semua itu di
dalam hati seorang hamba berasal dari Allah Swt. Akan tetapi kemunculanya
terbagi menjadi empat:
Gerak hati yang pertama kali dimunculkan
di dalam hati seorang hamba oleh Allah. Gerak hati semacam ini dinamakan
“khathir”.
Gerak hati yang dimunculkan sesuai dengan
watak manusia. Gerak hati semacam ini dinamakan “hawa nafsu” dan dinisbatkan
kepadanya (nafsu).
Gerak hati yang dimunculkan seiring
dengan ajakan malaikat Mulhim. Lalu gerak hati tersebut dinisbatkan kepadanya
(Mulhim) dan dinamakan “ilham”.
Gerak hati yang dimunculkan seiring
dengan ajakan setan. Lalu dinisbatkan kepadanya (setan) dan dinamakan
“was-wasah”. Was-wasah ini disandarkan (dinisbatkan) kepada setan, karena gerak
hati itu memang berasal dari setan. Akan tetapi pada hakekatnya pengaruh itu
muncul pada saat setan mengeluarkan ajakannya. Karena dalam hal ini setan
bagaikan penyebab, tapi juga dijadikan sandaran (penisbatan).
Inilah empat macam gerak hati. Kemudian
setelah pembagian-pembagian ini, ketahuilah bahwa gerak hati yang pertama kali
berasal dari Allah kadang mengajak kepada kebaikan sebagai sebuah kemuliaan dan
penetapan hujjah. Kadang juga mengajak berbuat buruk sebagai ujian dan
pemberatan suatu ujian.
Gerak hati yang berasal dari malaikat
Mulhim senantiasa mengajak berbuat baik, karena ia adalah pemberi nasehat dan
pemberi petunjuk. Ia tidak diutus melainkan hanya untuk itu.
Gerak hati yang berasal dari setan
senantiasa mengajak berbuat buruk untuk menyesatkan atau agar seseorang
tergelincir. Kadang ia mengajak berbuat baik tapi hanya sebagai tipuan.
Gerak hati yang berasal dari hawa nafsu
mengajak pada keburukan dan sesuatu yang tidak mengandung kebaikan sebagai
pencegahan dan agar manusia tidak berpikir panjang.
Aku pernah menemukan sebuah pendapat dari
seorang salaf bahwa hawa nafsu terkadang juga mengajak berbuat baik, akan
tetapi yang menjadi tujuannya adalah agar ia berbuat syirik (bersekutu) pada
setan.
Inilah macam-macam khathir (gerak hati).
Setelah mengetahui semua ini, ketahuilah
bahwa sesungguhnya Anda sangat perlu mengetahui tiga pasal yang menjadi
keharusan dan di dalamnya terdapat apa yang menjadi tujuan Anda.
Perbedaan antara khathir baik dan buruk
secara global.
Perbedaan antara khathir buruk yang
muncul di permulaan, dinisbatkan pada setan atau yang dinisbatkan pada nafsu
dan juga dengan apa membedakan ketiganya, karena masingmasing saling bertolak
belakang.
Perbedaan antara khathir baik yang muncul
di permulaan, yang dinisbatkan pada ilham, dinisbatkan pada setan, atau
dinisbatkan pada nafsu agar Anda dapat mengikuti khathir yang berasal dari
Allah atau malaikat Mulhim dan menjauhi khathir yang berasal dari setan.
Begitu juga khathir yang berasal dari
hawa nafsu, menurut pendapat orang yang mengatakannya.
Pasal pertama: Para ulama berkata: “Jika Anda ingin
mengetahui khathir baik dan khathir buruk, serta membedakan antara keduanya,
maka timbanglah hal itu dengan salah satu dari pertimbangan berikut, tentu
keadaannya akan menjadi jelas bagi Anda.
Apa yang tergerak di hati Anda hendaknya
disodorkan pada aturan syarak. Jika keinginan tersebut menyamai jenisnya
berarti keinginan tersebut baik. Dan jika yang terjadi itu kebalikannya karena
adanya keringanan (rukhshah) atau syubhat berarti khathir tersebut buruk.
Jika hal ini masih belum jelas bagi Anda
dengan pertimbangan semacam ini, maka hendaknya gerak hati tersebut disodorkan
pada panutan. Jika dalam mengerjakannya menganut orangorang saleh berarti itu
adalah khathir baik. Tapijika yang terjadi adalah sebaliknya, dan hanya karena
mengikuti orang-orang saleh berarti itu khathir buruk.
Jika masalah ini belumjelas bagi Anda
dengan ukuran semacam ini, maka sodorkanlah gerak hati tersebut pada hawa
nafsu. Kemudian lihatlah! Kalau gerak hati tersebut termasuk hal yang
ditinggalkan oleh nafsu menurut wataknya, bukan karena takut kepada Allah, maka
khathir itu merupakan khathir baik. Jika hal itu termasuk sesuatu yang nafsu
cenderung kepadanya, dan kecenderungan tersebut sesuai dengan wataknya, bukan
karena kecenderungan berharap kepada Allah, maka khathir tersebut adalah
khathir buruk, karena nafsu selalu mengajak berbuat buruk. Pada dasarnya ia
tidak akan cenderung berbuat baik.
Dengan melihat berbagai macam ukuran
seperti ini serta benar-benar merenungkannya, maka akan tampak jelas bagi Anda
perbedaan antara khathir baik dan buruk.
Hanya Allah yang menguasai petunjuk
dengan anugerahNya. sesungguhnya dia Maha murah lagi Maha Mulia.
Pasal kedua: Para ulama berkata: “Jika Anda ingin
membedakan antara khathir buruk yang berasal dari setan, khathir buruk yang
berasal dari hawa nafsu, atau khathir buruk yang berasal dari Allah pada
permulaannya, maka lihatlah khathir tersebut dari tiga sisi:
Bila Anda melihatnya kokoh dan menetap
pada satu keadaan berarti khathir tersebut berasal dari Allah atau dari hawa
nafsu. Jika Anda menemukannya berputar-putar dan berubah, maka ketahuilah bahwa
khathir tersebut berasal dari setan.
Seorang ulama saleh mengatakan bahwa
perumpamaan hawa nafsu adalah harimau. Kalau sudah menyerang ia tak akan
berpaling kecuali karena adanya perlawanan yang teramat sangat. Atau seperti
pemberontak yang berperang untuk membela agamanya. Ia tak akan pulang sebelum
terbunuh. Perumpamaan setan adalah serigala. Jika Anda mengusirnya dari satu
sisi, maka ia akan masuk dari sisi lain.
Bila khathir tersebut muncul seiring
dengan perbuatan dosa yang baru saja Anda kerjakan berarti khathir tersebut
berasal dari Allah sebagai penghinaan dan siksaan disebabkan oleh buruknya dosa
tersebut. Allah berfirman:
Artinya: “Sekali-kali tidaklah begitu.
Bahkan hati mereka telah berkarat karena apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S.
AlMuthaffifiin: 74)
Guruku rahimahullah berkata:
“Demikianlah. Suatu dosa akan mengantar seseorang pada kerasnya hati. Mula-mula
hanya berupa khathir (gerak hati) dan akhirnya sampai pada kerasnya hati.”
Bila gerak hati ini muncul terlebih
dahulu, tidak beriringan dengan dosa yang Anda kerjakan, maka ketahuilah bahwa
khathir tersebut berasal dari setan. Hal ini terjadi pada kebanyakan orang,
karena mula-mula ia hanya mengajak berbuat buruk.
Bila khathir tersebut tiada melemah dan
tidak berkurang dengan berdzikir kepada Allah serta tidak hilang, itu berarti
khathir tersebut berasal dari hawa nafsu.
Bila Anda menemukan khathir tersebut Anda
temukan melemah dan berkurang karena dzikir kepada Allah, berarti khathir
tersebut berasal dari setan, seperti yang disebutkan di dalam tafsir firman
Allah yang berbunyi:
Artinya: “(Aku berlindung kepada Allah)
dari kejahatan setan yang suka mengganggu dan lagi suka mundur.”
Sesungguhnya setan itu bertengger dalam
hati anak Adam. saat anak Adam mengingat Allah ia akan mundur. Dan saat anak
Adam tersebut lalai ia akan kembali mengganggu.
Pasal ketiga: Jika Anda ingin membedakan antara
khathir baik yang berasal dari Allah dan yang berasal dari malaikat, maka
lihatlah khathir tersebut dari tiga sisi.
Bila khathir tersebut tertanam dengan
kuat dan kokoh, berarti khathir tersebut berasal dari Allah. Sedangkan bila
khathir tersebut hanya mondar-mandir berarti khathir tersebut berasal dari
malaikat Mulhim. Sebab kedudukan malaikat Mulhim ini seperti seorang pemberi
nasehat yang bisa masuk dari segala arah dan memberikan nasehat dengan harapan
Anda mau melakukan dan suka berbuat kebaikan.
Apabila khathir tersebut muncul seiring
dengan ijtihad dan ketaatan yang Anda kerjakan, berarti khathir itu berasal
dari Allah Swt.
Allah berfirman:
Artinya: “Dan orang-orang yang berjuang
karena mencari keridaan kami, tentu Kami menunjukkan kepada mereka jalan-jalan
Kami.” (Q.S. Al-Ankabuut: 69)
Firman-Nya pula:
Artinya: “Dan orang-orang yang mendapat
petunjuk, Allah akan menambahkan petunjuk baginya.” (Q.S. Muhammad: 17)
Bila khathir tersebut muncul pertama kali
(sebelum ijtihad dan berbuat taat), maka biasanya khathir tersebut berasal dari
malaikat.
Bila khathir itu menyangkut ibadah-ibadah
pokok dan amalamal batin, berarti khathir tersebut berasal dari Allah. Dan bila
khathir menyangkut cabang-cabang ibadah dan amal zhahir, maka kebanyakan
khathir tersebut berasal dari malaikat Mulhim, karena seorang malaikat tidak
memiliki cara untuk mengetahui batin seorang hamba.
Sedangkan khathir yang berasal dari
setan, maka halitu hanya untuk menarik seseorang agar berbuat buruk dan semakin
meningkat keburukannya.
Guru kami berkata: “Ketahuilah! Bila saat
melakukan keinginan tersebut nafsu Anda terlihat giat tanpa merasa takut,
tergesa-gesa, tidak berhati-hati, merasa aman, tidak merasa khawatir, tidak
melihat akibat yang ditimbulkan, dan tidak waspada, maka ketahuilah bahwa
khathir tersebut berasal dari setan. Karena itu, jauhilah.
Bila nafsu Anda nampak sebaliknya, yaitu
melakukannya dengan rasa takut, tidak menggebu, berhati-hati, tidak
tergesagesa, merasa takut, tidak merasa aman dan nampak waspada dengan melihat
akibat yang ditimbulkannya, maka ketahuilah bahwa khathir tersebut berasal dari
Allah atau dari malaikat Mulhim.
Menurutku, giat/ menggebu di sini adalah
perasaan ringan pada diri seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan tanpa
kewaspadaan dan tanpa mengingat pahala yang membuatnya giat melakukan hal tersebut.
Sedangkan perlahan-lahan adalah langkah
terpuji, kecuali di beberapa tempat tertentu yang bisa dihitung.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari
Nabi Saw. disebutkan bahwa beliau bersabda:
Artinya: “Tergesa-gesa itu berasal dari
setan kecuali dalam lima hal: Pertama, menikahkan anak perawan bila sudah
mencapai umurnya. Kedua, membayar utang setelah jatuh tempo. Ketiga, mengurus
jenazah setelah benar-benar mati. Keempat, menjamu ‘ tamu yang bertandang.
Kelima, tobat setelah ia melakukan sebuah dosa.”
Adapun khauf (takut) bisa dalam
kesempurnaan amal, pengerjaan yang sesuai dengan yang diinginkan (sebagaimana
mestinya) dan penerimaan Allah terhadap amal tersebut.
Waspada terhadap akibat yang akan terjadi
bisa dilakukan dengan cara mawas diri dan merasa yakin bahwa amal tersebut
benar dan baik. Bisa gaja hal itu dilakukan karena melihat pahala di kemudian
hari dan karena mengharapkannya.
Ketahuilah keterangan tersebut niscaya
kamu akan mendapatkan taufik.
Itulah ketiga pasal yang harus Anda ketahui
di dalam masalah khathir (gerak hati). Pelihara dan perhatikan sebaik mungkin
sesuai kemampuan Anda, karena hal itu termasuk pengetahuan yang teramat halus
dan dalam bab ini termasuk rahasia yang teramat mulia.
Hanya Allah yang memberikan taufik dengan
anugerah-Nya.
Adapun pasal yang menerangkan tentang
tipu daya dan bujukan setan, maka tempat berlaku dan contohnya adalah sebagai
berikut:
Tipu daya setan terhadap keturunan Adam
dalam hal ketaatan itu melalui tujuh cara:
Menghalanginya dari melakukan ketaatan
tersebut. Jika Allah memelihara, hamba tersebut menolak ajakannya dengan
berkata: “Sungguh aku sangat membutuhkan ketaatan tersebut, karena mau tidak
mau aku harus mencari bekal dari dunia yang fana ini untuk kehidupan akhirat
yang tiada pernah berakhir.”
Setan akan menyuruhnya agar menunda amal
tersebut. Jika Allah memelihara, hamba tersebut menolak ajakan setan seperti
dengan mengatakan: “Aku tidak menguasai batas akhir hidupku. jika aku menunda
pekerjaanku hari ini dan kukerjakan esok pagi, lalu kapan aku mengerjakan
pekerjaanku esok hari? Sebab setiap hari ada pekerjaan yang mesti
diselesaikan.”
Lalu setan pun akan melakukan dengan cara
lain. Ia membujuk hamba tersebut agar tergesa-gesa dengan mengatakan:
“Cepatlah! Cepat kerjakan agar segera selesai dan kamu bisa melakukan ini dan
itu.” Jika Allah memelihara hamba tersebut, hamba itu pun menolaknya dengan
berkata: “Sedikit pekerjaan yang dilakukan dengan sempurna lebih baik ketimbang
pekerjaan yang banyak tapi penuh kekurangan.”
Kemudian setan akan menggunakan cara
lain. Ia akan membujuk hamba tersebut agar mau menyempurnakan amalnya dengan
menampakkan amal itu di hadapan orang banyak. Jika Allah memelihara hamba
tersebut, hamba itu pun menolak ajakannya dengan berkata: “Untuk apa aku menampakkan
pekerjaanku di hadapan banyak orang? Tidakkah pandangan Allah telah cukup
bagiku?”
Cara lain lagi yang digunakan setan, ia
menghendaki agar hamba tersebut tergelincir ke dalam sikap ujub. Ia mengatakan:
“Betapa agungnya, betapa waspadanya, dan betapa mulianya Anda.” Jika Allah
memelihara hamba tersebut, hamba itu akan menjawabnya dengan berkata: “Yang
membuatku bisa begini adalah kebaikan Allah, bukan aku. Dia-lah yang memberiku
keistimewaan dengan taufik-Nya. Dia juga yang menjadikan amalku berharga mahal
dengan anugerah-Nya.” Jika bukan karena anugerah-Nya, bagaimana mungkin amalku
ini bisa berharga bila melihat kenikmatan yang diberikan-Nya padaku, dan juga
kemaksiatan yang kulakukan pada-Nya.”
Maka setan punakan menggunakan cara yang
lain lagi. Ia akan mendatanginya dengan cara keenam. Inilah tipuan yang paling
licik dan tidak diketahui oleh orang-orang yang benar-benar waspada, yakni
setan akan mengatakan: ” Bersunnguh-sunguhlah di saat tidak ada orang yang
melihat, karena Allah akan menampakkanmu.” Ia pun akan mencampuri semua amal
yang dikerjakan hamba tersebut. Dengan begitu, ia ingin agar hamba tersebut
sedikit berbuat riya. Jika Allah memelihara hamba tersebut, hamba itu juga
menjawabnya dengan berkata: “Hai makhluk terkutuk! Sampai saat ini kamu selalu
mendatangiku dengan bujukan untuk merusak amalku. Tapi sekarang kau datang
dengan bujukan untuk memperbaiki amalku dengan tujuan ingin merusaknya.
Sesungguhya aku adalah hamba Allah. Dia-lah Majikanku. Bila menghendaki maka
Dia akan menampakkan diriku. Dan bila menghenaki maka Dia akan merahasiakan
(menutupi)ku. bila menghendaki maka Dia akan menjadikan aku sebagai orang yang
berkedudukan tinggi. Dan bila menghendaki maka Dia akan menjadikan aku sebagai
orang yang hina. Semua itu hanya kembali kepada-Nya. Aku tak peduli, mau
ditampakkan di hadapan orang banyak atau tidak. Dan mereka tak akan bisa
berbuat banyak.”
Kemudian setan akan mencari cara lain. Ia
akan mendatangi hamba tersebut dengan cara ketujuh. Ia mengatakan: “Sebenarnya
kamu tidak memerlukan amal semacam ini. Sebab kalau memang kamu tercipta untuk
menjadi orang beruntung, maka kamu tidak akan celaka hanya karena meninggalkan
amal semacam ini. Dan kalau kamu memang tercipta untuk menjadi orang celaka,
maka tiada gunanya kamu melakukan amal tersebut.” Jika Allah memelihara hamba
tersebut, maka hamba itu akan menjawab ucapan setan dengan ucapan: “ Aku hanya
seorang hamba. Dan dalam pengabdiannya, seorang hamba harus mengikuti perintah.
Sedangkan Tuhan lebih tahu dengan sifat ketuhanan-Nya. Dia memutuskan segala
sesuatu sesuai kehendak-Nya. Dia akan melakukan apa yang diinginkan-Nya. Dan
sesungguhnya apapun yang terjadi amal itu tetap berguna untukku. Karena bila
aku,memang diciptakan untuk beruntung, maka amal itu kuperlukan untuk menambah pahala.
Dan bila aku memang tercipta untuk celaka, maka amal itu kuperlukan agar aku
tidak mencela diri sendiri. Hanya saja apapun keadaannya Allah tidak akan
menyiksaku karena ketaatan yang kulakukan, dan Dia juga tidak akan
mencelakaiku. Bila aku dimasukkan ke dalam neraka dalam keadaan taat, maka hal
itu lebih kusukai ketimbang masuk ke dalamnya dalam keadaan durhaka. Bagaimana
tidak, jika janjiNya selalu nyata dan ucapan-Nya juga pasti benar? Dia telah
menjanjikan pahala atas ketaatan. barangsiapa bertemu Allah dalam keadaan iman
dan taat, maka ia sama sekali tidak akan dimasukkan ke dalam neraka. Orang itu
akan memasuki surga. Bukannya ia berhak memperoleh surga karena amal yang
dikerjakannya, tapi semata-mata karena janji yang benar dari Allah. Maha Suci
Allah.”
Karena artian semacam inilah Allah
mengabarkan tentang keadaan orang-orang yang beruntung saat mereka telah masuk
surga dan berkata:
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang
telah memenuhi janji-Nya untuk kami.”
Karena itu, sadarlah! Semoga Allah merahmatimu.
Sebab segala sesuatunya telah Anda lihat dan Anda dengar. Jadikan semua itu
sebagai kiasan untuk melangkah pada perbuatan yang lain. Mohonlah pertolongan
kepada Allah. Mintalah perlindungan kepada-Nya, karena segala sesuatu berada di
bawah kekuasaan-nya. Dia-lah yang memberikan taufik. Tiada daya dan upaya
melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Luhur dan Maha Agung.
Rintangan Keempat: Nafsu
Hai orang-orang yang beribadah! Hendaknya
Anda senantiasa berhati-hati dalam menjaga nafsu yang selalu memerintah kepada
hal-hal buruk. Ia adalah musuh yang paling berbahaya, cobaannya teramat berat,
paling sulit diobati, penyakit yang ditimbulkanya teramat rumit dan
pangobatanya juga amat sulit. Hal itu harus dilakukan karena dua hal:
Nafsu adalah musuh yang datang dari dalam
tubuh
Jika seorang pencuri berasal dari dalam
rumah, maka jalan untuk menyiasatinya sangat sulit dan kerugian yang
ditimbulkan juga besar.
Benar sekali apa yang dikatakan oleh
seorang penyair:
Nafsuku senantiasa mengajakku pada hal-hal
yang membahayakan dan memperbanyak penyakitku.
Bagaimana caranya menghindar dari musuh
jika ia berada di antara tulang igaku.
Ia adalah musuh yang disukai
Biasanya seseorang tidak melihat
kekurangan yang ada pada kekasihnya. Hampir ia sama sekali tidak melihat
kekurangannya. Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair:
Dan kamu tiada melihat kekurangan pada
kekasih dan saudaram, Bahkan sebagiannya saja tidak kau lihat jika telah merasa
senang Tatapan mata yang senang menutupinya dari segala kekurangan, Tapi
tatapan mata yang benci akan menampakkan berbagai keburukan.
Kalau sudah seperti itu seseorang tentu
menganggap baik segala keburukan dari kekasihnya. Ia nyaris tidak melihat
kekurangannya. Sementara ia (nafsu) masih tetap dalam permusuhan dan penggodaannya.
Tidak berapa lama nafsu akan menjerumuskannya ke dalam cemoohan dan kerusakan.
Orang itu tidak akan merasa kecuali bila Allah memeliharanya dengan
anugerah-Nya, dan memberinya pertolongan untuk mengalahkan nafsu dengan
rahmat-Nya.
Kemudian renungkanlah sebuah arti penting
yang cukup memuaskan. Yaitu jika Anda perhatikan, pasti akan tahu bahwa pangkal
segala fitnah, cemoohan, kehinaan, kerusakan, dosa dan afat yang menimpa
seorang makhluk Allah, dari dulu hingga esok hari kiamat adalah nafsu ini.
Kadang dengan nafsu itu sendiri, dan kadang dengan bantuan yang diberikannya.
Maksiat kepada Allah yang pertama kali,
dilakukan oleh Iblis. Penyebabnya selain takdir yang sudah ditetapkan adalah
nafsu. Dengan kesombongan dan kedengkian, nafsu menjerumuskannya ke dalam
lautan kesesatan setelah ia beribadah menurut sebuah pendapatselama 80.000
tahun. Maka ia pun tenggelam untuk selamanya, karena di sana tidak ada dunia,
orang lain dan setan. Yang ada hanya nafsu bersama kesombongan dan
kedengkiannya yang akan memperlakukan Iblis sekehendaknya.
Lalu dosa Nabi Adam a.s. dan Hawa.
Keduanya dijatuhkan oleh keinginan nafsu dan kerakusannya terhadap keabadian
tinggal di surga hingga terbujuk rayuan Iblis. Kemudian dengan bantuan nafsu
terjadilah perbuatan tersebut sehingga ia terlempar dari sisi Allah, sampai ke
dunia yang hina, sulit, fana dan merusak ini. Keduanya mengalami apa yang harus
ia alami. Dan keturunannya juga mengalami hal serupa dari hari itu hingga
selamanya.
Lalu disusul denpan kisah Oabil dan Habil.
Dosa yang mereka Inkukan disebabkan oleh kedengkian dan sifat kikir.
Lalu kisah dosa Harut dan Marut.
Penyebabnya adalah syahwat. Demikian seterusnya sampai hari kianat.
Anda tidak akan menemukan fitnah yang
menimpa seorang makhluk, cemoohan, kesesatan dan kemaksiatan selain berpangkal
dari nafsu dan keinginannya. Jika tidak, tentu seluruh makhluk akan selamat dan
berbuat baik.
Jika ada musuh yang mendatangkan bahaya
seperti apa yang kusebutkan ini, maka sudah sepantasnya orang yang berakal
sangat memperhatikanya.
Hanya Allah yang menguasai petunjuk dan
taufik serta anugerah-Nya.
Jika Anda berkata: “Lalu upaya apa yang
harus kami tempuh untuk menghadapi musuh yang seperti ini dan bagaimana cara
menyiasatinya? Tolong terangkan masalah itu kepada kami.”
Ketahuilah! Di depan telah kami terangkan
bahwa urusan nafsu memang teramat sulit, sebab kita tidak mungkin mengalahkanya
dengan satu langkah seperti musuh-musuh yang lain, karena ia memang kendaraan
dan peralatan kita.
Diceritakan bahwa ada seorang pedalaman
yang mendoakan seseorang dengan kebaikan. Maka ia berdoa: “Semoga Allah membuat
kalah semua musuh Anda selain nafsu.”
Ia juga tidak bisa dibiarkan begitu saja,
karena sangat berbahaya. Karenanya, dibutuhkan jalan tengah di antara keduanya,
yaitu mendidik dan memberinya kekuatan sekedar agar ia kuat melakukan bermacam
kebaikan. Ia juga harus diperlemah dan dikekang sebatas tidak sampai melampaui
batas. Karena itu, dalam mengurusnya Anda harus benar-benar merawat dan
memperhatikanya dengan teliti.
Kami juga pernah nenerangkan bahwa ia
harus dikendalikan dengan kendali “takwa” dan “wara” agar bisa memperoleh dua
manfaat sekaligus.
Jika Anda berkata: “Nafsu ini memang sama
dengan hewan tunggangan yang liar, bertabiat buruk dan tidak mau dikendalikan.
Lalu bagaimana caranya agar kami bisa menguasainya?”
Ketahuilah bahwa apa yang Anda katakan
itu benar adanya,
Adapun cara mengendalikan nafsu adalah
merendahkannya sehingga bisa dikendalikan.
Para ulama kita mengatakan: “Cara untuk
merendahkan nafsu dan membatalkan keinginannya ada tiga:
Menahan hal yang disenanginya, sebab hewan tunggangan yang liar akan
menjadi jinak jika makanannya dikurangi.
Membebankan ibadah-ibadah yang berat
kepada-Nya. Sebab bila seekor
keledai ditambah muatannya dan dikurangi jatah makannya, tentu ia akan tunduk
dan menurut (jinak).
Memohon pertolongan kepada Allah dan
merendahkan diri agar Dia berkenan menolong Anda. Dan jika tidak memohon pertolongan,
maka Anda tidaklah selamat. Bukankah Anda pernah mendengar perkataan Nabi Yusuf
a.s.:
Artinya: “Sesungguhnya nafsu selalu
mengajak berbuat buruk kecuali orang yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS
Yusuf : 53)
Bila Anda melakukan tiga hal ini secara
rutin, pasti dengan izin Allah nafsu Anda akan tunduk secara total. Saat itulah
Anda harus segera menguasainya dan menghindar dari keburukanya.