Terjemah Kitab Minhajul Abidin
B. Rasa takut dan harapan: jalan tengah
yang menyelamatkan
Pada tahapan ini hendaknya Anda
melewatinya dengan sangat berhati-hati, menjaga diri dan menggunakan
batas-batas aturan yang ada. Sebab tahapan ini sangat sulit ditempuh dan penuh
bahaya karena jalan tersebut berada di antara dua jalan yang menakutkan dan
merusak, yaitu rasa aman dan putus asa. Raja’ dan khauf adalah jalan tengah di
antara dua persimpangan.
Jika perasaan raja’ lebih mendominasi
diri Anda sehingga tidak merasa takut sama sekali berarti Anda telah
tergelincir ke jalan “rasa aman”. Padahal tidak ada yang merasa aman dari makar
(tipu daya) Allah melainkan orang-orang yang merugi.
Jika perasaan khauf lebih mendominasi
diri Anda sehingga tidak memiliki harapan (raja’) sama sekali berarti Anda
telah tergelincir ke jalan “putus asa”. Padahal tidak ada orang yang berputus
asa dari rahmat Allah selain orang-orang kafir.
Jika Anda berjalan di antara khauf dan
raja’ serta menjaga diri dari keduanya, itulah jalan tengah yang lurus, yaitu
jalan yang dilalui para wali (kekasih) Allah dan orang-orang pilihan-Nya, yakni
orang-orang yang Dia sifati dengan firman-Nya:
Artinya: “Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan baik
dan mereka pun berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka
adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (Q.S. Al Anbiya’: 90)
Dengan begitu, tampak jelas bagi Anda
bahwa tahapan ini memiliki tiga jalan:Rasa aman dan berani (kepada Allah).
Putus asa.
Takut dan berharap, yang terbentang di
antara keduanya.
Jika Anda selangkah menyimpang ke kanan
atau ke kiri, maka Anda telah terjerumus ke jalan yang membinasakan dan akan
binasa bersama orang-orang yang binasa.
Kemudian yang harus diperhatikan adalah
bahwa jalan menyimpang yang membinasakan itu lebih luas diameternya, lebih
banyak hal yang menarik perhatian dan lebih mudah ditempuh ketimbang jalan
tengah yang lurus. Sebab jika Anda melihat ke arah rasa aman, Anda akan melihat
keluasan rahmat Allah, anugerah yang banyak, dan kemurahan yang teramat Sangat.
Sesuatu yang sedikitpun tidak meninggalkan rasa takut Sehingga Anda
mengandalkan hal itu dan merasa aman.
Jika Anda melihat ke arah khauf, maka
Anda akan melihat besarnya kekuasaan Allah, pengaturan-Nya, banyaknya
kemegahan, kejelian dan ketelitian-Nya terhadap para kekasih dan pilihan-Nya
sehingga nyaris tidak ada harapan lalu Anda berputus asa.
Saat itulah Anda tidak hanya perlu
melihat keluasan rahmat Allah sehingga mengandalkan hal itu dan merasa aman.
Atau melihat kebesaran, kehebatan dan ketelitian Allah saja sehingga berputus
asa. Akan tetapi Anda juga perlu melihat keduanya secara keseluruhan, mengambil
sebagian dari yang satu dan sebagian lagi dari yang lain, menapak jalan kecil
yang rumit di antara keduanya, kemudian berjalan di atasnya agar selamat.
Jalan nya’ yang murni itu mudah, lebar
dan lapang (datar), tapi akhirnya mengantar Anda ke tempat rasa aman dan
kerugian. Jalan khauf yang murni juga lebar dan lapang tapi akhirnya mengantar
Anda pada kesesatan. Sedangkan jalan tengah antara keduanya, yaitu jalan khauf
dan raja’ meskipun kecil dan sulit ditempuh, namun jalan itu yang membuat
selamat, jalan lurus yang mengantar Anda kepada ampunan dan kebaikan, kemudian
sampai ke surga dan keridaan serta bertemu dengan Raja yang Maha Pengasih.
Apakah Anda tidak mendengar firman Allah tentang orang-orang yang menempuh
jalan ini yang berbunyi:
Artinya: “Sedangkan mereka berdoa kepada
Tuhannya dengan rasa takut dan mengharap.” (Q.S. As-Sajdah: 16)
Kemudian Dia juga berfirman:
Artinya: “Dan seorangpun tidak mengetahui
apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang
menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan.” (Q.S. As-Sajdah:17)
Camkanlah semua keterangan ini dengan
sungguh-sungguh. singsingkan lengan baju dan ingatlah segala sesuatunya karena
itu bukanlah hal mudah. Hanya Allah tempat memohon taufik.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Anda tidak
bisa melewati jalan ini sambil membawa nafsu yang nakal, malas berbuat baik
dengan cara menjauhi kesenangannya dan berusaha menjalankan ketaatan yang
dirasanya berat kecuali dengan memelihara tiga hal pokok dan selalu
mengingatnya secara terus menerus serta sedikitpun tidak boleh berhenti atau
lengah.
Pertama, mengingat firman-firman Allah yang berisi
hal-hal menyenangkan (iming-iming) dan hal yang menakutkan.
Kedua, mengingat pekerjaan yang dilakukan Allah pada
saat menyiksa dan mengampuni.
Ketiga, mengingat balasan yang diberikan-Nya untuk
para hamba di hari kiamat berupa pahala dan siksaan.
Perincian setiap pasal dari ketiganya
membutuhkan lembaran-lembaran yang teramat banyak. Untuk itu kami telah
menyusun sebuah kitab bernama “Tanbrih Al-Ghaafiliin.”
Di dalam kitab ini kami hanya menerangkan
beberapa kalimat yang bisa mengantar Anda ke tempat tujuan, insya Allah. Dan
hanya Allah tempat memohon taufik.
Pokok Pertama, Firman Allah Swt.
Renungkanlah firman-firman Allah yang ada
di dalam kitab Al-Qur’an berupa ayat-ayat menyenangkan (iming-iming),
menakut-nakuti, memberi harapan dan membuat takut (khawatir).
Di antara ayat yang memberi harapan
adalah:
Artinya: “Janganlah kamu berputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa.” (Q.S. Az-Zumar:
53)
Artinya: “Dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain dari Allah.” (Q.S. Ali Imran: 135)
Artinya: “Yang mengampuni dosa dan
menerima taubat.” (Q.S, Al-Mu’min: 3)
Artinya: “Dan Dia-lah yang menerima
taubat dari hamba-hambaNya dan memaafkan kesalahan-kesalahan.” (Q.S.
Asy-Syuura: 25)
Artinya: “Tuhanmu telah menetapkan atas
diri-Nya kasih sayang.” (Q.S. Al-An’aam: 54)
Artinya: “Dan rahmat-Ku meliputi segala
sesuatu. Maka akan Kutetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa.” (Q.S.
Al-A ‘raaf: 156)
Artinya: “Sesungguhnya Allah Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (Q.S. al-Baqarah: 143)
Artinya: “Dan Dia Maha Penyayang kepada
orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al-Ahzaab: 43)
Inilah ayat-ayat yang berisi raja’
(harapan).
Di antara ayat-ayat yang menimbulkan rasa
takut (khauf) adalah:
Artinya: “Maka bertakwalah kepada-Ku,
wahai para hamba-Ku.” (Q.S. Az-Zumar: 16)
Artinya: “Maka apakah kamu mengira bahwa
sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main saja, dan bahwa kamu tidak
akan dikembalikan kepada Kami?” (Q.S. Al-Mukminuun: 115)
Artinya: “Apakah para manusia mengira
bahwa dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa dimintai pertanggung jawaban)?”
(Q.S. Al-Qiyaamah: 36)
Artinya: “Pahala dari Allah itu bukanlah
menurut angan-anganmu dan tidak pula menurut angan-angan para ahli kitab.
Barangsiapa mengerjakan kejahatan, niscaya ia akan dibalas dengan kejahatan ,
itu dan 1a tidak akan menemukan pelindung dan penolong selain Allah.” (Q.S.
An-Nisaa’: 123)
Artinya: “Sedangkan mereka menyangka
bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya.” (Q.S. Al-Kahfi: 104)
Artinya: “Dan jelaslah bagi mereka azab
dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan sebelumnya.” (Q.S. Az-Zumar: 47)
Artinya: “Dan Kami hadapi apa yang telah
mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.”
(Q.S. Al-Furqaan: 23)
Kami memohon kepada Allah agar Dia
berkenan menyelamatkan kita semua dengan rahmat-Nya.
Di antara ayat yang mencakup khauf dan
raja’ secara bersamaan adalah:
Artinya: “Kabarkanlah kepada
hamba-hamba-Ku bahwa sesungguhnya Aku adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang, (Q.S. Al-Hijr: 49)
Lalu Dia melanjutkan ayat tersebut:
Artinya: “Dan bahwa sesungguhnya azab-Ku
adalah azab yang teramat pedih.” (Q.S. Al-Hijr: 50)
Firman di atas dimaksudkan agar jangan
sampai Anda dikuasai oleh raja’ (harapan). Firman Allah yang lain:
Artinya: “Maha keras hukuman-Nya.” (Q.S.
Al-Mu’min: 3)
Lalu Dia melanjutkan lagi dengan firman:
Artinya: “Yang memiliki karunia, tiada
Tuhan selain Dia.” (Q.S. Al-Mu’min: 3)
Firman di atas dimaksudkan agar Anda
tidak dikuasai oleh khauf (perasaan takut).
Yang lebih menakjubkan lagi adalah
firman-Nya berikut ini:
Artinya: “Dan Allah memperingatkan kamu
dari diri (siksa)-Nya.” (Q.S. Ali Imran: 30)
Lalu Dia melanjutkan dengan firman-Nya:
Artinya: “Dan Allah sangat penyayang
kepada hamba-hamba-Nya” (Q.S. Ali Imran: 30)
Ada lagi ayat yang lebih menakjubkan
yaitu:
Artinya: “(Yaitu) orang yang takut kepada
Tuhan yang Maha Pengasih sedangkan Dia tidak kelihatan (olehnya).” (Q.S. Qaaf:
33)
Allah menyandarkan perasaan takut seorang
hamba dengan asma “Ar-Rahmaan” (Maha Pengasih) tidak pada asma “AlJabbaar”
(Maha Gagah), “Al-Muntaqiim” (Maha Membalas), ” Al Mutakabbir” (Maha Sombong)
dan sejenisnya, agar perasaan takut tersebut bersatu dengan mengingat kasih
sayang-Nya. Dengan begitu rasa takut tersebut tidak menerbangkan hati Anda,
tapi membuat takut disertai rasa aman atau menggerakkan sesuatu sambil
menenangkan. Sama halnya jika Anda berkata: “Apakah kamu merasa takut kepada
seorang ibu yang penuh kasih sayang? Apakah kamu merasa takut kepada seorang
ayah yang penuh belas kasih? Atau apakah kamu merasa takut kepada seorang raja
yang dermawan?”
Yang diinginkan di sini adalah jalan
tengah, jadi jangan sampai Anda memilih jalan “rasa aman” atau jalan “putus
asa.”
Semoga Allah menjadikan kita semua
orang-orang yang mau berpikir tentang ayat-ayat yang bijaksana ini dan bisa
mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya. Sesungguhnya Dia Maha Memberi dan
Maha Pemurah. Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha
Luhur lagi Maha Agung.
Pokok Kedua, Perbuatan Allah dan
Pergaulan-Nya
Jika dilihat dari sisi khauf (rasa
takut), ketahuilah bahwa sesungguhnya iblis telah beribadah selama delapan
puluh ribu tahun. Menurut sebuah pendapat ia tidak pernah meninggalkan
sejengkal tanahpun kecuali setelah bersujud kepada Allah satu kali di tempat
itu. Lalu ia menolak satu perintah. Kemudian Allah melemparkannya dari pintu
(hadapan)-Nya. Allah melemparkan (membuang) ibadah yang ia lakukan selama
delapan puluh ribu tahun ke wajahnya. Dia melaknatnya sampai hari kiamat dan
menyiapkan siksa yang pedih untuk selama-lamanya.
Bahkan diceritakan bahwa Rasulullah Saw.
melihat malaikat Jibril a.s. bergelayut pada kelambu ka bah sambil berdoa
dengan keras: “Ya Tuhanku! Janganlah Engkau mengubah namaku dan mengganti
tubuhku.”
Kemudian Nabi Adam a.s. Beliau adalah
manusia pilihan Allah dan juga nabi-Nya. Allah menciptakannya dengan “tangan –
Nya, memerintahkan malaikat untuk bersujud dan memikulnya di pundak mereka
untuk sampai ke hadapan-Nya. Lalu beliau memakan satu makanan yang tidak
diizinkan-Nya, kemudian diumumkan: “Ingatlah! Orang yang durhaka kepada-Ku
tidak boleh tinggal di dekat-Ku.”
Allah memerintahkan para malaikat yang
menyangga tempat duduk beliau untuk menurunkannya dari langit hingga mereka meletakkan
beliau di atas bumi dan Allah tidak menerima tobat beliau.
Menurut sebuah riwayat beliau menangisi
hal itu selama seratus tahun.
Beliau menjadi hina dan mengalami
berbagai cobaan yang Juga dirasakan oleh keturunan beliau untuk selamanya.
Kemudian Nabi Nuh a.s. Beliau adalah
tetua para rasul. Orang yang menanggung beban perintah agama. Beliau tidak
berkata Salah selain satu kalimat yang tidak pada tempatnya saat kemudian
diumumkan:
Artinya: “Janganlah kamu meminta
kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
Aku memberi nasehat kepadamu agar kamu tidak termasuk orang-orang yang bodoh.”
Sampai-sampai diceritakan bahwa beliau
tidak mengangkat kepala ke arah langit selama empat puluh tahun karena merasa
malu kepada Allah.
Lalu Nabi Ibrahim a.s., kekasih Allah.
Beliau tidak melakukan dosa selain sebuah kesalahpahaman. Lalu berulangkali
beliau merasa takut dan merendahkan diri sambil berdoa:
Artinya: “Demi Tuhan yang kuharapkan akan
mengampuni kesalahanku kelak di hari kiamat.”
Sampai-sampai diceritakan bahwa beliau
menangis karena sangat takutnya. Kemudian Allah mengutus malaikat Jibril kepada
beliau. Jibril berkata: “Wahai Ibrahim! Apakah Anda pernah melihat seorang
kekasih yang menyiksa kekasihnya sendiri dengan api?” Beliau menjawab: “Wahai
Jibril! Bila mengingat dosaku, maka aku pun lupa dengan belas kasih-Nya.”
Lalu Nabi Musa bin Imran a.s. Beliau
tidak melakukan kesalahan selain satu tamparan untuk seseorang. Berulangkali
beliau merasa takut, merendahkan diri dan meminta ampun. Beliau berkata:
Artinya: “Ya Tuhan! Sesungguhnya aku
telah berbuat zalim kepada diriku sendiri, karena itu ampunilah aku.”
Di masa (Nabi Musa a.s.) itu pula hidup
seorang Bal am bin Ba’ura yang jika memandang ke langit ia dapat melihat Arasy,
Dialah yang dimaksud dalam firman Allah:
Artinya: “Dan bacakanlah untuk mereka
kisah tentang seseorang yang Kami beri tanda-tanda kebesaran Kami dan ia
melepaskan diri darinya.” (OQS. Al-A’raaf: 175)
Dia tidak melakukan kesalahan selain
hanya merasa condong kepada dunia dan penghuninya serta meninggalkan (tidak
menghormati) seorang kekasih-Nya (yakni Nabi Musa a.s.) Lalu Allah mencabut
kemakrifatannya dan menjadikannya seperti seekor anjing yang terusir.
Lalu Allah berfirman:
Artinya: “ Perumpamaannya (Bal’am) adalah
seekor anjing. Jika kamu mengejarnya maka iaakan menjulurkan lidahnya.” (Q.S.
Al-A’raaf: 176)
Allah menjerumuskannya ke dalam lautan
kesesatan dan kehancuran untuk selamanya. Sampai pernah kudengar seorang ulama
mengatakan bahwa pada mulanya jika Bal am mengajar di suatu majlis, di situ
terdapat dua belas ribu tempat tinta yang dipergunakan oleh murid-muridnya
untuk menulis ilmu darinya. Lalu dia menjadi orang pertama yang mengarang
sebuah kitab yang di dalamnya tertulis bahwa dunia ini tidak ada yang membuat.
Kita memohon perlindungan kepada Allah
dari kemurkaanNya, siksaan yang pedih dan penghinaan dari-Nya yang kita semua
tidak akan mampu menanggungnya.
Kemudian lihatlah keburukan dunia. Dengan
apa mereka menarik para ulama pada khususnya.
Ingatlah bahwa urusan dunia ini sangat
mengkhawatirkan, sedangkan usia ini amatlah pendek. Di dalam amal banyak
terdapat kekurangan sedangkan yang Maha Mengintai selalu mengawasi.
Jika Allah mengakhiri amal-amal kita
dengan kebaikan dan menghapus kesalahan-kesalahan kita, maka hal itu tidaklah
sulit bagi-Nya.
Kemudian kisah Nabi Daud a.s. yang
menjadi khalifah Allah di muka bumi. Beliau melakukan sebuah kesalahan lalu
beliau menangisi hal itu sampi-sampai tumbuh rumput dari air matanya. Beliau
berkata: “Ya Tuhanku! Adakah Engkau tidak merasa kasihan dengan tangis dan
tadharru’ (perendahan diri)ku?”
Lalu ucapan tersebut dijawab: “Wahai
Daud! Kamu melupakan dosamu dan mengingat tangismu.” Kemudian tobat beliau
tidak diterima oleh Allah selama empat puluh hari. Bahkan ada yang mengatakan
empat puluh tahun.
Lalu kisah Nabi Yunus a.s. Beliu satu
kali merasa marah yang tidak pada tempatnya dan Allah mengurung beliau dalam
perut ikan di dasar laut selama empat puluh hari. Kemudian beiau
memanggil-manggil:
Artinya: “Sesungguhnya tiada Tuhan selain
Engkau. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim.”
Para malaikat mendengar suara beliau dan
mereka berkata: “Ya Tuhan kami! Kami mendengar suara yang telah kami kenal dari
sebuah tempat yang tidak kami ketahui.”
Allah berfirman: “Itu adalah suara
hamba-Ku Yunus.” Lalu ara malaikat memohonkan pertolongan untuk beliau. Dan
karena itu semua, Allah mengubah nama beliau dengan nama “DzunNuun”. Sebuah
nama yang disandarkan pada tempat di mana beliau dikurung. Lalu Allah
berfirman:
Artinya: “Lalu ia (Yunus) ditelan ikan,
sedangkan ia dicela (karena melakukan sesuatu yang tidak pada tempatnya).
Seandainya ia tidak termasuk orang yang mensucikan Tuhannya, niscaya ia akan
tinggal di dalam perut ikan sampai hari semua orang dibangkitkan.”
Setelah itu Allah menyebutkan kenikmatan
dan karunia-Nya. Dia berfirman:
Artinya: “Seandainya ia tidak tersusul
oleh kenikmatan dari tuhannya, niscaya ia akan dibuang di tempat yang kosong
dan menjadi orang tercela.”
Lihatlah siasat semacam ini, hai orang
yang perlu dikasihani!
Begitulah yang terjadi, sampai apa yang
terjadi pada penghulu (pemimpin) para rasul, makhluk Allah yang paling mulia.
Allah berfirman kepada beliau:
Artinya: “Istiqamahlah sebagaimana kamu
diperintahkan. Orang-orang yang bertobat ada bersamamu dan janganlah kamu semua
melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”
Bahkan Nabi Saw. pernah bersabda:
Artinya: “Surat Huud dan sejenisnya
membuat kepalaku beruban.”
Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud
oleh Nabi Saw. adalah ayat ini dan yang sejenisnya di dalam Al-Qur’an.
Kemudian Allah berfirman:
Artinya: “Dan mohonlah ampunan dari
dosamu.” (Q.S. Al-Mu’ min: 55)
Sampai kemudian Allah mengaruniakan
ampunan untuk beliau dan berfirman:
Artinya: “Dan kami hilangkan darimu dosa
yang memberati punggungmu.” (Q.S. Al-Insyiraah: 2-3)
Dia juga berfirman:
Artinya: “Supaya Allah mengampuni dosa
yang telah kamu kerjakan dan yang akan kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Fath: 2)
Setelah kejadian itu beliau selalu
melakukan salat malam sampai kedua kaki beliau membengkak.
Para sahabat bertanya: “Kenapa Anda
melakukan semua in wahai Rasulullah. Padahal Allah telah mengampuni dosa yang
telah Anda kerjakan dan yang belum Anda kerjakan.”
Beliau menjawab: “ Apakah aku tidak
pantas menjadi seorang hamba yang bersyukur? Lalu beliau bersabda:
Artinya: “Seandainya aku dan Isa bin
Maryam a.s. disksa lantaran dua orang ini, tentu kami akan disiksa dengan
siksaan yang belum pernah ditimpakan pada seorangpun di seluruh jagad raya
ini.”
Beliau menjalankan salat malam, menangis
dan berdoa:
Artinya: “Aku berlindung dengan
ampunan-Mu dari siksa-Mu, dengan rida-Mu dari kemarahan-Mu. Dan aku berlindung
kepadaMu dari siksa-Mu. Tidak terhitung pujianku untuk-Mu seperti Engkau memuji
pada Dzat-Mu.”
Perhatikan juga para sahabat yang hidup
pada masa yang paling baik dan berada di tengah umat terbaik pula. Mereka tidak
banyak bercanda. Kemudian turunlah firman Allah:
Artinya: “Belumkah datang waktunya bagi
orang-orang yang beriman untuk tunduk dalam hati mereka karena mengingat
Allah?” (Q.S. Al-Hadiid: 16)
Kemudian Allah menciptakan batas-batas
aturan dan kesopanan untuk umat yang dipenuhi rahmat ini sampai-sampai Yunus
bin Ubaid berkata: “Jangan merasa aman dari hukuman potong tangan disebabkan
mencuri lima dirham, karena hukuman hukuman perbuatan itu kelak juga seperti
ini.
Kami memohon kepada Allah yang Maha
Pengasih lagi Maha Pemurah. Maha Suci Allah. Semoga Dia tidak memperlakukan
kita kecuali dengan kemurahan-Nya yang murni. Sesungguhnya Dia Maha Pengasih di
antara orang-orang yang mengasihi.
Jika dilihat dari sisi raja’ (harapan)
maka bicaralah tentang rahmat Allah yang teramat luas, karena hal itu bukanlah
suatu hal yang berbahaya.
Siapa yang mengetahui ujung rahmat-Nya
atau mengetahui sifat dan penghabisan-Nya? Dialah yang menghapus kekufuran
tujuh puluh tahun dengan keimanan sesaat.
Allah berfirman:
Artinya: “Katakanlah kepada orang-orang
kafir, jika mereka mau berhenti (dari kekufurannya), niscaya dosa-dosa mereka
yang telah lalu akan diampuni.” (Q.S. Al-Anfaal: 38)
Tidakkah Anda melihat bagaimana yang
terjadi pada tukangtukang sihir Firaun. Mereka datang untuk melawan Allah dan
bersumpah demi keagungan Firaun yang menjadi musuh-Nya, tak lain dan tak bukan.
Setelah mereka melihat tanda-tanda Nabi Musa dan mengetahui kebenaran, mereka
pun berkata: “Kami beriman kepada Tuhan semesta alam.” Dan Allah tidak
menyebutkan bahwa setelah itu mereka menambah amal.
Kemudian lihatlah! Berapa kali Allah
mengulang kisah mereka dalam bentuk pujian di dalam kitab-Nya yang mulia?
Berapa banyak dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil mereka yang diampuni-Nya
hanya karena keimanan sesaat, atau bahkan hanya sekejap. Mereka hanya berucap:
“Kami beriman kepada Tuhan semesta alam.” Sebuah ucapan yang keluar dari hati
yang benar.
Bagaimana Allah menerima mereka dan
memberikan dosadosa yang telah lalu. Bagaimana Dia menjadilan mereka
pemimpin-pemimpin para syuhada di dulam surga untuk selamanya?
Ini baru keadaan (kisah) orang yang
mengenal dan mengesakan-Nya dalam waktu yang tidak lama setelah melakukan
sihir, kafir, sesat dan kerusakan. Lalu bagaimana dengan orang yang
menghabiskan umurnya untuk mengesakan-Nya dan tidak melihat seorangpun selain
Dia sebagai keluarga karena mengesakan-Nya?
Apakah Anda tidak melihat bagaimana
keadaan para Ashaabul Kahfi dan kekufuran mereka selama hidup?
Artinya: “Ketika mereka berdiri dan
berkata, “Tuhan kami adalah penguasa langit dan bumi. Kami tidak akan
menjadikan Tuhan selain Dia.”
Mereka berlindung kepada-Nya.
Bagaimana Allah menerima mereka dan
memberikan anugerah-Nya kepada mereka, lalu memuliakan mereka?
Kemudian Allah berfirman:
Artinya: “Dan Kami (Allah) bolak-balikkan
badan mereka ke arah kanan dan ke arah kiri.” (Q.S. Al-Kahfi: 18)
Bagaimana Allah membesarkan penghormatan
kepada mereka, mengenakan pakaian kebesaran dan menakutkan pada mereka.
Sampai-sampai Dia berfirman kepada makhluk yang paling mulia (Nabi Muhammad
Saw):
Artinya: “Seandainya kamu melihat mereka,
niscaya kamu berpaling dari mereka seraya berlari dan kamu akan dipenuhi rasa
takut terhadap mereka.” (Q.S. Al-Kahfi: 18)
Bahkan lihatlah bagaimana Dia memuliakan
seekor anjing yang mengikuti mereka. Sampai-sampai Dia menyebutnya di dalam
kitab-Nya yang mulia dengan berulang-ulang, kemudian menjadikannya di dunia
bersama mereka dalam keadaan haram lalu memasukkannya ke dalam surga dalam
keadaan terhormat?
Begitulah anugerah Allah yang diberikan
pada seekor anjing yang melangkah beberapa kali mengikuti sekelompok orang yang
makrifat kepada-Nya dan mengesakan-Nya dalam beberapa hari tanpa beribadah
ataupun melayani.
Lalu bagaimanakah anugerah yang Dia
berikan kepada seorang hamba yang beriman, yang melayani, mengesakan dan
menyembah-Nya selama tujuh puluh tahun? Dan bagaimana seandaiya hamba tersebut
hidup selama tujuh puluh ribu hari? Tentu yang menjadi tujuannya hanyalah
ibadah.
Adakah Anda tidak melihat bagaimana Allah
mencela Nabi Ibrahim a.s. karena doa memohon kehancuran yang beliau panjatkan
bagi orang-orang yang berdosa? Bagaimana Allah mencela Nabi Musa a.s. mengenai
Oarun? Dia berfirman: “Oarun meminta pertolongan kepadamu dan kamu tidak mau
menolongnya. Dan sumpah demi keagungan-Ku seandainya dia meminta pertolongan
kepada-Ku, niscaya Aku akan menolong dan memaafkannya.”
Bagaimana ketika Allah mencela Nabi Yunus
a.s. sehubungan dengan kaumnya: “Sesungguhnya merasa susah karena sebuah pohon
labu yang Kutumbuhkan dalam waktu sesaat dan membuatnya kering dalam sesaat.
Namun kamu tidak merasa sedih atas seratus ribu orang atau lebih (dari
pengikutmu).”
Kemudian bagaimana Dia menerima alasan
mereka dan memalingkan siksa atas mereka setelah sebelumnya Dia menyesatkan
mereka?
Kemudian lihatlah bagaimana Allah mencela
penghulu para rasul (Muhammad Saw.) seperti pernah diceritakan bahwa beliau
memasuki Masjidil Haram lewat pintu Bani Syaibah. Lalu beliau melihat
sekelompok orang yang sedang tertawa. Beliau kemudian berkata kepada mereka: ”
Kenapa kalian semua tertawa? Semoga aku tidak melihat kalian tertawa lagi.”
Kemudian sesampainya di Hajar Aswad beliau melangkah mundur dan berkata kepada
mereka: “Malaikat Jibril datang kepadaku dan berkata: ‘Hai Muhammad!
Sesungguhnya Allah berfirman kepadamu: “Kenapa kamu memupus harapan
hamba-hamba-Ku dari rahmat-Ku?
Artinya: “Kabarkanlah kepada
hamba-hamba-Ku bahwa sesungguhnya Aku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Q.S. Al-Hijr: 49)
Kemudian Rasulullah bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya Allah lebih
mengasihi hamba-hamba-Nya – daripada seorang ibu yang teramat mengasihi
anaknya.”
Di dalam hadis yang sudah masyhur Nabi Saw.
juga bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya Allah memiliki
seratus rahmat (belas kasih). Kemudian satu di antara keseratus rahmat tadi Dia
bagikan kepada jin, manusia, dan binatang. Dengan rahmat satu rahmat itulah
mereka saling mengasihi dan menyayangi. Dan Dia masih menyimpan yang sembilan
puluh sembilan (99) bagi ‘diri’-Nya sendiri untuk mengasihi hamba-hamba-Nya
kelak pada hari kiamat.”
Dan ketika Allah benar-benar telah
memberi Anda satu rahmat, yakni segala pemberian yang mulia berupa makrifat
kepada Allah dan termasuk umat yang dikasihi serta mengetahui segala sunah nabi
dan para sahabat, sampai kenikmatankenikmatan lain yang ada di hadapan Anda
baik yang lahir maupun yang batin, maka yang juga harus kita harapkan dari
anugerah-Nya yang agung adalah semoga Dia berkenan menyempurnakannya. Sebab
orang yang memberi sesuatu dengan baik sudah semestinya menyempurnakannya. Dan
semoga Dia memberikan bagian yang banyak kepada Anda dari 99 rahmatNya. Dan
kami memohon kepada Allah, semoga Dia tidak menyianyiakan harapan kami akan
anugerah-Nya yang agung. Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Pemurah dan Penuh
belas kasih.
Pokok ketiga, Janji dan Ancaman di Hari
Kiamat
Hendaklah kita mengingat lima hal yang
ada hubungannya dengan janji dan ancaman, yakni kematian, alam kubur, kiamat,
surga dan neraka, termasuk apa yang terjadi di dalamnya seperti kekhawatiran
yang teramat sangat bagi orang-orang yang taat, durhaka, lalai ataupun
bersungguh sungguh.
Pertama, kematian.
Dalam membicarakan masalah kematian ini
aku (Al-Ghazali) akan mengemukakan kisah dua orang lelaki. Salah satunya adalah
yang diceritakan dari Ibnu Syabramah. Beliau berkata: “Aku pernah menjenguk
sesorang yang sedang sakit besama Asy-Sya bi. Di dekat orang tersebut ada orang
lain yang mengajarinya bacaan “Lan ilaaha Illallaahu wahdahu laa syariika lahu.
Lalu Asy’Sya’ bi berkata: “Ajarkanlah dengan perlahan” Si sakit berkata: “Anda
ajarkan atau tidak, aku tidak akan meninggalkan kalimat tersebut.”
Lalu ia membaca surat Al-Fath ayat 26
sebagai berikut:
Artinya: “Dan Allah menetapkan kalimat
takwa, dan mereka adalah orang yang berhak atas kalimat tersebut dan pantas
memilikinya.”
Asy-Sya’ bi berkata: “Segala puji bagi
Allah. Dialah Dzat yang menyelamatkan sebagian dari kita.”
Yang satu lagi adalah kisah seorang murid
Fudhail bin ‘Iyadh. Menjelang kematiannya Fudhail menjenguk dan duduk di sisi
kepalanya sambil membaca surah “Yaasiin”. Murid tersebut berkata: “Wahai
guruku! Janganlah Anda membaca surah ini.” Fudhail pun diam. Lalu beliau
mengajarinya bacaan tahlil (laa Unaha illallaah). Ia berkata: “Aku takkan
pernah membacanya sebab aku telah cuci tangan dari hal itu.” Lalu ia pun mati
dalam keadaan (kufur) seperti itu.
Kemudian Fudhail masuk ke rumah beliau
dan menangis Selama empat puluh hari serta tidak keluar dari rumah. Setelah itu
beliau melihat (murid)nya di dalam mimpi sedang diseret ke neraka jahannam.
Fudhail bertanya: “Apa sebabnya Allah mencabut kemakrifatan itu darimu? Padahal
kamu adalah muridku yang terpandai.” Murid itu berkata: “Semua itu terjadi karena
tiga hal:
Adu domba.
Aku mengatakan kepada teman-temanku
sesuatu yang lain dengan apa yang kuucapkan pada Anda.
Irihati.
Sebab aku sering merasa iri pada
teman-temanku.
Aku menderita suatu penyakit. Kemudian
kutanyakan penyakit itu kepada seorang dokter. Dia mengatakan: “Setahun sekali
Anda harus meminum semangkuk arak. Jika hal itu tidak Anda lakukan maka
penyakit tersebut tetap akan bersarang di tubuh Anda.” Karena itulah sejak saat
itu aku meminum arak”
Al-Ghazali berkata: “Aku berlindung
kepada Allah dari murka-Nya yang tidak dapat kami pikul.”
Selanjutnya aku (Al-Ghazali) akan
menceritakan dua orang lelaki lain . Salah satunya adalah tentang Abdullah
Ibnul Mubaarak rahimahullah. Saat kematiannya hampir tiba beliau menengadahkan
muka ke langit. Beliau pun tertawa dan berkata: “Seharusnya orang-orang itu
melakukan hal semacam ini.”
Aku juga mendengar bahwa Imam Haramain
bercerita tentang Al-Ustadz Abu Bakr. Sesungguhnya Abu Bakr berkata: “Pada masa
belajar dulu aku memiliki seorang teman yang sangat tekun belajar, bertakwa,
dan beribadah. Dengan kesungguhannya itu dia hanya berhasil mendapatkan sedikit
pengetahuan. Aku pun menjadi heran karenanya.
Suatu ketika ia sakit dan tetap tinggal
di pemondokannya sendiri yang berada di antara pondokan para wali (di dalam
pesantren). Dia tidak masuk rumah sakit dan tetap tekun belajar walaupun dalam
keadaan sakit. Setelah penyakitnya betul-betul parah aku pun duduk di dekatnya.
Saat itulah tiba-tiba ia mengangkat pandangannya ke langit dan berkata: “Wahai
Ibnu Faurak! Seharusnya oang-orang itu melakukan hal semacam ini.” Dan ia pun
mati setelah mengatakan hal itu.”
Yang satunya lagi adalah cerita dari
Malik bin Dinar. Beliau mendatangi seorang tetangga yang sedang sekarat (hampir
meninggal dunia). Orang tersebut berkata: “Wahai Malik! Di hadapanku kini
terdapat dua buah gunung dari api dan aku diharuskan mendaki keduanya.” Beliau
berkata: “Mendengar itu aku bertanya kepada keluarga (isteri dan anak-anaknya).
Mereka berkata bahwa ia memiliki dua takaran, satu untuk menimbang bagi orang
lain dan yang satunya lagi untuk menimbang dari orang lain. Lalu aku meminta
kedua barang itu dan memukulkan satu sama lain sampai keduanya pecah. Kemudian
aku bertanya kepada laki-laki tersebut. Dia menjawab: “Yang kuhadapi malah semakin
bertambah besar.”
Kedua, alam kubur dan kejadian yang
dialami setelah kematian.
Dalam hal ini aku (Al-Ghazali) akan
bercerita tentang dua orang lelaki. Salah satunya adalah cerita seorang saleh
yang berkata: “Aku bertemu dengan Sufyan Ats-Tsauri di dalam mimpi setelah
kepergian beliau. Aku berkata: “Bagaimana keadaan Anda wahai Abu Abdullah?”
Beliau pun berpaling dariku dan berkata: “Saat ini belum waktunya memanggil
dengan nama kuniyah (panggilan yang menggunakan kata “abu” dan “ummu”).
Kemudian aku berkata: “Bagaimana keadaan Anda wahai Sufyan?” Maka beliau
menjawab dengan sebuah syair:
Aku dapat memandang Tuhanku dengan jelas.
Lalu Dia berfirman kepadaku:
“Selamat. Kamu mendapatkan keridaan-Ku
hai Abu Said! Kamu beribadah bila malam telah gulita dengan penuh rindu dan
cinta yang mendalam.
Ini semua untukmu. Karena itu pilihlah
istana mana yang kamu inginkan dan datanglah kepada-Ku karena Aku tiada jauh
darimu.
Yang kedua adalah seorang lelaki yang
dimimpikan (terlihat dalam mimpi) oleh seorang saleh. Laki-laki tersebut
berwajah pucat sedangkan tangannya dibelenggu dengan lehernya. Kemudian ia
ditanya: “Apa yang dilakukan Allah terhadapmu?” Dia pun menjwab dengan sebuah
syair:
Masa yang kupermainkan telah berlalu dan
saat ini masa itulah yang mempermainkan aku.
Ada lagi kisah dua orang lelaki. Salah
satunya diriwayatkan dari seorang saleh. Ia berkata: “Aku memiliki seorang anak
yang mati syahid dan belum pernah melihatnya di dalam mimpi sampai pada suatu
malam, saat Umar bin Abdul Aziz wafat, aku melihatnya. Aku bertanya: “Wahai
anakku! Bukankah kamu telah mati?” Ja menjawab: “Tidak. Aku adalah orang syahid
dan hidup di sisi Allah Swt. serta diberi rezeki.” Aku berkata: “Apa yang
membuatmu datang ke mari?” Dia menjawab: “Ada pengumuman untuk para penduduk
langit, Perhatian! Tidak boleh ada seorang nabi, seorang Shiddiq, dan seorang
syahidpun yang tidak menghadiri salat (jenazah) Umar bin Abdul Aziz. Karena
itulah, aku datang untuk menyalatkannya dan menemuimu untuk mengucapkan salam.”
Yang kedua adalah lelaki yang diceritakan
dari Hisam bin Hasan. Ia berkata: “Aku memiliki anak yang mati muda. Setelah
itu aku melihatnya dalam mimpi sudah penuh uban dan kutanya, ‘Wahai anakku!
Kenapa kamu beruban?’ Ia menjawab, ‘Ketika si fulan datang kepadaku, neraka jahannam
menyemburkan hawa panas untuk menyambut kedatangannya. Tak seorangpun di antara
kami yang tidak beruban karena semburan tadi.”
Kami berlindung kepada Allah yang Maha
Pemurah dari siksaan yang pedih. Ketiga, kiamat.
Dalam hal ini renungkanlah firman Allah
Swit.:
Artinya: “ (Ingatlah) hari (ketika) Kami
mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan yang Maha Pemurah sebagai
perutusan yang terhormat, dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke
neraka jahannam dalam keadaan dahaga.” (Q.S. Marayam: 85-86)
Lalu seseorang bangkit dari kuburnya.
Tiba-tiba seekor Bourag telah ada di atas kubur dengan membawa mahkota dan
pakaian (kebesaran). Maka ia pun segera berganti pakaian dan naik Bourag
tersebut menuju surga yang penuh kenikmatan. Karena kemuliaannya ia tidak
diperkenankan pergi ke surga dengan berjalan kaki.
Di lain tempat seseorang bangkit dari
kuburnya. Tiba-tiba Malaikat Zabaniyah telah menghadang dengan belenggu dan
rantai di tangannya. Orang yang celaka tidak akan dibiarkan pergi ke neraka dengan
berjalan kaki melainkan diseret ke tengahtengah neraka Jahim dengan
tertelungkup.
Kami memohon perlindungan kepada Allah
dari murka-Nya.
Aku pernah mendengar bahwa ada seorang
ulama yang menceritakan sebuah hadis dari Rasulullah Saw. Beliau bersabda:
Artinya: “Bila hari kiamat telah terjadi,
maka akan ada sekelompok orang yang bangkit dari kubur. Mereka mempunyai onta
yang dipergunakan sebagai kendaraan. Onta-onta itu memiliki sayap yang berwarna
hijau dan membawa mereka terbang ke padang mahsyar sehingga ketika mereka
sampai ke dekat dinding surga dan dilihat oleh para malaikat, mereka (para
malaikat) bertanya satu sama lain, “Siapa mereka itu?” Yang lain menjawab,
“Kami tidak tahu. Mungkin termasuk pengikut Muhammad Saw.’ Lalu salah seorang
malaikat datang dan bertanya kepada mereka, “Siapakah kalian dan termasuk
pengikut siapa?” Mereka menjawab, “Kami adalah pengikut Muhammad Saw.’ Para
malaikat bertanya, “Apakah kalian telah dihisab?’ Mereka menjawab, “Tidak.”
Para malaikat bertanya, ‘Apakah amal kalian telah ditimbang?” Mereka menjawab,
“Tidak. Para malaikat bertanya, “Apakah kalian membawa buku (catatan amal)
kalian?” Mereka menjawab, “Tidak.’ Para malaikat berkata, ‘Kembalilah! Semua
itu berada di belakang kalian’ Mereka berkata, ‘Adakah Anda memberi sesuatu
kepada kami untuk dihisab?.’”
Dalam hadis lain dikatakan:
Artinya: “Mereka berkata, “Kami tidak
memiliki sesuatu yang menyebabkan kami berbuat adil atau menyeleweng, tapi kami
beribadah kepada Tuhan kami sampai kami semua dipanggil dan memenuhi
panggilan-Nya.’ Kemudian terdengar seruan, ‘Apa yang dikatakan hamba-hamba-Ku
itu benar. Tidak ada jalan untuk menahan orang-orang yang berbuat baik. Dan
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Adakah Anda tidak mendengar firman Allah:
Artinya: “Adakah orang yang dilempar ke
dalam neraka itu lebih baik ataukah oran, yang datang dengan aman di hari
kiamat?” (Q.S. Fushshilat: 40)
Alangkah agurgnya orang yang menyaksikan
semua peristiwa yang mengerikan, menggemparkan dan peristiwa peristiwa lain tapi
merasa aman. Tidak ada perasaan takut dan berat di dalam hatinya.
Kami memohon kepada Allah agar Dia
berkenan merasuk. kan kami ke dalam golongan orang-orang yang beruntung seperti
itu. Dan hal itu tidaklah sulit bagi Allah (untuk melakukannya).
Keempat, surga dan neraka.
Dalam hal imi renungkanlah firman Allah
Swt. yang tercantum di dalam kitab-Nya.
Yang pertama adalah:
Artinya: “Dan Tuhan memberi mereka
minuman yang bersih. Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu dan usahamu adalah
disyukuri (diberi balasan).” (Q.S. Al-Insaan: 21-22)
Allah juga menceritakan orang yang lain
lagi dengan firman:
Artinya: “Ya Tuhan kami. Keluarkanlah
kami dari padanya (dan kembalikanlah kami ke dunia). Maka jika kami kembali
berbuat kekufuran tentu kami telah berbuat zalim. Dia Allah berfirman,
“Tinggallah di dalamnya dengan hina dan jangan bertncara lagi pada-Ku.” (Q.S
Al-Mukminuun: 107-108)
Diceritakan bahwa pada saat itu mereka
telah berubah menjadi anjing-anjing yang saling menggonggong di dalam neraka.
na’uzu billaahi, Tuhan yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih, dari siksa-Nya yang
pedih.
Segala yang terjadi, menurut apa yang
dikatakan oleh Yahya bin Mu’adz Ar-Raazi adalah: Kami tidak tahu manakah
musibah yang paling besar, kehilangan surga ataukah masuk neraka. Sebab seseorang
tidak sabar ingin segera memasuki surga danjuga tidak sabar jika harus tinggal
di dalam neraka. Apapun keadaannya, kehilangan sebuah nikmat tentu lebih ringan
daripada harus menahan sakitnya siksaan neraka.
Kemudian bencana yang terbesar dan musibah
yang paling berat adalah keabadian dalam neraka. Karena apapun yang terjadi
secara terpisah (terputus-putus) tentu lebih mudah. Tapi yang terjadi saat itu
adalah keabadian yang tiada berujung. Hati siapa yang mampu menahannya?
Perasaan siapa yang sabar merasakannya? Karena itulah Nabi Isa a.s. berkata:
“Ingatan tentang keabadian orangrang yang abadi (dalam neraka) bisa memutuskan
hati orang-orang yang takut.”
Dikatakan kepada Hasan Al-Bashri bahwa
manusia terakhir yang keluar dari neraka adalah seorang lelaki yang bernama
Hannad. Dia disiksa selama seribu tahun seraya memanggilmanggil dengan kata Ya
Hannan, Ya Mannaan (wahai Tuhan Ynag Maha Pengasih, wahai Tuhan yang Maha
Memberi anugerah). Mendengar itu Hasan Al-Bashri berkata: “Alangkah senangnya
seandainya aku menjadi Hannad.” Orang-orang menjadi heran dengan hal itu. Hasan
berkata: “Celaka. Bukankah suatu hari ia bisa keluar (dari neraka)?”
Aku (Al-Ghazali) berkata: “Jadi, segala
sesuatu bermuara pada satu hal yang bisa membuat punggung menjadi patah, wajah
memucat, hati menjadi hancur, putus asa dan mengeluarkan air mata darah bagi
para hamba, yakni perasaan takut kehilangan makrifat (keimanan). Inilah puncak
kekhawatiran orang-orang yang merasa takut dan ditangisi oleh orang-orang yang
menangis.
Seorang ulama berkata: ” Kesedihan itu
ada tiga macam: Sedih dalam berbuat taat karena takut taatnya tidak diterima,
sedih melakukan maksiat karena takut tidak diampuni, dan sedih tentang makrifat
(keimanan) karena khawatir dicabut.”
Orang-orang yang ikhlas (mukhlishuun)
mengatakan bahwa Segala kesedihan itu pada dasarnya hanya satu, yakni
tercabutnya makrifat (keimanan). Kesedihan yang lain dianggap remeh karena hal
itu pasti akan berakhir.”
Kami juga telah mendengar bahwa Yusuf bin
Al-Asbath berkata: “Aku datang ke tempat Sufyan Ats-Tsauri dan Ia menangis
sepanjang malam. Aku bertanya, ‘Apakah Anda menangis karena mengingat dosa?”
Yusuf berkata, ‘Bagi Allah dosa-dosa itu lebih ringan daripada ini. Tapi yang
lebih kutakutkan adalah jika Allah sampai mencabut Islam dari hatiku.”
Kami memohon kepada Allah yang Maha
Memberi anugerah semoga Dia tidak menguji kami dengan musibah-Nya, agar Dia
berkenan menyempurnakan karunia-Nya dengan memberikan kenikmatan yang banyak
dan mencabut nyawa kami dalam keadaan beragama Islam. Sesungguhnya Dia Maha
Penyayang di antara para penyayang.
Kami telah menyebutkan penyebab suu-ul
khaatimah beserta keterangannya di dalam kitab “Ihya Ulumiddin”. Karena itu,
renungkanlah keterangan yang ada di dalamnya. Sebab alam keterangan tentang itu
di dalam kitab ini akan menyebabkan bertele-tele. Renungkanlah keterangan yang
global ini. Semoga Anda mendapat petunjuk, sebab rinciannya lebih banyak dari
apa yang terlintas dalam benak dan disebutkan oleh seseorang. Semoga Anda
beruntung dengan pertolongan Allah dan taufik-Nya.
Jika Anda bertanya: “Manakah yang lebih
baik, menempuh jalan khauf (takut) ataukah raja’ (mengharap)?”
Yang terbaik adalah jalan yang terbentang
di antara keduanya. Orang yang terlalu berharap akan menganggap bahwa dosa itu
tidak berbahaya, bahkan dikhawatirkan ia akan menganggap semua yang diharamkan
oleh Allah boleh dikerjakan, karena menganggap semua dosanya bakal diampuni.
Orang yang terlalu takut tidak akan memiliki harapan. Artinya ia menjadi putus
asa. Jadi, yang dimaksud di sini adalah jalan tengah, tidak boleh
menitikberatkan pada salah satunya. Karena pada hakekatnya harapan sejati tidak
lepas dari rasa takut dan ketakutan sejati tidak akan lepas dari berharap. Oleh
karena itu, ada yang mengatakan bahwa harapan itu hanya dimiliki oleh orang
yang merasa nyaman dan rasa takut hanya dimiliki oleh orang yang memiliki
harapan, bukan orang yang putus asa.
Jika Anda bertanya: “ Apakah salah satu
dari keduanya lebih unggul dari yang lain? Atukah salah satunya harus lebih
banyak diingat karena suatu keadaan tertentu?”
Ketahuilah! Jika seorang hamba berbadan
sehat dan kuat, maka yang terbaik baginya adalah rasa takut. Tapi jika ia sakit
dan lemah, apalagi menjelang kematiaannya, maka yang terbaik baginya selalu
berharap.
Begitulah yang kudengar dari pembicaraan
para ulama.
Menurutku (Al-Ghazali) pendapat seperti
itu berdasarkan firman Allah (dalam Hadis Qudsi):
Artinya: “Aku berada di sisi orang yang
hatinya hancur karena takut kepada-Ku”
Maka jadilah harapan lebih baik baginya
pada saat itu, karena hatinya telah remuk dan ketakutan yang dilakukannya telah
ia jalani saat masih sehat, kuat dan mampu. Karena itulah dikatakan kepada
mereka: “Janganlah kalian merasa takut dan bersedih hati.”
Jika Anda bertanya: “Bukankah telah
banyak hadis yang menerangkan tentang berbaiksangka kepada Allah dan imingiming
dalam hal itu?”
Ketahuilah bahwa termasuk di dalam
berbaiksangka kepada Allah adalah berhati-hati (menjauh) dari maksiat, takut
mendapat siksa-Nya dan bersungguh-sungguh dalam melayani-Nya?
Perlu pula diketahui bahwa dalam hal ini
ada dua masalah yang sangat prinsip dan juga keterangan yang penting. Banyak
Sekali orang yang keliru memahaminya, yakni perbedaan antara harapan” dan
“hayalan”.
Harapan adalah sesuatu yang menyangkut
persoalan yang mendasar, sedangkan hayalan sama sekali tidak menyangkut masalah
itu. Sebagai contoh ada orang menanam padi. Ia bersungguh-sungguh dan
mengumpulkan tempat mengerik padi lalu berkata: “Aku berharap mendapatkan
seratus karung darinya”. Maka bagi orang tersebut ucapan itu adalah raja’
(harapan).
Ada lagi orang yang sama sekali tidak
menanam padi, tidak mengerjakan sesuatupun barang sehari, laluia pergi tidur.
Ia lalai sepanjang tahun dan bila tiba waktunya panen ia berkata: “Aku berharap
mendapatkan seratus karung dari tanaman tersebut.” Lalu orang itu ditanya:
“Dari mana datangnya harapanmu itu?” Sungguh ini adalah sebuah hayalan yang
tidak mendasar.
Begitu juga seorang hamba. Jika ia
bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah, menjauhi maksiat dan berkata:
“Aku berharap semoga Allah menerima amalku yang sedikit ini, menyempurnakan
kelalaianku, membesarkan pahala dan mengampuni kesalahanku, Dan aku
berprasangka baik kepadaNya.” Inilah yang dinamakan raja’ (harapan) darinya.
Akan tetapi jika ia lalai dari ibadah,
tidak berbuat taat, melakukan kemaksiatan, tidak peduli dengan murka Allah,
keridaan, janji dan ancaman-Nya, lalu tiba-tiba ia berkata: “Aku mengharapkan
surga dari Allah dan terbebas dari neraka”. Maka itulah yang dinamakan hayalan.
Tidak ada yang didapat darinya. Sedangkan orang-orang menyebutnya sebagai
harapan dan berbaiksangka. Sungguh itu adalah sebuah kesalahan dan kesesatan,
Seorang penyair mengungkapkan artian
semacam ini dengan syair sebagai berikut:
Kamu berharap bisa selamat dan tidak
menempuh jalannya,
Sungguh tidak ada perahu yang berlayar di
daratan.
Di antara yang menerangkan hal penting
ini adalah hadis yang kami riwayatkan dari Nabi Saw. Beliau bersabda:
Artinya: “Orang yang pandai adalah orang
yang merendahkan diri (nafsu)nya dan berbuat sesuatu sebagai bekal setelah
mati. Dan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti keinginan nafsunya dan
berhayal tentang Allah azza wajalla.”
Dalam hal ini Hasan Al-Bashri berkata:
“Banyak orang yang terlena dengan hayalan tentang ampunan sampai mereka keluar
dari dunia dalam keadaan bangkrut dan sedikitpun tidak memiliki kebaikan.
Kemudian salah satu di antara mereka berkata: ‘Sesungguhnya aku telah berbaik
sangka kepada Tuhanku. Dan Dia telah berbohong.’ Seandainya ia benar-benar
telah berbaiksangka kepada Tuhannya, tentu ia memperbagus amal untuk-Nya.”
Kemudian Hasan Al-Bashri membaca ayat:
Artinya: “Barangsiapa ingin bertemu
(menghadap) Allah maka hendaklah ia beramal saleh.” (Q.S. Al-Kahfi: 110)
Diteruskan dengan membaca ayat:
Artinya: “Yang demikian itu karena
kesalahanmu berprasangka kepada Allah, yang akan mencelakakan dirimu. Maka kamu
(orangorang yang berhayal) termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. Fushshilat:
23)
Diceritakan dari Ja’far Adh-Dhab’i
rahimahullah. Beliau berkata: “Aku melihat Abu Maisarah. Ia adalah seorang ahli
ibadah dan terlihatjelas tulang iganya karena sangat bersungguhsungguh. Aku
berkata: ‘Semoga Allah merahmatimu, karena rahmat Allah itu luas. Beliau marah
dan berkata: ‘Adakah kamu melihat tanda-tanda keputusasaan dari rahmat Allah
pada diriku? Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat bagi orang-orang yang
berbuat baik.”
Ja’far berkata: “Yang membuatku menangis
adalah ucapan beliau seperti ini: Jika semua rasul, wali abdal dan para aulia
seperti ini kesungguhannya di dalam ketaatan dan menghindari maksiat dan juga
mereka terus bertahan, apakah mereka tidak memiliki baik sangka kepada Allah?
Tentu, karena mereka lebih tahu keluasan rahmat Allah dan lebih berbaiksangka
terhadap kemurahan-Nya daripada Anda. Akan tetapi mereka juga tahu bahwa semua
itu tanpa ijtihad hanya akan menjadi hayalan dan tipuan belaka.
Ambillah pelajaran dari semua keterangan
ini, renungkanlah keadaan mereka dan bangkitlah dari tidur Anda.
Hanya Allah yang menguasai semua taufik.
Kesimpulannya adalah: Jika Anda mengingat
keluasan rahmat Allah yang mendahului kemurkaan-Nya serta lebih luas dari
segala sesuatu, mengingat bahwa Anda termasuk umat yang mulia di sisi Allah,
mengingat puncak karunia yang agung dan kemurahan-Nya yang sempurna serta mulia,
lalu Dia menjadikan permulaan kitab-Nya yang mulia bagi Anda dengan menyebut
Asma Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Mengingat banyaknya
pemberian dan kenikmatan yang diberikan kepada Anda, baik yang kelihatan maupun
yang samar tanpa adanya pertolongan atupun amal yang telah Anda lakukan.
Di sisi lain Anda juga mengingat
kemegahan, keagungan, kebesaran kerajaan dan kehebatannya. Mengingat dahsyatnya
kemurkaan-Nya yang tidak mampu dirasakan oleh langit dan bumi. Mengingat
kelalaian Anda yang terlalu dan banyaknya dosa serta kecerobohan di samping
kelembutan urusan Allah, gawatriya berhubungan dengan-Nya karena cakupan ilmu
dan pandangamNya terhadap dosa-dosa dan hal gaib. Mengingat kebaikan janji dan
pahala-Nya yang tidak terbayangkan, pedihnya ancaman dan siksaan yang tidak
bisa diungkapkan dengan hati.
Suatu saat Anda melihat keagungan-Nya,
dan di saat lain Anda melihat siksa-Nya. Di satu saat Anda melihat
kelemahlembutan dan rahmat-Nya, sedang di saat lain Anda melihat diri dan
keingkaran serta kesalahan yang diperbuatnya.
Dengan semua itu Anda akan sampai pada
kedudukan khauf dan raja’. Anda juga telah meniti jalan tengah yang lurus,
menyimpang dari dua jalan yang merusak yaitu rasa aman (dari siksa Allah) dan
putus asa (dari rahmat Allah). Anda tidak akan tersesat bersama orang-orang
yang sesat dan binasa bersama orang-orang-orang yang binasa. Anda meminum
minuman yang telah dioplos dengan benar sehingga tidak rusak karena dinginnya
kemurnian raja’ dan panasnya kemurnian khauf.
Sepertinya aku (Al-Ghazali) melihat bahwa
Anda telah mencapai apa yang diinginkan dengan membawa keuntungan, Sembuh dari
dua penyakit dengan selamat, nafsu Anda telah bangkit untuk berbuat taat dan
mendekat untuk melayani (Allah) Siang dan malam tanpa rasa jemu dan lengah.
Anda telah menjauh dari maksiat dan hal-hal yang hina serta meninggalkannya
sama Sekali, sebagaimana yang diungkapkan oleh Nauf Al-Bukhali: “Sungguh jika
Nauf ingat akan surga, dia teramat merindukannya: Dan jika mengingat neraka dia
akan kehilangan gairah tidurnya.”
Dalam keadaan seperti ini Anda telah
menjadi orang yang terpilih dan istimewa serta menjadi golongan ahli-ahli
ibadah, yakni orang-orang yang disebut oleh Allah dengan firman-Nya:
Artinya: “Sesungguhnya mereka bersegera
melakukan kebaikan dan menyembah-Ku dengan rasa senang dan takut. Dan mereka
khusyuk demi keagungan-Ku.” (Q.S. Al-Anbiyaa’: 90)
Anda juga telah melewati tahapan
berbahaya ini dan meninggalkannya di belakang dengan izin Allah dan kebaikan
taufik-Nya.
Anda akan merasakan banyak sekali rasa
manis dan kebeningan hati di dunia serta simpanan pahala yang melimpah di
akhirat.
Hanya Allah tempat meminta. Semoga Dia
berkenan memberikan pertolongan dengan taufik dan pembenaran-Nya kepada kita
semua. Sesungguhnya Dia lebih mengasihi dan lebih pemurah di antara para
pengasih dan para pemurah. Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan
Allah yang Maha Luhur dan Maha Agung.